• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Dampak Jurnal dan Pengindeksan (Journal Impact Factor and Indexing)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Dampak Jurnal dan Pengindeksan (Journal Impact Factor and Indexing)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Dampak Jurnal dan Pengindeksan

(Journal Impact Factor and Indexing) Jonner Hasugian

1. Pendahuluan

Masalah publikasi ilmiah pada jurnal/majalah ilmiah menjadi perbincangan yang hangat dalam kehidupan akademik di Perguruan Tinggi di Indonesia terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terkahir ini. Akreditasi Program Studi maupun Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) menuntut publikasi artikel jurnal yang tinggi. Standar-7 Borang BAN PT meminta isian publikasi baik hasil penelitian terutama jumlah publikasi artikel pada jurnal. Setiap publikasi artikel pada jurnal internasional diberi bobot 4, publikasi pada jurnal terakreditasi Dikti diberi bobot 2 dan publikasi pada jurnal lokal diberi bobot 1, selanjutnya untuk mendapatkan skor pada item boring, maka jumlah publikasi dikali dengan bobot tersebut lalu dibagi dengan jumlah dosennya. Semakin banyak publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional, maka semakin tinggi peluang memperoleh skor 4. Pada borang Prodi S2 dan S3 serta Borang AIPT ditanya lagi, seberapa banyak dari artikel jurnal tersebut yang terindeks pada lembaga sitasi internasional. Pengalaman sebagai asesor BAN PT, pada umumnya program studi mengalami masalah dalam publikasi artikel pada jurnal, terutama pada jurnal internasional.

Dirjen Dikti melalui Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah memberlakukan ketentuan untuk setiap jenjang program pendidikan lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai berikut:

(1) Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah.

(2) Untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah dan atau artikel jurnal yang terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan yang terakreditasi Dikti.

(3) Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan artikel jurnal yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.

Dampak dari surat edaran di atas, maka banyak lulusan program doktor yang tidak diperbolehkan mengikuti ujian tertutup dan ujian terbuka (promosi) karena artikelnya belum diterima (accepted) untuk dipublikasikan pada salah satu judul jurnal internasional. Untuk program studi sarjana dan Magister, pada uumnya Universitas membangun repositori dan/atau e-journal dengan tujuan dapat mengakomodasi publikasi ilmiah dari setiap lulusan.

(2)

besar publikasi dosen harus pada jurnal internasional yang terindeks scopus dan berfaktor fampak (impact factor) (Permendikbud No. 92/2014).

Ketentuan ini dipandang oleh sebahagian kolega dosen “membakar” karena naik pangkat dan jabatan semakin sulit, akan tetapi banyak pihak termasuk dosen yang meresponnya dengan positip karena memacu lebih kreatif. Kelihatannya, kecenderungan kenaikan pangkat/jabatan bagi dosen untuk jabatan lektor kepala dan guru besar dominan ditentukan pada unsur penelitian dan publikasi dibanding unsur pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Publikasi pada jurnal atau majalah ilmiah semakin didorong dan diharuskan terutama pada jurnal internasional. Keketaan persyaratan publikasi ini cenderung semakin berat. Semula untuk mencapai jabatan akademik guru besar, seorang dosen cukup menulis pada dua jurnal terkareditasi Dikti atau pada satu jurnal internasional. Sekarang, semakin diketatkan lagi bahwa untuk mencapai jabatan guru besar, seorang dosen harus menulis pada jurnal internasional terindeks oleh badan pencatat sitasi atau indexer terkemuka seperti Scopus, Web of Science, Copernicus dan berfaktor dampak tinggi. Bahkan ada bidang ilmu tertentu yang mempersyaratkan h-index (Hirsch- Index).

(3)

Data di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan publikasi ilmiah Indonesia pada jurnal terindeks Scopus sangat jauh di bawah Malaysia, Singapura dan Thailand. Pertumbuhan publikasi ilmiah Indonesia sedikit di atas Vietnam dan kelihatannya sangat sulit untuk menyamai atau melampaui Malaysia, Singapura dan Thailand dalam kurun waktu yang singkat.

Data menunjukkan bahwa dampak dari Surat edaran Dirjen Dikti Nomor 152/E/T/2012 sangat efektif mendongkrak kenaikan publikasi Indonesia. Gambar di bawah ini menunjukkan pertumbuhan publikasi artikel jurnal Internasional di Indonesia sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2014. Terlihat bahwa sejak tahun 2012 terjadi peningkatan pertumbuhan yang signifikan.

(4)

Data di atas menunjukkan bahwa ada 32.355 judul artikel pada jurnal internasional terindeks Scopus yang dipublikasikan oleh penulis/peneliti dari Indonesia sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2014 dimana 30.770 judul dari artikel tersebut dapat disitir. Jumlah sistiran yang diterima (citations) adalah 2.306.610 kali atau rata-rata 12,72 kali sitiran per dokumen (citations per document) dalam kurun waktu 19 tahun (1996-2014) atau sekitar 0,67 kali per tahun. Jika kita bandingkan dengan Malaysia, ada hal yang menarik dimana Malaysia unggul dalam jumlah dokumen, akan tetapi Indonesia unggul dalam jumlah sitiran per dokumen 12, 72 berbanding 9,43. Selanjutnya bila kita perhatikan angka sitiran per dokumen (citations per document) untuk 4 besar negara di Asia, maka akan terlihat bahwa HongKong yang paling tinggi (16,67), kemudian Singapura (15,78), Jepang (13,79) dan Indonesia (12,72). Data ini menunjukkan bahwa artikel jurnal hasil karya penulis dari keempat negara yang paling sering disitir/dikutip oleh penulis dari berbagai negara di dunia menurut data sitiran versi Scopus. Data ini menggambarkan bahwa kualitas publikasi dan riset penulis dari keempat negara sangat baik.

(5)
(6)

(23,36), Sweden (23,21) dan United Kingdom (21,03), lainnya di bawah 20. Akan tetapi bila dilihat h-index hanya ada 4 (empat) negara yang memperoleh angka di atas 800 yaitu United Stated (1.648), United Kingdom (1.015), Germany (887), dan Franc (811), lainnya di bawah 800. Data ini mengindikasikan kualitas publikasi dan riset di kelima negara tidak sangat bagus, bahkan sulit tertandingi oleh negara-negara dari Asia, termasuk Indonesia. Penulis/peneliti dari keempat negara sangat produktif, berpengaruh dan berkontribusi yang sangat tinggi kepada pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Faktor Dampak Jurnal (Journal Impact Factor)

Salah satu kajian dalam matakuliah Bibliometrika dan Informetrika yang diajakarkan pada setiap program studi ilmu perpustakaan dan informasi adalah faktor dampak jurnal (journal impact factor). Studi ini pada umumnya mengkaji jurnal atau majalah ilmiah yang diterbitkan oleh program studi atau fakultas tertentu di sejumlah perguruan tingggi dan lembaga-lembaga riset (Scholarly and Research Journals).

Kajian impact factor (IF) pertama sekali dilakukan oleh Eugene Garfield pada tahun 1955. Selanjutnya, Ia mendirikan Institute for Scientific Information pada tahun 1975 yang salah satu tugas pokok dari lembaga tersebut adalah mengamati pertumbuhan jurnal dan majalah ilmiah serta menganalisis faktor dampak dan pengaruhnya. Sehingga sejak tahun 1975, IF dari berbagai jurnal dihitung dan diterbitkan laporannya setiap tahunnya pada journal citation index reports.

Perhitungan IF dilakukan dengan menganalisis sitiran yang dilihat pada bibliografi atau referensi setiap artikel jurnal. Ketika artikel sebuah jurnal A misalnya, disebut atau ditulis dalam bibliografi artikel yang dimuat dalam jurnal C, maka jurnal A disebut cited document atau jurnal yang disitir atau yang dikutip, sedangkan jurnal C disebut citing document atau jurnal yang menyitir atau yang mengutip. Semakin banyak sebuah jurnal disitir atau dikutip, maka semakin tinggi dampak dari jurnal tersebut demikian sebaliknya, dan jika ada jurnal yang tidak pernah disitir atau dikutip, maka IF-nya adalah nol.

(7)

(1) American Journal of Ophthalmology. Jurnal ini terbit sejak tahun 1918 sampai sekarang. Terbit 4 Nomor (Issu) per tahun. Untuk tahun 2014, setiap Nomor menerbitkan 15 judul artikel. Sehingga total artikel yang diterbitkan (produksi) selama tahun 2014 adalah 60 judul artikel. Tahun 2015, terbit dengan pola yang sama. Sehingga jumlah seluruh (total) artikel yang dipublikasi oleh jurnal tersebut selama periode atau kurun waktu 2 (dua) tahun (2014-2015) adalah 120 judul. Selama kurun waktu 2014 – 2015 (dua tahun), artikel jurnal tersebut disitir atau menerima sitiran sebanyak 182 kali.

(2) British Journal of Ophthalmology. Jurnal ini terbit sejak tahun 1945 sampai sekarang. Terbit 4 Nomor (Issu) per tahun. Untuk tahun 2014, setiap Nomor menerbitkan 20 judul artikel. Sehingga total artikel yang diterbitkan (produksi) selama tahun 2014 adalah 80 judul artikel. Tahun 2015, terbit dengan pola yang sama. Sehingga jumlah seluruh (total) artikel yang dipublikasi oleh jurnal tersebut selama periode atau kurun waktu 2 (dua) tahun (2014-2015) adalah 160 judul. Selama kurun waktu 2014-2015 (dua tahun), artikel jurnal itu disitir atau menerima sitiran sebanyak 180 kali.

(3) JAMA Ophthalmology. Jurnal ini terbit sejak tahun 2013 sampai sekarang. Terbit 12 Nomor (Issu) per tahun. Untuk tahun 2014, setiap Nomor menerbitkan 15 judul artikel. Sehingga total artikel yang diterbitkan (produksi) selama tahun 2014 adalah 180 judul artikel. Tahun 2015, terbit dengan pola yang sama. Sehingga jumlah seluruh (total) artikel yang dipublikasi oleh jurnal tersebut selama periode atau kurun waktu 2 (dua) tahun (2014-2015) adalah 360 judul. Selama kurun waktu 2014 – 2015 (2 tahun), artikel jurnal itu disitir atau menerima sitiran sebanyak 280 kali.

Pertanyaan: Berapakah IF dari ketiga jurnal tersebut?. Seandainya Pustakawan diminta Prgram Studi melanggan satu dari ketiga judul tersebut, jurnal yang mana yang akan di langgan?.

(1) IF dari American Journal of Ophthalmology pada tahun 2014-2015 adalah Jumlah sitiran yang diterima jurnal tersebut (selama dua tahun) adalah 182 dibagi dengan jumlah total artikel yang diproduksi selama 2 (dua) tahun adalah 120.

IF = 182 : 120 = 1,52. (Artinya rata-rata artikel dalam jurnal tersebut disitir 1, 52 kali selama kurun waktu 2 tahun, periode 2014-2015.

(2) IF dari British Journal of Ophthalmology pada tahun 2014-2015 adalah Jumlah sitiran yang diterima jurnal tersebut (selama dua tahun) adalah 180 dibagi dengan jumlah total artikel yang diproduksi selama 2 (dua) tahun adalah 160.

(8)

(3) IF dari JAMA Ophthalmology pada tahun 2014-2015 adalah Jumlah sitiran yang diterima jurnal tersebut (selama dua tahun) adalah 280 dibagi dengan jumlah total artikel yang diproduksi selama 2 (dua) tahun adalah 360.

IF = 280 : 360 = 0,78. (Artinya rata-rata artikel dalam jurnal tersebut disitir 0,78 kali selama kurun waktu 2 tahun, periode 2014-2015).

Dari contoh di atas terlihat bahwa American Journal of Ophthalmology memiliki IF yang paling tinggi yaitu 1,52, kemudian British Journal of Ophthalmology 1,13 dan JAMA Ophthalmology 0,78. Kalau Pustakawan ditugaskan melanggan salah satu dari ketiga jurnal tersebut, yang mana yang akan dilanggan?.

Ada juga institusi yang meminta data IF tetapi untuk periode hanya 1 (satu) tahun. Perhitungannya sama dengan yang diuraikan di atas, hanya periode perhitungannya satu tahun tertentu. Hasil perhitungan dengan cara itu disebut Immediacy index atau indeks kesegaran yaitu ukuran yang menunjukkan seberapa cepat artikel dalam sebuah jurnal memperoleh sitiran.

Sekarang ini perhitungan IF dinilai oleh kalangan akademis tertentu tidak cukup, akan tetapi perlu dilihat h-index (baca indeks h) singkatan dari Hirsch- Index. H-index ini pertama sekali disarankan oleh Jorge E. Hirsch, seorang ahli fisika di Universitas California San Diego pada tahun 2005, sebagai indeks untuk mengukur kualitas fisikawan teoretis.

Indeks-h (h-index) merupakan indeks yang mencoba mengukur baik produktivitas maupun dampak dari karya yang diterbitkan seorang ilmuwan atau peneliti. Indeks ini didasarkan pada jumlah karya ilmiah yang dihasilkan oleh seorang ilmuwan/peneliti dan jumlah sitasi (kutipan) yang diterima dari publikasi lain. Indeks ini juga dapat diterapkan untuk menggambarkan produktivitas dan dampak dari sekelompok ilmuwan atau peneliti, baik dari program studi/departemen, atau dari sebuah perguruan tinggi/universitas atau dari sebuah negara. Dikti sekarang ini menjadikan

h-index scopus sebagai salah satu syarat untuk mengusulkan proposal penelitian. Bagi peneliti yang mempunyai h-index scopus 2 dapat mengajukan lebih dari satu proposal penelitian sebagai ketua, dan jumlah proposal yang bisa diajukan proposional dengan nilai h-indexscopus tersebut.

3. Pengindeksan (Indexing).

(9)

sejumlah dokumen yang diwakilinya. Proses pembuatan indeks disebut dengan pengindeksan (indexing). Proses pembuatan indeks dapat dilakukan oleh orang (human indexer) dan dapat juga dilakukan secara otomatis melalui mesin (machine indexer).

Pada awalnya ada 4 jenis indeks yang umum digunakan dalam pembuatan indeks yaitu indeks pengarang (author index), indeks subjek (subject index), permuterm index dan indeks sitasi (citation index), akan tetapi sekarang ini yang paling banyak dihasilkan terutama dalam pengindeksan e-journal adalah indeks subjek dan indeks sitasi. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul sejumlah lembaga sitasi yang mengindeks publikasi artikel dalam jurnal dan ada juga yang mengindeks proceeding seminar bahkan books chapter. Ada 3 (tiga) lembaga sistasi yang terkenal dewasa ini adalah Scopus, Web of Sicence, Copernicus, semula ada google scholer dan sebagainya. Tulisan ini tidak membahas seluruhnya dan uraian lebih dominan kepada Scopus, sedangkan uraian tentang web of science dan Copernicus hanya sekilas saja.

Salah satu entitas yang paling dikenal oleh para peneliti dunia adalah Scopus. Scopus dimiliki oleh penerbit Elsevier, yaitu salah satu penerbit terkemuka dan utama di dunia. Scopus adalah sebuah pusat data terbesar di dunia yang mencakup puluhan juta literatur ilmiah yang terbit sejak puluhan tahun yang lalu sampai saat ini. Fungsi utama Scopus adalah membuat indeks literatur ilmiah untuk memberikan informasi yang akurat mengenai metadata masing-masing artikel ilmiah secara individual, termasuk di dalamnya adalah data publikasi, abstrak, referensi, dll.

Scopus merupakan database bibliografis yang berisikan abstrak dan sitasi untuk artikel jurnal akademik (ilmiah) dan juga berbagi literatur dari berbagai sumber web penting lainnya, yang melakukan peer-reviewed. Sebagai database yang terbesar di dunia saat ini, Scopus memiliki sumber dari berbagai publisher di seluruh dunia (tidak hanya Elsevier saja) dan mencakup juga jurnal-jurnal non English (abstrak dalam bahasa Inggris).

Scopus sebagai salah lembaga sitasi yang paling besar sekarang ini dan paling banyak diperbincangkan di Indonesia, karena data sitasinya digunakan dalam berbagai kegiatan akademik termasuk menilai kepangkatan dosen untuk mencapai lektor kepala dan guru besar.

Scopus mengcover lebih dari 22,000 judul dari lebih 5.000 penerbit terkemuka, yang mecakup 20,000 judul jurnal yang memiliki reviewer ahli di bidangnya (peer-reviewed) dalam berbagai bidang seperti sains, teknik, kedokteran, ilmu-ilmu sosial dan humanitis, termasuk ke database patent.

(10)

pengelola jurnal agar dapat terindeks di Scopus. Pengalaman teman pengelola jurnal “Al-Jami'ah” yang sejak tahun 2014 terindeks di Scopus, menyatakan “berdarah-darah” mempersiapkannya selama hampir 3 (tiga) tahun untuk memenuhi persyaratan yang diminta. Berikut ini disampaikan data daftar judul jurnal terbitan Indonesia yang terindeks di Scopus seperti pada Tabel berikut.

Tabel-4: Daftar Jurnal Terbitan Indonesia Terindeks Scopus per Mei 2016

Rank Title Type Issn

1 Acta medica Indonesiana journal ISSN

01259326 0,313 15 170 139

2

International Journal of Power

Electronics and Drive Systems journal ISSN

9 Indonesian Journal of Chemistry journal ISSN

(11)

Computers in Education, ICCE

22 Critical Care and Shock journal ISSN

conference proceeding yang diindeks Scopus, sebelumnya sampai dengan tahun 2014 hanya ada 16 judul jurnal terbitan Indonesia yang terindeks Scopus. Ke-19 jurnal tersebut berasal dari 5 Perguruan Tinggi Negeri yang bernaung di Kemenristek Dikti (ITB, UGM, UI, Univ Brawijaya, UNDIP dan 1 (satu) dari Perguruan tinggi Swasta Prodi Teknik Elektro Fak.Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, serta 1 (satu) dari UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta) dan selebihnya dari asosiasi profesi. Data menunjukkan bahwa IF dari ke 24 publikasi tersebut masih rendah belum ada yang mencapai 1 dan h-index nya pada umumnya di bawah 10 terkecuali jurnal Acta medica Indonesiana.

Selain Scopus, ada Web of Science (yang sebelumnya dikenal sebagai Web of Knowledge) yang juga berperan sabagai lembaga sistasi. Web of Science adalah berbasis data ilmiah online yang juga melakukan pengindeksan terhdap sejumlah publikasi ilmiah dan perhitungan sitasinya termasuk IF. Database ini dikelola oleh Thomson Reuters. Pada umumnya publikasi yang banyak diindeks dalam database ini adalah penerbit yang merupakan kelompok Thomson. Database ini terkenal sangat kuat dalam Ilmu-ilmu sosial, seni, humaniora, terutama bidang hukum.

(12)

4. Penutup

Apa yang dapat dilakukan berkaitan dengan Scopus?

Scopus memberikan data agregat untuk menunjukkan tingkat pengaruh suatu jurnal (journal impact) atau institusi (institutional impact) dalam dunia publikasi ilmiah berdasarkan hubungan sitasi dari dan ke artikel-artikel yang diterbitkan oleh sebuah jurnal atau dipublikasikan oleh peneliti-peneliti dari suatu institusi. Maka, pengguna Scopus dengan mudah mendapatkan informasi mengenai apa yang sudah dipublikasikan oleh penerbit-penerbit atau lembaga-lembaga riset dari seluruh dunia.

Pustakawan dapat menunjukkan jurnal-jurnal terkemuka dan berimpact faktor tinggi yang relevan dengan kebutuhan Program Studi, Departemen atau unit kerja yang ada pada lembaga induk yang menaungi Perpustakaan. Bagi dosen, akan memperoleh informasi yang pasti kemana sebaiknya kita mempublikasikan karya ilmiahnya.

Untuk dapat melakukan hal itu, sekarang ini telah tersedia tools yang dapat digunakan oleh pustakawan, dosen dan pengguna lainnya yaitu “Scimago Journal & Country Rank”dengan alamat http://www.scimagojr.com/index.php. Melalui web ini kita dapat mengetahui peringkat jurnal (journal rankings) berdasarkan bidang ilmu dan kategorinya, baik menurut negara, regional maupun dunia.

Biblografi:

Cox, Linda and David Ellis (2015),"The impact factor: a case study of medical journals", Library Review, Vol. 64 Iss 6/7 pp. 413 - 427

Jacsó, Péter (2009),"Five-year impact factor data in the Journal Citation Reports", Online Information Review, Vol. 33 Iss 3 pp. 603 – 614.

Mu-Hsuan Huang and Wen-Yau Cathy Lin, (2012),"The influence of journal self-citations on journal impactfactor and immediacy index", Online Information Review, Vol. 36 Iss 5 pp. 639 - 654

Reedijk, Jan and Henk F. Moed, (2008),"Is the impact of journal impact factors decreasing?", Journal of Documentation, Vol. 64 Iss 2 pp. 183 - 192

Referensi

Dokumen terkait

LKPD pembelajaran menulis teks deskripsi berbasis Problem Based Learning yang berjudul Lembar Kerja Peserta Didik Bahasa Indonesia Untuk Pembelajaran Menulis Teks Deskripsi untuk

Seluruh data dari hasil pengamatan yang dikaitkan dengan Cobit khususnya pada 4 proses DS, maka usulan perbaikan TI dapat diberikan sesuai model standar Cobit.. Hasil

Prosedur eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, antara lain:.. Pelaksanaan briefing kepada guru dan peserta didik mengenai cara

Adapun saran dalam penelitian ini adalah untuk pemilik Warung Mamanda, Kedai Zhie, New Kaero Café, dan Café 4 Saudara yang mengalami kerugian (tidak

Sifat fisik dan organoleptik sosis asap dengan bahan baku campuran daging dan lidah sapi selama penyimpanan dingin (4-8 o C).. Institut Pertanian

Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi penyebab Terminal Bingkuang belum optimal berdasarkan kepentingan dan persepsi pengguna terminal, serta menyusun

Berdasarkan hasil penjelasan di atas yang menyatakan bahwa tipe industri memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan, berarti

Jika belum lancar, ejalah dengan jelas.. Ini