BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lelang sejak lama telah dikenal masyarakat sebagai salah satu sarana jual beli
barang, namun tidak diketahui pasti sejak kapan lelang digunakan sebagai cara jual
beli. Lelang masuk ke Indonesia seiring dengan kedatangan bangsa Belanda melalui
sebuah perusahaan dagang yang disebut Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC).1
Lembaga lelang yang diatur melalui sistem hukumdimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Setidaknya terdapat tiga tujuan diaturnya lelang
dalam hukum :2
1. Untuk memenuhi tujuan kebutuhan penjualan lelang, yang diatur dalam banyak
peraturan perundang-undangan.
2. Untuk memenuhi atau melaksanakan putusan peradilan atau lembaga
penyelesaian sengketa berdasarkan undang-undang dalam rangka penegakan
keadilan (law enforcement).
1
Kamarinjani, Sejarah Perusahaan-perusahaan Teh di Indonesia 1824-1924, JakartaLIPI, 1978, dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, (Jakarta: Oktober 2009), hal.2
2
3. Untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau pemilik
barang pribadi dimungkinkan melakukan penjualan lelang.
Penjualan umum secara resmi masuk dalam perundang-undangan di Indonesia
sejak tahun 1908, dengan berlakunya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908
Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190) yang
hingga sekarang masih berlaku.3
Pengertian lelang menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang adalah
“penjualan barang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis Pemahaman masyarakat terhadap lelang masih rancu, dimana sering
dikacaukan dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D). Lelang pemborongan
pekerjaan atau jasa disebut dengan tender, dimana pemerintah bertindak sebagai
pembeli yang berhadapan dengan banyak penjual yang menawarkan barang atau jasa
dengan mencari harga murah yang memenuhi kualifikasi yang diinginkan oleh
pemerintah sendiri. Sedangkan menurut Pasal 1 Vendu Reglement, yang dimaksud
dengan penjualan umum (openbare verkopingen) adalah :
Pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.
3
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi
yang didahului dengan pengumuman lelang”. Setiap pelaksanaan lelang harus
dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah.4 Pejabat Lelang adalah “orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk
melaksanakan penjualan barang secara lelang”.5
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2007 dan ditindaklanjuti dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, maka lelang
dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang merupakan
instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Dengan demikian, lelang adalah
suatu cara penjualan barang yang dilakukan pada suatu saat dan tempat yang telah
ditentukan dengan mengumumkannya terlebih dahulu dan dilaksanakan dengan cara
penawaran yang khusus serta dilakukan di hadapan Pejabat Lelang.
6
4
Lihat Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
5
Lihat Pasal 1angka 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
6
Pejabat Lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut Risalah
Lelang dalam setiap pelaksanaan lelang, yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan
dan bagian kaki, dibuat dalam Bahasa Indonesia serta diberi nomor urut.7
Pembuatan Risalah Lelang didasarkan pada jenis lelang yang dibedakan
berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang
akan dilelang. Sifat lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara
lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Lelang eksekusi adalah “lelang untuk
melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan
dengan itu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku”.8 Lelang non eksekusi adalah “lelang selain lelang eksekusi yang meliputi lelang non eksekusi wajib dan
lelang non eksekusi sukarela”.9 Sifat lelang ditinjau dari sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara lelang yang
sifatnya wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor
Lelang (sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dan lelang yang
sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang non eksekusi wajib adalah
“lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah dan kekayaan
negara yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku”.10
7
Lihat Pasal 77 ayat (1), (2), (3) dan (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
8
Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, (Bandung: Mandar Madju, 2008), hal. 57
9Ibid
, hal.57
10Ibid
, hal.57
Lelang non eksekusi
menjual barang miliknya”.11
Kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK
dan PKPU), dimana Undang-Undang ini diharapkan mampu mengantisipasi
penyelesaian utang piutang dan merupakan upaya terakhir dalam rangka penyelesaian
masalah utang piutang dengan mudah, cepat dan efektif. Menurut Pasal 1 angka 1
UUK dan PKPU, “kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”. Maka kepailitan
diartikan sebagai suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai Selanjutnya di sini difokuskan pada Lelang Eksekusi
Harta Pailit.
Lelang Eksekusi Harta Pailityang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang terjadi akibat kemampuan untuk memenuhi kewajiban
pembayaran kepada kreditor menurun, sedangkan kreditor mengharapkan utang harus
diselesaikan secara cepat dan efektif. Untuk memberikan kesempatan kepada kreditor
dalam mengupayakan penyelesaian yang adil, diperlukan sarana hukum yang dapat
digunakan secara cepat, terbuka dan efektif. Salah satu sarana hukum yang menjadi
landasan penyelesaian utang piutang adalah peraturan kepailitan.
11Ibid
kesulitandalam membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini
pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya.12 Adanya putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak
putusan pailit dikeluarkan dimasukkan ke dalam harta pailit yang dalam bahasa
Belanda disebut faillieten harta.13
Undang-Undang mengatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan
debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang
diperoleh selama kepailitan.14
Penjualan harta debitor yang dinyatakan pailit dilaksanakan menurut Pasal
184 ayat (1) UUK dan PKPU, dengan tetap memperhatikan Pasal 15 ayat (1), Kurator Ketentuan dalam UUK dan PKPU tersebut sejalan
dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “seluruh harta
kekayaan debitor baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik sudah ada
maupun yang baru akanada di kemudian hari, menjadi tanggungan (agunan) bagi
seluruh utang debitor”.
Terdapat beberapa aspek kepailitan dalam rangka pembersan harta pailit, yaitu
harta pailit, Kurator, Hakim Pengawas dan tindakan pemberesan harta pailit. Adapun
tindakan pemberesan harta pailit dilakukan oleh Kurator dengan melakukan
penjualan harta debitor yang dinyatakan pailit.
12
Bayutube86, Artikel Kepailitan, dalam
13
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailtan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2010), hal.179
14
harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit (setelah dilakukan
pencocokan piutang) tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitor
apabila :15
1. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam jangka waktu
sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU atau usul tersebut telah diajukan
tetapi ditolak, atau
2. Pengurusan terhadap perusahaan debitor dihentikan.
Semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.16
Ketentuan Pasal 59 ayat(2) UUK dan PKPU, setelah lewat jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (yaitu telah lewat jangka waktu dua bulan) Dalam hal harta pailit dibebani
hak tanggungan atau fidusia, maka kreditur pemegang hak tanggungan dan fidusia
dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan sebagaimana diatur
dalam Pasal 55 ayat (1) UUK dan PKPU. Dalam praktik, eksekusi harta pailit yang
dilakukan pemegang hak tanggungan atau fidusia juga dilakukan dengan cara
penjualan di muka umum (lelang) dimana pemegang hak tanggungan atau fidusia
menjadi pemohon lelangnyadan kreditor pemegang hak tanggungan atau fidusia
harus melaksanakan haknya dalam jangka waktu paling lambat dua bulan sejak
dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UUK dan
PKPU.
15Ibid
, hal.279
16
Kurator harus menuntut diserahkannya barang yang menjadi agunan untuk
selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 UUK
dan PKPU, tanpa mengurangi hak pemegang hak untuk memperoleh hasil penjualan
agunan tersebut.17
Pasal 185 ayat (1) UUK dan PKPU, mensyaratkan bahwa penjualan harta
pailit harus dilakukan di muka umum. Penjualan di muka umum disebut dengan
lelang dan diatur oleh peraturan-peraturan lelang. Dengan melaksanakan penjualan
harta pailit secara lelang berarti kepentingan berbagai pihak seperti debitor, kreditor
maupun pembeli lelang itu sendiri dapat terlindungi dan dapat
dipertanggungjawabkan.18
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang selanjutnya meneliti
kelengkapan dokumen persyaratan lelang eksekusi harta pailit dimaksud secara
formal, apabila dinyatakan lengkap maka Kepala KPKNL menetapkan waktu
pelaksanaan lelangnya dan Kurator selaku pemohon lelang wajib mengumumkan Ketentuan lelang sendiri terdapat jenis lelang eksekusi harta pailit, dimana
Kurator bertindak selaku pemohon lelang untuk mengajukan permohonan lelang ke
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan melengkapi
dokumen-dokumen persyaratan lelang eksekusi harta pailit sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 dan Pasal 6 angka 4 Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor
PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang.
17
Sutan Remy Sjahdeini, op. ci.t., hal.310
18
Erick, Kepailitan Perusahaan dan Kepantasannya, dalam
rencana pelaksanaan lelang sesuai ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Selain itu, untuk harta pailit berupa barang tidak bergerak dalam hal ini tanah
dan/atau tanah dan bangunan, Kepala KPKNL meminta Surat Keterangan Tanah
(SKT) ke Kantor Pertanahan setempat guna mengetahui status kepemilikan tanah dan
catatan-catatan yang ada atas tanah dimaksud. Adapun Pelaksanaan lelang dipimpin
oleh Pejabat Lelang untuk menentukan pemenang dengan mencari penawaran
tertinggi yang telah mencapai dan/atau melampaui nilai limit yang telah ditetapkan
oleh pemohon lelang.
Pemenang lelang yang telah ditunjuk oleh Pejabat Lelang, wajib melunasi
hasil lelang paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Hasil lelang
tersebut selanjutnya diserahkan oleh Bendaharawan Penerima KPKNL kepada
Kurator selaku pemohon lelang/penjual paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
pembayaran diterima oleh Bendaharawan Penerima KPKNL.19
Perlunya pelaksanaan lelang yang efisien, adil, terbuka dan akuntabel serta
dengan harga yang wajar guna mewujudkan optimalisasi hasil lelang. Untuk
mewujudkan hal tersebut, setiap pelaksanaan lelang harus selalu memperhatikan
asas-asas lelang,yaitu asas-asas keterbukaan, asas-asas keadilan, asas-asas kepastian hukum, asas-asas efisiensi Selanjutnya pemenang
lelang yang telah melunasi seluruh kewajibannya akan memperoleh Risalah Lelang
yang merupakan akte otentik dari Pejabat Lelang sebagai bukti pembelian.
19
dan asas akuntabilitas.20
Kurator akan mengajukan permohonan lelang eksekusi harta pailit yang
kedua, jika pada pelaksanaan lelang pertama hartapailit belum laku terjual. Tetapi, Demikian juga halnya dengan pelaksanaan lelang eksekusi
harta pailit harus memperhatikan asas-asas lelang sehingga kepentingan debitor pailit
dan kreditor dapat terlindungi.
Pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit yang dimohonkan oleh Kurator ke
KPKNL Medan sering tidak optimal, dimana mulai tahun 2006 sampai dengan 2011
dari 8 (delapan) kali pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit yang dimohonkan oleh
Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator, hanya 3 (tiga) kali pelaksanaan
lelang eksekusi harta pailit yang laku terjual dan sisanya dinyatakan Tidak Ada
Peminat (TAP).
Hal tersebut terjadi disebabkan Kurator dalam menetapkan nilai limit terhadap
barang yang dilelang cenderung menggunakan nilai pasarsebagai nilai limit
sedangkan pemikiran yang berkembang di masyarakat bahwa lelang itu identik
dengan harga miring atau murah. Selain itu, kurang kooperatifnya pihak bank selaku
kreditor separatis untuk menyerahkan bukti kepemilikan harta pailit yang diajukan
lelang kepada Kurator, sehingga pada saat pelaksanaan lelang Kurator tidak dapat
menunjukkan asli bukti kepemilikan dari harta pailit yang dilelang dan hal ini
mempengaruhi minat peserta lelang untuk membeli harta pailit. Hal-hal tersebut
mengakibatkan harta pailit yang diajukan dalam pelaksanaan lelang tidak laku terjual
sehingga lelang dinyatakan Tidak Ada Peminat (TAP) oleh Pejabat Lelang.
20
pada pelaksanaan lelang yang kedua, nilai limit yang ditetapkan oleh Kurator
terhadap hartapailit yang dilelang juga tidak mengalami penurunan dari nilai limit
sebelumnya, kalaupun turun biasanya tidak sampai dengan nilai likuidasi. Dengan
demikian, Kurator terkesan hanya memenuhi prosedur yang ditentukan dalam UUK
dan PKPU bahwa penjualan hartapailit harus dilakukan di muka umum (lelang) tanpa
ada upaya yang maksimal agar hartapailit dapat laku terjual pada saat lelang. Hal ini
dapat dilihat dari penetapan nilai limit lelang yang relatif tinggi dan cenderung
menggunakan nilai pasar dari pada nilai likuidasi, padahal nilai limit lelang dapat
ditetapkan minimal sama dengan nilai likuidasi. Dengan tidak lakunya harta pailit
pada saat lelang, Kurator mengajukan permohonan penjualan di bawah tangan
terhadap harta pailit kepada Hakim Pengawas.
Berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (2) UUK dan PKPU, “dalam hal
penjualan di muka umum tidak tercapai, maka penjualan di bawah tangan dapat
dilakukan dengan izin Hakim Pengawas”. Pelaksanaan penjualan di bawah tangan
terhadap hartapailit tidak ada diatur dalam UUK dan PKPU sehingga Kurator dalam
pelaksanaannya harus hati-hati mengingat prosedurnya yang tidak terbuka untuk
umum tersebut akan rawan terjadi kolusi, seperti menjual harta pailit kepada teman
atau afiliasinya dengan harga yang murah sehingga merugikan kreditor karena bagian
yang diterima kreditor dalam pemberesan harta pailit menjadi sangat kecil dan tidak
transparannya Kurator dalam pendataan aset debitor pailit yang akan mempengaruhi
bagi kreditor maupun debitor pailit karena proses kepailitan yang seharusnya cepat,
efektif dan efisien menjadi lambat dengan adanya ketidakpuasan dari para pihak
khususnya para kreditor dan debitor terhadap pendataan harta pailit.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti masalah
tersebut di atas dengan menyusun tesis yang berjudul “Pelaksanaan Eksekusi Harta
Pailit Melalui Lelang dan Penjualan di Bawah Tangan (Studi Pada Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti dan dibatasi sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit pada Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang Medan ?
2. Mengapa eksekusi harta pailit melalui penjualan di muka umum (lelang) pada
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan kurang optimal ?
3. Apakah pelaksanaan penjualan di bawah tangan terhadap harta pailit oleh Kurator
telah melindungi kepentingan kreditor dan debitor ?
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit pada
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan dengan asas-asas dalam
pelaksanaan lelang.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab kurang optimalnya pelaksanaan
lelang eksekusi harta pailit pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Medan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan kepentingan debitor pailit dan
kreditor pada penjualan di bawah tangan yang dilakukan oleh Kurator terhadap
hartapailit.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan
dan sebagai bahan pengembangan wawasan dan kajian terhadap kekuatan dalam
pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit.
2. Secara praktis, temuan penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengguna
jasa lelang khususnya Kurator, para kreditor dan pembeli lelang serta masyarakat
pada umumnya yang ingin mendalami bidang kepailitan, khususnya tentang
E. Keaslian Penelitian
Bahwa berdasarkan informasi dan setelah melakukan penelusuran
kepustakaan di Program Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, Universitas
Sumatera Utara, maka diketahui belum ada penelitian yang berjudul “Pelaksanaan
Eksekusi Harta Pailit Melalui Lelang dan Penjualan di Bawah Tangan (Studi Pada
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)”. Jadi penelitian
ini dapat disebut asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan
objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan
kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang
sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Pelaksanaan Eksekusi
Harta Pailit Melalui Lelang dan Penjualan di Bawah Tangan (Studi Pada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)” dan juga pemeriksaan
terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian
ini belum pernah dilakukan baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun
perguruan tinggi lainnya.
Beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya yang juga berkaitan dengan
1. Arief Hidajat, mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera
Utara, yang berjudul “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang
Negara Pada Kantor Lelang Negara Medan”. Dalam tesis tersebut,permasalahan
yang diangkat adalah cara penanganan kredit macet yang dilakukan oleh Panitia
Urusan Piutang Negara, pelaksanaan lelang esekusi Panitia Urusan Piutang
Negara pada Kantor Lelang Negara Medan, serta hambatan apa saja yang timbul
pada pelaksanaan lelang eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara pada
pelaksanaan lelang eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara Medan baik sebelum
maupun sesudah lelang dan cara menanggulanginya.
2. Lamria Sianturi, mahasiswa program Magister Kenotariatan, Unversitas Sumatera
Utara, yang berjudul “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan Pada KPKNL
Medan”. Dalam tesis tersebut, permasalahan yang diangkat adalah bagaimana
eksekusi Kejaksaan yang dapat mengakibatkan lelang dan hambatan yang ditemui
serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan lelang eksekusi Kejaksaan
pada KPKNL Medan.
3. Intes Nurlina, mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, yang
berjudul “Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Lelang (Penelitian Pada
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)”. Dalam tesis tersebut
permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pelaksanaan eksekusi lelang pada
pada KP2LN Medan serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan
terhadap pelaksanaan eksekusi lelang di KP2LN Medan.
Dengan demikian jika diperhadapkan permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Oleh karena itu penelitian adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademik.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,21 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapakannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.22 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu
kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.23
Teori keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles dan John Rawls. Untuk
mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat, bukan merupakan
kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini yaitu teori
keadilan yang dipadukan dengan teori kepastian hukum.
21
J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I asa-asas, (Jakarta: FE UI, 1996), hal.203, dalam S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Sistem Hukum Pengurusan Piutang, (Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004), hal. 13
22Ibid
, hal.16
23
hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian
menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Aristoteles
mendefinikan keadilan sebagai berikut:24
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21
lebih menekankan pada keadilan sosial.
“Justice is a political virtue, by the rules of it, the state is regulated and these
rules the criterion of what is right.”
25
Hal ini terkait dengan munculnya
pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan Negara pada saat itu. John
Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah jaminan stabilitas hidup manusia
dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.26
Teori kepastian hukum yang juga dipelopori oleh Aguste Comte yang
mengatakan pada dasarnya kaidah hukum itu sendiri tanpa melibatkan kaidah-kaidah
di luar non hukum (etika), hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai azas moral, John Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil
adalahstruktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan,
kekuasaan,kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi;
dimana kategori
struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk menilai apakah institusi-institusi sosial
yang ada telah adil, atau tidak melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
24
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence), Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.223
25
Hari Chand, Modern Jurisprudence, (Kuala Lumpur: International Law Book Review, 1994), hal.278
26
metayuridis yang abstrak tentang keadilan, melainkanius yang telah mengalami
positivisasi sebagai lege atau lex.27
Menurut Mahmul Siregar, keberlakukan hukum di tengah masyarakat bukan
lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus memberikan kepastian.
Kepastian hukum diharapakan untuk menjadi pedoman, baik dalam mengambil
keputusan. Selanjutnya dikatakan bahwa kepastian hukum tidak saja meliputi
kepastian substansi hukum tetapi juga penerapannya dalam putusan-putusan badan
peradilan.28
Lembaga kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi
penting, sebagai realisasi dari dua pasal penting dalam KUH Perdata, yakni Pemberlakukan prinsip keadilan dalam hukum kepailitan adalah apabila
debitor mempunyai paling sedikit dua kreditor dan tidak membayar lunas salah satu
utangnya yang sudah jatuh waktu tidak melakukan pembayaran diharapkan tidak lari
dari tanggung jawab untuk melaksanakan pembayaran terhadap kreditor dengan cara
penjualan seluruh asset debitor dan hasilnya akan dibagi-bagi kepada kreditor secara
adil dan merata serta berimbang. Di sisi lain, kreditor juga tidak bisa hanya
memikirkan kepentingan sepihak saja tanpa memikirkan kreditor lainnya dan juga
itikada baik dari debitor yang meminta penundaan kewajiban pembayaran utang
dalam hal perdamaian.
27
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung: Reifika Aditama, 2009), Cetakan V, hal. 80
28
Mahmul Siregar, Makalah Kepastian Hukum Dalam Transaksi Bisnis Internasional dan
Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia
Pasal1131 dan 1132 mengenai tanggung jawab debitor terhadap utang-utangnya.
Kedua pasal tersebut memberikan jaminan kepastian kepada kreditor bahwa
kewajiban debitor akan tetap dipenuhi/lunas dengan jaminan dari kekayaan debitor
baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada di kemudian hari. Jadi, ini
merupakan perwujudan adanya asas jaminan kepastian pembayaran atas
transaksi-transaksi yang telah diadakan. Bertolak dari asas tersebut sebagai lex generalis, maka
ketentuan kepailitan mengaturnya dalam urutan yang lebih rinci dan operasional.29 Asas-asas yang berlaku dalam kepailitan sebagaimana disebutkan dalam
penjelasan UUK dan PKPU, yaitu :30
a. Asas Keseimbangan, UUK dan PKPU mengatur beberapa ketentuan yang
merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahangunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh debitor yangtidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan
yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh kreditor yang tidak beritikad baik.
b. Asas Kelangsungan Usaha, dalam Undang-Undang ini tedapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
c. Asas Keadilan, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah
29
Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase, (Jakarta: Kencana, 2009), hal.73-74
30Ibid
terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran
atas tagihan masing-masing terhadap debitor dengan tidak memedulikan lainnya.
d. Asas Integrasi, bahwa sistem hukum formil dan sistem hukum materilnya
merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara
perdata nasional.
Menurut Pasal 178 ayat (1) UUK dan PKPU, jika dalam rapat pencocokan
piutang (yaitu rapat verifikasi utang piutang) tidak ditawarkan rencana perdamaian
(oleh debitor) atau rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima oleh rapat,
atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, maka demi hukum harta pailit dalam keadaan
insolvensi (tidak mampu membayar utang-utang debitor). Tindakan selanjutnya
terhadap harta debitor pailit yang telah dinyatakan dalam keadaan insolvensi itu
adalah melakukan likuidasi, yaitu menjual harta pailit tersebut. Likuidasi tersebut
dilakukan oleh Kurator. Tindakan Kurator tersebut disebut tindakan pemberesan harta
pailit.31
Pengangkatan Kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit sesuai
dengan Pasal 15 UUK dan PKPU, dimana dalam putusan pernyataan pailit harus
diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim
Pengadilan. Adapun tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan
31
pemberesan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (1) UUK dan
PKPU.32
Sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) UUK dan PKPU, semua benda
dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 183 ayat (2) dan ayat (3) UUK dan
PKPU harus dijual di muka umum (dilelang) sesuai dengan tata cara yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.33Lelang sendiri diatur dalam Vendu Reglement Stbl. 1908/189, Vendu Instructie Stbl. 1908/190. Peraturan lelang tersebut sebagai
warisan kolonial sampai sekarang masih berlaku. Perubahan-perubahan telah terjadi
dalam lelang, baik asas yang terkandung dalam peraturan, lembaga lelang sendiri dan
perubahan proses lelang.34
Lelang merupakan suatu cara penjualan barang yang adil, karena dilakukan di
muka umum, didahului dengan upaya pengumuman, dilaksanakan oleh dan/atau di
hadapan Pejabat Lelang dan pembentukan harga yang kompetitif untuk mencapai
harga tertinggi. Lelang juga merupakan sarana yang digunakan sebagai bagian dari
penegakan hukum (law enforcement).35
a. Lelang adalah suatu bentuk penjualan barang.
Dengan demikian, pengertian lelang harus
memenuhi lima unsur, yaitu :
b. Penentuan harga bersifat kompetitif karena cara penawaran harga yang khusus,
yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau secara
turun-32
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: UMM Press, 2008), hal.126
33
Sutan Remy Sjahdeini,op.cit., hal.280
34
Purnama Tioria Sianturi, op.cit., hal.11
35
turun dan/atau secara tertutup dan tertulis tanpa memberi prioritas kepada pihak
manapun untuk membeli.
c. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, kecuali kepada para calon peminat
lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui nilai limit dapat
ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.
d. Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat
transparan.
e. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien
dan efektif.36
Lelang juga memberikan kepastian hukum, dimana lelang yang telah
dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat
Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik peralihan hak (acta
van transport) atas barang sekaligus sebagai alas penyerahan barang. Tanpa Risalah
Lelang, pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang tidak sah.
Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum tentang hal-hal
yang terjadi karena apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas sehingga dapat
menimbulkan ketidakpastian.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lelang dilakukan untuk
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat khususnya perkembangan lelang
36
yang dinamis di tengah masyarakat, dimana pemerintah telah mengeluarkan berbagai
peraturan pelaksana lelang berupa Keputusan Menteri Keuangan tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara tentang Petunjuk
Teknis Lelang. Walaupun peraturan lelang telah berulang kali mengalami perubahan
namun muatan dasarnya tidak lepas dari Vendu Reglement Stbl. 1908/189, Vendu
Instructie Stbl. 1908/190 yang merupakan warisan dari kolonial Belanda sehingga
tidak mengherankan jika terkadang peraturan lelang yang dikeluarkan tidak sejalan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau setingkat yang diatur
oleh instansi terkait.
Lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata, tetapi lelang termasuk
dalam perjanjian bernama (nominaat)/perjanjian khusus (benomed) karena
mempunyai nama sendiri “lelang” yang diatur dan diberi nama oleh pembentuk
Undang-Undang, yaitu dalam Vendu Reglement.37Penjualan lelang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata
Buku III tentang Perikatan, pasal 1319 KUHPerdata yang berbunyi: “semua
perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan
bab yang lalu”.38
Jual beli diatur dalam pasal 1457 KUHPerdata yang merumuskan “jual beli
adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
37Ibid
, hal.95
38
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan.” Dengan demikian, lelang merupakan suatu perjanjian jual beli
karena lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam definisi jual beli
adanya subjek hukum yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual
dan pembeli tentang barang dan harga, adanya hak dan kewajiban yang timbul antara
pihak penjual dan pembeli.39
Selain itu, guna mewujudkan optimalisasi hasil lelang, diperlukan
pelaksanaan lelang yang efisien, adil, terbuka dan akuntabel. Dalam rangka
memenuhi hal tersebut, setiap pelaksanaan lelang harus selalu memperhatikan
asas-asas yaitu :40
a. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara.
Asas keterbukaan menghendaki agar setiap anggota masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang, kecuali dilarang oleh peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian setiap pelaksanaan lelang harus didahului
dengan pengumuman lelang yang berperan sebagai sumber bagi masyarakat
39Ibid
, hal.96
40
untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
pelaksanaan lelang.
Asas ini bermuara pada upaya pencegahan terjadinya praktik persaingan
usaha tidak sehat dan tidak memberikan kesempatan adanya praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme.
b. Asas Keadilan
Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal
dengan bukunya yang berjudul Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas
membuat adanya keadilan. Tujuan Undang-Undang Lelang adalah membuat
adanya keadilan dalam pelaksanaan lelang.
Asas keadilan dalam lelang mengandung pengertian bahwa dalam proses
pelaksanaan lelang harus memenuhi rasa keadilan secara proposional bagi setiap
pihak yang berkepentingan dan diberlakukan sama kepada penguna jasa lelang.
Dalam lelang terdapat kesetaraan antara hak Penjual untuk memperoleh sejumlah
uang dan hak Pembeli untuk memperoleh barang dengan harga yang disepakati.
Asas ini menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan isi lelang
yang tercantum dalam Risalah Lelang, yang mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi secara adil dari para pihak dan memikul kewajiban untuk
Black Law’s Dictionary memberikan pengertian itikad baik adalah “in or with
good faith: honestly, openly, and sincerely; without deceit or fraud. Truly,
actually; without simulation or pretense”.
Itikad baik harus digunakan untuk memenuhi asas keadilan dalam
pelaksanaan lelang. Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaan lelang, bukan hanya
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Risalah Lelang yang wajib ditaati oleh
para pihak, melainkan juga itikad baik sebagai ketentuan-ketentuan yang tidak
tertulis, yaitu kepatutan, kejujuran, tanpa tipu muslihat, dan tidak
menyembunyikan sesuatu yang buruk yang di kemudian hari dapat menimbulkan
kesulitan-kesulitan bagi pihak-pihak lain.
c. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum menurut Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara.
Asas kepastian hukum ini menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan
menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pelaksanaan lelang. Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang
oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik peralihan hak (acta van
Lelang, pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang tidak sah.
Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum tentang
hal-hal yang terjadi karena apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas sehingga dapat
menimbulkan ketidakpastian.
Oleh karena itu, Risalah Lelang sebagai figur hukum yang mengandung
kepastian hukum harus diaktualisasikan dengan tegas dalam undang-undang yang
mengatur tentang lelang.
d. Asas Efisiensi
Efisiensi dalam ilmu ekonomi digunakan untuk merujuk pada sejumlah
konsep yang terkait pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan seluruh
sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa.
Asas efisiensi dalam lelang akan memberikan jaminan pelayanan penjualan
dengan cepat dan mudah karena dilakukan pada waktu dan tempatyang telah
ditentukan, pengesahan sebagai pembeli dilakukan pada saat itu juga dan
penyelesaian pembayaran dilakuan secara tunai serta biaya yang sangat relatif
murah.
Asas ini juga akan menjamin pelaksanaan lelang menjadi media terbaik dalam
proses jual beli sebab potensi harga terbaik akan lebih mudah dicapai dikarenakan
secara teknis dan psikologis suasana kompetitif tercipta dengan sendirinya.
Dengan demikian akan terbentuk iklim pelaksanaan lelang yanga adil, kondusif
e. Asas Akuntabilitas
Asas akuntabilitas menurut Pasal 3 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, asas ini menghendaki agar lelang yang dilaksanakan dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang terkait dan masyarakat..
Dalam era globalisasi saat inidimana transparansi, efisiensi dan efektifitas
merupakan hal yang dinginkan oleh masyarakat dalam segala bidang, maka dalam
pemberesan harta pailit, penjualan di muka umum yang disebut dengan lelang
merupakan cara yang tepat untuk dipergunakan. Hal ini sejalan dengan pertimbangan
hukum dari UUK dan PKPU yaitu untuk mengupayakan penyelesaian yang adil
diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara cepat, terbuka dan efektif.
Lelang dapat memenuhi salah satu sarana hukum dimaksud, sedangkan penjualan di
bawah tangan merupakan cara penyelesaian jika lelang tidak tercapai.
Lelang eksekusi harta pailit yang dimohonkan oleh Kurator, dapat
menghindari tindakan curang dari Kurator “nakal”, seperti menjual harta pailit jauh di
pemohon lelang wajib membuat nilai limit41. Nilai limit adalah harga minimal barang yang akan dilelangdan ditetapkan oleh penjual/pemilik barang.42Kurator dalam menetapkan nilai limit harus berdasarkan penilaian oleh penilai yang independen
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sehingga memperkecil peluang Kurator untuk
berbuat curang yang merugikan debitor dan kreditor. Selain itu, lelang juga memiliki
kebaikan-kebaikan, yaitu :43
a. Adil, karena lelang bersifat terbuka (umum) dan obyektif.
b. Aman, lelang disaksikan, dipimpin dan dilaksanakan oleh Pejabat Lelang
sehingga dapat memberikan perlindungan hukum, karena lelang sistem lelang
mengharuskan Pejabat Lelang meneliti terlebih dahulu tentang keabsahan
dokumen penjualan dan barang yang akan dijual (subyek dan obyek) lelang.
c. Cepat, karena lelang didahului dengan pengumuman lelang sehingga peminat
lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang yang ditentukan dan melakukan
penawaran dan pembayaran secara tunai.
d. Mewujudkan harga yang wajar, karena sistem penawaran dalam lelang bersifat
kompetitif dan transparan.
41
Lihat Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
42
Lihat Pasal 1 angka 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
43
e. Memberikan kepastian hukum, karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh
Pejabat Lelang dapat dibuat Berita Acara Pelaksanaan lelang yang disebut Risalah
Lelang sebagai akte otentik.
Kurator dalam mengajukan permohonan lelang eksekusi harta pailit ke Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) selain surat permohonan lelang
juga harus melengkapi dokumen persyaratan lelang yang terdiri dari dokumen
persyaratan umum dan persyaratan khusus. Selanjutnya proses pelaksanaan lelang
eksekusi harta pailit, sesuai dengan ketentuan pelaksanaan lelang yang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, surat edaran dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait dengan lelang eksekusi harta pailit.
Pelaksanaan lelang harta pailit tidak semuanya berjalan dengan optimal yaitu
laku terjual. Apabila harta pailit yang diajukan lelang tidak laku terjual, maka sesuai
dengan Pasal 185 ayat (2) UUK dan PKPU, dalam hal penjualan di muka umum tidak
tercapai, maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim
Pengawas. Penjualan di bawah tangan terhadap harta pailit dilakukan oleh Kurator
dan harus memperhatikan kepentingan debitor dan kreditor sehingga tidak ada
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition.44 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.45
a. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk
mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar agar secara operasional
diperolehhasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
46
b. Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan
pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau
melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.47
c. Asas Lelang adalah landasan berfikir yang memuat tata cara atau dasar-dasar
yang mengatur tentang penjualan di muka umum, yang tediri dari asas
44
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkeontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.10
45
Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Sutau Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi,(Medan: PPs-USU, 2002), hal.15
46
Lihat Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
47
keterbukaan, asas keadilan, asas kepastian hukum, asas efisiensi dan asas
akuntabilitas.
d. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.48
e. Harta Pailit dalam UUK dan PKPU memang tidak secara tegas di definisikan,
tetapi hanya disiratkan dari ketentuan-ketentuan dalam UUK dan PKPU dengan
istilah “harta pailit”. Ketentuan Pasal 21 UUK dan PKPU, kepailitan meliputi
seluruh kekayaan debitor baik yang sudah ada pada saat pernyataan pailit
diucapkan oleh majelis hakim pengadilan niaga serta sesuatu yang baru akan
diperoleh oleh debitor selama berlangsungnya kepailitan.49
f. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Namun tidak termasuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UUK dan PKPU. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa harta pailit adalah seluruh kekayaan debitor baik yang telah
ada maupun yang akan ada selama berlangsungnya kepailitan kecuali yang diatur
dalam Pasal 22 UUK dan PKPU.
50
g. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.51
48
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
49
Sutan Remy Sjahdeni,Ibid, hal.179
50
h. Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan.52 i. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat
oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan undang-undang ini.53
j. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan
pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.54
k. Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh
Penjual/Pemilik Barang.55
l. Penjualan di bawah tangan adalah penjualan terhadap harta pailit yang dilakukan
oleh Kurator dengan izin Hakium Pengawas dalam hal penjualan di muka umum
tidak tercapai.
m. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah.56
51
Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
52
Lihat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
53
Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
54
Lihat Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
55
Lihat Pasal 1 angka 26Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
56
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang
menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan,57 sedangkan penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian.58 Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.59
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dengan demikian,
metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu
masalah berdasarkan metode tertentu.
Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian tesis ini adalah penelitian
hukum normatif. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Marzuki,”di dalam penelitian
hukum, yang diteliti adalah kondisi hukum secara intrinsik, yaitu hukum sebagai
norma sosial yang hasilnya bukan mencari jawaban atas efektivitas suatu ketentuan,
pengaruh faktor-faktor non hukum terhadap peraturan hukum, peranan suatu institusi
tertentu dalam penegakan hukum.”60
57
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metode Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hilco, 1990), hal.106
58
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.39
59
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.35
60Ibid
, hal.89
Ronald Dworkin yang diterjemahkan Bismar
Nasution, yang menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal
law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it decided by the judge
through judicial process.61
Menurut Sunaryati Hartono, dalam penelitian hukum normatif dapat mencari
asas hukum, teori hukum dan pembentukan asas hukum baru.62
2. Sumber Data/Bahan Hukum
Pendekatan yang
bersifat normatif tersebut akan dilakukan dengan mempergunakan bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Penelitian hukum normatif
dikenal sebagai penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif.
Penelitian ini juga bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang
diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang pelaksanaan lelang eksekusi
harta pailit pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yang didukung
oleh data primer. Pendekatan yuridis normatif terhadap peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang eksekusi dan didukung dengan
data empiris dengan melihat kasus-kasus pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit
pada KPKNL Medan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer dan data
sekunder, dimana yang menjadi data utama dalam penelitian adalah data sekunder
61
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hal.1
62
C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20
dalam bentuk bahan hukum dan untuk menganalisis bahan hukum tersebut
menggunakan data primer. Adapun yang menjadi data sekunder meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :63
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan lelang dan kepailitan,
seperti KUHPerdata, Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl.1908 Nomor 189),
Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190), Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor
PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti hasil penelitian, karya dari kalangan hukum, dan sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, bahan di luar bidang hukum seperti ensiklopedia, majalah,
Koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
63
sedangkan yang menjadi data primer adalah hasil wawancara yang dilakukan baik
terhadap Kepala KPKNL Medan maupun Pejabat Lelang pada KPKNL Medan dan
pegawai Balai Harta Peninggalan Medan selaku Kurator.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara, sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (library research) yang dilakukan terhadap data sekunder
yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau
data sekunder sebagaimana telah diuraikan di atas. Penelitian kepustakaan ini
untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pandapat atau
penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan.
b. Penelitian lapangan (field research), untuk mendapatkan data primer berkaitan
dengan masalah pelaksanaan lelang eksekusi harta pailit pada KPKNL Medan
dengan menggunakan teknik wawancara terhadap Pejabat Lelang dan staf pada
KPKNL Medan serta pegawai Balai Harta Peninggalan Medanyang dianggap
mampu memberikan informasi terhadap permasalahan. Adapun instrument
pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara (guide interview).
4. Analisis Data
Analisis data di dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yang
dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang dipandang relevan
perundang-undangan yang diinventarisasi meliputi peraturan perundang-perundang-undangan di bidang
lelang dan kepailitan.
b. Mensistemasikan peraturan perundang-undangan yang telah diinventarisasi sesuai
dengan permasalahan yang akan dijawab.
c. Menganalisis peraturan perundang-undangan dengan melakukan penafsiran
terhadap bahan hukum primer dan sekunder untuk menemukan asas, kaidah atau
konsep-konsep yang terkandung dalam peraturan-peraturan tersebut.
d. Menemukan dan menjelaskan hubungan antara asas, kaidah atau konsep-konsep
tersebut dengan menggunakan kerangka teori sebagai pisau analisis.