• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pembuangan Limbah TailingsPT Freeport Papua Terhadap Kehidupan Sosial di Kampung Waa Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika T2 092013023 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pembuangan Limbah TailingsPT Freeport Papua Terhadap Kehidupan Sosial di Kampung Waa Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika T2 092013023 BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

Perspektif Antropologi

Antropologi Budaya

Istilah “antropologi” berasal dari bahasa junani asal kata “anthropos” berarti “manusia”, dan “logos”berarti “ilmu atau wacana”, dengan demikian secara harfiah “antropologi” adalah ilmu tentang

manusia yang dikaji dari berbagai sudut pandang ilmu19. Para ahli

antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi

merupakan studi tentang manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap

tentang keanekaragaman manusia. (Haviland, 1999: 7;

Koentjaraningrat, 1987: 1-2)20.

Koentjaraningrat (1980: 244) 21 , dapat membagi ilmu

antropologi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi fisik dibagi menjadi dua lagi yaitu

paleontropologi dan antropologi biologis. Antropologi fisik

mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki variasi

biologisnya dalam berbagai jenis (specis). Sedangkan antropologi

budaya dibagi menjadi tiga yaitu etnolinguistik, etnologi dan antropologi sosial. Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Jika dalam antropologi fisik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu

19 . Pool, R, & W.Geissler, 2005. Medical Anthropology. Oven University Press.

McGrow-Hill Educatio. ISBN-10: 0 335 21850 4 (pb)/ISBN-13: 978 0 335 21850 9 (pb). New York, NY 10121-2289, USA.

20 . William,A.H.,1999. Antopologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G. Soekadijo, Jakarta:

Erlangga.

(2)

12

biologi lainnya, maka dalam antropologi budaya banyak berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi. Hal ini bisa dipahami karena dua-duanya berusaha menggambarkan tentang

perilaku manusia dalam konteks sosialnya22.

Antropologi budaya merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha menguraikan suatu permasalahan berdasarkan faktor-faktor budaya dan interaksi masyarakat. Menurut Greertz, antropologi sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau hubungan sebab akibat, kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan cara pandang masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat terhadap segala sesuatu yang ada di kelilingnya. Menurut K.Kuper, kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadikan pedoman dan pengarah bagi kehidupan manusia bersikap dan berperilaku, baik individu maupun kelompok. Wiliam H. Havilan mengatakan bahwa kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para aggotanya, akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua orang. Menurut Edward B.Taylor mengatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat isti adat dan kemampuan lain yang didapat oleh sebagian anggota masyarakat. Sugiarti mendefinisikan kebudayaan keseluruhan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

kehidupan masyarakat yang diperolehnya melalui pembelajaran23.

Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit disebut kultur, artinya keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksud untuk menyebut nilai-nilai yang digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak. Seperti halnya kebudayaan sebagai suatu sistem yang berulang-ulang mengenai

22. Baker, P. T., 2014. Ekologi and Anthropologi: A Simposium The Application of Ecological Theory to Anthropolo. The Pennsylvania State Universit. Wileyand American Anthropological Associationare collaborating with JSTOR to digitize, preserve and extend access to American Anthropologist.

23. Handayani, S. T.,”Kejian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar”, dalam Y. Z Abidin & B.

(3)

13 permasalahan yang dihadapi manusia. Menurut Francis Marill, kebudayaan adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan dalam interaksi sosial serta semua perilaku dan semua produksi yang dihasilkan oleh seseorang sebaga anggota masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis. Menurut Mitchell, kebudayaan adalah sebagai perulangan dari keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia serta produksi yang dihasilkannya yang diasosilisasikan. Menurut R.Soemono mengatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia berupa benda

dan buah pikiran dalam penghidupan24. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan menusia sebagai makluk sosial untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan serta pengalamannya, yang kemudian menjadi pedoman bagi tingkah lakunya untuk bertahan hidup.

Unsur-Unsur Pembentuk Kebudayaan

Unsur-unsur budaya merupakan komponen yang telah terpola menjadi sistem tersendiri membentuk suatu budaya atau kebudayaan pada masyarakat. Unsur pembentuk kebudayaan ini dilihat sebagai suatu unsur yang telah terpola pada masyarakat yang terbentuk dengan adanya interaksi pada individu, kelompok dan masyarakat menjadi suatu variasi tersendiri untuk mempelajari keberagaman suku, bahasa, budaya dan adat yang terhadap pada suatu masyarakat. Adapun unsur-unsur kebudayaan tersebut terdiri dari; (1) bahasa dan komunikasi, (2) ilmu pengetahuan, (3) teknologi, (4) ekonomi, (5) organisasi sosial, (6)

agama, (7) tradisi dan (8) ideologi25.

Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri dari (1) perlengkapan dan paralatan hidup sehari-hari manusia yang terdiri dari pakaian, perumahan, alat rumah tangga dan sebagainya, (2) sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi, misalnya petani,

24. Abidin, Y.Z.,& B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

Pustaka Setia Bandung.

25. Abidin, Y. Z & B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

(4)

14

perternak dan produksi26. Sedangkan menurut Melville J. Herskovist

menyebut kebudayaan ada tiga unsur pokok, yaitu; (a) alat-alat teknologi, (b) sistem ekonomi dan (c) sistem keluarga. Menurut Bronislow Milinowski mengemukakan beberapa unsur pokok yang meliputi; (a) Sistem sosial yang memungkinkan kerja sama antar anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya, (b) Organisasi ekonomi. Unsur-unsur budaya ini merupakan suatu karakteristik pada masyarakat, termasuk peralatan, pengetahuan, cara berpikir, dan bertindak yang terpolah pada

masyarakat secara kompleks untuk dapat dipelajari dan dikajinya27.

Sedangkan masyarakat memiliki pengertian yang berbeda dari kebudayaan, yaitu Menurut Linton, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup bersama-sama dan bekerja bersama mengorganisasikan diri sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. M.J. Herskovits, masyarakat merupakan kelompok individu yang terorganisir dengan mengikuti pola hidup tertentu. J.L. Gillin dan J.P. Gilin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama dengan motivasi kesatuan. S.R. Steinmetz mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan erat dan teratur. Moclver mengatakan bahwa masyarakat adalah satu sistem cara kerja dan prosedur dan otoritas dan saling membantu, meliputi kelompok dan pembagian sosial lain, sistem pengawasan tingkah laku manusia, dan kebebasan. Sistem kompleks yang selalu berubah atau jaringan relasi sosial. Jadi, masyarakat timbul dari kumpulan individu yang telah cukup lama hidup dan kerja sama. Dalam waktu yang cukup lama itu, kelompok manusia yang belum terorganisasikan mengalamai proses fundamental, yaitu; a) adaptasi dan organisasi tingkah laku dari para anggota; b) timbulnya secara lambat,

26. Koendjaraningrat, “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” dalam Y. Z. Abidin & B.

A. Saeani, ( (eds), (2014), Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung, Malang: UMM Prees.

27. Abidin, Y.Z., & B. A. Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

(5)

15 perasaan kelompok, proses ini biasanya bekerja tanpa disadari dan

diikuti oleh semua anggota kelompok. 28Menurut Linton, ada satu

faktor penting dalam pembentukan masyarakat dari kelompok individu, yaitu faktor waktu. Hal ini dikarenakan waktu memberi kesempatan pada individu untuk bekerja sama, menemukan pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, serta menemukan

teknik-teknik hidup bersama29.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa unsur pembentuk kebudayaan dan masyarakat memiliki batasan yang berbeda, yaitu kebudayaan dilihat dari hubungan masyarakat yang sudah terpola berdasarkan unsur-unsur budaya membentuk karakteristik kehidupan manusia. Sedangkan masyarakat sebagai suatu anggota masyarakat hudup bersama dalam keadaan yang sudah terpola dan merupakan suatu hubungan dapat menyesuaikan diri sesuai dengan pola-pola budaya pada masyarakat. Kebudayaan terbentuk dalam proses waktu yang lama sedangkan masyarakat baru dapat beradaptasi dan dapat dipelajari. Hal ini terjaadi dengan masa proses interaksi sosial pada masyarakat dan lingkungannya.

Antropologi Kesehatan

(Medical Antropology)

Permasalahan kesehatan manusia merupakan resultan dari

berbagai faktor, yaitu; lingkungan fisik, sosial budaya, psikologis,

ekonomi, pengatahuan dan berbagai faktor lainnya yang

mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Hal ini menjadi suatu kajian dalam antropologi kesehatan untuk menggambarkan pola-pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Hal

ini juga dikatakan oleh Solita Sarwono (301993) antropologi kesehatan

merupakan studi tentang pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan

28. Abidin, Y.Z., & B. A. Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

Pustaka Setia Bandung.

29. Raflizar.,dkk, 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak Etnik Manggarai Desa Wae Codi Kecematan Cabal. Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

(6)

16

masyarakat tentang penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih luas lagi mengkaji dari aspek fisik, sosial, dan budaya.

Menurut Anderson (1978)31, antropologi kesehatan mengkaji

masalah kesehatan dan penyakit dua aspek yang berbeda, yaitu kutub biologis dan kutub sosial budaya. Kutub biologis, perhatiannya pada pertumbuhan dan perkembangan fisik manusia, peranan penyakit dalam evolusi manusia, adaptasi biologi terhadap perubahan lingkungan alam, dan pola penyakit pada perkembangan manusia. Ketub sosial-budaya perhatiannya pada sistem kesehatan tradisional yang mencakup aspek-aspek etiologis, terapi, ide, dan praktis pencegahan penyakit, serta peranan praktis medis tradisional, masalah perawatan kebutuhan biomedik, perilaku kesehatan, peranan pasien, perilaku sakit dan masalah inovasi kesehatan.

Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengombinasikan dalam satu disiplin ilmu pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu

sosial, humanior dalam menstudi manusia. Dalam proses

perkembanganya merupakan perpaduan antara aspek biologi dan aspek sosio-bidaya. Foster dan Anderson (1978), mendefisinikan antropologi kesehatan adalah suatu disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek biologi dan budaya berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit. Mc Elroy dan Townsend, mendefinisikan bagaimana faktor-faktor sosial dan lingkungan mempengaruhi kesehatan. Dari ahli antropologi mendeskripsikan secara luas interpretasi mengenai hubungan bio-budaya, antara perilaku manusia dimasa lalu dan dimasa kini, dengan derajat kesehatan dan penyakit.

Menurut Fabrega (1972;176) kesehatan adalah studi yang menjelaskan berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan

31. Foster, G. M.,and B. G. Anderson,1978. Medical Anthropology. New York: Wiley.

(7)

17 kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit. Menekankan masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan terhadap pola-pola tingkah lakunya. Dari definisi para antropologi kesehatan diatas ini dapat disimpulkan, bahwa pertama secara komprehensip dan interprestasi berbagai macam masalah tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia dimasa lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis pengetahuan tersebut.

Kesehatan Masyarakat

Kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya (Perkin, 1938). Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani, sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Menurut batasan ilmiah sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam Undang-Undang Kesehatan No 2 tahun 1992, yaitu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas penyakit dan cacat serta produktif secara ekonomi dan sosial (Notoatmojo, 2005). Sedangkan dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit yang disebabkan karena vektor lingkungan. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan dan perubahan penyakit

yang sudah ada32.

Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat yaitu terdiri dari; faktor lingkungan, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, faktor genetika, pengetahuan dan sebagainya. Lingkungan menyediakan sumber daya alam dimana manusia yang hidup bermasyarakat mengelola sumber daya tersebut

(8)

18

sedemikian rupa berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang diwarisinya secara turun-temurun. Manusia dengan pengetahuannya dapat mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya dan berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian, namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka (Notoatmodjo, S., 2003)33.

Hal ini dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Pawenari Hijjang, dkk 2012, menunjukan bahwa masyarakat Lindu Sulawesi Tengah, telah mengetahui penyebab, gejala-gejala dan penularanan

penyakit Schistosomiasis. Namun perilaku masyarakat dalam hal

pencegahan Schistosomiasis masih kurang menunjukkan perilaku yang

positif, terutama untuk mencegah diri agar tidak tertular

Schistosomiasis. Hasil observasi rata-rata masyarakat tidak

menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot saat beraktivitas di sawah maupun di kebun. Tetapi ketika sakit, maka masyarakat

memerlukan tenaga medis dalam memperoleh pengobatannya 34.

Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik seperti sanitasi lingkungan, kebersihan diri, tempat pembuangan limbah atau kotoran serta rumah yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan yang dapat

mempengaruhi perilaku hidup sehat dan sakit35. Perilaku pada

dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).

Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah terjadinya penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tersebut. Dengan pengetahuan yang

33. Soekidjo, N., (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

34. Hijjang, P.,dkk, 2012. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Lindu Terkait Kejadian Schistosomiasis di Kab. Sigi Sulawesi Tengah. Balai Litbangkes P2B2 Donggala Bagian Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanudin.

(9)

19 baik terhadap suatu penyakit akan memberikan pengaruh untuk bersikap dan bahkan melakukan tindakan yang mendukung upaya pencegahan penularan terhadap penyakit (Kasnodihardjo, 1994). Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh

seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti

pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari penyakit. Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan tindakan

untuk menghindari penyakit (Notoatmodjo, S., 2007)36.

Menurut J.E.Engel., et all (1995), mengambarkan kompleksitas faktor-faktor pembentuk perilaku kesehatan masyarakat yaitu pengaruh lingkungan meliputi; budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, sikap dan situasi, motivasi keterlibatan, pengetahuan, sikap,

kepribadian, gaya hidup dan demografi37. Dalam teori WHO, dijelaskan

bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor di luar orang tersebut seperti lingkungan, baik lingkunga fisik maupun nonfisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi perilaku (Marimbi H, 2009). Namun teori WHO tersebut tidak selamanya berhubungan dengan kenyataan bahwa dengan pengetahuan yang baik tentang kesehatan, belum tentu memberikan perilaku yang baik dalam

upaya pencegahan penyakit38. Berbicara mengenai pengetahuan dan

perilaku kesehatan sedikitnya terkait dengan masalah nilai-nilai budaya dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam mencetuskan penyakit

36. Maulana, V., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta. 37. Arif, S.,2000. Relevansi Teori Perilaku Terencana dalam Penelitian Niat Perilaku Konsumen Pengguna Kereta Api “Orgi Muria”. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.

(10)

20

(Djeky, R 2002). Sebagai masyarakat yang masih memegang nilai-nilai budaya, tentunya pola kebiasaan semacam ini bagi mereka adalah suatu tindakan positif, yang sifatnya mengikat. Walaupun diakui banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal orang lain. Dengan demikian masyarakat berpikir dan melakukan tindakan sesuai pemahaman dan pengalaman yang mereka rasakan (Boedihartono, 1997).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terpola dengan interaksinya terhadap lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat dari segi sosiologi dan budaya, sehingga untuk memahami kesehatan masyarakat, maka dapat digambarkan dari unsur-unsur pembentuk budaya dan faktor kesehatan yang mempengaruhi perilaku sehat dan sakit.

Perilaku Sehat dan Sakit

Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Secara oprasional, perilaku sebagai suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan dari luar

subjek tersebut (Soekidjo, 1993)39. Perilaku baru terjadi apabila ada

sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, melalui rangsangan yang dapat menghasilkan perilaku tertentu (Notoatmodjo,

1997)40. Menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan

organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990). Menurut Skinner, 1938 perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulasi (rangsangan dari luar). Perilaku sebagai tindakan aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Dari semua uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksuk perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

(11)

21 manusia, baik dapat diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003)41.

Perubahan perilaku dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal merupakan tingkah laku manusia yang sanggat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor internal yang dimaksud antara lain jenis ras/kuturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor ekternal, yaitu terdiri dari pendidikan, agaman, kebudayaan, lingkungan, dan sosial ekonomi. Menurut Green, (1980), menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan

menjadi dua, yaitu faktor perilaku (behavior couses) dan faktor luar

(non behavior couses). Perilaku ini dapat dipengaruhi oleh faktor

predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai dan sebagainya42.

Perilaku sehat menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang terhadap stimulasi atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan. Menurut Maulana (2014) perilaku sehat adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikat terhadap kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Jika tindakan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan waktu yang

lama akan menghasilkan pola hidup (way of life) kebiasaan menjadi

budaya pada masyarakat. Individu-individu dalam masyarakat memiliki kepribadian dari segala corak kebiasaan manusia yang

terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi

menyesuaikan diri terhadap segala respon yang datang dari dirinya maupun dari lingkungan, sehingga corak kebiasaan itu merukan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu.

Perilaku manusia terhadap lingkungan disebabkan karena perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar, pendukung, pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan fisik

(12)

22

maupun lingkungan sosial. Di antara faktor-faktor pengaruh adalah faktor dasar yang meliputi pandangan hidup, adat istiadat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Faktor pendukung meliputi pendidikan, pekerjaan,kebudaya dan strata sosial. Sebagai faktor pendorong meliputi sentuhan media massa baik elektronik maupun tertulis, penyuluhan, tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Sejauh mana penyerapan informasi oleh seseorang tergantung dimensi kejiwaan dan persepsi terhadap lingkungan, untuk selanjutnya akan direfleksikan

pada tatanan perilakunya (Su Ritohardoyo, 2006:51)43.

Penyakit atau sakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan. Para ahli antropologi kesehatan definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkahlaku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi kehidupan masyarakat melalui proses umpan balik (Foster, Anderson,

197844). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa perilaku dapat

dipengaruhi, karena faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi perilaku manusia.

43 . Suhartini, 2009. Kajian Kearifan Loakl Masyarakat Dalam Pengelolahaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jurusan Pedidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

(13)

23

Antropologi Ekologi

(Ecology Antropology)

Ekologi (Ecology)

Kata ekologi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata,

yaitu oikos artinya rumah, dan logos artinya ilmu. Jadi secara harfiah

ekologi adalah ilmu tentang mahkluk hidup dalam rumahnya atau

dapat dikatakan sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup45.

Menurut David Bornie, (1999), konsep oikos amat berkaitan dengan

karakteristik akan makhluk hidup46. Menurut Nirhayanit (2009),

ekologi adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Di dalam ekologi terdiri dari beberapa komponen, yaitu unsur-unsur abiotik, bioitik,

sosial budaya (culture), dan konservasi47. Unsur-unsur ini berinteraksi

secara timbal-balik, misalnya hubungan manusia dengan lingkungan alam untuk memenuhi kebubutuhan hidupnya melalui matari, energi,

impormasi dan sumberdaya yang terdapat pada lingkungan48.

Hubungan manusia dengan lingkungan tersebut dari sudut pandang ekologi kebudayaan, mengkaji bagaiman mempelajari proses adaptasi masyarakat pada lingkungannya. Menurut Vayda dan Rappaport dalam Mulyadi (2007), adaptasi manusia dapat dilihat secara fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respon suatu organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi

stabil (homostatis). Sedangkan adaptasi prosesual merupakan sistem

tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian manusia terhadap perubahan-perubahan lingkungan disekitarnya. Proses adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha

45. Wardhana, W.,1999. Dasar-Dasar Ekologi . Jurusan Biologi FMIPA-UI. Depok

16424.

46. Bournie, D., 1999. Bengkel Ilmu Ekologi, Hal 7-8. Erlangga Jakarta.

47 . Wardhana, W., 1999. Dasar-Dasar Ekologi . Jurusan Biologi FMIPA-UI. Depok

16424.

48. Riberu, P., 2002. Pembelajaran Ekologi (Ecology). Dosen Pascasarjana UNJ, Jakarta.

(14)

24

manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal49.

Menurut Julian H. Steward (1955:41-42), mempunyai tiga unsur dasar dalam mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan, yaitu; (1) Hubungan antara eksploitasi atau teknologi produksi dengan lingkungannya. (2) Pengamatan pada pola-pola perilalu dalam mengeksploitasi suatu wilayah tertentu dengan mempergunakan teknologi yang khusus. (3) Pengamatan pada pola perilaku yang diperlukan dalam eksploitasi yang mempengaruhi aspek-aspek kebudayaan yang lain. Hal ini sebagai tatanan eko sosial yang dapat dilihat secara holistik melalu pola demografi, pola pemukiman, struktur kekerabatan, kepemilikan tanah, tata guna lahan, dan lapisan

dari aspek kebudayaannya 50. Cara pengamatan ini dipandang oleh

(Heider. 1972:208) sebagai sebuah kontruksi berfikir dalam mengamati

hubungan timbal balik manusia dan lingkungan51. Pendekatan secara

holistik mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya ini diartikan sebagai suatu cara memandang unsur-unsur dalam lingkungan hidup (biotis dan abiotis) secara terintegrasi sebagai

komponen yang berkaitan dalam suatu sistem (Soemarwoto 1983:17)52.

Pendekatan holistik dalam suatu analisis diartikan sebagai usaha untuk mengikut sertakan sebanyak mungkin aspek kehidupan masyarakat,

kebudayaan, dan lingkungan dalam suatu analisis (53Steward 1955:37).

49. Arianto, N.T.,2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP Unair.

50. Arianto, N.T., 2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP Unair.

51. Karl, H. G. 1972. Environment, Subsistence, and Society. Annual Review of

Anthropology. 1: 207-266.

(15)

25

Boserup (1965:43-48)54. Melihat hubungan ekologi budaya

sebagai suatu hubungan antara perubahan populasi manusia dengan perubahan sifat suatu lingkungan, seperti dikemukakan seperti di bawah ini. Pertama, karena populasi manusia berubah, maka kebutuhan hidup manusia juga berubah. Kedua, karena kebutuhan hidup manusia berubah maka cara manusia dalam mengeksploitasi lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu juga berubah. Ketiga, karena sistem mengeksploitasi lingkungan berubah, maka sifat dan kondisi lingkungan juga berubah. Keempat, perubahan yang terakhir ini kemungkinan besar dapat mengarah ke perubahan populasi manusia, yang memang diinginkan ataupun tidak diinginkan

oleh manusia itu sendiri (Soemarwoto 1983:125)55. Fakta ini dilihat

dari beberapa studi yang dilakuka, dengan konversi lahan pertanian di Desa Tugu Utara baik di Kampung Sampay maupun Kampung Sukatani memberikan dampak negative pada aspek sosio-ekonomis seperti perubahan penguasaan lahan, kesempatan kerja, perubahan pola kerja, kondisi tempat tinggal, dan hubungan antar warga (konflik dan prostitusi), serta memberikan dampak negatif pada aspek sosio-ekologis seperti akses terhadap sumberdaya air, cara warga membuang limbah rumah tangga yang merupakan dampak tidak langsung akibat konversi lahan pertanian, dan terjadinya degradasi lingkungan seperti

banjir, longsor dan kebisingan56.

Selain itu dari perfektif ekologi manusia, melihat hubungan manusia dan lingkungan secara antologis mengkaji konsep adaptasi dan meladaptasi ekologi untuk mengkaji sekelompok masyarakat dalam bertahan hidup di suatau kawasan, menjadi suatu gagasan dasar untuk menjelaskan perkembangan sistem sosial masyarakat terhadap interaksinya dengan alam. Interaksi tersebut berlangsung sebagai bentuk dinamika sosial-ekologis yang berlangsung, sebagai proses kompetisi, suksesi, dan konflik atas sumber daya alam yang menyertai

54. Ester, B., 1965. The Conditions of Agricultural Growth . The Economics of

Agrarian Change Under Population Pressure. Chicago, Aldine.

(16)

26

menuver-manuver sekelompok orang dalam mempertahankan proses

survival disuatu kawasan. Secara axiology, ekologi manusia diperkaya

dengan munculnya fenomena risk society dalam sistem etika dan

estetika perabadan moderen. Sistem masyarakat beresiko terbentuknya sebagai akibat pegunaan teknologi dan gaya hidup moderen yang eksploitatif terhadap sumberdaya alam, tanpa mengindahkan dampaknya pada generasi mendatang. Hal ini menjadi salah satu isu

utama pada stekolder ekologi untuk dikampanyekan untuk melawan

sistem modernisasi, melalui; studi tentang daya tahan hidup, sistem pengetahuan lokal, sistem budaya dan kearifan lokal melawan

perkembangan dari paradigma eksploitatif kapitalisme terhadap alam57.

Perkembangan kapitalisme modern, seringkali merusak kearifan lokal masyarakat sebagai bentuk alienasi terhadap eksistensi kehidupan masyarakat dan lingkungan. Hal ini dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Rita Rahmawati dkk (2008), menunjukan bahwa Pembangunan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dengan diterbitkannya SK Menteri No 175/Kep II/2003 dapat merubah status tanah yang dahulu dikuasai oleh masyarakat berlalih ke tanggan pemerintah, kondisi ini menempatkan masyarakat pada kondisi dilihat sebagai komplik masyarakat sekitarnya terhadap pengelolah TNGHS

dan merusak kearifan lokal masyarakat sekitarnya58.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekologi sebagai studi yang mengkaji interaksi manusia dengan lingkungan. Dimana lingkungan menyediakan sumber penghidupan bagi masyarakat. Namun susuai dengan perkembangan akan kebutuhan pemanfaatan sumberdaya tersebut, seringkali menimbulkan permasalahan tersendiri dari perilaku manusia dalam memanfaatkan lingkungannya. Studi ini kaji dari bidang studi antropologi ekologi.

57. Dharmawan, A. H., 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Perfektif dan

Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia, Sosial Lingkungan dan Ekologi Politik. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia IPB. ISSN: 1978-4333, Vol. 01, No. 01.

(17)

27 Antropologi Ekologi

Dari berbagai studi berbagai studi literatur yang dilakukan, menunjukan bahwa hubngan manusia dengan lingkungan merupakan suatu gejala ekosistem yang tidak bisa dapat dipisahkan, dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan sosial-ekonomi yang didukung oleh ketersediaan sumber daya alam yang

memadai (59Merrill, dalam Azariah, 2009). Hal ini juga dipandang oleh

Ramli Utina (2009), hubungan manusia dan lingkungan sebagai suatu sistem (ekosistem) yang membentuk suatu jaringan kehidupan. Posisi manusia dalam hal ini tidak mengabaikan peran mahluk hidup lainnya, juga tidak memandang manusia berada di luar sistem, tetapi ini berarti bahwa manusia beserta perilakunya adalah bagian

dari suatu ekosistem60. Sistem ekonomi dan mata pencaharian

(livelihood), dari kajian sebelumnya menunjukan sebagai unsur

pembentuk kebudayaan pada manusia yang tergantung pada

sumberdaya alam (resource) dalam memanfaatkan resource, dengan

strategi adaptasi dalam bertahan hidup pada lingkungannya. Misalnya strategi keluarga Nelayan di Sukabumi dalam mencari nafka sebagai

upaya untuk bertahan hidup (livelihood strategy) terhadap kondisi

kehidupan61. Cara pemanfaatan sumberdaya alam juga dikenal dengan

pola subsistem masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam, konsep subsistensi ini dikaitkan dengan ekologi kebudayaan, yaitu berhubungan studi masalah perilaku dan pengetahuan kebudayaan manusia dalam hubungannya dengan lingkungan atau ekologi manusia62.

Ekologi manusia dari semula berkembang sebagai keniscayaan

interaksi manusia (man and cul ture) dan alam (natural) hingga

59. Jayapaul, A., 2009. Ethical Management of Natural Resources.

60 . Ramli Utina, R., 2009. Kecerdasan Ekologis: Strategi Membangun Lingkungan Hidup Berkualitas. Universitas Negeri Gorontalo.

61. Zid, M., 2011. Fenomena Stategi Nafkah Keluarga Nelayan : Adaptasi Ekologis di Cicahuripan-Cisolok, Suka Bumi. Junal Sosialita Vol 09. No 01. Program Studi Geografi, Faku ltas Ilmu Sosial , Universit as Negeri Jak arta (FIS UNJ). ISSN:1411-7134.

(18)

28

sekarang. Hal ini menjadi suatu kajian tersendiri dalam ilmu ekologi manusia, karena kemampuannya dalam memberikan landasan teoritis dan konseptual yang berguna untuk memaknai dan memahami fenomena dan fakta hubungan interaksi manusia dan lingkungan. Dari sudut pandang ekologi, manusia memerlukan energi, materi dan informasi dari alam untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia. Sistem sosial manusia dibangun berdasarkan; organisasi sosial atau sistem pengendali, kelembagaan, teknologi, populasi (demografi), norma dan nilai yang dibangun pada masyarakat. Sedangkan sistem ekologi terdiri dari komponen biotik

dan abiotik63, yaitu udara, air, materi, tumbuhan, dan hewan. Interaksi

antara kedua sub-sistem tersebut berlangsung dengan adanya pertukaran dengan melibatkan energi, materi, dan informasi yang berinteraksi secara timbal balik pada kedua sub-sistem melalui

transaksi ekologi-ekonomi. Hal ini dikatan oleh Marten, (2001)64,

ekologi manusia sebagai ilmu yang memberikan landasan analisis yang berguna untuk memahami konsekuensi aktivitas manusia pada sistem sosial dan sistem ekologi.

Strategi Bertahan Hidup

(Survival Strategy)

Strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Kedua, strategi yaitu tatacara yang merupakan alternative untuk berbagai langkah perundingan, yang bertujuan untuk mengubah batas-batas kekuatan, kerangka teori dan teknik yang memungkinkan ilmu pengetahuan dapat memecahkan persoalan Wasburn, dalam Ruslie Munthe (2010), ketiga, yakni rencana, metode, atau serangkaian manuver, atau siasat untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu, atau strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran (Fauzi 2006 dalam Ruslie Munthe

63. Dharmawan, A. H., 2007. Dinamika Sosial Ekologi Pedesaan; Perfektif dan Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia, Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Politik. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. ISSN: 1978-4333, Vol 01. No 10.

64. Marten, G. G., 2000. Human Ekologi: Basic Concept to for Sustainable Development.

(19)

29 2010). Snel dan Staring dalam Resmi Setia (2005;6) mengemukakan bahwa strategi bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumah tangga yang miskin

secara sosial ekonomi untuk bertahan hidup65. Konsep strategi berasal

dari istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia, yang berarti seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah strategi dipakai di bidang ilmu lain. Menurut Stephenie K. Marrus, seperti yang dikutip Sukristono (1995), strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentu rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Dan pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Hamel dan Prahalad (1995), yang mengangkat kompetensi inti sebagai hal yang penting. Mereka berdua

mendefinisikan strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental

(senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh manusia di masa depan. Sedangkan Usman, mendefinisikan strategi adalah hal menciptakan suatu posisi yang unik dan bernilai, yang melibatkan berbagai aktivitas perusahaan.

Dalam konteks sosial ekonomi kelas bawah, masyarakat seringkali mengalami perubahan dalam menghadapi dimanika kehidupan dengan berbagai tuntutan untuk tetap bertahan

kehidupannya ( live survival) atau menemukan cara-cara baru dalam

bertahan hidup. Cara bertahan hidup pada masyarkat sudah terkenal sejak lama, yaitu bagaiman mekanisme masyarakat dalam memperoleh sumber mata pencahariannya dan bagaiman sumber mata pencaharian tersebut mengalami perkembangan. Dari berbagai studi litetarur, menunjukan bahwa kearifan lokal pada masyarakat mengatur tentang bagaimana pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberikan manfaat untuk kehidupan masyarakat. Namun dengan adanya kebijakan

(20)

30

pemerintah dan perkembang industri kapitalis, seringkali

menghancurkan kearifan lokal sebagai suatu konflik pada masyarakat66.

Hal ini berbeda dengan stategi adaptasi petani Samin terhadap dunia luar memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi dunia luar yang akan menghancurkan nilai-nilai budaya lokal yang merupakan warisan dari leluhurnya. Salah satu karakter yang ditonjolkan oleh masyarakat Samin adalah kolektivisme yang kuat baik dalam tataran keluarga maupun dalam masyarakat, kekuatan kelembagaan lokal ini

menghambat kapitalisme masuk di wilayah mereka67.

Studi dari D.R.Sulistyastuti dan Faturochman (2000), Menunjukan bahwa masyarakat tiga desa, yaitu Desa Keboansikep Sidoarjo, Kalitengah Klaten dan Sriharjo Bantul, tiap lapisan masyarakat yang berbeda memiliki cara dan dinamika bertahan hidup yang berbeda dengan lapisan yang lain. Hal ini dilihat dari semakin rendah tingkat status ekonomi, semakin berat upaya untuk bertahan hidup. Yang membanggakan dari kelompok ini adalah kegigihannya untuk tetap bertahan dengan menggunakan usaha yang semakin

banyak meskipun hanya untuk mendapatkan sedikit uang 68 .

Masyarakat di kabupaten Bengkalan dengan rendahnya akses terhadap modal terutama modal finansial merupakan penyebab kemiskinan, dan menyebabkan nelayan tidak mampu mengakses modal fisik berupa teknologi penangkapan yang lebih moderen. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya konflik perebutan sumber daya dengan nelayan dari daerah lain. Strategi yang dilakukan untuk bertahan hidup adalah stetegi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin melalui trategi ekonomi dan sosial, melalui pola nafkah ganda, pemanfaatan tenaga kerja rumah tangga dan migrasi, strategi sosial

66. Rahmawati, R., dkk, 2008. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuan: Adaptasi, Konflik dan Dinamika Sosisla-Ekonomi.. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. ISSN: 1978-4333, Vol.02, No.02

67. Sugihardjo.,dkk, 2012. Strategi Bertahan dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten Pati). Staf Pengajar Program Sudi Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS. SEPA : Vol. 8 No. 2. ISSN : 1829-9946.

(21)

31

dengan memanfaatkan ikatan kekerabatan yang ada69. Konsep strategi

digunakan dalam beberapa aspek disiplin ilmu, seperti; di ilmu ekonomi, ekologi, hukum, sosial, dan kesehatan. Kajian studi dari Zak Le Rouk, (1992) di South Africa, menemukan menunjukan beberap stategi yang diperlukan untuk konservasi sumberdaya ekologi digunakan dimanfaatkan secara lestari yang diberlukan dalam berbagai upaya stetegi secara berkelanjutan, seperti yang digambarkannya; konservasi menjaga cadangan, promosi perubahan penggunaan lahan untuk konservasi, penegakan hukum, perencaan penggunaan sumber

daya nasional, dan pemanfaatan tanah secara etik70.

Dari serangkan penejelasan diatas tentang stetegi nafka, eksistensi masyarakat, peralihan matapencaharian, stategi konservasi dan kearifan lokal masyarakat sebagai pola stategi masyarakat dalam bertahan hidup. Faktor migrasi juga merupakan upaya stategi untuk bertahan hidup. Hal ini dikatakan Ibrahim, Fouad & Ruppert, Helmut (1991) di zona Sahel, mingrasi dari desa-desa ke kota memainkan peranan besar dibanding migrasi dari kota desa dengan adanya pertumbuhan penduduk dan kekeringan untuk bekerja sebagai buruh

ke daerah selatan basah Darfur71.

Mata Pencaharaian

(Livelihood)

Konsep mata pencarian (livelihood) sangat penting dalam

memahami coping strategis karena merupakan bagian dari atau bahkan kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata pencarian

(livelihood strategies). Suatu mata pencarian meliputi pendapatan (baik

yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi

69. Widodo, S., 2011. Trategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo, Bangkalan 69162, Indonesia. Maraka, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1

70. Rouk, Z. L., 1993. Conservation at Landscape Level: A Strategy for Survival: The Role of Research. Natal Parks Board, PO Box 662, Pietermaritzburg 3200, South Africa. The Environmentalist, Volume 13, Number 2, 105-110.

(22)

32

gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan

menjamin kehidupan72 (Ellis, 2000). Sedangkan menurut, Chambers

dan Conway (1992) mendefisikan livelihood sebagai, kemampuan, aset

(termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang

dibutuhkan untuk sarana hidup 73 . Meski sumberdaya tersebut

seringkali mengalami kerentanan untuk memenuhi kehidupan masyarak miskin di pedesaan dari cengkraman pemerintah dan kapitalis moderen, yang kurang mendapatkan perhatian dan pemerataan sumberdaya ekonomi. Hal ini dilihat dari beberapa kajian yang dilakukan dari Quicksilver Drive, Sterlin (2002) bagaimana kebijakan alternatif yang diperlukan untuk menjamin mata pencaharian bagi keluarga miskin dan memberikan sumberdaya ekonomi bagi masyarak dengan memberikan akses sumberdaya alam, sebagai faktor kemiskinan yang perlu diperhatian melalu kebijakan

pemerintah74.

Konsep livelihood sesungguhnya dikembangkan pertama kali

di Inggris pada akhir dekade 90-an, namun didesain sedemikian rupa sehingga sangat relevan untuk kawasan sedang berkembang. Hal ini dilakukan untuk memahami pendekatan pembangunan kontemporer yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan modernisasi yang dikenal sangat tidak akrab terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Pendekatan nafkah berkelanjutan berusaha mencapai derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan seimbang. Pencapaian derajat kesejahteraan sosial didekati melalui kombinasi aktivitas dan utilisasi modal-modal yang ada dalam tata

nafkah untuk kelas ekonomi masyarakat bawah (Ellis, 2000)75.

72. Freeman, E. F, (eds), (2005). Rural livelihoods and poverty reduction policies.

Routledge, London.

73 . Chambers, R and G. Conway, 1992. Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts for the 21st Century. University of Sussex, Institute for Development Studies, DP 296, Brighton.

74. Sterlin, Q. D., 2002. Urban Livelihoods: A People-centred Approach to Reducing Poverty. ISBN: 1 85383 861 6 paperbac. ISBN: 1 85383 860 8 hardback. Earthscan Publications Limited London.

75. Freeman, E. F., (eds), (2005). Rural livelihoods and poverty reduction policies.

(23)

33 Menurut kajian dari (Sayogya, 1982), perkembangan sistem penghidupan dan nafka bagi wilayah pedesaan tidak bisa lepas dari proses sistem sosial ekonomi yang senantiasa melanda pedesaan. Proses adaptasi ekonomi dan ekologi dibentuk oleh petani aras individu, rumah tangga (aras kelompok), aras kelompok serta komunitas lokal aras sistem sosial sebagai upaya menyelaraskan eksistensi mereka terhadap arus perubahan sosial, menghasilkan sejumlah gambaran

dinamika sistem penghidupan dan nafka pedesaan76. Sistem mata

pencaharian masyarakat pedesaan terdiri dari pola ekonomi tradisional yang dilakukan melalui kegiatan produksi, untuk memenuhi kehidupan ekonominya. Dari hasil penelitian yang dilakukan di 17 desa kabupaten Chamoli dan 12 desa di kabupaten Pauri India, menunjukan bahwa subsistensi pemenuhan kebutuhan mata pencaharian masyarakat desa dari berbagai kombinasi mata pencaharian yaitu, melalui pertanian, perternakan, pengrajin, dan pemanfaatan non-kayu hasil hutan (HHBK) memberikan dasar untuk ekonomi pasar yang dilakukan untuk menambah pendapatan ekonomi keluarga77.

Pertukaran Ekonomi dan Sosial

Pertukaran Ekonomi (Pertukaran Langsung)

Pertukaran merupakan suatu pertukaran yang terjadi melalui

unsur biaya (cost), imbalan (reword) dan keuntungan (profit) yang

dilakukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain secara langsung

maupun tidak langsung78. Perturan ekonomi merupakan pertukaran

yang terjadi secara langsung. Pertukaran secara langsung terjadi apabila hubungan antar berbagai pihak baik individu dan kelompok yang memiliki posisi dan peranan yang relative sama dalam proses

76. Sayogya, 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Gajah Mada Universitas Press.

Yogyakarta.

77. Sati, V. P., 2014. Towards Sustainable Livelihoods and Ecosystems in Mountain Regions. Geography and Resource Management School of Earth Sciences Mizoram University Aizawl, Mizoram India.

78. Teori Pertukaran Sosial dan Teori Pertukaran Sosial Dalam Pandangan Peter M.

(24)

34

pertukaran. Meskipun diantara mereka memiliki derajat harkat kekayaan dan fungsionaris adat yang berbeda-beda. Dalam hubungan seperti ini, pertukaran langsung merupakan kewajiban membayar atau membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang

mereka berikan atau lakukan sesuai dengan nilai yang sama79.

Pertukaran ekonomi ini terjadi dengan adanya barang atau komoditas yang memiliki nilai jual. Komoditas merupakan hasil karja manusia yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa untuk dipertukarkan melalui mekanisme pasar. Komoditas tersebut dalam bentuk barang dan jasa umumnya diproduksi secara massal untuk malayani kebutuhan banyak konsumen dan juga produksi berulang-ulang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen yang

menjadi target pasarnya80. Aspek penting dari komoditas yaitu

komoditas tersebut memiliki nilai guna dalam hal barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Selain itu komoditas juga merupakan sebuah komoditas yang dipertukarkan dengan barang atau jasa lain yang berbeda kegunaannya atau disebut sebagai nilai tukar. Mekanisme berlangsungnya proses pertukaran komoditas (barang)

dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu81;

1 Tipe K-K, yaitu suatu komoditas ditukar langsung dengan

komoditas lainnya, misalnya seorang petani menukar sesumpit jagung dengan sejerat ikan kepada seorang nelayan atau disebut dengan barter sebagai bentuk pertukaran komoditi yang pertama dalam sejara umat manusia. Dalam hal ini para actor melakukan interaksi sosial dan saling mengontrol perilaku mereka.

2 Tipe K-U-K, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam uang,

kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi,

79. Damsar & Indrayani, 2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Ke Dua.

Hal;104-107.Kencana Prenamedia Group. Jakarta.

80. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 175.Kencana Prenada Media Group.

81. Damsar & Indrayani, 2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Ke Dua.

(25)

35 misalnya nelayan menjual hasil tangkapnya kemudian uang hasil penjualannya tersebut digunakan untuk membeli beras.

3 Sedangkan tipe yang ketiga yaitu tipe masyarakat kapitalis

dengan tipe sirkulasi komoditas berubah menjadi U-K-U yaitu

uang digunakan untuk membeli komoditas kemudian komoditas dijual untuk memperoleh uang. Uang tersebut sebagai modal yang dapat dikonversi lagi untuk membeli barang lalu dijual.

Perutukaran (exchange) merupaka distribusi yang dilakukan

atau terjadi melalui pasar. Sedangkan konsep pasar (market) berasal

dari kata Latin “marcatus”, yang artinya berdagang atau tempat

berdagang. Dengan demikian, terkandung tiga arti yang berbeda didalam makna tersebut, yaitu; 1) pasar dalam arti secara fisik, 2) pasar sebagai tempat pengumpulan, 3) sebagai hak atas ketentuan yang legal

tentang suatu pertemuan pada suatu tempat (marketplace). Dengan

demian, pasar merupakan bentuk fisik atau tempat dimana barang dan jasa dibawa untuk dijual dan di mana pembeli bersedia membeli barang dan jasa tersebut. menurut Sanderson (2003:131), tempat pasar adalah tempat fisik yang terdapat disejumlah tempat yang ditentukan dalam masyarakat. pembedaan pasar menurut Sanderson dalam konteks masyarakat lokal, dapat dipahami sebagai tempat pertukaran pada masyarakat yang ada pada lingkungan masyarakat.

Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai-nilai guna komoditas, yaitu ketika barang-barang yang diproduksi digunakan sendiri atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup. Namun di ere kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan untuk dijual ke pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki nilai guna melainkan juga memiliki nilai tukar. Diera kapitalisme, sering terjadi masyarakat yang menghasilkan produk-produk secara budaya, kemudian produk itu dipuji sendiri oleh masyarakat yang menghasilkannya layaknya dewa-dewa. Marx menyebut proses ini

sebagai pemberhalaan komoditas (fetishism of commodity). Masyarakat

(26)

36

munculnya kelas konsumen yang cenderung berlebihan82. Walaupun

teori ini lebih ini lebih menekankan pada aspek ekonomi. Aktivitas ekonomi bukanlah realitas sosial yang soliter dan hanya berkaitan dengan transaksi jual beli barang yang menekankan untung rugi semata, melainkan didalamnya juga berjalin temali dengan aspek-aspek sosial budaya yang kompleks seperti; kelas sosial, gaya hidup, alienasi, anomaly dan lain-lain. Hal merupakan suatu persoalan yang luas dalam mengkaji aspek sosiologi ekonomi pada masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertukaran tidak langsung, terjadi dengan adanya imbalan yang sama secara timbal balik, melalui komoditas atau barang bernilai yang dapat dipertukaran dengan uang untuk memenuhi kehidupan ekonomi pada masyarakat.

Pertukaran Sosial Masyarakat (Pertukaran Tidak Langsung)

Pertukaran sosial berlangsung dengan adanya relasi dan hubungan yang terpola pada masyaarakat dalam mekanisme pertukaran. Pertukaran sosial ini terjadi secara tidak langsung. Pertukaran secara tidak langsung merupakan, kewajiban memberi atau membantu orang kelompok lain tanpa mengharapkan pengembalian,

pembayaran atau balasan yang setara dan langsung83. Pertukaran tidak

langsung ini juga biasanya terjadi dalam bentuk jaringan sosial melalui para aktor atau kelompok dalam membangun suatu relasi pada masyarakat. B.F.Skinner, melihat pertukaran sosial terjadi melalui adanya perilaku aktor terhadap lingkungan dan selanjutnya dilihat dampak dari tanggapan lingkungan terhadap perilaku seorang aktor

dalam tindakan selanjutnya84. Maka tanggapan lingkungan terhadap

tindakan seseorang menentukan apakah tindakan yang sama akan diulangi atau dihentikan pada waktu kemudian. Dalam masyarakat etnik di Indonesia terdapat berbagai kearifan lokal yang mengandung nilai dan norma yang menyuruh orang untuk berbuat baik kepada semua orang tanpa menegaskan bentuk waktu pengembalikannya.

82. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 18.Kencana Prenada Media Group.

(27)

37 Seperi hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang berlangsung pada masyarakat dengan tingkat solidaritasnya yang tinggi. Hal ini biasa terlihat dalam relasi kekerabatan melalu berbagai tindakan, ungkapan dalam hal saling memberi salam dan saling yang membentuk hubungan

solidaritas masyarakat yang kuat85. Interaksi sosial merupakan suatu

proses yang berlangsung secara timbal-balik pada individu dan kelompok untuk membangun relasi antar sesamanya. Berlangsungnya interaksi tersebut, sebagai suatu proses yang kompleks yang mengorganisasi dan menginterpretasikan persepsi tentang diri seseorang terhadap orang lain tentang apa yang dilakukan pada lingkungan interaksi sosialnya. Interaksi juga dapat dipahami sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan identitas dirinya kepada orang lain, dan menerima pengakuan atas indentitas diri tersebut agar terbentuk perbedaan identitas antar

seseorang kepada orang lain86. Hubungan kedua perutukaran ini,

merupakan interaksi pada masyarakat yang dilakukan untuk bertahan hidup. Dimana proses interaksi tersebut berlangsung dengan pertukaran antar masyarakat dan proses ini tidak semata-mata terjadi tehadap apa yang dimiliki oleh seseorang, namun berlangsung sebagai pengakuan atas apa yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dalam menjalin relasi tukar menukar secara timbal balik dan pada kehidupan sosialnya.

Berhubungan dengan ikatan solidaritis, Durheim menyatakan sebagai fakta-fakta sosial yang bersifat eksternal, tetapi mempengaruhi perilaku individu. Fakta sosial tersebut merupakan cara-cara bertindak, peripikir, dan berperasaan yang berada diluar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Fakta sosial tersebut tidak hanya bersifat material, tetapi juga nonmaterial, seperti

kultur, agama atau intitusi sosial87. Meskipun demikian pandangan ini

85. Wakerkwa, H., 2009. Perang Antar Suku (Tinjauan Terhadap Penanganan Perang Antar Suku Dani dan Suku Amungme Tahun 2007-2008 di Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika. Hal 55.Program Studi Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana.

86. Kum, K., 2012. Konflik Etnik.Telaah Kritis dan Kontruktif Atas Konflik Etnik di Tanah Papua.Hal 13.Litera Buku, Yogyakata.

87. Abidin Y. Z & B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

(28)

38

berbeda dengan pandangan Homans yang mengatakan, bahwa bukan masyarakat yang mempengaruhi individu melainkan individulah yang mempengaruhi masyarakat. Walaupun Homans membahas prinsip psikologi, namun Ia tak membayangkan individu dalam keadaan terisolasi. Ia mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial dan mengunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi dengan manusia lain. Ia mencoba menerangkan perilaku sosial dengan

prinsip-prinsip psikologi.’pendiriannya adalah bahwa proposisi umum

psikologi terhadap perilaku manusia tidak berubah karena interaksi lebih berasal dari manusia lain ketimbang dari lingkungan fisik. Dengan demikian Homans tidak menolak pendirian Durheim dan Marcel Mauss yang menyatakan interaksi menimbulkan sesuatu yang baru. Ia malah menyatakan bahwa ciri-ciri yang baru muncul itu dapat

dijelaskan dengan prinsip psikologi88. Meski kedua teori ini mimiliki

pandangan yang berbeda tentang pertukaran pada tingkat subtansial dan kolektif. Argument mereka tidak terlepas dari objek pengamatan mereka pada realitas individu dan sosial.

Sedangkan Max Weber memiliki pendekatan yang berbeda dengan Durheim, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut tidak semestinya berkutat pada soal-soal pengukuran yang sifatnya kuantitatif dan sekedar mengkaji pengukuran-pengukuran faktor eksternal, tetapi yang lebih penting sosiologi bergerak pada upaya memahami di tingkat makna, dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal yang ada di

masyarakat itu sendiri89.

Pola pertukaran seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat di distrik Tembagapura kampung Waa, dinama mereka bertahan hidup dipinggiran sunggai Wanagon untuk mendulang Emas. Emas tersebut kemudian mereka dapat menjualnya sesuai dengan nilainya untuk dipetukarkan dengan uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk mempertukarkan dengan membeli kebutuhan konsumennya. Selain

88. Goodman, G. R. D.J., 2004.Teori Sosiologi Modern Edisi Ke Enam. Hal 359. Fajar

Interpratama Offset. Jakarta.

(29)

39 itu, mereka mensisikannya untuk disimpan sebagai investasi maupun dipertukarkan dalam hubungan sosialnya dalam hal saling memberi dan memperhatikan secara langsung maupun tidak langsung. Berhubungan dengan hal ini juga pernah dikatakan oleh Soyanto bahwa,”Dalam kehidupan sosial manusia, barang-barang komoditas dibutuhkan masyarakat konsumen untuk menjadikan kategori-kategori budaya tampil kemuka dan tampak stabil bagi individu-individu yang terlibat didalamnya. Dengan kata lain, seorang memilih mengonsumsi komoditas tertentu, sebetulny bukan sekedar karena ia membutuhkan fungsi inheren komoditas itu sebagai sebuah produksi, tetapi juga karena ia membutuhkan komoditas itu sebagai sebuah simbol, tanda

untuk mengukuhkan posisi dan kelas sosial dimana ia berada90.

Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai-nilai guna komoditas, yaitu ketika barang-barang yang diproduksi digunakan sendiri atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup. Namun di ere kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan untuk dijual ke pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki nilai guna melainkan juga memiliki nilai tukar. Diera kapitalisme, sering terjadi masyarakat yang menghasilkan produk-produk secara budaya, kemudian produk itu dipuji sendiri oleh masyarakat yang menghasilkannya layaknya dewa-dewa. Marx menyebut proses ini

sebagai pemberhalaan komoditas (fetishism of commodity). Masyarakat

memperlakukan komoditas yang dipuji, diburu, dan melahirkan fanatisme yang acap kali berlebihan yang kemudian diikuti dengan

munculnya kelas konsumen yang cenderung berlebihan91.

Walaupun teori ini lebih ini lebih menekankan pada aspek ekonomi. Aktivitas ekonomi bukanlah realitas sosial yang soliter dan hanya berkaitan dengan transaksi jual beli barang yang menekankan untung rugi semata, melainkan didalamnya juga berjalin temali dengan aspek-aspek sosial budaya yang kompleks seperti; kelas sosial, gaya hidup, alienasi, anomaly dan lain-lain. Hal merupakan suatu persoalan

90. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 177.Kencana Prenada Media Group.

(30)

40

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, maka tidak salah, bahwa golongan Ahlus Sunnah merupakan golongan yang selamat yang tetap berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah (hadits) dan apa yang diikuti oleh

Pokja ULP Kegiatan Pembangunan gedung kantor Pekerjaan Pembangunan Gedung DPU Kota Tegal pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Lelang Umum dengan

Henry and Rodney Wilson, (Eds.), The Politics of Islamic Finance (pp. 17-36), Edinburgh: Edinburgh University Press Ltd.. Stakeholders Model of Governance in Islamic

Kelompok Kerja Pengadaan (Pokja Pengadaan ) pada pekerjaan Pengadaan Meja Rapat Pejabat dan Pengadaan Meja Kerja Pejabat di Sekretariat DPRD Kota Tegal akan melaksanakan

Unlike the case of Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Bhd v PSC Naval Dockyard Sdn Bhd that upheld the earlier decisions on the validity of the BBA contract, the 54-page

Berdasarkan surat penetapan penyediaan barang dan jasa Nomor 20/PPJB.04.01/III/2015 tanggal 27 Maret 2015, dengan ini pejabat pengadaan barang dan jasa Dinas pertanian

[r]

BOOKMARK NOT