• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Wilayah negara Republik Indonesia sangat luas meliputi banyak kepulauan yang besar dan kecil, maka tidak memungkinkan jika segala sesuatunya akan diurus seluruhnya oleh Pemerintah yang berkedudukan di Ibukota Negara. Untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan negara sampai kepada seluruh pelosok daerah negara, maka perlu dibentuk suatu pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah menyelenggarakan pemerintahan yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat (Syaukani, 2005: 2).

Dalam penyelenggaraan pemerintahannya, daerah Indonesia terdiri atas beberapa daerah/wilayah provinsi, dan di setiap daerah/wilayah provinsi terdapat daerah/wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya di dalam tiap daerah kabupaten/kota terdapat satuan pemerintahan terendah yang disebut desa dan kelurahan. Dengan demikian, pemerintahan desa adalah merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah pemerintah kabupaten.

(2)

khususnya pemerintahan desa harus diarahkan untuk dapat menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Menurut Widjaja (2005:3) desa adalah sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada Bab I Pasal 1 ayat 1 dirumuskan, “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Desa merupakan suatu wilayah yang diberi wewenang untuk mengatur wilayahnya sendiri. Desa merupakan suatu kenyataan yang masih hidup sebagai daerah tingkat bawahan berdasarkan hukum. Pemerintahan desa dilakukan atas dasar demokrasi yang berpangkal pada permufakatan dalam permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.

diakses pada 12

November 2015, pukul 19.30).

(3)

32 Tahun 2004, pemerintahan desa terdiri atas Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah Desa adalah organisasi pemerintahan yang berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah atasnya dan kebijakan desa, sementara BPD adalah badan yang berperan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa. Namun dalam konteks Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa hanya terdiri dari Pemerintah Desa, yaitu Kepala Desa beserta Perangkat Desa, BPD bukan lagi menjadi bagian dari pemerintahan desa tersebut. Meskipun demikian, hal ini tidak mengurangi fungsi BPD dalam pelaksanaan pemerintahan, BPD tetap sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pemerintahan di desa.

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Sedangkan Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa yang dipilih dari dan oleh penduduk desa yang mempunyai fungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepala desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada bupati.

(4)

suatu pemerintahan desa yang demokratis, lebih baik, dan berpihak kepada masyarakat, perlu adanya chek and balance dalam pelaksanaan pemerintahan. Masing-masing lembaga baik itu BPD maupun Pemerintah Desa harus mempunyai fungsi yang jelas dan lebih independen.

Dalam konteks UU No. 6 Tahun 2014, BPD mempunyai kedudukan yang setara dengan Kepala Desa. Ini berarti hubungan yang terjalin antara BPD dan Pemerintah Desa dapat dikatakan adalah sebagai mitra, artinya antara BPD dan Pemerintah Desa harus bisa bekerja sama atau berkoordinasi dengan baik dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, misalnya pada penetapan peraturan desa dan APBDes. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala desa untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam melaksanakan pemerintahan. Selain itu BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar pelaksanaan tugas kepala desa. Antara BPD dan kepala desa tentunya tidak boleh saling menjatuhkan tetapi harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerjasama yang mantap dalam proses pelaksanaan pemerintahan desa.

(5)

pemikiran yang sejalan dalam pelaksanaan pemerintahan agar dapat terlaksana pemerintahan desa yang sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Indonesia saat ini, ternyata masih seringkali terjadi persoalan-persoalan terkait dengan koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa yang tentunya berpotensi menjadi penghambat bagi proses pencapaian tujuan pemerintahan desa. Adapun beberapa isu yang terjadi dalam hubungan koordinasi antara BPD dengan Pemerintah desa menurut hasil penelitian Tim Balitbang Provinsi Jawa Timur (2001) sebagai berikut :

a. Adanya arogansi BPD yang merasa kedudukannya lebih tinggi dari Kepala Desa, karena Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD;

b. Dualisme kepemimpinan desa, yaitu kepala desa dengan perangkatnya dan badan perwakilan desa, yang cenderung saling mencurigai;

c. Sering terjadi mis-persepsi sehingga BPD sebagai unsur legislatif desa tetapi melakukan tugas dan fungsi eksekutif kepala desa;

d. Anggota BPD sering belum bisa memilah antara fungsi pemerintahan desa dengan pemerintah desa;

e. Kondisi sumberdaya manusia BPD yang masih belum memadai;

f. Kinerja perangkat desa menjadi tidak efektif karena banyak mantan calon Kepala Desa yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD dan cenderung mencari-cari kesalahan perangkat desa bahkan ada kesan pula mereka berusaha untuk menjatuhkan Kepala Desa ;

(6)

Terjadi kontradiksi perilaku kerja BPD, misalnya BPD tidak mau berurusan dengan Camat.

20.00)

BPD dan Pemerintah Desa adalah dua aktor penting dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dan Pemerintah Desa harus saling bekerja sama serta bahu membahu untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pemerintahan desa. Oleh karena itu, koordinasi antara ke dua aktor tersebut harus berjalan dengan efektif, harmonis dan tidak diskriminatif, sebab koordinasi yang tidak efektif, harmonis dan diskriminatif akan membawa dampak negatif pada penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut.

Desa Selotong merupakan salah satu dari 16 desa di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Berdasarkan wawancara awal yang peneliti lakukan didapatkan informasi bahwa mengenai koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa Selotong dapat dikatakan sudah baik tetapi juga belum berjalan seperti apa yang diharapkan, artinya ke dua aktor tersebut belum dapat secara maksimal bekerjasama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu juga, masih ada anggota BPD maupun Pemerintah Desa yang belum memahami dan mengerti secara mendalam mengenai fungsi dan tugasnya masing-masing.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa, adapun yang menjadi judul penelitian ini adalah “Efektivitas

(7)

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong

Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)”.

1.2 Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah yang menjadi batasan peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti melakukan fokus masalah yang akan diteliti karena begitu banyak teori dalam ilmu sosial dengan persepsi yang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan fokus masalah agar menjadi acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam proses penyusunan dan penetapan Peraturan Desa (legislasi), penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) (Budgeting) dan pelaksanaan pengawasan terhadap pemerintahan desa (monitoring) dalam penyelenggaraan pemerintahan desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

1.3 Rumusan Masalah

(8)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa pada Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, serta melihat kendala-kendala yang dihadapi dalam koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat secara Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, dan mengembangkan kemampuan menulis berdasarkan kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan efektivitas koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

2. Manfaat secara Praktis

(9)

3. Manfaat secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan referensi baik pada Ilmu Administrasi Negara maupun peneliti selanjutnya, yang berkaitan dengan masalah efektivitas koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

1.6 Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Menurut Kerlinger yang dikutip dari efendi (2012:35), teori adalah serangkaian konsep, konstruk, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Di dalam studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggambarkan dari mana sudut makala itu disorot (Nawawi,1992:149).

(10)

penelitian. Kerangka teori / theoretical frame work adalah kerangka berpikir kita yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang kita teliti. Teori merupakan asumsi atau proposisi yang telah dibuktikan kebenarannya (Rianto,2004:29).

Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1 Efektivitas

Dalam suatu organisasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan mengamati efektif tidaknya organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Harbani Pasolong (2007:4), efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan istilah ini sebagai hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan.

(11)

mendefinisikan Efektivitas sebagai pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukan derajat efektivitas. Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan (2005:109) dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Sondang P Siagan (2001 : 24) mendefinisikan : Efektivitas sebagai pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapakan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang dan jasa atas kegiatan yang dijalankan. Efektivitas dalam hal ini menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Sedangkan menurut Atmosoprapto (2002:139) menyatakan efektivitas adalah melakukan hal yang benar sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara cermat.

Efektivitas memiliki 3 tingkatan sebagaimana didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:25-26) antara lain:

1. Efektivitas individu

(12)

2. Efektivitas kelompok

Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerjasama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan kontribusi dari semua anggota kelompoknya.

3. Efektivitas organisasi

Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.

Stoner (1982:27) menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi. Sharma (1982:314) memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi yaitu yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor lingkungan organisasi itu berada (eksternal) yaitu :

1. Produktivitas organisasi/out put

2. Fleksibilitas organisasi dan bentuk keberhasilannya menyusuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan diluar organisasi

3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi/hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi.

(13)

a. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Ketepatan waktu, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapai tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan. c. Manfaat, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan ini memberikan

manfaat bagi masyarakat sesuai kebutuhan.

d. Hasil yang diperoleh, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai dengan harapan masyarakat.

1.6.2 Koordinasi

1.6.2.1 Pengertian Koordinasi

Menurut Stoner (dalam Sugandha 1991:12) Koordinasi adalah Proses penyatu-paduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang berpisah (bagian atau bidang fungsional) dari sesuatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Sedangkan menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006 : 85) berpendapat bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54) Koordinasi adalah

(14)

sendiri. Sementara Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.

Dari beberapa pengertian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

1.6.2.2 Tujuan Koordinasi

Menurut Hasibuan (2011:87) tujuan dari koordinasi adalah:

a. Mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan.

b. Menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan. c. Menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.

d. Menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.

e. Mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan unsur manajemen ke arah sasaran organisasi.

f. Menghindari keterampilan overlanding dari sasaran perusahaan.

1.6.2.3 Tipe – Tipe Koordinasi

(15)

(2011:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2011:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

a. Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unitunit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi horizontal (Horizontal Coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka

(16)

tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena coordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

1.6.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi

Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi sebagai berikut:

a. Kesatuan Tindakan

Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah dirncanakan.

b. Komunikasi

(17)

Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi ataupun memberitahukan” Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi.

Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai berikut :

1. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan.

2. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan

(18)

4. Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui informasi atau pendapat atau pesan atau idea yang disampaikannya kepada orang tersebut.

c. Pembagian Kerja

Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan. Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja (Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.

(19)

Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu. d. Disiplin

Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang diharapkan. Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masingmasing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan disiplin.

1.6.3 Lembaga Perwakilan

1.6.3.1 Pengertian Perwakilan

Definisi perwakilan atau representasi (representation) sangat bervariasi. Budiardjo (2008:317) mendefinisikan Perwakilan adalah konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hanna Penichel Pitkin (1957) mendefinisikannya sebagai proses mewakili, di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan pihak yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara wakil dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika pun terjadi, maka harus mampu meredakan dengan penjelasan.

(20)

mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai proses hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk bertindak sesuai dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakili, selain itu wakil harus mampu membuat kebijakan yang menyangkut kepentingan umum sesuai dengan kepentingan pihak terwakil.

Dari beberapa pengertian perwakilan diatas, dapat disimpulkan bahwa perwakilan adalah suatu hubungan antara dua pihak yaitu pihak wakil dan pihak yang terwakili yang terwujud dalam hubungan antara lembaga perwakilan dan masyarakat, dimana setiap sikap dan tindakan seorang wakil harus sesuai dengan persetujuan pihak yang terwakili, serta harus peka terhadap kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

1.6.3.2 Teori Perwakilan

Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan, baik itu karena pengangkatan/ penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan antara si wakil dengan yang mewakilinya. Hubungan tersebut akan dibahas dengan teori sebagai berikut (Saragih, 1987:82) :

1. Teori Mandat

(21)

a. Mandat Imperatif, menurut teori ini bahwa seorang wakil yang bertindak di lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah (intruksi) yang diberikan oleh yang diwakilinya.

b. Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa tergantung pada perintah (intruksi) dari yang diwakilinya.

c. Mandat Representative, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap bergabung dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk minta pertanggungjawabannya.

2. Teori Organ

Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat. Teori ini diungkapkan oleh seorang berkebangsaan Jerman yang bernama Von Gierke. Menurut teori ini negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dan saling bergantung satu sama lain. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Teori ini didukung oleh Paul Laband dan G. Jellinek.

3. Teori Sosiologi Rieker

(22)

pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan-golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. 4. Teori Hukum Objektif dari Duguit

Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut.

1.6.3.3 Fungsi Lembaga Perwakilan

Lembaga Perwakilan yang disebut dengan Parlemen umumnya mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu (Saragih, 1987:88):

(23)

2. Fungsi Pengawasan, adalah fungsi yang dijalankan oleh Parlemen untuk mengawasi eksekutif agar berfungsi menurut Undang-undang yang dibentuk oleh Parlemen.

3. Sarana Pendidikan Politik, melalui pembahasan-pembahasan kebijaksanaan perwakilan di DPR, atau dimuat dan diulas di media massa, rakyat mengikuti persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan menilai kemampuan masing-masing dan secara tidak langsung mereka dididik ke arah warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.

Sedangkan menurut Arbi Sanit (1985:253) menjelaskan fungsi lembaga legislatif sebagai berikut:

1. Fungsi perwakilan politik, lembaga legislatif/lembaga perwakilan membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut.

2. Fungsi perundang-undangan, lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat memuaskan kepentingan dan aspirasi anggota masyarakat ke dalam kebijaksanaan formal dalam bentuk undang-undang.

(24)

1.6.4 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

1.6.4.1 Pengertian BPD

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.

Dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dikatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

(25)

kesejahteraan masyarakat desa, maka disini terjadi mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta mengawasi kinerja Kepala Desa (UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 55) . Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat. Dalam melaksanakan perannya sebagai sarana yang melancarkan keputusan kolektif di desa maka BPD yang merupakan wakil dari masyarakat desa tersebut, harus menjembatani antara masyarakat dengan Pemerintahan Desa agar minimal adanya kesamaan pendapat dalam menentukan keputusan-keputusan kolektif di desa dan apabila tidak dijembatani maka setidaknya BPD mampu menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa agar nantinya setiap keputusan-keputusan yang diambil merupakan kesepakatan bersama dan sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masyarakat desa, masing-masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu hubungan yang bersifat kemitraan antara BPD dengan Pemerintah Desa harus didasari pada filosofi antara lain (Wasistiono 2006:36) :

(26)

3. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan 4. Adanya prinsip saling menghormati

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Kemudian didalam pasal 56 ayat 1 disebutkan bahwa anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakn wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Ayat 2 menyebutkan masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. Kemudian dalam ayat 3 disebutkan bahwa anggota Badan Permusyawaratan Desa dapat dipilih untuk masa kanggotaan paling banyak 3 (tga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Persyaratan untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa disebutkan dalam pasal 57 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yaitu:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

c. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah; d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; e. bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;

(27)

g. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.

Jumlah anggota Badan Permusyaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan profesi dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan :

a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang di desa yang bersangkutan, sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan.

b. Legalisis, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa bersama-sama Pemerintah Desa.

c. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanana peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta Keputusan Kepala Desa.

d. Menampung aspirasi yang diterima dari masyarakat dan menyalurkan kepada pejabat instansi yang berwenang (Widjaja 2001:13).

1.6.4.2 Tugas BPD

BPD merupakan lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. BPD berfungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, serta melakuakn pengawasan terhadap kinerja kepala desa.

Atas fungsi tersebut, BPD mempunyai tugas sebagai berikut :

(28)

bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan pemerintahan desa, yaitu : penataan Desa, perencanaan Desa, kerja sama Desa, rencana investasi yang masuk ke Desa, pembentukan BUM Desa, pertambahan dan pelepasan Aset Desa, dan kejadian luar biasa;

b) Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa dalam musyawarah desa yang juga diikuti oleh unsur masyarakat desa;

c) Menerima laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran dari Kepala Desa dalam rangka melakukan pengawasan kinerja pemerintahan desa;

d) Memberitaukan secara terutlis kepada Kepala Desa tentang masa jabatan yang akan berakhir yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan berakhir.

e) Membentuk panitia pemilihan kepala desa yang akan melaksanakan tugas pemilihan Kepala Desa mulai dari persiapan hingga penetapan;

f) Melaporakan hasil pelaksanaan pemilihan kepala desa kepada pejabat Bupati/Walikota;

g) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan

h) Menyusun tata tertib BPD.

1.6.4.3 Hak BPD

(29)

a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;

b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan

c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

1.6.4.4 Hak dan Kewajiban Anggota BPD

Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 62 dikatakan bahwa yang menjadi hak dari Anggota BPD adalah sebagai berikut :

1. Mengajukan rancangan peraturan desa ; 2. Mengajukan pertanyaan ;

3. Menyampaikan usul dan pendapat; 4. Memilih dan dipilih ;

5. Memperoleh tunjangan dari anggaran pendapatan dan belanja desa.

Sedangkan yang menjadi kewajiban anggota BPD pada pasal 63 adalah sebagai berikut:

1. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika ;

(30)

3. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat;

4. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;

5. Menghormati nilai - nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan

6. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

1.6.5 Pemerintahan Desa

1.6.5.1 Pengertian Desa

Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(31)

Selain itu juga banyak ahli yang mengemukakan pengertian tentang desa diantaranya menurut Widjaja (2005:3), mengemukakan pengertian dari desa adalah sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan menurut P. J. Bournen (dalam Hanif Nucholis, 2011: 4), Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak berapa ribu orang, hampir semua saling mengenal ; kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya usaha – usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan – ikatan keluarga yang rapat, ketaatan, dan kaidah – kaidah sosial.

Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam. Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat bersahaja serta tingkat pendidikan yang rendah (Adisasmita, 2006: 18).

(32)

besar mata pencahariannya adalah bertani atau nelayan. Pada desa daratan sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai petani baik sawah ataupun kebun, sedangkan pada desa pesisir sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai nelayan.

1.6.5.2 Pemerintahan Desa

Menurut kamus Wikipedia Bahasa Indonesia, Pemerintah secara etimologi berasal dari kata “Perintah”, yang berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Sedangkan definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu masyarakat yang meliliki cara dan strategi yang berbeda-beda dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat tertata dengan baik. Begitupun dengan keberadaan pemerintahan desa yang telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.

Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(33)

Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang desa, adalah sebagai berikut:

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul

Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas: sistem organisasi masyarakat adat; pembinaan kelembagaan masyarakat; pembinaan lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas Desa; dan pengembangan peran masyarakat Desa.

b. Kewenangan lokal berskala desa

Kewenangan lokal berskala Desa paling sedikit terdiri atas kewenangan: kengelolaan tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan tempat pemandian umum; pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; pengelolaan embung Desa; pengelolaan air minum berskala Desa; dan pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/ kota; dan

(34)

1.6.5.3 Pemerintah Desa

Pemerintah Desa menurut Dra. Sumber Saparin (1977) dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa”, menyatakan bahwa: “Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal dari pada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.

Pemerintah desa sebagai penyelenggara pemerintahan yang terendah dan langsung berhadapan dengan rakyat mempunyai beban tugas yang cukup berat karena selain harus melaksanakan segala urusan yang datangnya dari pihak atasan juga harus mengurus berbagai urusan rumah tangga desa yang pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat (Misdiyanti, 1993: 47).

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dikatakan Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Perangkat Desa sebagaimana yang dimaksud diatas, terdiri dari:

1. Sekretaris desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris desa

2. Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan unsur teknis lapangan seperti unsur pengairan, keagamaan dan lain – lain.

(35)

Sebagai penyelenggara unsur pemerintahan desa, pemerintah desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Oleh sebab itu fungsi pemerintah desa adalah sebagai berikut : 1) Menyelenggarakan urusan rumah tangga desa

2) Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan

3) Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat 4) Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat

5) Melaksanakan musyawarah penyelesaian perselisihan

6) Melaksanakan pembinaan perekonomian desa (Solekhan, 2012:63).

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa juga diatur mengenai wewenang, hak dan kewajiban Kepala Desa sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa;

e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa;

g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;

(36)

j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l. memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;

n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berhak:

a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;

c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada

perangkat Desa.

3. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa Berkewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

(37)

c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;

f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;

g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;

h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;

j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;

l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;

m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan

hidup; dan

p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

(38)

mengadakan pengawasan, dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat desa, maka Kepala Desa atas persetujuan BPD mengangkat pejabat perangkat desa.

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

Sumber : (Nurcholis, 2011: 74)

1.7 Definisi Konsep

Menurut singarimbun (2008:33) “konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti”.

Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut merupakan batasan yang jelas

Kepala Desa BPD

Sekretaris Desa

Pelaksana Teknis

Kepala Kewilayahan

(39)

1. Efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan dan sasaran organisasional sesuai dengan yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang atau organisasi menghasilkan keluaran atau output sesuai dengan yang diharapkan.

2. Koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

3. Lembaga perwakilan adalah suatu wadah dimana adanya hubungan antara dua pihak yaitu pihak wakil dan pihak yang terwakili yang terwujud dalam hubungan antara lembaga perwakilan dan masyarakat, dimana setiap sikap dan tindakan seorang wakil harus sesuai dengan persetujuan pihak yang terwakili, serta harus peka terhadap kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis (Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa).

5. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa (Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa).

(40)

Kesatuan Republik Indonesia (Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa).

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan disajikan dalam enam bab yang berurutan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan dilapangan.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini menyajikan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

(41)

BAB VI PENUTUP

Gambar

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

Referensi

Dokumen terkait

The objectives of this research are to find out the difference of writing skills mastery of procedure text of the ninth grade students of Mts Matholi’ul Ulum

Dengan ini diumumkan Penyedia Jasa Konsultansi yang Lulus Prakualifikasi dan Masuk Daftar Pendek Konsultan , sehingga berhak diundang untuk memasukkan penawaran

[r]

[r]

Dengan telah dilaksanakannya evaluasi penawaran Pelelangan Sederhana Pemeliharaan Gedung/Cleaning Service Kementerian Agama Tahun Anggaran 2013, maka Panitia akan

Gubernur Jenderal tidak dapat menguasai tanah yang telah dibuka oleh penduduk asli, atau tanah yang biasa digunakan untuk pengembalaan, atau tanah yang termasuk

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat Ukur, Takar, Timbang dan

Hingga sekarang, Indonesia menjadi salah satu negara dengan masyarakat pengguna Facebook yang besar. Penggunaan Facebook ternyata memberi banyak dampak positif