• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Kadar Serum Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF α) dan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada Pasien Gastritis H.Pylori dan Non H.Pylori Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi Kadar Serum Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF α) dan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada Pasien Gastritis H.Pylori dan Non H.Pylori Chapter III VI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian

Desain yang dipakai adalah cross sectional dengan variabel independen adalah adalah gastritis H.pylori dan Non-H.pylori dan variabel dependen adalah kadar TNF α dan MMP-9.

3.2 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan dan tiap subyek telah menandatangani informed consent sebelum prosedur penelitian dilakukan.

3.3. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian akan dilakukan di Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan setelah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan dan instansi terkait. Penelitan dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan yang membutuhkan waktu mulai bulan Mei 2015 sampai dengan Juli 2015.

3.4. Populasi dan subyek penelitian

a. Populasi target penelitian adalah penderita dispepsia, sedangkan populasi terjangkau adalah penderita dispepsia yang datang ke Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan pada tahun 2015.

(2)

3.5. Kriteria penerimaan dan penolakan Kriteria penerimaan

1. Pria dan wanita yang sedang tidak hamil usia 15-70 tahun. 2. Pasien dengan keluhan dispepsia

3. Menerima pemberian informasi dan persetujuan partisipasi bersifat sukarela dan tertulis untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi yang diketahui serta disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan.

4. Tidak termasuk dalam kriteria penolakan.

Kriteria penolakan

1. Pasien yang pernah mendapat terapi eradikasi H.pylori dalam 6 bulan terakhir atau sedang dalam terapi antibiotika yang lazim dipakai dalam terapi eradikasi

2. Konsumsi Proton Pump Inhibitor, H2 receptor antagonist, NSAID, steroid, alkohol selama 48 jam terakhir.

3. Penderita penyakit sistemik dan inflamasi akut 4. Pasien tidak kooperatif

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1 Populasi : Penderita dispepsia yang datang ke Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan & RS jejaring FK USU pada tahun 2015.

3.6.2 Sampel : Penderita dispepsia yang sesuai kriteria besar sampel. 3.7 Cara Kerja Penelitian

3.7.1. Estimasi sampel penelitian

(3)

Dimana :

n = Jumlah subjek

Zα = Nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,96 Zβ = 0,84 ;

r = koefisien korelasi

Belum ada penelitian yang mengkorelasikan kadar TNF α dan MMP-9 serum sehingga akan dilakukan studi pendahuluan terhadap 10 pasien untuk mendapatkan nilai r (koefisien korelasi). Sopiyudin, 2012.

r = nilai korelasi ,dimana r = 0,5, Kemudian didapatkan perhitungan didapatkan n ≈ 29 orang

Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka dibutuhkan jumlah sampel 30 orang Analisa statistik yang digunakan :

Untuk mengetahui korelasi kadar serum TNF a dan MMP -9 pada H pylori dan non H pylori digunakan

 Uji t-tes tidak berpasangan , bila distribusi normal

 Dan Uji Mann Whitney, bila distribusi tidak normal Untuk mengetahui korelasi kadar serum TNF a dan MMP -9

 Uji korelasi Pearson bila distribusi normal

 Uji korelasi Spearman bila distribusi tidak normal

 P value signifikan <0,05

 Data diolah dengan SPSS versi 22

3.7.2.Cara memperoleh subyek penelitian

(4)

kriteria penelitian, pasien mengisi surat persetujuan setelah mendapat penjelasan. Sampel penelitian dipilih secara konsekutif terhadap pasien yang memenuhi kriteria, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.7.3. Prosedur penelitian 3.7.3.1. Skoring dispepsia

Dalam penelitian ini responden diwawancarai berdasarkan kuesioner. Terhadap pasien dilakukan wawancara mengenai karakteristik responden (meliputi umur, jenis kelamin, lama penyakit, berat badan, tinggi badan), dilakukan wawancara dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms Questionnaire (PADYQ) yang merupakan instrumen analisis kuantitatif dari gejala dispepsia. Terdapat 11 pertanyaan untuk menilai frekuensi (skor 0-4), durasi (skor 0-3), dan intensitas (skor 0-5) dari 5 gejala dispepsia (nyeri perut bagian atas, mual, muntah, kembung perut bagian atas, perut cepat kenyang) selama 30 hari terakhir. Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44 (gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia (Sander GB, et al, 2004).

PORTO ALEGRE DYSPEPTIC SYMPTOMS QUESTIONNAIRE Dilihat dalam 30 hari terakhir

NYERI

Bagaimana intensitas nyeri abdomen atas pada hari-hari selama periode tersebut 0. Tidak ada

1. Sangat ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Sangat berat

Berapa lama durasi nyeri pada kebanyakan hari-hari selama periode tersebut 0. Tidak dapat ditentukan

1. Beberapa menit saja (kurang dari 30 menit) 2. Kurang dari 2 jam

3. Lebih dari 2 jam

Seberapa sering anda merasakan nyeri perut atas dalam 30 hari terakhir 0. Tidak dapat ditentukan

1. Kadang-kadang

2. 1 sampai 2 hari setiap minggu 3. Hampir tiap hari

(5)

Total skor Nyeri Perut Atas : _______________ (max 12) MUAL

Seberapa intensitas mual dalam hari-hari anda selama periode tersebut 0. Tidak ada

Berapa lama durasi mual yang terjadi 0. Tidak dapat ditentukan

1. Beberapa menit (kurang dari 30 menit) 2. Kurang dari 2 jam

3. Lebih dari 2 jam

Seberapa sering anda merasakan mual dalam 30 hari terakhir 0. Tidak dapat ditentukan

Universitas Sumatera Utara 1. Kadang-kadang

2. 1 sampai 2 hari seminggu 3. Hampir tiap hari

4. Setiap hari MUNTAH

Seberapa sering anda muntah dalam 30 hari terakhir 0. Tidak dapat ditentukan

1. Kadang-kadang

2. 1 sampai 2 hari setiap minggu 3. Hampir setiap hari

4. Setiap hari

Total skor untuk Mual Muntah : _______________ (max 16) KEMBUNG PERUT ATAS

Seberapa berat yang dirasakan untuk kembung perut (rasa penuh atau sebah) dalam 30 hari terakhir

0. Tidak ada 1. Sangat ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Sangat berat

Seberapa lama episode terakhir dalam periode tersebut 0. Tidak dapat ditentukan

1. Beberapa menit (kurang dari 30 menit) 2. Kurang dari 2 jam

3. Lebih dari 2 jam

Seberapa sering anda mengalami perut kembung / rasa penuh dalam 30 hari 0. Tidak dapat ditentukan

(6)

3. Hampir setiap hari 4. Setiap hari

RASA CEPAT KENYANG

Dalam 30 hari, seberapa sering anda merasakan perut penuh setelah anda mulai makan

0. Tidak dapat ditentukan 1. Kadang-kadang

2. 1 sampai 2 hari 3. Hampir setiap hari 4. Setiap hari

Universitas Sumatera Utara

Total skor Perut Kembung / Cepat Kenyang : ___________ (max 16) SKOR TOTAL GEJALA DISPEPSIA : _______________ (max 44)

3.7.3.2. Pemeriksaan endoskopi dan biopsi

Semua pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan skop yang terletak di depan (Olympus, Tokyo, Jepang).

i. Prosedur endoskopi dilakukan oleh seorang endoskopis berpengalaman yang sama pada tiap pemeriksaan subyek

ii. Endoskopi dilakukan setelah subyek berpuasa semalaman (10-12 jam)

iii. Dilakukan biopsi pada 5 tempat (A1, A2, A3, C1, C2). seperti berikut yaitu :

 Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2)

 Kurvatura minor incisura angularis (A3)

 Dinding anterior dan posterior korpus proksimal (C1-C2)

 bila ada hal mencurigakan, seperti mukosa kemerahan tetapi tidak pada tempat yang sudah disebutkan, biopsi juga dapat dilakukan

3.7.3.3. Pemeriksaan histopatologis

(7)

3.7.3.4. Deteksi infeksi H pylori

Untuk mendeteksi H pylori, dua spesimen biopsi masing-masing dikumpulkan dari kurvatura mayor pada pertengahan korpus dan antrum. Dilakukan pemeriksaan serologi (CLO) dan pemeriksaan urea breath test (UBT). Jika salah satu positif, pasien dinyatakan dengan infeksi H pylori positif.

3.7.3.5. Pemeriksaan CLO 1. Persiapan Pasien

a. Pasien sebaiknya menghentikan penggunaan antibiotik dan turunan Bismut 3 minggu sebelum biopsi dilakukan

b. Pasien sebaiknya tidak sedang mendapatkan terapi proton pump inhibitors 2 minggu sebelum biopsi dilakukan

2. Pengerjaan CLO test

a. Adaptasikan CLO Test pada suhu kamar (7-10 menit) sebelum tes dilakukan. Tarik label (tapi label tidak dilepas dari cangkang), sehingga gel yang berwarna kuning dalam keadaan terbuka/tanpa penutup.

b. Gunakan peralatan/aplikator yang bersih untuk menekan keseluruhan spesimen/hasil biopsi ke dalam gel. Pastikan bahwa keseluruhan spesimen telah terbenam di dalam gel.

c. Rekatkan kembali label pada cangkang dan catat data-data pasien pada label tentang:

•Nama Pasien

•Tanggal dan jam berapa spesimen dimasukan/disisipkan ke dalam gel

(8)

e. Perubahan warna pada gel segera dicatat sebagai HASIL POSITIF. Dari 75% tes yang positif menunjukan perubahan warna pada gel dalam waktu 20 menit.

f. Inkubasi suhu kamar selama 1 jam dapat meningkatkan menjadi 85% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3 jam dapat meningkatkan menjadi 90% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3-24 jam dapat meningkatkan sebanyak 5% pasien positif dapat dideteksi.

3. Interpretasi Hasil

a. Pada hasil positif terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori

b. Spesimen yang mengandung darah maka akan memberikan warna dari darah tersebut di seputar spesimen saja. Warna darah ini mudah dibedakan dengan perubahan warna karena hasil positif c. Jika gel tetap berwarna kuning setelah tes dilakukan maka hasil =

NEGATIF.

d. Tes dapat disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, jika hasil tetap NEGATIF, diperpanjang penyimpanannya sampai 72 jam. Jika tetap tidak terjadi perubahan warna, maka hasil = NEGATIF. 4. Pemeriksaan CLO dilakukan oleh ahli gastroenterohepatologi yang

mengerjakan endoskopi.

3.7.3.6. Pemeriksaan TNF α dan MMP-9 1. Bahan disiapkan dengan cara :

(9)

b. Bila menggunakan plasma, kumpulkan sampel dengan menggunakan pengawet EDTA atau sitrat sebagai antikoagulannya. Sentrifus selama 15 menit pada 1000g selama 30 menit. Segera simpan dalam suhu <-20° C. Tidak boleh menggunakan pengawet heparin.

2. Setelah bahan disiapkan, siapkan strip mikroplat untuk pemeriksaan. 3. Tambahkan 100 µL bahan pengencer RD1-75. Kocok RD1-75nya dengan

baik sebelum dipakai.

4. Tambahkan 100 µL sampel. Tutup dengan plester perekat yang sudah disediakan. Inkubasikan selama 2 jam pada suhu kamar dan dimasukkan alat shaker horizontal untuk mikroplate yang diset pada 500±50 rpm. 5. Cuci bahan tersebut setelah selesai perlakuan di atas.

6. Tambahkan 200 µL konjugat dan tutup dengan plester perekat dan inkubasikan pada suhu kamar di alat shaker tadi.

7. Cuci bahan itu kembali seperti pada nomer 5.

8. Tambahkan 50 µL cairan substrat dan tutup dengan plester perekat yang baru. Inkubasikan selama 60 menit pada suhu kamar. Jangan cuci plat ini. 9. Tambahkan 50 µL cairan amplifier dan tutup lagi dengan plester perekat

yang baru serta diinkubasikan lagi selama 30 menit. Prosedur ini akan mengakibatkan terjadinya warna.

10.Tambahkan 50 µL cairan stop. Proses ini tidak menghasilkan perubahan warna.

11.Tentukan densitas optiknya dalam 30 menit menggunakan pembaca mikroplat sampai 490 nm. Bisa koreksi pada 650 nm atau 690 nm.

12.Prosedur ini dilakukan di Laboratorium Prodia Medan.

3.8. Definisi operasional

(10)

Dispepsia menurut kriteria Rome III adalah salah satu atau lebih gejala yaitu rasa penuh setelah makan, rasa cepat kenyang, dan nyeri epigastrium atau seperti rasa terbakar. Skoring dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms Questionnaire (PADYQ). Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44 (gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia.

2. Helicobacter pylori

H.pylori merupakan bakteri Gram negatif, bentuk heliks, mikroaerofilik, dengan panjang 3 mikrometer dan diameter sekitar 0,5 mikrometer yang ditemukan di gaster. Deteksi dilakukan dengan pemeriksaan CLO test (Campylobacter like organism test) dan Urea breath test. Jika salah satu positif, pasien dinyatakan dengan infeksi H pylori positif.

3. Derajat Keparahan Gastritis

Derajat keparahan gastritis dinilai berdasarkan grading The Updated Sydney System. Dinilai tingkat inflamasi, kepadatan H.pylori, intensitas neutrofil, derajat atrofi, dan metaplasia intestinal. Digradasikan menurut standardized visual analogue scale dengan skor 0 untuk absen, 1 untuk ringan, 2 untuk moderate, 3 untuk berat (Dixon MF, et al, 1996).

4. Gastritis Helicobacter pylori

Suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif khususnya H.pylori. 5. Gastritis Non Helicobacter pylori

(11)

4. MMP-9

MMP-9 juga disebut gelatinase, memiliki aktivitas untuk mendegradasi matrixekstraseluler terutama kolagen tipe IV dan MMP-9 berhubungan dengan desrupsi membran basal pembuluh darah dan memicu metastasis melalui kelenjar limfatik. MMP-9 ditemukan secara positif berkaitan dengan ukuran tumor, kedalaman invasif, limfatik dan invasi vena, metastasis kelenjar getah bening.

5. CLO test

Campylobacter Like Organism test (CLO) merupakan test serologi untuk mendeteksi H pylori. Adanya enzim urease dari kuman H.pylori yang mengubah urea menjadi amonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna. Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori positif. Dan jika tidak terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori negatif.

6. ELISA test

Enzim-Linked immune sorbent assay (ELISA) atau dalam bahasa indonesianya disebut sebagai uji penentuan kadar immunosorben taut-enzim, merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibody dan antigen.

7. TNF-α

(12)

8. Endoskopi

Suatu teknik atau metode yang ditunjuk untuk melihat lebih jauh bagian-bagian yang ada dalam tubuh dengan cara memasukkan sebuah alat berupa tabung yang fleksibel yang dilengkapi kamera kecil diujung alat tersebut. Pada pasien gastritis, endoskopi dilakukan untuk melihat permukaan gaster yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai faktor dan selanjutnya dilakukan biopsi.

9. Biopsi

Merupakan prosedur medis yang meliputi pengambilan sampel kecil dari jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui derajat keparahan suatu penyakit. Biopsi pada pasien gastritis dilakukan 4 kali, 2 di antrum dan 2 di corpus dimana di daerah tersebut merupakan daerah habitat dari H.pylori dan di daerah corpus yang paling sering mengalami atrophic gastritis hingga terjadinya suatu gastric cancer. 10. Umur

Dihitung saat pemeriksaan, menurut kartu penduduk, apabila > 6 bulan dibulatkan keatas dan apabila < 6 bulan dibulatkan kebawah

11.Lamanya sakit: dalam bulan, dihitung sejak peserta penelitian merasa sakit di daerah perut baik dalam keadaan istirahat maupun aktivitas sampai diperiksa peneliti.

12.Lamanya penelitian: dalam bulan dihitung mulai saat pertama kali dilakukan endoskopi.

13.Berat badan: dalam kilogram (kg) diukur menggunakan timbangan model ZT 120,peserta penelitian ditimbang tanpa alas kaki dan menggunakan pakaian dalam.

(13)

3.9 Rencana Pengolahan dan Analisis Data a. Editing data

Dilakukan untuk:

1. memeriksa apakah semua pertanyaan sudah terisi jawabannya 2. memeriksa jawaban dan data responden apakah jelas dan dapat

dibaca.

Bila terdapat kekurangan, pewawancara akan mewawancarai ulang responden tersebut.

b. Coding

Diletakkan pada sisi kanan kuesioner untuk setiap variabel dan pertanyaan dalam kuesioner satu demi satu.

c. Data Entry

Yaitu memindahkan data dari tempat pengumpulan data ke dalam komputer. Program yang digunakan adalah SPSS versi 22. Entry data dilakukan pada lembar Data View, di mana setiap baris mewakili satu responden dan setiap kolom mewakili tiap variabel.

d. Data Cleaning

Data cleaning merupakan pengecekan kembali data entry dengan cara: 1. Mengetahui data missing

apakah ada data yang masih belum terisi 2. Mengetahui variasi data

mengeluarkan distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum masing-masing variabel. Uji normalitas data menggunakan Shapiro and Wilk’s W-test untuk mengetahui normalitas distribusi data.

e. Revisi Data

(14)

f. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu dengan menganalisis distribusi frekuensi variabel independen dan dependen, sedangkan analisis bivariat merupakan analisis variabel-variabel yang diteliti (independen) yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat (dependen). Adapun dalam analisis ini menggunakan Mann Whitney dan Korelasi Spearman pada taraf kepercayaan 95%.

g. Personalia

1. Peneliti Utama : dr. Arina Vegas

2. Pembimbing I : Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH

NIP : 19540220 198011 1 001 Pangkat / Gol. : Guru Besar / IV C 3. Pembimbing II : dr.Ilhamd, Sp.PD-KGEH

NIP : 196604231996031001 Pangkat / Gol. : Penata /III d

(15)

Sumber dana : Peneliti sendiri

Uraian Kegiatan Biaya

Pengadaan literatur Rp. 500.000,-

Seminar proposal Rp. 1.000.000,-

Pengumpulan data Rp. 750.000,-

Penunjang diagnostik Rp. 17.500.000,- Pengolahan dan analisa data Rp. 500.000,-

Penulisan laporan Rp. 500.000,-

Seminar hasil penelitian Rp. 750.000,-

Pengadaan tulisan / perbaikan Rp. 1.000.000,-

Biaya tidak terduga Rp. 500.000,-

(16)

3.10. Kerangka Oprasional

Gambar 15. Kerangka Operasional

Pasien Abdominal Discomfort

Wawancara PADYQ

Dispepsia

Endoskopi

Gastritis

Biopsi

CLO test

H. pylori

(+)

H Pylori (+)

H Pylori (-)

TNF α

MMP-9

(17)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Dengan tingkat kepercayaan 95%, penelitian ini dibutuhkan jumlah sampel 30 orang pada masing masing kelompok tetapi dalam pengambilan sampel diambil 70 sampel, ternyata dari hasil pemeriksaan gastroskopi, 10 sampel di eksklusikan karena hasil gastroskopinya normal sehingga jumlah total sampel 60.

Penelitian diikuti oleh 60 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 32 orang pasien (53,3%) adalah laki-laki dan 28 orang pasien (46,7%) adalah perempuan. Umur rerata (±SB) 49,15 ±14,29 tahun .

(18)

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian

Wiraswasta 20 (33,3)

IRT 20 (33,3)

PADYQ Score rerata 17,83

Minimal 8,00

Maximal 30,00

TNF α rerata 3,04

Minimal 0,930

Maximal 12,63

MMP-9 rerata 855,25

Minimal 38,37

Maximal 2174,67

4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok H.pylori dan non H.pylori

(19)

kelamin perempuan lebih banyak pada kelompok pasien H.pylori (-) sebanyak 17 orang (56,7%) dan sebanyak 13 orang (43,3%) responden laki-laki. Sebanyak 19 orang (63,3%) responden laki-laki ditemukan H. pylori (+) sedangkan pada responden perempuan hanya 11 orang (36,4%) dengan H. pylori yang positif. Rerata umur di kedua kelompok tidak berbeda yaitu 49,07 tahun pada kelompok H. pylori (-) dan 49,23 tahun pada kelompok H. pylori (+).

Pada analisa statistik antara jenis kelamin dengan H.Pylori dan non H.Pylori diperoleh tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan H.Pylori dan non H.Pylori dimana nilai P>0,05 (P=0,121). Pada usia, analisa statistik antara usia dengan H.Pylori dan non H.Pylori diperoleh tidak terdapat hubungan diantara keduanya dengan nilai P>0,05 (P=0,964). Responden dengan suku Batak adalah responden yang ditemukan H. pylori positif terbanyak yaitu sejumlah 17 orang (56,7%). Hubungan antara suku dengan H.Pylori dan non H.Pylori secara statistik tidak terdapat hubungan dengan nilai P>0,05 (P=0,786). Pada analisa statistik antara jenis pekerjaan dengan H.Pylori dan non H.Pylori diperoleh tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan H.Pylori dan non H.Pylori dimana nilai P>0,05 (P=0,437).

Suku terbanyak di kedua kelompok adalah Batak dengan pekerjaan terbanyak pada kelompok H. pylori (-) adalah ibu rumah tangga berjumlah 12 orang (40%) dan wiraswasta di kelompok H. pylori (+) berjumlah 10 orang (33,3%).

(20)

Tabel 4.2 Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan ada Kelompok

(21)

Gambar 4.1 Perbedaan TNF α antara Kelompok pasien dengan H. pylori (+) dan H pylori (-)

Dengan menggunakan uji Mann Whitney ditemukan terdapat perbedaan rerata yang signifikan (p=0,011) kadar TNF α pada pasien dengan H. pylori (+) dan (-). Rerata TNF α pada kelompok dengan H. pylori (+) lebih tinggi dengan rerata 3,66 sedangkan pada kelompok dengan H. pylori (-) dengan rerata 2,44.

Gambar 4.2 Perbedaan MMP 9 antara Kelompok pasien dengan H. pylori (+) dan H pylori (-)

(22)

Dengan menggunakan uji Mann Whitney tidak ditemukan perbedaan rerata yang signifikan (p=0,139) untuk kadar MMP 9 antara pasien dengan H. pylori (+) dan H. pylori (-). Rerata kadar MMP 9 pada kelompok H. pylori (+) adalah 934,45 dan pada pasien dengan H. pylori (-) adalah 776,06.

Tabel 4.4 Korelasi TNF α terhadap MMP 9 pada kelompok Pasien dengan H. pylori (+)

MMP 9

P r

TNF α 0,292 0,199

Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara TNF α dan MMP 9 (p=0,292).

(23)

Tabel 4.5 Korelasi TNF α terhadap MMP 9 pada kelompok Pasien dengan H. pylori (-)

MMP 9

P r

TNF α 0,119 0,291

Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara TNF α dan MMP 9 (p=0,119) pada pasien dengan H. pylori (-).

(24)

Tabel 4.6 Hubungan PADYQ Skor dengan H. pylori H. pylori

(+) (n =30)

H. pylori

(-) (n=30)

p

PADYQ skor, rerata (SB),nilai >6

13,97 (5,16)

21,7 (5,94)

0,0001

Gambar 4.5 Perbedaan Skor PADYQ antara pasien dengan H. pylori dan non H. pylori

(25)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hubungan antara umur, jenis kelamin dan suku pada H.pylori dan non H.pylori

Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia, yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu sindroma. Sementara gastritis adalah diagnosis yang bisa ditegakkan secara histologis, bukan diagnosis klinis. Gastritis merupakan proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik

1

. Infeksi dengan kuman Helicobacter pylori merupakan penyebab tersering gastritis kronik aktif di seluruh dunia. Sementara gastritis kimiawi seperti akibat NSAID merupakan faktor resiko terpenting nomor 2 terjadinya ulkus peptikum setelah gastritis H.pylori 2.

Helicobacter pylori memegang peranan penting terjadinya gastritis dan ulkus peptikum. 3,4,5.

Pada gastritis terjadi respons inflamasi baik akut maupun kronik. Terjadi aktivasi sitokin-sitokin yang menyebabkan terjadinya inflamasi mukosa 8. Marker inflamasi seperti Interleukin dan TNF-α terkait dalam proses inflamasi di mukosa gaster 9.

Dari hasil penelitian ini didapati bahwa usia rerata ( ± SB ) 49,15 ± 14,29 tahun, hal ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Chen S et al, 2013 yang didapatkan sebanyak 3969 sampel diperoleh prevalensi H.pylori sebanyak 21,02% dengan variasi usia ≤ 40 tahun sebanyak 4,9%, 41-65 tahun sebanyak 66,4% dan ≥ 66 tahun sebanyak 28,5%. Penelitian ini dilakukan di Cina pada 2007 hingga 2012.74

(26)

sebanyak 15,5% dengan variasi usia < 40 tahun sebanyak 5% dan ≥ 70 tahun sebanyak 32%.75

Hasil penelitian lain oleh Betty, 2012 yang dilakukan dari Januari hingga Juni 2012 dengan jumlah sampel 42 orang, diperoleh prevalensi Gastritis dengan H.pylori 47,6% dengan variasi usia 16-40 sebanyak 21,4%, 41-60 tahun sebanyak 52,3% dan ≥ 61 tahun sebanyak 26,2%.76

Begitu juga oleh Parameswaran IR, 2012 yang dilakukan dari Januari sampai Desember 2012 dengan jumlah sampel 55 orang ,diperoleh prevalensi tertinggi H.Pylori setelah dilakukan pemeriksaan CLO yaitu pada kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 10 orang (43%).77

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Zho Y et al, 2014 diperoleh 3445 penderita H.pylori (+) dengan pemeriksaan Urea Breath Test (UBT). Usia rata-rata 30-39 tahun (82-90%) dengan jumlah sampel sebanyak 5017 orang.78

Data dasar karakteristik pada penelitian ini juga didasarkan atas jenis kelamin dimana hasil penelitian ini diperoleh mayoritas H. pylori yaitu berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang ( 53,3% ). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Naza F et al, 2007 diperoleh sebanyak 1196 sampel dengan H.pylori (+) setelah dilakukan pemeriksaan serologi IgG anti H.pylori. Kemudian pada jenis kelamin laki-laki terdapat insidensi H.pylori yang lebih tinggi sebanyak 56,1% dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 43,9% dengan jumlah sampel keselurahan 1306 orang.79

(27)

Begitu juga pada penelitian Zho Y et al, 2014 didapatkan dari 5417 sampel yang dilakukan pemeriksaan UBT diperoleh 3435 (63,41%) H.Pylori (+) dimana disebutkan perempuan sebanyak 64,47% dan lebih banyak sebagai penderita H.pylori dibandingkan laki-laki sebanyak 35,63%.78

5.2 Hubungan antara TNF α dengan MMP 9 pada H.pylori dan non H. Pylori

Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1β, dan IFN-γ pada pasien yang mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. TNF-α merupakan sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok sitokin yang menstimulasi reaksi akut. TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi. IL-6 dan TNF-α berperan dalam lesi di lambung

42

.Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8.

Pada gastritis terjadi peningkatan pada faktor pro-inflamasi seperti tumour necrosis factor α (TNF- α), interleukin 1 (IL-1), IL-6, and IL-8). Infeksi H.pylori meningkatkan faktor proinflamasi pada mukus lambung Pada gastritis kronis terjadi inflamasi pada mukosa lambung selama >2 minggu sehingga terjadi peningkatan sitokin pada darah. TNF α merupakan mediator inflamasi yang dapat menginduksi ekspresi MMP-1,MMP-3 dan MMP-9 di sel endotel,sel keratinosit dan fibroblast. MMPs disekresikan oleh sel endotel yang memainkan peran dalam proses remodelling matriks dan migrasi sel endotel selama angiogenesis71

Pada penelitian ini, terlihat nilai rerata TNF α pada kelompok dengan H pylori (+) lebih tinggi 1,5 kali pada pasien gastritis H pylori (+) yaitu 3,66 dibandingkan dengan gastritis H pylori (-) yaitu 2,44. Setelah diuji secara statistic ditemukan bahwa kadar serum TNF α yang lebih tinggi secara signifikan antara H pylori (+) dengan H pylori (-) ( p = 0,011 ).

(28)

seperti limfosit (sel T dan B), sel plasma, dan makrofag; dan juga sel polymorphonuclear (PMN) seperti neutrofil. sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya. Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel epitel lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi. Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α. 51

Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi dengan H pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme. Mekanisme inflamasi terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun spesifik dan imun non spesifik. Proses tersebut juga akan menimbulkan keluarnya mediator sitokin, pada gastritis karena H pylori.52

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster.53

Pada penelitian ini tidak terdapat korelasi yang signifikan antara TNF α dengan MMP 9 pada kelompok pasien dengan H pylori (+) dengan nilai p = 0,292. Selain itu juga tidak terdapat korelasi yang signifikan antara TNF α dengan MMP 9 pada kelompok pasien dengan H pylori (-) dengan nilai p = 0,119.

(29)

dengan infeksi H.pylori (-) pada pasien ulkus lambung dan ulkus lambung yang berulang (P<0.01).87

Hal ini disebabkan Infeksi H.pylori yang ada pada penelitian ini masih bersifat lokal dimana kerusakan sistem imun spesifik dan non spesifiknya tidak terlalu berat. Kemudian dalam penelitian ini tidak dipisahkan faktor virulensi dari H.pylori dimana 2 faktor virulensi yaitu Cag A dan Vac A tidak dipisahkan. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa yang mempengaruhi dalam infeksi H.pylori adalah Cag A dan Vac A.81

Penelitian ini tidak membedakan apakah gastritis akut atau pun gastritis kronik, karena infeksi H.pylori yang bersifat akut akan memproduksi T-helper 1 dengan jumlah yang banyak dan T-T-helper 2 yang rendah. Dimana diketahui sebelumnya, peningkatan produksi T-helper 1 akan memproduksi sitokin proinflamasi dalam jumlah yang banyak juga.82,83

Kubben et al (2007) melakukan penelitian apakah gastritis H.pylori yang telah berhasil diterapi dengan eradikasi H.pylori mempunyai dampak reversibel terhadap kadar MMP-2 dan MMP-9. Dilakukan biopsi pada 2 lokasi di lambung, yaitu pada antrum (3-5 cm proksimal pilorus), dan pada korpus (5 cm diatas sambungan antara antrum dan korpus). Kemudian dilakukan pemeriksaan patologi berdasarkan panduan Sistem sidney yang menyediakan gradasi semi-kuantitatif dan menggunakan parameter histologi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan MMP-2 dan MMP-9 menggunakan Elisa. Kesimpulannya yaitu gastritis yang disebabkan H.pylori berhubungan dengan peningkatan kadar MMP-9 pada mukosa antrum dan korpus. Terjadi penurunan signifikan kadar MMP-9 pada gastritis H.pylori setelah dilakukan terapi eradikasi H.pylori dengan p< 0.001 dan tidak ada perubahan yang bermakna pada kadar MMP-2 dengan p=0.025.84

(30)

H.pylori (+) dibandingkan pasien yang tidak ditemukan H.pylori yaitu sebanyak 21,7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Adam B et al, 2008 dimana mereka membandingkan sitokin dengan menggunakan pemeriksaan ELISA dengan derajat keparahan gejala dispepsia (standardized Gastrointestinal Symptom Score) pada pasien H.pylori (-) dengan orang normal. Dari 45 pasien H.pylori (-) diperoleh sitokin berhubungan dengan derajat keparahan gejala dispepsia diantaranya nyeri ulu hati, kram, mual dan muntah.85

Penelitian lain oleh Joshi A et al, 2001 melaporkan 46 pasien dengan gejala dispepsia dan dilakukan pemeriksaan CLO serta pemeriksaan histologi diperoleh H.Pylori (+) 29 sampel (63%) dengan Glasgow Dispepsia Score rata-rata pada H.Pylori (+) 10,9 sedangkan pada H.Pylori (-) 11,4 sehingga dapat disimpulkan bahwa score klinis dispepsia tidak berhubungan dengan H.Pylori (+).Hal ini mungkin disebabkan oleh karena H.Pylori merupakan salah satu etiologi terbanyak dan menyebabkan gastritis kronik, dimana gejala gastritis kronik biasanya bersifat asimtomatik disamping itu gejala dispepsia yang dihubungkan dengan infeksi H.pylori dipengaruhi oleh tipe strain dari H.pylori dan faktor spesifik dari host.86

5.4 Keterbatasan

(31)

batasan diagnosis untuk mendeteksi dini gastritis yang dihubungkan dengan proses pre malignansi pada lambung.

(32)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada korelasi TNF α dengan MMP 9 pada gastritis H pylori (+) dan H pylori (-).

6.2 Saran

Gambar

Gambar 15. Kerangka  Operasional
Tabel 4.1.
Tabel 4.2 Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan ada Kelompok
Gambar 4.1 Perbedaan TNF α antara
+4

Referensi

Dokumen terkait

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam proposal skripsi ini, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa usaha meningkatkan produktivitas staf adalah upaya yang dilakukan untuk membuat performa sumber daya manusia yang

dalam diri siswa ketika mengikuti proses belajar mengajar maka hasil. belajarnya

Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:.. 33 Arikunto , Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

Selama ini tanpa disadari, siswa telah belajar dengan lebih banyak menerima materi pelajaran, namun tidak pernah diajarkan bagaimana cara belajar yang baik.

menyatakan bahwa pengaruh pemahaman konsep dan motivasi belajar terhadap hasil belajar materi trigonometri secara bersama-sama adalah 44,1% dan 55,9% dipengaruhi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada pihak manager Ayam Penyet Surabaya Medan kedua variabel bebas yang diteliti yaitu variabel kualitas pelayanan dan kualitas

dan Stabilitas Atmosfer II-23 Gambar 2.3 Diagram Alir Penelitian III-2 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Diagram Fishbone Penelitian III-3 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Peta Lokasi Pengamatan