BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemostatis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan pada pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). Hemostatika adalah produk yang berkhasiat menstimulir pembekuan darah dan dengan demikian dapat menghentikan perdarahan (Tan, 2007).
Beberapa penyakit terkait dengan gangguan pembekuan darah yang dapat menyebabkan meningkatnya waktu perdarahan dan pembekuan darah yaitu koagulopati, hemofilia dan penyakit Von Willebrand. Koagulopati merupakan defisiensi vitamin K. Menurut Tan (2007), hemofilia merupakan salah satu gangguan perdarahan, yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah VIII dan IX, dan sifatnya diturunkan. Gejalanya berupa perdarahan yang sukar dihentikan diiringi dengan rasa sangat nyeri. Penyakit Von Willebrand diakibatkan defisiensi faktor VII pembekuan darah, sehingga mengakibatkan adhesi trombosit pada endotel terganggu. Gejala khasnya berupa perdarahan selaput lendir, gejala lainnya mirip dengan hemofilia, tetapi pada umumnya lebih ringan.
Herbal saat ini mulai banyak digunakan karena terjangkau oleh masyarakat baik dari segi harga maupun ketersediaannya. Hasil penelitian modern juga menunjukkan bahwa obat herbal memang terbukti efektif bagi kesehatan dan tidak terlalu menyebabkan efek samping seperti obat kimia (Magdalena, 2015).
Budidaya kelor atau Moringa oleifera Lam. saat ini makin banyak di masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kegunaan berbagai bagian pohon kelor tersebut, baik dari batangnya maupun daunnya, terutama daun kelor yang diketahui memiliki banyak khasiat untuk pengobatan berbagai macam penyakit Kelor dapat tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia, baik dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, sehingga budidaya tanaman kelor ini bisa dilakukan di semua wilayah. Kelor juga terdapat di daerah pemukiman masyarakat, sehingga dapat diperoleh dan mudah digunakan sebagai obat–obatan herbal. Kelor dikenal dengan 210 nama yang berbeda di 86 negara, di antaranya horse radish tree, drumstick tree, benzolive tree, marango, mlonge, moonga, mulangay, ben oil tree, dan lain–lain. Tanaman kelor mulai dimanfaatkan masyarakat sekitar tahun 2.000 SM di India Utara. Masyarakat di daerah tersebut memanfaatkan tanaman kelor sebagai bahan ramuan obat–obatan (Mardiana, 2013).
Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam daun kelor di antaranya niazirin, isotiosianat, quercetin, dan kaempferol. Menurut Roopalatha (2013) dalam penelitiannya, daun kelor memiliki semua golongan senyawa metabolit sekunder termasuk di dalamnya adalah tanin. Berdasarkan hasil analisa GCMS yang dilakukan oleh Karthika (2013), daun kelor memiliki kandungan
(2012), tanin merupakan salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang memiliki efek dalam pro-koagulasi darah pada suatu ekstrak. Tanin apabila digunakan secara oral dapat bersifat vasoprotektif. Tanin juga memiliki efek adstringen, yaitu vasokonstriksi pada pembuluh darah kecil yang merupakan salah satu parameter penting dalam hemostasis, sehingga tanin dapat bermanfaat sebagai hemostatik. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hutahaean (2014), menyatakan bahwa buah rotan jernang yang memiliki kandungan tanin yang juga bermanfaat sebagai koagulan. Selain tanin, daun kelor juga memiliki kandungan kalsium (Ca2+) yang tinggi, yaitu sekitar 723 mg/100 g (Sodamade, 2013), di mana kalsium merupakan salah satu faktor pembekuan darah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nizalia (2014), menyatakan bahwa peningkatan dosis daun kelor yang diberikan pada mencit yang diinduksi metotreksat dapat menyebabkan peningkatan jumlah trombosit dari mencit tersebut.
Atas dasar kandungan kimia dari daun kelor, keberadaan daun kelor di kalangan masyarakat, kaitan antara kandungan kimia daun kelor berupa tanin dan kalsium yang tinggi dengan proses pembekuan darah, peranan hemostatika dalam pengobatan penyakit-penyakit terkait gangguan peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi darah, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah daun kelor memiliki aktivitas koagulasi pada darah dengan menggunakan metode Lee-White dan Eustrek secara in vitro dan metode Duke secara in vivo.
1.2Perumusan Masalah
a. apakah ekstrak etanol daun kelor mampu mempercepat waktu koagulasi darah dengan metode Lee-White secara in vitro?
b. apakah ekstrak etanol daun kelor mampu memberikan aktivitas koagulan melalui pengamatan bentuk sel darah dengan metode Eustrek (hapusan darah) secara in vitro?
c. apakah ekstrak etanol daun kelor mampu mempercepat waktu perdarahan tikus yang diinduksi heparin dengan metode Duke secara in vivo?
1.3.Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah:
a. ekstrak etanol daun kelor mampu mempercepat waktu koagulasi darah dengan metode Lee-white secara in vitro.
b. ekstrak etanol daun kelor mampu memberikan aktivitas koagulan melalui pengamatan sel darah dengan metode Eustrek (hapusan darah) secara in vitro. c. ekstrak etanol daun kelor mampu mempercepat waktu perdarahan tikus yang
diinduksi heparin dengan metode Duke secara in vivo.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. aktivitas koagulan ekstrak etanol daun kelor dengan parameter waktu koagulasi darah dengan metode Lee-White secara in vitro.
c. aktivitas koagulan ekstrak etanol daun kelor untuk parameter waktu perdarahan tikus yang diinduksi heparin dengan metode Duke secara in vivo.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk:
a. memberikan informasi karakteristik simplisia daun kelor dan ekstrak etanol daun kelor.
b. memberikan informasi tentang aktivitas koagulan dari ekstrak etanol daun kelor yang dilakukan secara in vitro dan in vivo.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan dua metode pengujian yaitu secara in vitro
dengan metode Lee-White dan Eustrek, dan secara in vivo dengan metode Duke terhadap tikus jantan putih dengan metode in vivo. Sebagai variabel bebas yaitu CMC-Na 0,5% sebagai kontrol positif, variasi dosis ekstrak etanol daun kelor (EEDK) dan kelompok pembanding yaitu asam traneksamat. Sebagai variabel terikat yaitu waktu koagulasi dan bentuk sel darah (mikroskopik) secara in vitro
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian 1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar sari larut
dalam air 5. Kadar sari larut
dalam etanol secara in vitro
Pengamatan
94,5 mg/KgBB) Waktu perdarahan
secara in vivo
Kelompok uji
Trierpenoid Metabolit Sekunder
1. Alkaloid
EEDK = Ekstrak Etanol Daun Kelor