BAB I
PENDAHULUAN
1.1Konteks Masalah
Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian
pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada
komunikan dengan tujuan yang mengarah kepada keadaan sehat, baik secara fisik,
mental maupun sosial. Komunikasi sendiri adalah pertukaran pesan verbal
maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan. Sedangkan
kesehatan memiliki pengertian keadaan (status) sehat, baik secara fisik, mental
maupun sosial.
Komunikasi kesehatan merupakan proses komunikasi yang melibatkan
pesan kesehatan, unsur-unsur atau peserta komunikasi. Dalam komunikasi
kesehatan berbagai peserta yang terlibat dalam proses kesehatan antara lain ialah
dokter, pasien, perawat, Profesional kesehatan, dan lain - lain. Pesan khusus
dikirim dalam komunikasi kesehatan atau jumlah peserta yang terbatas dengan
menggunakan konteks komunikasi antarpribadi tapi sebaliknya menggunakan
konteks komunikasi massa dalam rangka mempromosikan kesehatan kepada
masyarakat luas yang lebih baik dan cara yang berbeda adalah upaya
meningkatkan keterampilan kemampuan komunikasi kesehatan. Komunikasi
massa seperti promosi kesehatan dan kampanye kesehatan masyarakat akan sangat
besar pengaruhnya kepada penyebaran informasi untuk masyarakat atau publik.
Seperti ilmu-ilmu lainnya, komunikasi kesehatan juga memiliki ruang lingkupnya.
Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit, promosi
kesehatan, serta kebijakan kesehatan. Pencegahan penyakit dibagi menjadi empat
golongan yaitu usaha pencegahan, usaha pengobatan, usaha promotif dan usaha
rehabilitative. Kebijakan kesehatan adalah ilmu yang mengembangkan kajian
tentang hubungan antara pemerintah dan swasta, distribusi kewenangan dan
tanggung jawab antar berbagai level pemerintah. Kebijakan kesehatan memiliki
proses (individu, pelaku, organisasi). Dampak komunikasi kesehatan terhadap
pembangunan kesehatan sebenarnya berbanding lurus. Semakin berhasil
komunikasi kesehatan, maka semakin berhasil pula pembangunan kesehatan
tersebut. Salah satu organisasi swasta yang aktif dalam melakukan pembangunan
kesehatan khususnya dibidang penyakit thalasemia yaitu Yayasan Thalasemia
Indonesia atau disingkat dengan YTI. Salah satu bentuk komunikasi kesehatan
yang dilakukan YTI adalah melakukan kegiatan penyuluhan berupa sosialisasi
kesehatan thalasemia kepada beberapa lapisan masyarakat. Kegiatan tersebut
dilakukan guna mencapai visi YTI dalam memutuskan tali rantai thalasemia.
Thalasemia merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan masih banyak
masyarakat yang tidak mengetahui penyakit ini.Setiap tahunnya penderita
thalasemia semakin meningkat, untuk itulah masyarakat harus lebih peduli dengan
penyakit ini. Thalasemia merupakan penyakit keturunan dengan gejala utama
pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, dan apabila
tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna
kulit menjadi menghitam. Penyebab utama penyakit ini adalah kekurangan salah
satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang.
Apa itu hemoglobin?. Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah
yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, selain itu
yang memberikan warna merah sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari empat
molekul zat besi (heme), dua molekul rantai globin alpha dan dua molekul rantai
globin beta. Rantai globin alpha dan beta adalah protein yang produksinya disandi
oleh gen globin alpha dan beta. Apa yang dimaksud dengan gel globin alpha dan
gen globin beta?. Setiap sifat dan fungsi fisik pada tubuh kita dikontrol oleh gen
yang bekerja sejak masa embrio. Gen terdapat di dalam sel tubuh kita. Setiap gen
selalu berpasangan. Satu belah gen berasal dari ibu dan yang lainnya dari ayah. Di
antara banyak gen dalam tubuh kita, terdapat sepasang gen yang mengontrol
pembentukan hemogelon pada setiap sel darah merah. Gen tersebut dinamakan
gen globin. Gen – gen tersebut terdapat di dalam kromosom. Penyakti thalassemia
disebabkan oleh adanya kelainan / perubahan / mutasi pada gen globin alpha atau
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Bila kelainan pada gen globin alpha maka penyakitnya disebut thalassemia
alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit
thalassemia beta. Karena di Indonesia thalassemia beta lebih sering didapat, maka
thalassemia beta harus lebih diwaspadai oleh masyarakat Indonesia. Penyakit ini
diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada
kromosom kesebelas.
Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta
ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.
Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa
sifat thalassemia beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal / sehat,
sebab masih mempunyai satu belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi
dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan.
Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (homosigot / Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.
(sumber:httapi://thalasemia.org/penyakit-thalasemia/)
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta
dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya
masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapat gen globin yang
berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya, maka anak akan menderita
thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari
ibu atau ayah, maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah
anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya. Thalasemia dibagi
menjadi tiga jenis,yaitu:
1. Thalaemia Alfa
Jenis thalasemia alfa merupakan adanya kelainan pada delasi kromosom
16. Dan thalasemia alfa ini merupakan kekurangan dari sintesis rantai alfa.
Karena saat mengalami thalasemia alfa merupakan penurunan dari rantai
berpasangan, jika mengalami hal ini maka tidak dapat berpasangan dalam
jumlah yang banyak.
2. Thalasemia Beta
Jika anak–anak yang mengalami penyakit thalasemia beta maka akan
mengalami anemia yang berat. Karena pada thalasemia beta akan
mengalami penurunan sintesis rantai beta. Selain itu juga thalasemia beta
memiliki beberapa tingkatan, yaitu mayor, intermedia, dan karier. Jika
seorang anak menderita thalasemia beta maka seumur hidup nya harus
menjalani transfusi darah. (httapi://thalasemia.net/)
“Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk
mempunyai anak penderita thalasemia berat adalah 25 persen, 50 persen menjadi
pembawa sifat (carrier) thalasemia, dan 25 persen kemungkinan bebas
Thalasemia. Sebagian besar penderita Thalasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun,” tutur dr Rahayu Sp A, salah seorang dokter spesialis anak, dihadapan Ketua Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Sumut Hj Sutias
Handayani, pada acara Sosialisasi Penyakit Thalasemia di RS Sari Mutiara
Medan, Rabu (21/1).
(httapi://www.tobasatu.com/2015/01/21/6-dari-100-orang-indonesia-membawa-gen-thalasemia/)
“Dapat dikatakan dengan frekuensi pembawa gen thalasemia di Indonesia berkisar antara enam sampai 10 persen. Mengingat jumlah ini cukup besar, maka
deteksi dini thalasemia sangat penting bagi setiap pasangan yang akan menikah. Untuk mencegah terjadinya Thalasemia pada anak”, kata dr Ayu, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya
maupun melihat Profil sel darah merah dalam tubuhnya.
(httapi://www.tobasatu.com/2015/01/21/6-dari-100-orang-indonesia-membawa-gen-thalasemia/)
Thalasemia dapat dideteksi dengan melakukan skrining test kepada
pasangan yang akan menikah. Skrining tes adalah deteksi dini dari suatu penyakit
atau usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas
digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang keliatannya sehat
tapi sesungguhnya menderita suatu kelainan. Skrining tes meliputi:
(httapi://thalasemia.net/)
1. Pertanyaan (anamnesa)
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium
Setiap tahunnya penderita penyakit thalasemia kian bertambah. Pada tahun
2015 tercatat terdapat sebanyak 6.647 penderita thalasemia di Indonesia. Ketua
Perhimpunan Orangtua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI) pusat
H.Ruswandi mengatakan bahwa jumlah penderita thalasemia terus meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2011, terdapat 4.431 penderita. Jumlah ini meningkat
sebanyak 10,5% pada tahun 2012, menjadi 4.896 penderita. Pada tahun 2013,
meningkatkan sebanyak 24% menjadi 6.070 penderita dan pada tahun 2014
meningkat sebanyak 9,1% menjadi 6.647 penderita. (
httapi://mdn.biz.id/n/141473/) Menurut Sarmawati Ketua POPTI dan juga wakil
ketua YTI, pada tahun 2015 ini setidaknya terdapat sebanyak 102 orang penderita
thalasemia di kota Medan. Jumlah ini meningkat sangat tajam jika dibandingkan
dengan jumlah penderita thalasemia pada tahun 2014 yang berjumlah 83 orang.
Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) merupakan salah satu organisasi
swasta yang bernaung dibawah pemerintahan. YTI bergerak dibidang penerangan
kesehatan penyakit thalasemia. YTI tersebar diseluruh Indonesia termasuk di kota
Medan. Adapun maksud dan tujuan didirikan YTI adalah sebagai berikut:
1. Membantu pemerintah dalam upaya menyelamatkan generasi penerus
yang bebas dari penyakit Thalassaemia.
2. Meringankan beban para orang tua penderita Thalassaemia
3. Meringankan beban para orang tua penderita Thalassaemia
4. Mendirikan Pusat kegiatan Thalassaemia (Thalassaemia Centre)
dibeberapa daerah seperti di Jakarta
Dalam rangka mengurangi tingkat penderita thalasemia khususnya di kota
Medan, YTI dan POPTI kerap melakukan kegiatan penyuluhan berupa sosialisasi
Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mahasiswa hingga
ibu – ibu darmawanita. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat lebih peduli dan
memiliki rasa ingin tahu akan penyakit thalasemia dan dengan adanya kegiatan ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi masyarakat mengenai penyakit
thalasemia ini. Target dari kegiatan sosialisasi dan kampanye tersebut adalah para
wanita yang belum menikah, yang akan menikah dan yang sudah menikah agar
dapat lebih peduli dengan penyakit thalasemia ini. Bagi para wanita yang akan
menikah dihimbau untuk melakukan skrining test sebagai tindakan awal
pencegahan penyakit ini.
Lembaga lain yang juga bergerak di bidang thalasemia ialah POPTI atau
lebih dikenal dengan Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalasemia. Organisasi
ini diperuntukkan bagi para orang tua yang memiliki anak penderita thalasemia.
Banyak kasus yang terjadi, ketika orang tua menyadari anaknya menderita
thalasemia, pada umumnya mereka akan kesulitan untuk mendapatkan informasi
lebih lanjut dalam penanganan thalasemia. Sehingga dengan adanya POPTI, para
orang tua penderita thalasemia akan mendapatkan informasi terkait pengobatan
serta medical treatment untuk anak – anak mereka. Adapun maksud dan tujuan
didirikannya POPTI ialah sebagai berikut:
1. Meringankan beban orang tua penderita
2. Media komunikasi sesame orang tua penderita thalasaemia
3. Mengurangi meningkatnya penderita thalasemia
Satu hal yang menarik tentang thalasemia yang telah dilakukan oleh YTI
dalam melaksankan fungsinya sebagai lembaga yang bergerak dibidang
thalasemia ialah sosialisasi dan kampanye yang dilakukan tanpa menggunakan
media massa sehingga penyebaran informasi tidak maksimal dan efektif. Juga
penerima informasi atau komunikan masih sangat terbatas. Hal ini juga
berpengarauh terhadap peningkatan jumlah penderita thalasemia di kota Medan
khususnya. Organisasi seperti YTI dan POPTI memiliki peranan penting dalam
menyebarluaskan informasi thalasemia kepada masyarakat sehingga
diperlukannya suatu strategi komunikasi kesehatan yang terencana dengan baik
dilakukan seumur hidup dan tentunya tidak murah. Jika YTI dapat melakukan
kegiatan penyuluhan secara efektif maka YTI dapat menyelamatkan banyak orang
dari penyakit ini. Thalasemia bukan saja merugikan penderita tapi juga finansial
keluarga penderita. Hidup sejahtera adalah hak semua orang. Maka untuk itu YTI
memegang pernan penting dalam menyebarluaskan informasi thalasemia dan juga
membantu masyarakat mendapatkan hidup sejahtera.
Penelitian serupa sebelumnya juga telah dilakukan. Penelitian tersebut
dilakukan oleh Dedi Wahyudi seorang mahasiswa Universitas Mulawarman
mengenai STRATEGI KOMUNIKASI PERWAKILAN BKKBN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR DALAM MENSOSIALISASIKAN PIIROGRAM KB.
Dalam penelitian ini, Dedi wahyudi meneliti apa yang menjadi penghambat
sosialisasi BKKBN di kalimantan timur. Hal serupa akan peneliti lakukani di kota
Medan.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini
mengenai strategi komunikasi Yayasan Thalasemia Indonesia dalam
menyebarluaskan informasi thalasemia di kota Medan.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan fokus masalah permasalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Untuk menggambarkan bagaimana strategi komunikasi YTI dalam
mensosialisasikan thalasemia kota Medan?
2. Bagaimana penggunaan strategi komunikasi YTI dalam mensosialisasikan
thalasemia di kota Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan strategi YTI dalam mensosialisasi thalasemia di
kota Medan
2. Untuk mengetahui penggunaan strategi komunikasi YTI dalam men
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan dampak positif dan
menambah pengetahuan dalam khasanah penelitian komunikasi serta dapat
dijadikan sebagai sumber bacaan mahasiswa FISIP USU khususnya
Departemen Ilmu Komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini memberi kontribusi kepada mahasiswa di
bidang ilmu komunikasi yang tertarik dengan studi komunikasi kesehatan
kampanye sosial
3. Secara praktis, peneltian ini wadah untuk menerapkan ilmu yang diterima
peneliti selama menjadi mahasiwa Ilmu Komunikasi sekaligus memberikan
masukan kepada siapa saja yang tertarik meneliti Komunikasi Kesehatan,