• Tidak ada hasil yang ditemukan

LINTASAN SEJARAH HUBUNGAN PEMERINTAH PUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LINTASAN SEJARAH HUBUNGAN PEMERINTAH PUS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

“LINTASAN SEJARAH HUBUNGAN

PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH”

DWI NUR ANINDYA

E111 15 502

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PRODI ILMU POLITIK

(2)

A. Latar Belakang

Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum lingkungan dalam era otonomi daerah.

Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan.

Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi, dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.

Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat –pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal –hal tersebut diatas.

(3)

B. Pembahasan

Hubungan antara pusat dan daerah akan selalu ada dalam suatu negara apapun bentuk negaranya, baik federal maupun kesatuan. Dikotomi antara negara federal dan kesatuan ini makin kabur ketika hubungan pusat dan daerah dalam negara federal maupun negara kesatuan hampir-hampir mirip. Dalam sejarahnya, dahulu bangsa kita juga pernah memiliki pengalaman menerapkan federasi, yaitu pada jaman kerajaan dahulu. Namun dengan disepakatinya UUD 1945 sebagai konstitusi, Indonesia secara otomatis menganut bentuk negara kesatuan dan dengan desentralisasi sebagai asas penyelenggaraan negaranya. Dan desentralisasi merupakan pilihan para founding fathers kita dalam penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945 berikut penjelasannya. Dalam penjabaran alasan mengenai dianutnya desentralisasi, penulis banyak mengutip pendapat para ahli, kemudian penulis sendiri menempatkan pendapatnya dengan mengikuti pendapat mariun yang lebih sederana namun sudah mencakup pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli yang lain, bahwa desentralisasi dianut demi tercapainya efektivitas pemerintahan dan demi terlaksananya demokrasi dari/di bawah (grassroots democracy).

(4)

urusan daerah dapat ditambah atau ditarik menurut situasi dan perspektif yang dipakai. Isi dalam bab ini sebagian besar sama dengan buku yang ditulis oleh penulis sebelumnya yaitu Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditulis pertama kali sejak tahun 1988.

Kewenangan merupakan salah satu bentuk kekuasaan. Namun kewenangan memiliki dimensi keabsahan (legitimate). Dalam kekuasaan, kewenangan dirumuskan dalam bentuk urusan, yaitu segala aktivitas yang dapat dilaksanakan sebagai hasil dari kewenangan yang ada. Dalam buku ini dijelaskan secara gamblang hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sejak zaman VOC, Hindia Belanda, pendudukan Jepang, pada masa kemerdekaan hingga pascareformasi 1998.

Pada masa VOC awalnya hubungan antara Belanda dan Indonesia adalah hubungan dagang. Namun lama kelamaan VOC mendapatkan octroi monopoli, hak untuk memonopoli perdagangan. Kemudian ditambah lagi VOC diberikan souverenitas (kedaulatan) yang membuat VOC seolah-oleh menjadi suatu negara. Karena monopoli membuat nyaman dan melenakan, keuangan VOC akhirnya memburuk dan krach karena patologi dari luar maupun dari dalam.

Pada zaman hindia belanda, dalam bidang pemerintahan Daendels menerapkan sistem Pemerintahan Daerah Perancis yang sentralistis. Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan Gewest

yang dikepalai oleh seorang Prefect. Selain itu Daendels berusaha mengikat Bupati di pesisir utara pulau jawa dan Bupati di Priangan dan diberikan status menjadi pegawai negeri di bawah

Prefect. Untuk menjamin kehidupan para Bupati dan pegawainya, diberikan kewenangan untuk mengadakan pungutan cukai 10% dari usaha hasil petani dan diberikan kewenangan memungut pajak dari rakyatnya sejumlah 20% dari hasil panen di daerahnya kepada pemerintah. Kemudian seiring berjalannya waktu pada 1848 terjadi pembaruan hukum di Belanda sehingga diadakan kodifikasi hukum pada 1 Mei 1848. Hal ini kemudian berimplikasi pada pengaturan di Indonesia dengan pembentukan wilayah administratif secara hierarkis adalah Gewest (yang kemudian disebut Residentie), Afdeling, District, Onderdistrict. Kemudian pada tahun 1903 dikeluarkan

Wethoudende Decentralisatie van hat Bestuur in Nederlandsc Indie atau yang dikenal

(5)

Decentralisatie Besluit 1905 dan Locale Redenordonantie. Pada 1922 diundangkanlah

Bestuurshervoming Ordonantie yang kemudian lahir Provincie Ordonantie. Kamudian dibentuk tata urutan pemerintahan provincien, regentschappen dan stadsgemeeenten. Hal ini berlaku di jawa, sedang di luar jawa dibentuk provinsi administratif, bukan provinsi otonom seperti di jawa. Kepada provinsi dan Kabupaten ini sudah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga masing-masing. Rincian pengurusanpun sudah diberikan. Daerah-daerah yang dikuasai belanda diatur dengan skema ini, tetapi ada daerah-daerah otonom yang terdiri dari kerajaan-kerajaan asli seperti Yogyakarta dan Surakara yang disebut Zelfbesturende Landscappen yang memiliki kontrak politik dengan Belanda.

Pada zaman pendudukan Jepang, bekas jajahan belanda dibagi 3 komando yaitu : sumatera, jawa dan madura, serta daerah-daerah lain. Kekuasaan militer ini dilaksanakan angkatan masing-masing yang disebut Gunseikan . baru pada tahun 1943 pemerintahan berada di satu tangan Saikosikikan . peraturan perundangan yang dikeluarkan disebut Osamuseirei , dan pemberitaan-pemberitaannya dimuat dalam Kanpo . Osamuseirei no 3 mengatur pemberian wewenang pada walikota yang semula hanya berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya, kini wajib menjalankan urusan pemerintahan umum. Kemudian melalui osamuseirei no 28 tahun 1942 menetapkan bahwa surakarta dan yogyakarta diubah menjadi Kooti. Syu dan Kooti

merupakan daerah berdiri sendiri khusus mengurus bidang ekonomi (pangan), sedangkan si dan ken dinyatakan tetap sebagai daerah otonom. Akan tetapi keputusan-keputusan dapat dibatalkan oleh syutyokan.

(6)

pembantuan). Namun UU 22/1948 belum bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya karena situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan peneyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai undang-undang tersebut. Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan secara bertahap dengan membentuk Undang-undang pembentukan provinsi yang sekaligus diberikan rincian urusan kewenangannya pada lampiran A. selain urusan-urusan provinsi, dirinci pula urusan-urusan kabupaten. Urusan provinsi tercatat ada 15 urusan dan kabupaten 14 urusan. Kemudian dibentuk provinsi kalimantan dari yang sebelumnya provinsi administratif. Kepada provinsi kalimantan ini diserahkan 9 urusan. Kabupaten-kabupaten di kalimantan juga hanya diserahi 9 urusan. Sementara di sumatera dibentuk 3 provinsi yang masing-masing hanya dibebani 7 urusan serta provinsi di indonesia timur yang diberikan 7 urusan. Urusan-urusan ini dapat ditambah atau dikurangi dengan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kemudian dengan undang-undang no 5 tahun 1974 masing-masing daerah tingkat I dibebani 19 urusan. Daerah tingkat II wajib menyelenggarakan urusan-urusan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Kemudian pasca reformasi 1998, muncul pengaturan baru tentang pemerintahan daerha melalui UU No 22 tahun 1999. Dalam undang-undang ini semangat yang diusung adalah semangat otonomi daerah yang lebih banyak memberikan kewenangan kepaa daerah. Kewenangan daerah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang lain. Implementasi UU no 22/1999 ini melahirkan dampak-dampak yang tidak kondusif. Dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi banyak kasus perebutan kewenangan pusat daerah, maupun tata pemerintahan daerah sendiri, ketidakharmonisan kepala daerah dengan DPRD, penggelembungan dinas dan birokrasi lokal, minimnya investasi hingga ketimpangan pendapatan antar daerah.

(7)

1. Pusat : berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monev, supervisi, fasilitasi, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional.

2. Provinsi : berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas regional (lintas kab/kota).

3. Kab/kota : berwenang mengatur dan mengurus urusan-uruan pemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu kab/kota).

UU No.32 tahun 2004 ini juga membagi urusan pemerintahan menjadi 2, urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib merupakan urusan yang harus ada berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan urusan pilihan merupakan urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Urusan wajib ada 26, sedangkan urusan pilihan ada 8 urusan. Bila dilihat dari penyerahan urusan pusat ke daerah, kerangka UU no 32/2004 ini tidak memenuhi aspek edukasi, karena semua daerah dipukul rata dengan 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan. Padahal kemampuan tiap daerah berbeda-beda dan perlu pembelajaran secara gradual.

(8)
(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, SH (ed). 1987. Beberapa Pemikiran tentang Otonomi Daerah. Media Sarana Press. Jakarta Kaho, Josef Riwu. 2012. Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. JPP Press. Yogyakarta

Kaho, Josef Riwu. 2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rajawali Press. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

13. Melaksanakan pertemuan berkala dengan kepala seksi di lingkungan bidang pelayanan untuk memantau dan membahas masalah pelayanan.. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas yang ada

C4.5 dapat melakuakan prediksi besarnya penggunaan listrik di Kota Batam dengan memperhatikan nilai gain (penguatan) tertinggi dari lima atribut yang digunakan yaitu

MADRASA BY ANY OTHER NAME Pondok , Pesantren , and Islamic Schools in Indonesia and Larger Southeast Asian Region..

 Otomata adalah mesin abstrak yang dapat mengenali ( recognize ), menerima ( accept ), atau membangkitkan ( generate ) sebuah kalimat dalam bahasa tertentu..

add action=accept chain=input disabled=no dst-port=8291 protocol=tcp add action=drop chain=forward connection-state=invalid disabled=no add action=drop chain=virus

sebelumnya, saat ini dan prediksi-prediksi yang akan terjadi. 22) Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar agar peserta didik memiliki

Berbeda dengan hasil sebelumnya (inner join), penggunaan left join akan menampilkan juga data pelanggan dengan id P0003, walaupun pelanggan tersebut belum pernah bertransaksi.

Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok, terdiri dari dua faktor yaitu sistim tanam (A), yang terdiri dari : 1. Ponska diberikan sekaligus pada saat tanam dengan