Dimana C(x) adalah konsentrasi pada posisi x. Kemudian Gauss menurunkan persamaan diatas menjadi :
... (2.7)
Parameter yang digunakannya lebih menekankan pada distribusi yang bervariasi. Variasi dari suatu nilai dapat ditunjukkan dalam persamaan berikut :
... (2.8)
dimana :
Px = Deskripsi dari variasi yang dipengaruhi pada titik tinjau
σp = Variasi
BAB III
3.1.
TEMPAT dan WAKTU
Muara Batang Natal terletak di Kecamatan Natal yang berjarak sekitar 100 km dari Panyabungan, Ibu Kota Kabupaten Madina. Lokasi pekerjaan dapat dicapai dari Medan melalui jalan raya dengan kendaraan bermotor ke arah Selatan melalui rute Medan-Tebing Tinggi – Pematang Siantar-Tarutung - Sipirok - Padang Sidimpuan – Penyabungan - Natal dengan jarak +750 km. Alternatif lain adalah dari Padang, Sumatera Barat melalui jalan raya lintas barat Sumatera rute Padang – Padang Panjang – Bukit Tinggi – Lubuk Sikaping – Penyabungan - Natal yang berjarak sekitar +350 km. Mengingat kondisi jalan raya Penyabungan – Natal yang berliku dengan kondisi di beberapa ruas jalan rusak berat dan dalam perbaikan, jarak 100 km ditempuh dalam waktu 4,5 jam perjalanan
3.1.1.
Kondisi Lokasi Studi
1. Kondisi Fisik
Kondisi Umum
Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 00.10’ – 10050’ Lintang Utara dan 950.50’ – 100010’ Bujur Timur. Wilayah administrasi Mandailing Natal dibagi atas 17 Kecamatan dan 375 desa/kelurahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1998 pada tanggal 23
November 1998.
Sebelah Utara Kabupaten Tapanuli Selatan
Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat
Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat
Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia
Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelit ianGambar 3. 2 Sketsa Lokasi Penelitian di Muara Batang Natal, Madina
3.1.2
Kondisi Muara Batang Natal
untuk transportasi, menurut informasi pemda setempat terdapat ± 100 buah
perahu motor yang setiap harinya keluar masuk di muara sungai.
Di sebelah kanan muara Batang Natal terdapat berbagai
infrastruktur pemerintah antara lain Tempat Pelelangan Ikan (TPI),
kantor Dinas Kelautan dan Perikanan, pasar, pertokon, mesjid, dan
pemukiman penduduk yang padat.
Kondisi muara pada saat survei dilakukan menunjukan dalam
kondisi air surut, kedalaman mulut muara ± 1 meter. Di sebelah kiri dan
kanan muara terdapat sandbar atau gosong pasir yang menjorok jauh ke
arah laut.
3.2.
BAHAN dan ALAT
Mengingat data primer pada penelitian ini hanya satu yaitu salinitas maka hanya akan ada satu alat yang dipergunakan pada penilitian ini yaitu alat untuk mengukur salinitas atau tingkat keasinan pada air yang biasa disebut dengan alat
Gambar 3. 3 Contoh alat
salinometer
3.3.
RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian untuk Tugas Akhir ini dapat dilihat dari diagram alir pada Gambar 3.4.
3.4.
PELAKSANAAN PENELITIAN
beserta kecepatan arus. Setelah seluruh data didapat, maka dimulai lah
pemodelan dengan menggunakan program Microsoft Excel berdasarkan
buku
Estuarine: Monitoring and Modeling the Physical System,
(Jack
Hardisty,2007).
M ulai
Pengum pulan Dat a
Gambar 3. 4 Diagram Alir Penelitian
Pada pemodelan bathimetri tahapan awal yang dilakukan adalah
mencari nilai koefisien lebar (
a
) dan nilai koefisien kedalaman (
b
) dengan
menggunakan metode
trial and error
, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan kesesuaian antara lebar dan kedalaman yang asli terhadap
pemodelan agar tidak terlalu jauh perbedaannya. Setelah mendapatkan
nilai koefisien tersebut, yang dilakukan selanjutnya adalah memasukkan
kembali nilai
a
dan
b
ke persamaan Wright et al (1973) dengan
menggunakan Microsoft Excel untuk mendapatkan nilai lebar dan
kedalaman pemodelan seluruhnya. Contoh hasil dari pemodelan bathimetri
ini bisa dilihat dari Gambar 3.5 dibawah ini.
Grafik diatas menjelaskan perbandingan bathimetri Muara Sungai Batang Natal antara kondisi eksisting terhadap pemodelan. Dimana pada grafik tersebut garis putus-putus menunjukkan kondisi bathimetri pada kondisi eksisting sedangkan garis lurus menunjukkan pemodelannya.
Untuk pemodelan pasang surut tahapan awal yang dilakukan adalah
dengan mencari komponen-komponen pasang surut baik dari yang ada di
lapangan maupun pemodelan kemudian hitung fluktuasi muka air laut
keduanya dan diperbandingkan. Contoh hasil dari pemodelan pasang surut
dapat dilihat dari Gambar 3.6 dan 3.7 dibawah ini
Gambar 3. 7 Contoh hasil akhir pemodelan Sungai Deli menggunakan
Microsoft Excel
Grafik diatas menjelaskan fluktuasi yang disebabkan oleh pasang
surut air laut dan pengaruh komponen M
4di tiap titik tinjau pada jam
tertentu.
Pemodelan aliran menjelaskan berapa besar air yang mengalir, dan
pengaruh deretan perubahan dari volume air, penurunan air, dan
pertambahan dari kedalaman air tiap titik pengamatan. Contoh pemodelan
aliran air dapat dilihat dari Gambar 3.8 dibawah ini.
Gambar 3. 8 Contoh pemodelan aliran pada Sungai Deli
Kemudian hasil dari pemodelan bathimetri, pasang surut, arus, dan
salinitas akan dibandingkan dengan keadaan dilapangan berdasarkan data
yang ada yang pada akhirnya akan ditarik kesimpulan dan saran
berdasarkan perbandingan tersebut.
Pemodelan salinitas dilakukan dengan menggunakan metode Gauss
untuk mendapatkan grafik longitudinal salinitas menggunakan persamaan
Gauss. Hasil dari pemodelan ini dapat dilihat pada Gambar 3.9 dibawah
ini.
Gambar 3. 9 Contoh grafik hasil pemodelan salinitas dengan menggunakan
persamaan Gauss pada Microsoft Excel
3.5.
VARIABEL yang DIAMATI
Pada penelitian ini akan dilakukan empat pemodelan yang variabel-variabel yang akan diamati akan dijelaskan sebagai berikut :
3.5.1.
Pemodelan Bathimetri
mulut muara (Do), kedalaman pada titik-titik pengamatan (Dx), serta panjang muara yang akan ditinjau.
3.5.2.
Pemodelan Pasang Surut
Variabel yang akan diamati adalah komponen utama pasang surut seperti amplitudo semi diurnal matahari (AS2). Amplitudo semi diurnal bulan (AM2), serta fluktuasi muka air laut (ht).
3.5.3.
Pemodelan Arus
Pada tahap ini variabel yang akan dicari adalah kecepatan arus pada muara.
3.5.4.
Pemodelan Salinitas
Pada pemodelan ini variabel yang dicari adalah salinitias dari tiap- tiap titik tinjau pada muara.
BAB IV
4.1.
PENYAJIAN DATA
4.1.1.
Data Primer
Data primer yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah data salinitas yang diambil langsung di Muara Sungai Batang Natal dengan menggunakan alat salinometer.Data salinitas tersebut dapat dilihat di Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4. 1 Data Salinitas Muara Sungai Batang Natal
1600 0
Data-data yang didapat dari Balai Wilayah Sungai adalah dalam bentuk data topografi (Tabel 4.2) dan data pasang surut (Tabel 4.3) di bawah ini :
a.
Data Topografi
Tabel 4. 2 Data Topografi Muara Batang Natal
Tabel diatas menjelaskan topografi dari titik-titik tinjau yang diukur dari hulu muara. Titik paling hulu adalah titik P19 yang kemudian bergerak ke hilir hingga mencapai muara sepanjang 2000 meter yaitu titik P59
b.
Data Pasang Surut
Tabel 4. 3 Data Pasang Surut Muara Sungai Batang Natal
Tabel diatas merupakan data sekunder berupa pengukuran pasang surut yang terjadi pada deaerah Pantai Natal, Kabupaten Mandailing Natal. Data diambil selama 12 hari dan 24 jam pada kawasan tersebut.
4.2.
ANALISA MUARA SUNGAI BATANG NATAL
Analisa dan pemodelan akan dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan diuji dalam bentuk-bentuk dasar suatu pemodelan numerik.
menghitungnya dengan rumus-rumus yang ada yang pada akhirnya akan ditampilkan berupa grafik perbandingan kondisi muara eksisting terhadap pemodelan dari parameter-parameter yang berpengaruh pada muara tersebut.
Sebelum melakukan pemodelan tahapan dasar yang harus dilakukan adalah penyesuaian keadaan muara berdasarkan data yang ada. Untuk itu digunakan metode trial and error pada rumus Wright et al. Metode trial and error ini digunakan untuk mencari koefisien lebar dan kedalaman muara (a & b).
Untuk mencari koefisien lebar muara (a) digunakan fungsi Wright et al (1973) berdasarkan lebar muara yaitu :
... ...(4.1)
dimana :Wx = Lebar muara di titik x (m)
W0 = Lebar muara tepat di mulut muara (m)
x = jarak dari mulut muara ke titik tinjauan (m)
L = panjang muara (m)
a = koefisien lebar muara
Tabel 4. 4. Hasil Perhitungan Lebar Muara dengan Metode Trial and Error
Untuk Mencari Nilai Koefisien Lebar (a)
L = 2000 m
W0 = 73 m
a/x 0,15 0,17 0,2 0,45 0,3
0 73 73 73 73 73
Hasil yang diperoleh dari perhitungan trial and error menunjukkan bahwa nilai koefisien a adalah sebesar 0,45. Nilai sebesar 0,45 diambil karena dianggap nilai yang paling mendekati dengan kondisi di lapangan.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100
a=0.2
a= 0.3
a=0.45
Grafik diatas adalah perbandingan hasil dari pencarian koefisien lebar muara menggunakan metode trial and error yang telah diplot kedalam grafik.
Setelah mencari nilai koefisien lebar muara (a), maka selanjutnya adalah mencari nilai koefisien kedalaman muara (b). Langkah-langkah untuk mencari nilai b sama dengan mencari nilai a yaitu dengan metode trial and error. Adapun persamaan eksponensial kedalaman muara adalah :
... ...(4.2) dimana :
Dx = kedalaman muara di titik x (m)
D0 = kedalaman muara tepat di mulut muara (m)
x = nilai ukur atau bentang jarak antar titik tinjauan (m) b = koefisien kedalaman muara
L = dimensi horizontal dari panjang kawasan muara (m)
Hasil dari perhitungan nilai b menggunakan metode trial and error beserta grafik dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Grafik 4.2 :
Tabel 4. 5 Hasil Perhitungan Kedalaman Muara dengan Metode
Trial and Error
Untuk Mencari Nilai Koefisien
Kedalaman Muara (
b
)
b/h 0,01 0,05 0,1 0,2 0,3
0 4,18 4,18 4,18 4,18 4,18
Dari hasil perhitu
ngan trial and error maka diambil nilai b adalah sebesar 0,1. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai tersebut diambil karena dianggap nilai yang paling mendekati dengan keadaan muara yang sebenarnya.
400 4,171649 4,138413 4,097239 4,016117 3,9366 500 4,169564 4,128081 4,076806 3,97616 3,877998
b/h 0,01 0,05 0,1 0,2 0,3
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100
b=0,3
b=0,2
b=0,1
b=0,01
b=0,05
Grafik Pemodelan Kedalaman M uara Sungai
Hasil dari perhitungan koefisien lebar dan kedalaman pada muara di atas kemudian dapat kita masukkan di tabel perbandingan. Untuk melihat perbandingan kedalaman dan lebar muara sebenarnya dengan pemodelan, berikut ini akan dibahas perhitungan dan tahapan-tahapan pemodelan yang akan diahas secara bertahap.
4.2.1.
Pemodelan Bathymetri
A.
Mendefinisikan Muara dengan Pemodelan
Tahapan awal dalam mengerjakan pemodelan muara ini adalah
dengan menentukan nilai dari data-data pada muara, yaitu lebar,
kedalaman, dan
cross-section
.
Kemudian buka file baru pada Microsoft Excel, dan ubah halaman
pertama (
sheet 1
) dengan “model”. Setelah itu pada halaman kedua (
sheet
2
) diubah juga namanya menjadi “
bathymetri”
dengan format tulisan yang
sama dengan halaman “model”.
Kemudian menentukan titik-titiknya dan masukkan data lokasi
tinjauan seperti berikut ini :
D20 input dengan P.19 (lokasi awal tinjauan)
E20 input dengan P.21 (lokasi tinjauan berikutnya dengan jarak
100 m)
F20 input dengan P.23 (lokasi tinjauan berikutnya dengan jarak
100 m)
. . .
Kemudian ketik judul data yang akan diinput nantinya yang ingin
kita peroleh dari hasil pemodelan ini, masing-masing dengan “Jarak dari
Mulut Muara”, “Lebar Muara”, “Kedalaman Muara”, dan “
Cross Section
”
pada kolom C21, C22, C23, dan C24. Setelah itu input nilai jarak yang ada
pada titik tinjau, yakni 2000 pada D21, 1900 pada E21, 1800 pada F21,
dan seterusnya sampai di X21 ataupun titik 0 (mulut muara), (Gambar 4.1).
Gambar 4. 1 Tahapan Awal Pekerjaan Perhitungan Pemodelan
Selanjutnya kita tinggal menginput data-data yang tersedia. Dan kemudian di plot kedalam grafik yang nantinya akan menunjukkan perbandingan dengan kawasan yang akan kita modelkan.
Begitu juga dengan kedalaman kawasan yang akan ditinjau, kolom diisi dimulai dari D23 sampai kepada kolom X23. Setelah semua data lebar dan kedalaman sudah diinput, kita akan mendapatkan nilai dari cross section dari tiap titik yang akan ditinjau. Nilai cross section dimasukkan dari kolom D24 hingga X24.
Setelah selesai menginput data-data diatas, kemudian data-data tersebut kita plot dalam bentuk grafik sehingga tampak seperti Gambar 4.2 dibawah ini.
Gambar 4. 2 Hasil Keseluruhan Pemodelan Kondisi Eksisting
Muara Sungai Batang Natal
B.
Pemodelan Lebar Kawasan Muara Sungai Batang Natal
Pemodelan lebar muara dilakukan sebagai data dasar dari
perencanaan muara yang nantinya dapat digunakan untuk mengetahui
keadaan yang lebih baik terhadap muara tersebut.
Lebar muara dihitung dengan rumus yang telah dijabarkan
sebelumnya yaitu dengan menggunkan persamaan Wright et al. Langkah
pengerjaan pemodelan ini sama seperti sebelumnya. Jika sebelumnya data
yang di input adalah kondisi eksisting dari muara maka pada pemodelan
ini data yang di input adalah data yang berdasarkan kondisi eksisting
muara yang telah di masukkan ke dalam persamaan Wright et al.
Pengerjaan pemodelan dilakukan pada halaman yang baru dimulai
dari kolom AC27:31 sampai dengan kolom AX27:31. Kemudian kita input
kolom seperti yang sebelumnya yaitu judul data dan nilai data tersebut.
Tahap pertama yang dilakukan adalah memilih kolom AD29
dimana kolom tersebut akan di isi dengan nilai pemodelan lebar muara
yang telah menggunakan persamaan Wright et al. Input data dilakukan
dengan cara mengetik :
=73*2,7^(-0,45*AD28/2000)
merupakan tanda pembagi dan “2000” merupakan panjang muara yang
diamati dalam satuan meter.
Setelah formula di atas dimasukkan kemudian tekan “enter” maka
pada kolom tersebut kemudian akan menunjukkan hasil dari formula
pemodelan lebar yaitu sebesar 46.69 m pada jarak 2 km dari mulut muara.
Kemudian formula pada kolom AD29 dicopy pada kolom-kolom
selanjutnya sampai pada kolom AX39 (mulut muara).
Hasil pemodelan lebar kawasan muara sungai batang natal dapat dilihat
pada Gambar 4.3.
Gambar 4. 3 Pemodelan Lebar Muara Sungai Batang Natal
dengan Rumus Wright et.al.
C.
Pemodelan Kedalaman Muara Sungai Batang Natal
= 4,2*2,7^(-0,1*AD28/2000)
“4,2” merupakan nilai kedalaman pada mulut muara sungai batang natal.
“2,7” adalah konstanta eksponensial, sedangkan “0,1” merupakan
koefisien kedalaman (
b
) yang telah dicari sebelumnya dengan metode
trial
and error
.
Hasil dari formula tersebut adalah 3,80 meter. Nilai tersebut adalah
kedalaman pada jarak 2 km dari mulut muara. Setelah itu sama seperti
pemodelan lebar, copy formula yang sudah dibuat pada kolom-kolom
selanjutnya sampai kolom AX30 (mulut muara). Hasil dari pemodelan
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4. 4 Pemodelan Kedalaman Muara dengan Rumus
Wright et.al
Ax = WxDx ... (4.3)
dimana :
Ax = Cross-section (m2)
Wx = lebar penampang muara (m) Dx = kedalaman muara (m)
Pilih cell AD31dan gunakan rumus diatas ke kolom AD31 yaitu perkalian antara lebar penampang di titik tinjau dengan kedalamannya dengan bentuk sebagai berikut :
= 46,69*3,80
Gambar 4. 5 Hasil Akhir Pemodelan Bathymetri Muara Sungai
Batang Natal
D.
Grafik
Gambar 4. 6 Grafik Hasil Pemodelan Bathymetri Muara
Sungai Batang Natal
Setelah pemodelan diplot menjadi bentuk grafik, kemudian dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya. Grafik dibuat bertimpaan untuk nilai lebar, kedalaman, dan cross section. Sehingga tampak jelas perbedaan kondisi eksisting dengan pemodelan yang berdasarkan persamaan Wright et.al seperti Gambar 4.7 dibawah ini.
Gambar 4. 7 Grafik Perbandingan Bathymetri antara Pemodelan
dengan Keadaan Eksisting pada Kawasan Muara
Sungai Batang Natal
Setelah selesai data pemodelan dapat disusun kedalam bentuk Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 agar lebih mudah dipahami.
Tabel 4. 6 Perhitungan Lebar Muara Sungai Batang Natal
Titik Tinjau Lebar Eksisting (m) Lebar Pemodelan (m)
Titik Tinjau Lebar Eksisting (m) Lebar Pemodelan (m)
P57 75 71,39
P59 73 73,00
Tabel 4. 7 Perhitungan Kedalaman Muara Sungai Batang Natal
Titik Tinjau Kedalaman Eksisting (m)
Dari tabel diatas dapat dilihat selisih yang paling jauh dengan kondisi di lapangan baik kedalaman dan lebar muara rterdapat pada titik P25 dan P31 untuk bagian lebar sejauh 21 m, sedangkan pada kedalaman perbedaan yang paling besar terdapat pada titik P39 dengan selisih 3 m.
4.2.2.
Pemodelan Pasang Surut
A.
Input Pasang Surut
Pemodelan pasang surut dapat diwakilkan oleh perhitungan dari
gelombang
S
2(
solar semi-diurnal
),
M
2(
lunar semi-diurnal
), dan
M
4(
lunar
quarter-diurnal
).
Tahap pertama yang dilakukan dalam pemodelan pasang surut ini
adalah dengan membuka pemodelan
bathymetry
yang telah dibuat
sebelumnya kemudian di
save
dalam
file
baru dengan judul pasang surut.
Kemudian
sheet 3
diubah dengan judul “spring neaps”. Pada halaman
“model” masukkan variabel
S
2pada
cell
B4,
M
2pada B6,
M
4pada B8,
P55 4,0 4,16
P57 4,2 4,18
“
Titik Tinjau
” pada B10, kedalaman atau “
D
” pada D8, dan Lebar atau
“
W
” pada D9. Letakkan
spinner
pada E4 sampai E7 kemudian E10 sampai
E11 untuk mengatur nilai
S
2,
M
2, dan
Titik Tinjau.
Format
spinner
pada
cell
E4 dan E5 dengan nilai
current value
sebesar 10, nilai minimum dengan 0, nilai maksimum dengan 100,
incremental change
dengan 1 dan
cell link
pada D4. Kemudian masukkan
rumus “=E4/10” pada D4. Copy
spinnner
pada E6 dan E7 dengan format
sama seperti
spinner
yang sebelumnya. Tetapi ubah
cell link
nya adalah E6
lalu masukkan rumus “=E6/10” pada D6. Kemudian copy lagi
spinner
untuk variabel “Titik Tinjau” pada
cell
E10 dengan nilai
current value
sebesar 100 nilai minimum 0, nilai maksimum 2000,
incremental change
dengan 100 dan
cell link
pada D10.
Kemudian buka
sheet bathymetry
dan input data-data jarak dan
kedalaman pada tiap-tiap titik pengamatan namun disusun secara terbalik
yaitu titik 0 pada
cell
C27 dan seterusnya hingga titik 2000 pada
cell
W27.
Kembali lagi ke halaman
model
dan masukkan formula berikut pada
cell
B11.
=LOOKUP(D10;bathymetry!C27:W27;bathymetry!C28:W28)
Hal ini bertujuan untuk menghubungkan data pada halaman bathymetry
Gambar 4. 8 Komponen Pasut Pada Kawasan Muara Sungai Batang
Natal
B.
Model Amplitudo
Spring-Neap
Sebelum memulai pemodelan amplitudo
spring-neap
terlebih
dahulu kita harus mencari nilai dari komponen utama pasang surut
(
S
2,M
2,S
0,
dll.). Namun nilai tersebut sudah diketahui karena merupakan
data sekunder yang berasal dari pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera II
dimana pada data yang diberikan komponen-komponen tersebut telah
dihitung menggunakan metode kuadrat terkecil (
least square
).
Persamaan gerak harmonik dapat ditulis sebagai berikut :
K
= jumlah konstituen
Persamaan (4.4) dapat ditulis sebagai persamaan sudut untuk 1 konstituen
(t) S0 Acos
t Bsin
t ... (4.5)
Untuk mendapatkan error terkecil maka syarat yang harus dipenuhi
0
dan syarat yang harus dipenuhi :
1.
jika ketiga persamaan di atas dibuat dalam bentuk matriks maka
atau
Selanjutnya perhitungan peramalan elevasi muka air pasang surut dikerjakan dengan bahasa pemrograman komputer Fortran berdasarkan prinsip penjumlahan
trigonometrik dari masing harga amplitudo dan beda fase dari masing-masing komponen pasang surut.
Berdasarkan perhitungan tersebut didapat nilai-nilai pasang surut
yang dapat dilihat di Tabel 4.8 berikut :
Tabel 4. 8 Perhitungan Komponen Pasut Pada Muara Sungai
Batang Natal
Amplitudo
(cm)
S
0M
2S
2N
2K
1O
155,98
19,93
39,31
5,7123,43
7,26
Selanjutnya buka halaman spring-neap, input “waktu(jam)” pada cell B2, “S2 (m)” di C2, “M2 (m)” di D2, dan kolom E2 dengan “Total Kenaikan (m)”. Masukkan nilai 0 pada B3, kemudian “=B3+1” pada B4. Copy rumus tersebut sampai cell B339, yang menunjukkan pengamatan dilakukan pada 14 hari penuh. Setelah itu input persamaan untuk memasukkan nilai S2 :
dimana :
ht : Tinggi air
AS2 : Amplitudo dari S2
2πt : Waktu dalam radian 12 : Periode waktu dari S2
Untuk program excel persamaan diatas kita ubah menjadi seperti berikut ini :
=’Model’!$D$4*SIN(2*PI()*B3/12)
Dimana D4 adalah besar amplitudo dari S2, SIN mewakili fungsi sinus, 2*PI*()*B3 adalah waktu dalam radian, 12 merupakan periode waktu dari S2
(solar semi-diurnal) pasang surut dalam jam.
Untuk M2 kita juga memakai persamaan yang mirip dengan S2 yaitu:
...(4.5)
dimana :
ht : Tinggi air
AM2 : Amplitudo dari M2
2πt : Waktu dalam radian 12,42 : Periode waktu dari M2
=’Model’!$D$6*SIN(2*π*B3/12,42)
Dimana D6 adalah besar amplitudo dari M2, SIN merupakan fungsi sinus,
2*π*B3 adalah waktu dalam radian, 12,42 merupakan periode waktu dari M2 dalam jam. Untuk cell E3 input :
=C3+D3+0,45
0,45 merupakan datum elevasi kenaikan muka air yang dipengaruhi oleh S2 dan M2. Hasil dari pengerjaan spring neap dapat dilihat di Gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4. 9 Komponen
spring neaps
di Muara Sungai Batang Natal
selama 14 hari
C.
Pemodelan Amplitudo M
4=LOOKUP(D10;bathymetry!C27:W27;bathymetry!C31:W31)
Formula diatas digunakan untuk memasukkan data-data kedalaman pada halaman bathimetri pada cell tersebut. Kemudian pada cell selanjutnya yaitu cell E9 pada halaman model input formula :
=LOOKUP(D10;bathymetry!C27:W27;bathymetry!C30:W30)
formula tersebut untuk memasukkan data-data lebar pada halaman bathimetri pada cell E9.
Untuk menghitung nilai M4 pada cell C8 digunakan persamaan sebagai berikut :
...(4.6)
dimana :
AM4 : Amplitudo dari M4
x : Jarak titik tinjau dari mulut muara
A2M2 : Kuadrat dari amplitudo lunar semi-diurnal g : percepatan gravitasi
Persamaan tersebut kita input kedalam Microsoft Excel dengan bentuk sebagai berikut :
“(2000-D10)” merupakan jarak muara pada titik tinjau. “D6*D6” merupakan kuadrat dari amplitudo lunar semi diurnal (M2), “6,21*3600” merupakan periode
lunar quarter-diurnal, “9,82” adalah nilai gravitasi bumi yaitu sebesar 9,82 m/s2. Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan diatas maka didapat nilai dari M4 pada kawasan Muara Sungai Batang Natal adalah sebesar 0,00013.
Nilai M4 sebesar 0,00013 diatas merupakan nilai yang ada pada kondisi eksisting muara. Untuk nilai M4 pada pemodelannya dilakukan dengan cara yang sama, hanya saja yang membedakannya adalah nilai kedalaman dan lebar yang digunakan adalah nilai yang sudah dimodelkan berdasarkan persamaan Wright et al. Untuk nilai amplitudo M4 pada pemodelan didapat sebesar 0,00013.
D.
Kurva
Spring-Neap
Kurva
spring-neap
menunjukkan fluktuasi muka air yang
berpengaruh pada pemodelan muara. Tahapan awal membuat kurva ini
adalah dengan menginput data-data yang diperlukan yaitu periode waktu
(jam), nilai M
4, dan kedalaman air (m) berturut-turut pada
cell
A31, A32,
dan A33. Untuk periode waktu digunakan selama 14 jam berdasarkan
waktu pengamatan pasang surut, diisi pada
cell
D31 sampai R31 dimulai
dari 0 hingga 14.
...(4.7)
dimana :
ht : Tinggi air AM4 : Amplitudo M4
2πt : Waktu dalam radian 6,21 : Periode lunar quarter-diurnal
Kemudian input persamaan diatas menjadi :
=$C$8*SIN(2*PI()*D31/6,21)
Dimana “$C$8” adalah amplitudo dari M4, “(2*PI()*D31/6,21)” merupakan waktu yang digunakan dalam radian dalam jam. Untuk mendapatkan perubahan nilai kedalaman tiap jam akibat spring-neaps pada cell D33 sampai cell R33, maka formulanya didasarkan pada perhitungan spring-neaps yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk itu formula yang kita input adalah :
=LOOKUP(D31;'spring-neaps'!$B$3:$B$339;'spring-neaps'!$E$3:$E$339)+D32-0,6+$E$8
Gambar 4. 10 Hasil perhitungan perubahan kedalaman air akibat
spring-neaps
yang telah di plot ke dalam grafik
Setelah didapat hasil perhitungan perubahan kedalaman akibat pengaruh spring-neaps pada kondisi eksisting, selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil pemodelannya dengan cara yang sama berdasarkan spring-neaps pemodelan yang telah dibuat
sebelumnya. Untuk mendapatkan hasil perhitungan pemodelan perubahan kedalaman tersebut maka digunakan formula sebagai berikut :
=LOOKUP(X31;'spring-neaps'!$T$3:$T$339;'spring-neaps'!$W$3:$W$339)+X32-0,6+$Y$8
Gambar 4. 11 Hasil perhitungan perubahan kedalaman air pada pemodelan
muara yang telah diplot kedalam grafik
4.2.3.
Pemodelan Arus (currents)
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pasang surut air laut memaksa untuk menghasilkan arus didalam sistem muara yang kompleks. Arus dasarnya yang tidak tenang dan bervariasi dari subkritis ke superkritis dalam setiap siklus pasang surut. Pada pemodelan ini, arus muara di modelkan dengan asusmsi bahwa perubahan kedalaman air mengarah kepada debit yang diketahui melalui potongan melintang, sehingga arus rata-rata (rasio volume air yang melewati potongan melintang) dapat ditentukan.
Debit air tawar dan pasang surut yang melalui penampang muara merupakan tingkat perubahan daripada volume air yang berasal dari hulu penampang. Tingkat perubahan volume air, pada gilirannya, merupakan
...(4.8)
dimana W0 dan D0 adalah lebar dan kedalaman pada mulut muara, L adalah panjang muara, adalah perubahan kedalaman pasang surut per detik, Q
adalah debit air tawar, dan a dan b adalah koefisien lebar dan kedalaman muara.
Dengan demikian, tujuan disini adalah hanya untuk menghitung volume air, yang melewati tiap penampang dan arus pasang surut rata-rata sepanjang siklus pasang surut.
Pada pemodelan arus ini akan dibagi dalam empat bagian, yaitu :
a.
Pemodelan perubahan volume air dari hulu muara
b.
Pemodelan aliran pasang surut
c.
Pemodelan aliran air tawar
d.
Pemodelan aliran total
A.
Pemodelan Perubahan Volume Air dari Hulu Muara
Buka kembali file pemodelan pasang surut kemudian simpan
dengan nama “pemodelan arus”. Kemudian buka halaman
“bathimetri” dan input pada
cell
C33 :
=100*C30/1000000
tinjau, “C30/1000000” adalah lebar muara yang diubah ke satuan
10
6m
3.
Kemudian pilih
cell
selanjutnya yaitu D33 dan input :
=100*C30/1000000 + C33
Gambar 4. 12 Hasil dari pemodelan perubahan volume air dari
hulu muara
B.
Pemodelan Aliran Pasang Surut
Untuk pemodelan aliran pasang surut, buka
sheet
“model”
kemudian pada
cell
S27 masukkan “Lokasi Titik Tinjau”,
kemudian R28 dengan “
cross-section
”, kemudian pada R29
“volume hulu/m pasut”.
Kemudian masukkan formula-formula yang diperlukan
untuk parameter-parameter diatas. Untuk mencari nilai
cross-section
maka input formula dibawah ini di
cell
sebelahnya yaitu
cell
R29 :
=LOOKUP(D10;bathymetry!C27:W27;bathymetry!C32:W32)
dengan satuan “m2” yang di input pada U28.
Untuk volume hulu/m pasut maka input formula berikut di cell
T29 :
dengan satuan “m3x106” yang diinput pada cell U29.
Dengan selesainya pemodelan diatas maka akan didapat nilai dari cross-section setiap titik tinjau dan nilai volume airnya. Sebagai contoh pada titik tinjau P19 yaitu titik tinjau paling hulu sejauh 2 km dari mulut muara didapat cross-section pada titik itu sebesar 238 m2, dengan volume airnya sebesar 0,007 m3x106.
Setelah itu, pada cell A28 input “arus pasut” kemudian masukkan nilai dari arus pasut di D28 dengan formula :
=$T$29*1000000*(E27-D27)/($T$28*3600)
dimana “T29” adalah nilai volume aliran pada titik tinjau P19 sebesar 0,007 m3x106, “E27-D27” merupakan hasil dari perubahan aktual pada kedalaman pasang surut air tiap jam, “T28” adalah nilai cross-section
pada titik tinjau yang dipilih, “3600” untuk mengkonversi aliran dari meter per jam ke meter per detik.
C.
Pemodelan Aliran Air Tawar
Format
spinner
pada E12 dengan nilai minimum 1,
incremental change
1 dan nilai maksimum sebesar 100. Kemudian
pada D13 input formula :
=D12/T28
dimana D12 adalah besarnya debit rata-rata yaitu sebesar 30 m3/s dan T28 adalah besarnya cross-section pada titik P19. Kemudian didapat hasil sebesar 0,126 m/s, nilai tersebut merupakan kecepatan aliran.
D.
Pemodelan Aliran Total
Input “Total Aliran m/s” pada
cell
A29 dan input formulanya
pada
cell
D29 sebagai berikut :
=D28-$D$13
kemudian copy hingga Q29, hasil dari diatas dapat berupa negatif ataupun positif, yang menunjukkan bahwa nilai positif merupakan keadaan banjir, sedangkan positif dalam keadaan surut.
Gambar 4. 13 Perhitungan Arus Pada Kondisi Eksisting
4.2.4.
Pemodelan Salinitas
Untuk pemodelan salinitas, digunakan persamaan Gauss yaitu :
... (4.9)
dimana :
S(x) : Salinitas pada jarak x Exp : Bilangan eksponensial X : Jarak
σx : Koefisien Dispersi
Langkah selanjutnya yaitu mencari nilai koefisien dispersi (σx ), dengan
metode trial and error, sama seperti untuk mencari niali koefisien lebar dan panjang muara di awal bab ini. Nilai koefisien dispersi akan diambil berdasarkan keadaan yang paling mendekati di lapangan.
Hasil dari perhitungan pemodelan salinitas dengan menggunakan persamaan Gauss diatas dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut:
Dari hasil diatas dapat dilihat yang paling mendekati dengan salinitas muara pada kondisi eksisting ialah dengan menggunakan koefisien dispersi (σx) senilai 0,04678.
4.3.
HASIL PEMODELAN MUARA SUNGAI BATANG NATAL
Dengan selesainya pemodelan salinitas diatas maka selesailah seluruh pemodelan matematis Muara Sungai Batang Natal dengan menggunakan program Microsoft Excel. Dibawah ini akan dilampirkan rangkuman gambar dari seluruh
0,3 3,5771E-286 0 2E-250 3,687E-62 0,064863 0,9 1,8048E-119 2,4E-291 1,67E-104 1,115E-25 1,867354 1 1,24251E-98 1,12E-240 2,906E-86 4,05E-21 2,8420409 1,1 8,8635E-80 7,76E-195 9,258E-70 5,411E-17 4,1558727 1,2 6,55166E-63 8,06E-154 5,402E-55 2,659E-13 5,8387833 1,3 5,0181E-48 1,25E-117 5,772E-42 4,808E-10 7,8815331 1,4 3,98262E-35 2,906E-86 1,13E-30 3,198E-07 10,221797 1,5 3,27521E-24 1,008E-59 4,05E-21 7,826E-05 12,737144 1,6 2,79095E-15 5,227E-38 2,659E-13 0,0070447 15,24913 1,7 2,46437E-08 4,05E-21 3,198E-07 0,2332889 17,540674 1,8 0,002254772 4,691E-09 0,0070447 2,8420409 19,385443 1,9 2,137667286 0,0811843 2,8420409 12,737144 20,584172
Titik Tinjau P19 P21 P23 P25 P27 P29 P31 P33 P35 P37 P39 P41 P43 P45 P47 P49 P51 P53 P55 P57 P59
Jarak dari Mulut Muara (m) 2000 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Lebar Estuari (m) 66,00 60,00 58,00 70,00 50,00 66,00 74,00 52,00 60,00 70,00 62,00 62,00 76,00 58,00 50,00 68,00 52,00 50,00 66,00 75,00 73,00 Kedalaman Estuari (m) 3,6 4,2 3,4 4,1 3,2 3,7 3,8 6,7 2,3 3,1 7,2 3,1 4,8 3,2 3,9 3,6 4,8 4,3 4,0 4,2 4,2 cross section (m²) 237,60 252,00 197,20 287,00 160,00 244,20 281,20 348,40 138,00 217,70 446,40 190,96 364,80 185,60 195,00 244,80 249,60 215,00 264,00 315,00 306,60
Gambar 4. 16 Grafik dan Tabel Pemodelan Bathimetri Muara Sungai Batang Natal beserta Perbandingannya
Titik Tinjau
P19
P21
P23
P25
P27
P29
P31
P33
P35
P37
P39
P41
P43
P45
P47
P49
P51
P53
P55
P57
P59
Jarak dari Mulut Muara (m) 2000
1900
1800
1700
1600
1500
1400
1300
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Lebar Estuari (m)
46,69
47,74
48,82
49,93
51,05
52,21
53,39
54,59
55,83
57,09
58,38
59,70
61,05
62,43
63,84
65,28
66,76
68,27
69,81
71,39
73,00
Kedalaman Estuari (m)
3,80
3,82
3,84
3,86
3,88
3,90
3,92
3,94
3,96
3,98
4,00
4,02
4,04
4,06
4,08
4,10
4,12
4,14
4,16
4,18
4,20
Dengan tabel perhitungan spring-neaps sebagai berikut :
Tabel 4. 10 Perhitungan
spring-neaps
selama 14 hari
318
0,0
-0,1
0,3
319
-0,2
-0,2
0,1
320
-0,3
-0,2
-0,1
321
-0,4
-0,2
-0,1
322
-0,3
-0,1
0,0
323
-0,2
0,0
0,3
324
0,0
0,1
0,6
325
0,2
0,2
0,8
326
0,3
0,2
1,0
327
0,4
0,2
1,0
328
0,3
0,1
0,9
329
0,2
0,0
0,7
330
0,0
-0,1
0,4
331
-0,2
-0,2
0,1
332
-0,3
-0,2
-0,1
333
-0,4
-0,2
-0,1
334
-0,3
-0,1
0,0
335
-0,2
0,0
0,2
Dengan grafik sebagai berikut :