BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif rancangan cross-sectional dengan analisa inferensial dimana dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan karsinoma endometrium kemudian akan dianalisa secara analitik untuk melihat hubungan ekspresi reseptor progesteron dengan diferensiasi sel dan stadium karsinoma endometrium.
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan. Pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi USU.
Waktu penelitian dimulai dari Mei 2016 sampai Januari 2017. 3.3. Subyek Penelitian
3.4. Sampel Penelitian73
n = Zα 2 P Q d2 dimana :
n = besar sampel minimum
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α yang ditentukan. Nilai α = 0,05Zα = 1,96
P = proporsi ekspresi reseptor progesteron positif pada karsinoma endometrium =0,874
Q = 1-P
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir = 0,1 Q = 1-P = 0,2
n = 61,4 dibulatkan menjadi 65 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
1. Blok parafin jaringan adenokarsinoma endometrium tipe I, yang
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan histopatologi.
2. Data rekam medis lengkap
3.5.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sediaan blok parafin
tidak dapat dilabel (blok parafin tidak ditemukan) dan tidak dapat
dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk pemeriksaan ekspresi
3.6. Cara kerja dan teknik pengumpulan data
1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data dari rekam medik mengenai identitas lengkap, karakteristik pasien dan diagnosa pasien (sesuai kriteria inklusi dan eksklusi).
2. Setelah data diambil, dilakukan pencarian blok parafin hasil pemeriksaan histopatologi dari departemen Patologi Anatomi RSUP HAM, pasien dengan karsinoma endomterium yang telah dilakukan pembedahan (laparotomy surgical staging). Blok parafin yang diambil adalah jaringan endometrium.
3.
Dilakukan peminjaman sediaan blokparafin.
4. Dilakukan pemeriksaan immunohistokimia di Laboratorium Patologi Anatomi FK USU. Pada blok parafin dilakukan pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron. Pemeriksaan imunohistokimia adalah pemeriksaan jaringan yang telah dilabel dengan antibodi spesifik untuk melihat ekspresi protein antigen spesifik dengan mikroskop.
5. Pembacaan hasil pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh dua dokter spesialis Patologi Anatomi.
6. Hasil interpretasi sediaan tersebut dilakukan analisis statistik.
3.7. Prosedur Pemeriksaan Imunohistokimia
3.7.1. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah xylene, alkohol absolut 70%, alkohol absolut 80%, akuades, target retrieval solution (TRS), wash buffer (WB), Dako FLEXtm peroxidase,Dako FLEXtm Diamino Benzidine (DAB), phosphate buffer saline (PBS), hematoxylin, mounting medium, Antibodi primer: Monoclonal Mouse Anti-Human Progesteron Receptor, clone PgR 636.
3.7.2. Cara kerja
Tahapan pewarnaan reseptor progesteron tercantum pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1.Tahapan Pewarnaan Reseptor Progesteron
Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3 5 menit Rehidrasi (Alkohol absolut,alcohol 96%, 80%, 70%) 4 menit
Bilas dengan air mengalir (keran) 5 menit
Masukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitope Retrieval : set up Preheat 65ºC, Running time 98 ºC selama 15 menit
1 jam
Pap pen Segera masukan dalam Trias Buffered Saline (TBS) pH 7,4
5 menit
Blocking dengan peroxidase block 5-10 menit Cuci dalam Tri Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit Blocking dengan Normal horse Serum (NHS) 3% 15 menit Cuci dalam Tri Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit Inkubasi dengan Antibodi primer : Monoclonal Mouse
Anti-Human Progesteron Receptor, clone PgR 636
1 jam
Cuci dalam Tri Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
Dako Real envision Rabbit 20 menit
Cuci dalam Tri Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit DAB + Substrat Chromogen solution dengan penegenceran 20
µl DAB : 1000 µl substrat (tahan 5 hari di suhu 2-8 ºC setelah di mix
5 menit
Cuci dengan air mengalir 10 menit
Hematoxylin 10 menit
Bilas dengan air mengalir (keran) 5 menit
Cuci dengan air mengalir 5 menit Rehidrasi (Alkohol absolut,alcohol 96%, 80%, 70%) 4 menit Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3 5 menit
Mounting medium dan coverslip 5 menit
Pengamatan di bawah mikroskop
3.8. Instrumen Penilaian
Penilaian ekspresi imunuhistokimia reseptor progesteron menggunakan Allred Score yang merupakan penjumlahan Proportion Score (PS) dan Intensity Score (IS).
Tabel 3.2.Penilaian Allred Score Pada Ekspresi Reseptor Progesteron58 Proportion Score (PS) Score Intensity Score (IS)
Tidak ada nukleus yang terwarnai 0 Tidak terwarnai
<1% nukleus yang terwarnai 1 Intensitas pewarnaan lemah 1-10% nukleus yang terwarnai 2 Intensitas pewarnaan sedang 11-33% nukleus yang terwarnai 3 Intensitas pewarnaan kuat 34-66% nukleus yang terwarnai 4
> 66% nukleus yang terwarnai 5
Skor Total = Proportion Score (PS) + Intensity Score (IS)58 Tabel 3.3.Interpretasi Penilaian Allred Score 73
Skor Total Interpretasi
0-2 Negatif
> 3 Positif
3.9. Definisi Operasional
Pada penelitian ini digunakan batasan sebagai berikut:
No Variabel Definisi Cara dan Alat Ukur Kategori Skala Ukur
1. Karsinoma
(laparotomy surgical staging)1,75
reseptor progesteron
dengan menggunakan Receptor, clone PgR 63647,48
Pewarnaan
Imunohistokimia
yang diamati oleh
dua orang observer
dan kemudian
dilakukan interpretasi
dengan skor Allred.
Skor Allred
0-2 (negatif)
≥ 3 (positif)
Kategorik
3. Usia Usia yang terhitung
sejak dilahirkan hingga
saat penelitian
Indeks massa tubuh
berdasarkan kriteria
WHO tahun 200477
Alat pengukur berat
badan dalam satuan
kilogram serta alat
pengukur tinggi
badan dalam satuan
Obesitas :
>30 kg/m2
5. Diferensiasi Deskripsi pada tumor
berdasarkan pada
seberapa abnormal sel
tumor dan jaringan
tumor yang terlihat di
bawah mikroskop yang
diklasifikasikan
berdasarkan FIGO
210215
Histopatologi Baik, sedang,
buruk
Kategorik
6. Stadium
karsinoma
endometrium
Derajat keparahan dan
penyebaran karsinoma
endometrium yang
diklasifikasikan
berdasarkan FIGO (The
Federation of
Gynecology and
Obstetrics)15,38
3.10. Analisa Data
Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik. Kemudian akan dianalisa secara iferensial dengan menggunakan uji chi-square untuk melihat hubungan ekspresi reseptor progesteron dengan diferensiasi sel dan stadium karsinoma endometrium.
Untuk menganalisa perbedaan akurasi dua observer akan dihitung nilai kappa, dimana jika validitas >75% maka tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kedua pengamatan observer.
3.11. Alur Penelitian
Sampel Blok Parafin Karsinoma endometrium
tipe 1
Pemeriksaan imunohistokimia reseptor progesteron
Analisis Data Kriteria Inklusi/Eksklusi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. KarakteristikSubyekPenelitian
Penelitian ini menggunakansediaan blok parafin jaringan pasien karsinoma endometrium paska pembedahan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medansebanyak 65 buah.
Karakteristik subyek penelitian digambarkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Ditribusi frekuensi berdasarkan karateristik subjek penelitian
Karakteristik Karsinoma Endometrium
n %
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa subyek penelitian karsinoma endometrium terbanyak dengan usia > 50 tahun (67.7%). Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa karsinoma endometrium umumnya dijumpai pada usia lanjut. Hal ini sesuai dengan penelitian Tulumang et al yang diperoleh bahwa kasus karsinoma endometrium terbanyak pada usia > 51 tahun.1
Hasil penelitian yang sama oleh Holman et aldanSalom et al didapatkan mayoritas wanita yang didiagnosa karsinoma endometrium adalah wanita dengan rentang usia 55-64 tahun.18,19
rendahnya P4. Kondisi ini terjadi secara konstan sehingga hal inilah yang dikatakan unopposed estrogen pada perimenopause. Selain itu, hal ini berkaitan dengan penggunaan terapi estrogen untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya. Peningkatan resiko ini berhubungan dengan durasi penggunaan.8
Berdasarkan indeks massa tubuh, sebagian besar kasus karsinoma endometrium termasuk dalam kategori overweight sebanyak 29 sampel (44.6%) dan obesitas sebanyak 22 sampel (33.8%). Seperti yang kita ketahui bahwa kondisi overweight dan obesitas mempengaruhi produksi peptida (seperti insulin dan IGF-I, SHBG) dan hormon steroid (seperti estrogen, progesteron, androgen). Obesitas pada menopause menyebabkan kelebihan produksi estrogen karena androgen yang diproduksi oleh kelenjar adrenal dan ovarium dikonversi menjadi estron oleh enzim aromatase di kelenjar adiposa.2 Hasil ini sesuai dengan penelitian Salom et al, Goodman, dan Chiang yang menyatakan bahwa peningkatan indeks massa tubuh akan meningkatkan resiko untuk terjadinya karsinoma endometrium baik pada wanita premenopause atau postmenopause. Hal ini berhubungan dengan produksi estrogen endogen yang berlebihan karena aromatisasi androgen menjadi estradiol dan konversi androstenedion menjadi estron pada jaringan adipose perifer.Selain itu, wanita premenopause yang gemuk lebih mungkin untuk mengalami anovulasi kronis.17,18,21
merupakan progresifitas dari hiperplasia endometrium dan memiliki prognosis yang lebih baik.9 Hal ini juga sesuai dengan Binder yang menyatakan bahwa patologi karsinoma endometrium yang paling banyak adalah adenokarsinoma endometrioid dengan diferensiasi baik.78 Menurut The Cancer Genome Atlas (TCGA) bahwa karsinoma endometrium tipe I merupakan tumor dengan low copy number yang umumnya dengan mutasi PTEN dan berhubungan dengan diferensiasi sel yang baik.59
Berdasarkan stadium, sebagian besar kasus karsinoma endometrium adalah stadium III (41.5%). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian oleh Holman et al dan Salom et al yang menyatakan bahwa sebagian besar karsinoma endometrium didiagnosa pada stadium awal (75%).10,17 Hal ini juga bertentangan dengan data dari SEER tahun 2003-2009, bahwa 68% karsinoma endometrium didiagnosa pada stadium awal, selebihnya (32%) terdiagnosa pada stadium akhir setelah terjadi penyebaran lokal atau penyebaran lebih jauh. Kasus yang terdiagnosa pada stadium akhir kemungkinan karena terlambatnya diagnosa atau jenis histologi lain yang lebih agresif.78 Dari hasil penelitian ini didapati bahwa kasus terbanyak dijumpai pada stadium lebih lanjut kemungkinan karena tingkat pengetahuan pasien yang rendah dalam mengenali gejala dan tidak adanya skrinning baku dalam mendeteksi karsinoma endometrium. Namun perlu adanya penelitian yang lebih lanjut untuk menyimpulkan hal ini.
4.2 Ekspresi Reseptor Progesteron pada Sediaan Karsinoma
Endometrium
Tabel 4.2. Ekspresi reseptor progesteron pada karsinoma endometrium
Ekspresi Karsinoma Endometrium
n %
Positif 30 46.2
Negatif 35 53.8
Total 65 100.0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok karsinoma endometrium yang memiliki ekspresi reseptor progesteron negatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok karsinoma endometrium yang memiliki ekspresi reseptor progesteron positif (53.8%), namun persentasenya tidak jauh berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian Xie et al dan Yang S et al yang menyatakan bahwa ekspresi reseptor progesteron akan menurun selama perjalanan karsinoma endometrium yang menyebabkan hilangnya inhibisi pertumbuhan yang diregulasi oleh progesteron. Hilangnya ekspresi reseptor progesteron ini dapat disebabkan karena dua hal yaitu tidak adanya reseptor progesteron atau terjadinya down-regulasi reseptor progesteron. Pada karsinoma endometrium terjadi fosforilasi dan ubiquinasasi reseptor progesterone oleh proteasome.46,59
Hasil penelitian yang sama oleh Kreizman-Shefer et al yang menyatakan bahwa ekspresi PR menurun sampai menghilang pada karsinoma endometrium. 14
4.3 Hubungan Ekspresi Reseptor Progesteron dengan Diferensiasi Sel
Pada Karsinoma Endometrium
Tabel 4.3.Hubungan Ekspresi Reseptor Progesteron dengan Diferensiasi Sel Pada Karsinoma Endometrium
Ekspresi
Diferensiasi Sel
Nilai p
Baik Sedang Buruk Total
n % n % n % n %
Positif 22 73.3% 8 26.7% 0 .0% 30 100.0%
0.000 Negatif 7 20.0% 8 22.9% 20 57.1% 35 100.0%
*Uji Fischer Exact
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa sebagian besar karsinoma endometrium dengan ekspresi reseptor progesteron positif memiliki diferensiasi sel baik (73.3%) dan sebaliknya, sebagian besar karsinoma endometrium dengan ekspresi reseptor progesteron negatif memiliki memiliki diferensiasi sel buruk (57.1%). Hubungan antara penilaian ekspresi reseptor progesteron dengan diferensiasi sel karsinoma endometrium dinilai secara statistik dengan uji fischer-exact didapatkan nilai p=0.000 (p<0.05) yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara ekspresi reseptor progesteron dengan diferensiasi sel pada karsinoma endometrium.
Diferensiasi sel (derajat histologi) pada karsinoma endometrium dibagi berdasarkan klasifikasi FIGO 2012 yaitu G1 (diferensiasi sel baik), G2 (diferensiasi sel sedang), dan G3 (diferensiasi sel buruk). Semakin tinggi derajat histologi maka semakin buruk diferensiasi sel.15
Tabel 4.4 Korelasi ekspresi reseptor progesteron dengan diferensiasi sel
Variabel r p
Diferensiasi Sel -0.659 0.000
*Uji Spearman
nilai r = - 0.659 yang berarti terdapat korelasi terbalik dengan kekuatan korelasi yang erat. Dapat disimpulkan bahwa semakin lemah ekspresi reseptor progesteron, maka semakin tinggi derajat histologi sel (diferensiasi buruk/G3) pada karsinoma endometrium.
Hal ini sesuai dengan penelitian Kreizman-Shefer et al yang menyatakan bahwa PR pada sel karsinoma endometrium berkorelasi dengan diferensiasi sel, histologi, penyebaran ke adneksa, dan rekurensi. Ekspresi PR menurun hingga negatif pada karsinoma endometrium. Ekspresi PR semakin menurun dengan meningkatnya derajat histologi sel dan berkorelasi terbalik dengan invasi miometrium. Hal ini disebabkan karena penurunan ekspresi E-chaderin dan peningkatan EMT. Adanya progesteron juga berhubungan dengan respon terapi.14
Seperti halnya penelitian yang dilakukanAi et al danKobel et aldalam menilai hubungan ekspresi reseptor progesteron dengan angka ketahanan hidup. Dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan karsinoma endometrium resiko tinggi memiliki status reseptor progesteron negatif. Angka ketahanan hidup lebih tinggi pada pasien dengan status reseptor progesteron positif dengan LVSI negatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa status reseptor progesteron dapat digunakan sebagai faktor resiko untuk menilai apakah pasien perlu dilakukan terapi adjuvan.63,64
yang umumnya merupakan ekspresi yang kuat. Demikian halnya pada karsinoma endometrioid derajat tinggi menunjukkan ekspresi PR yang rendah.79
Dari beberapa penelitian ini dapat disimpulkan bahwa reseptor progesteron merupakan salah satu faktor prognostik molekuler pada karsinoma endometrium. Adanya PR erat kaitannya dengan kesuksesan terapi endokrin dan angka ketahanan hidup, sedangkan hilangnya PR dikaitkan dengan resistensi progestin dan meningkatkan progresifitas karsinoma endometrium.78
4.4 Hubungan Ekspresi Reseptor Progesteron dengan Stadium
Karsinoma Endometrium
Hubungan ekspresi reseptor progesteron dengan stadium karsinoma endometrium yang dinilai secara statistik dengan uji chi-square dapat dilihat pda tabel 4.5.
Tabel 4.5.Hubungan Ekspresi Reseptor Progesteron dengan Stadium Pada Karsinoma Endometrium
Ekspresi
Diferensiasi Sel Nilai p
Stadium I Stadium II Stadium III Total
n % n % n % n %
Positif 12 40.0% 12 40.0% 6 20.0% 30 100.0%
0.003 Negatif 9 25.7% 5 14.3% 21 60.0% 35 100.0%
*Uji chi-square
didapatkan nilai p= 0.003 (p<0.005) yang memberi makna bahwa ada hubungan yang signifikan antara ekspresi reseptor progesteron dengan stadium karsinoma endometrium.
Tabel 4.6 Korelasi Ekspresi Reseptor Progesteron dengan Stadium
Variabel r p
Stadium -0.428 0.003
*Uji Spearman
Korelasi antara ekspresi reseptor progesteron dengan stadium karsinoma endometrium dinilai secara statistik dengan uji Spearman didapatkan nilai r = -0.428 yang berarti terdapat korelasi terbalik dengan kekuatan sedang. Dapat disimpulkan bahwa semakin lemah ekspresi reseptor progesteron, maka semakin tinggi stadium karsinoma endometrium.
Berdasarkan tinjauan pustaka, hilangnya ekspresi reseptor progesteron dikaitkan dengan penyakit stadium akhir dimana tumor tidak lagi memberikan respon terhadap terapi progesteron. Dalam penelitian Hanekamp et al yang mengaitkan regulasi in vitro progesteron dari beberapa gen yang diseleksi, yang memiliki potensi untuk terlibat dalam invasi dan metastasis, dengan perubahan in vivo pada ekspresi protein yang terkait selama progresi karsinoma endometrium.48
Penelitian oleh Van der Horst et al menyimpulkan bahwa hilangnya ekspresi reseptor progesteron berkorelasi dengan peningkatan EMT pada karsinoma endometrium. Dengan adanya sel kanker akan menyebabkan infiltrasi limfosit T ke daerah lesi sebagai antikanker. Proses EMT diaktivasi
penanda epitel seperti E-cadherin dan meningkatnya penanda mesenkim seperti vimentin.58Tomica et al dan Saito, et al pada penelitiannya menilai ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada sel kanker dan miometrium dan hubungannya dengan faktor prognostik pada karsinoma endometrium. Dari penelitian ini didapatkan bahwa hilangnya ekspresi reseptor progesteron juga berkorelasi dengan diferensiasi sel yang buruk, LVSI positif, dan stadium lanjut (III dan IV). Dalam hal ini, ekspresi reseptor progesteron merupakan marker yang lebih baik dalam menilai agresifitas karsinoma.65,66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN