POTRET PENDIDIKAN DI PELOSOK DESA
Pendidikan adalah sebuah cara untuk memajukan sebuah bangsa. Sebagai mana yang tertian pada cita-cita bangsa bahwa sanya penjajahan harus dihapuskan termasuk penjajahan dalam hal kebodohan harus diberantas. Namun, kenyataanya pendidikan masih sangat tumpang tindih keadaanya antara di kota dan di pedesaan. Potret pendidikan di kota yang serba modern dan berladaskan IPTEK justru berjungkir balik keadaanya di desa. Jangakan di ujung timur Indoneisa di ujung tanah Bogor yang dekat dengan ibu kota masih dapat kita temui ketimpang tindihan keadaan pendidikan di Indonesia.Mari coba renungkan dan lihat kenyataan sekeliling kita.
Rintihan derita dan tekanan dalam keterpurukan membangkitkan semangat berbagi dan bersinergi. Dataran rendah berbalut bambu terdapat desa di kecamatan ciseeng terdapat sekolah SMP yang baru berdiri selama tiga tahun, sekolah tersebut dibuat untuk masyarakat desa sekitar karena jarak smp terdekat dari desa tersebut yaitu sekitar 4 KM dan tidak adanya kendaraan umum untuk akses jalan ke sekolah SMP terdekat akhirnya banyak siswa yang jalan kaki untuk pergi ke sekolah dan banyak siswa yang ingin dibelikan kendaraan motor untuk bisa pergi ke sekolah padahal tingkat ekonomi masyarakat tersebut tergolong menengah kebawah akhirnya banyak siswa yang putus sekolah karena masalah tersebut.
untuk dimanfaatkan oleh masyarakat desa tersebut. Berdirinya sekolah tersebut itu hasil dari usaha orang-orang yayasan dan guru-guru yang mengajar mencari donator untuk membangun sekolah tersebut, karena motivasi yayasan untuk membuat sekolah tersebut yaitu untuk membantu masyarakat sekitar agar anak-anaknya masih bisa sekolah tanpa ongkos yang besar atau ketika istirahat anak bisa pulang ke rumah untuk makan karena jarak yang dekat dari rumah ke sekolah. Sekolah ini dibuat untuk anak-anak yatim dan dhuafa yang tidak mampu untuk membayar biaya sekolah. Tetapi ironisnya SMP tersebut sudah tiga tahun berdiri hanya mempunyai dua ruang kelas itupun belum layak karena sempitnya kelas dan panasnya kelas jika hari mulai panas akibatnya kegiatan pembelajaran pun kurang kondusif karena suhu udara yang panas, sekolah tersebut punya perpustakaan itupun buku-buku yang didapat kebanyakan sumbangan dari relawan yang membantu yayasan.
Kondisi sesungguhnya sekolah tersebut adalah rumah yang di wakafkan kemudian beralih fungsi sebagai tempat pembelajaran. Terbukti dengan adanya ruangan yang di dalam rumah berguna multi fungsi yaitu bisa untuk shalat siswa, aula, tempat berkumpul dan bisa tempat belajar siswa. Anak yang sekolah di SMP tersebut adalah anak-anak yatim dan dhuafa. Jumlah siswa saat ini ada sekitar 50 orang dari kelas VII,VIII dan IX. Dan jumlah guru yang mengajar ada 15 orang 6 orang Sarjana Pendidikan dan sisanya guru yang masih menempuh pendidikan atau kuliah dan guru disekolah tersebut kebanyakan tinggalnya masih di sekitar lingkungan sekolah. Guru yang mengajar di sana bisa dikatakan relawan karena guru yang mengajar disekolah tersebut tidak meminta imbalan apapun karena sumber dana yang diterima yayasan untuk sekolah tersebut hanya mengandalkan dari dana bos itu pun dana bos yang didapat tidak seberapa untuk memenuhi kebutuhan sekolah tersebut walaupun terkadang ada beberapa relawan dan donator yang membantu yayasan tapi belum ada untuk donator tetap yayasan.