BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dalam Preambule dan Section 1 ayat (1) Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste menekankan bahwa Timor Leste adalah democratic state “based on the rule of law.” Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi
akan kehilangan makna. Oleh sebab itu menurut penulis, dalam konstitusi di
Timor Leste, kata “democratic” disandingkan dengan “legality”—yang dalam hal ini berhubungan dengan rule of law. Meskipun keduanya memiliki makna yang berbeda dan terpisah, namun dapat dikombinasikan.
Negara Republik Demokrasi Timor Leste sebagai suatu organisasi
memiliki alat perlengkapan untuk merealisasikan tujuan dan
keinginan-keinginan negara (staatswill). Salah satunya adalah Polisi Nasional Timor Leste (PNTL). Sebagai organ negara, legitimasi PNTL termaktub dalam
Salah satu tugas konstitusional PNTL adalah “defend the democratic legality” sebagaimana ditentukan dalam Section 147 Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste, yaitu “The police shall defend the democratic legality...”serta dinyatakan pula pada Article 1 ayat (1) Decree-Law No 9/2009, yaitu: “Timor-Leste’s National Police, ... is a security force whose mission is to defend democratic legality,....”. PNTL dalam melaksanakan tugas konstituional membela democratic legality berlandaskan konstitusi dan hukum, sebagaimana pula ditentukan dalam Article 1 ayat (1) Decree-Law No 9/2009, “.... in accordance with the Constitution and the Law.”
Berdasarkan hal di atas, maka penulis berpendapat bahwa PNTL
dalam melakukan tugasnya “defend the democratic legality” harus bersandar pada tolok ukur yang diamanatkan oleh Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste, sebagai berikut:
1. Menjamin Keamanan Warga Negara dan Berprinsip Non-Partisan
Dalam Section 147 ayat (1) Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste yang mengatur mengenai Police dan security forces dinyatakan bahwa jaminan keamanan internal warga negara adalah tugas
kepolisian sehingga terciptanya rasa aman dalam masyarakat. Hal ini
negara demokratik, pengelolaan dan pengawasan sektor keamanan ada pada
pemerintahan sipil.
Untuk itu penulis berpendapat bahwa PNTL sebagai Aparatur Sipil
Negara harus non-partisan, sehingga dapat menjalankan perannya secara
efektif, legitimate, dan bertanggung jawab dalam memberikan jaminan
keamanan kepada warga negaranya. Polisi yang non-partisan adalah polisi
yang tidak dapat dipolitisir oleh kekuatan eksternal, polisi yang menjalankan
tugas dan tanggungjawabnya tidak memihak, tetapi bertujuan menegakkan
hukum secara keseluruhan.
Dengan demikian PNTL dalam melakukan tugasnya “defend the democratic legality” hendaknya harus berdasar pada jaminan keamanan warga negara dan prinsip non-partisan.
2. Mencegah Kejahatan dengan Menjunjung Tinggi HAM.
Dalam Section 147 ayat (2) Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste yang mengatur mengenai Police dan security forces dinyatakan bahwa pencegahan kejahatan merupakan penyelenggaraan fungsi
kepolisian pada tataran penghormatan kepada Hak Asasi Manusia (HAM).
Dasar universal pemolisian modern adalah penghargaan pada hak asasi
dijalankan kemudian diubah dengan gaya perpolisian yang lebih modern dan
demokratis yakni perpolisian yang berorientasi kepada masyarakat.
Aspek universal atas hak asasi manusia merupakan indikator dari
paradigma kepolisian. Batasan kekerasan yang kabur dan samar-samar dalam
pencegahan kejahatan berpotensi mendorong terjadinya penyalahgunaan
kewenangan dan pelanggaran HAM oleh PNTL. Dengan dasar ini PNTL
meninggalkan pendekatan kekerasan menuju ke pendekatan yang
berdasarkan hukum.
Oleh sebab itu PNTL dalam melakukan tugasnya “defend the democratic legality” harus berdasar pada jaminan pencegahan kejahatan dengan menjunjung tinggi HAM.
3. Bertindak dalam Koridor Hukum.
Dalam Section 147 ayat (3) Constitution of The Republic Democratic of Timor-Leste dinyatakan bahwa aturan dan peraturan perundang-undangan mengenai kepolisian dan kekuatan keamanan lainnya ditentukan berdasarkan
hukum. Hal ini berarti keabsahan tindakan PNTL diukur berdasarkan
wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dibentuk
dengan tidak menyimpangi prinsip hukum.
Hal ini memberikan jaminan bahwa undang-undang atau peraturan
perundang-undangan yang mengatur PNTL tidak menjadikan organ dan
dalam melaksanakan tugasnya akan menuruti aturan yang ada sesuai dan
berdasarkan hukum. Pada dasarnya PNTL dalam bertindak seturut atau
berada dalam hukum saja.
Dengan demikian PNTL dalam melakukan tugasnya “defend the democratic legality” harus bersandar dan dalam koridor hukum yaitu rule of law.
B.
Saran
1. Dalam konteks bentuk negara hukum Timor-Leste yang democratic state “based on the rule of law.”, hendaknya pemerintah Timor-Leste
harus dapat mengartikulasikan dan menjamin hak fundamental warga
negara dalam relasinya dengan kepolisian (PNTL).
2. PNTL dalam melakukan tugasnya “defend the democratic legality” harus bersandar pada tolok ukur yang diamanatkan oleh Constitution of The Democratic Republic of Timor-Leste. Oleh karena itu harus ada code of conduct kepolisian Timor-Leste yang mengatur perilaku dan batasan bertindak dalam tolok ukur konstitusi dan undang-undang yang
berlandaskan hukum dan demokrasi.
(PNTL), dan Decree-Law No 43/2011 tentang Legal Regime On The Use of Force, harus dilihat kembali kesesuaian norma dan prinsipnya terhadap hukum dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi,