Anggota kelompok :
1. Diva Violana Putri (06)
2. Fadila Ika Seftiyana (10)
3. Feryan Adi Anggana (12)
4. Ilham Khaliq Mahardika (17)
5. Kezia Angelina Yunatan (19)
6. Satya Magala (30)
Kerajaan
Islam di
Sulawesi
Kerajaan Gowa
Talo
Kerajaan Buton
Kerajaan Bone
Kerajaan
Banggai
Masuknya Islam
di Sulawesi
Gambar-gambar
•
Hubungan dagang antar pulau di Indonesia menjadi
salah satu media dakwah Islamiyah pada masa awal
pertumbuhan dan perkembangan Islam. Pada abad
ke-16 pelabuhan Gresik mempunyai arti sangat penting
dalam perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Banyak pedagang dari luar Jawa, seperti dari Maluku
(ternate, Hitu), Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain
datang ke Gresik untuk berdagang dan belajar agama
Islam di pesantren Sunan Giri. Setelah kembali ke
daerahnya, mereka berusaha menyebarkan agama Islam
disertai para santri yang sengaja dikirim secara khusus
oleh Sunan Giri. Diantara mereka adalah para pedagang
dari Makasar dan Bugis. Maka masuklah agama Islam ke
Sulawesi yang diterima oleh para penduduk pantai
• Agama Islam masuk ke Sulawesi sejak abad ke-16, sejak masa kekuasaan Sombayya Ri Gowa I Mangngarrangi Daeng Mangrabia
Karaeng Lakiung Sultan Alauddin Awalul Islam raja Gowa ke-14.
tetapi baru mengalami perkembangan pesat pada abad ke-17
setelah raja-raja Gowa dan Tallo menyatakan diri masuk Islam. Islam dinyatakan resmi sebagai agama kerajaan Gowa pada tanggal 9
Jumadil Awal 1051 H / 20 September 1605 M. Raja Gowa yang
pertama masuk Islam ialah Daeng Manrabia yang berganti nama Sultan Alauddin Awwalul Islam, sedang Raja Tallo yang pertama masuk Islam bergelar Sultan Abdullah. Di antara para muballigh yang banyak berjasa dalam menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Sulawesi, antara lain:
• Katib Tunggal,
• Datuk Ri Bandang,
• Datuk Patimang,
• Datuk Ri Tiro, dan
• Syekh Yusuf Tajul Khalwati Tuanta Samalaka
• Dakwah Islamiyah ke Sulawesi berkembang terus sampai ke daerah kerajaan Bugis, Wajo, Sopeng, Sindenreng, dan lain-lain. Suku
Bugis yang terkenal berani, jujur dan suka berterus terang, semula sulit menerima agama Islam. Namun berkat kesungguhan dan
keuletan para mubaligh, secara berangsur-angsur mereka menjadi penganut Islam yang setia
•
Kerajaan Gowa-Tallo adalah 2 kerajaan yang membentuk
persekutuan (1528), dan membentuk suatu kerajaan dan
dikenal dengan nama Kerajaan Makasar , terletak di
sulawesi selatan tepatnya di wilayah Kabupaten Gowa,
Makasar.
•
Letak Kerajaan Makasar sangat strategis yaitu berada di
jalur pelayaran. Karena letaknya yang strategis Kerajaan
Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang
dari Indonesia Timur maupun Indonesia Barat.
•
Untuk mengatur pelayaran dan perdagangan Kerajaan
Makasar, disusunlah sebuah hukum perniagaan yang
disebut Ade Allopiloping Bicaranna
Pabbahi’e
•
Penyebaran agama Islam di Sulawesi selatan dilakukan
oleh Datuk Rebandang dari Sumatera, kemudian pada
abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi
Selatan.
•
Raja Gowa yaitu Karaeng Matoaya Tumamenenga ri
Agamanna yang bergelar Sultan Alaudin menjadi raja
pertama yang memeluk agama Islam yang memerintah
pada tahun 1591-1638.
•
Raja Tallo yaitu Daeng Manrabia kemudian menjadi
perdana menteri dan bergelar Sultan Abdullah.
JASA-JASA SULTAN ALAUDIN
•
Selama memerintah Sultan Alaudin sangat menentang
politik dagang kompeni Belanda yang selalu
memonopoli. Karena kebenciannya itu Sultan Alaudin
membantu rakyat setempat menentang Belanda. Dengan
berulang kali melakukan penyerbuan kepada Belanda.
•
Dan kemudian beliau wafat pada tahun 1639
•
Setelah wafatnya Sultan Alaudin, kemudian
pemerintahannya di teruskan oleh anaknya, yaitu Sultan
Hasanudin yang memerintah pada tahun 1654-1660.
•
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin, beliau
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke
Sumbawa dan sebagian Flores (Nusa Tenggara)
• Usaha ayahnya yang menentang politik dagang Belanda diteruskan oleh Sultan Hasanudin, bahkan karena
kegigihannya beliau diberi sebutan “Ayam Jantan dari Timur”.
• Karena beliau menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan VOC, hubungan antara Batavia dan Ambon terhalangi oleh kerajaan Makasar. Kemudian hingga menyebabkan terjadinya peperangan dan Belanda-pun semakin terdesak karena keberanian Sultan Hasanudin
• Belanda berupaya untuk melakukan politik adu domba antara Makasar dan Kerajaan Bone dengan meminta bantuan
kepada raja Bone yaitu Aru Palakka dan akhirnya Belanda berhasil menguasai Makasar.
• Dengan kekalahannya Makasar harus rela menandatangani perjanjian yang dibuat Belanda, yang disebut dengan
•
VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di
Makasar
•
Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di
Makasar
•
Makasar harus melepaskan daerah jajahannya
•
Aru palakka harus diakui sebagai Raja Bone dan
•
Setelah kekalahnnya Sultan Hasanudin digantikan oleh
putranya yang bernama Mapasomba. Sultan Hasanuddin
sangat berharap agara Mapasomba dapat bekerja sama
dengan Belanda.
•
Tujuannya agar kerajaan Makassar dapat bertahan.
Ternyata Mapasomba jauh lebih keras daripada Ayahnya
sehingga Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran
untuk menghadapi Mapasomba. Pasukan Mapasomba
berhasil dihancurkan dan ia tidak diketahui nasibnya.
Dengan kemenangan itu, Belanda berkuasa sepenuhnya
atas Kerajaan Makassar.
Buton merupakan salah satu Kesultanan yang pernah
mewarnai kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Kesultanan Buton mempunyai cerita yang sangat panjang
namun sisa-sisa kejayaannya masih tersimpan dan tercatat
manis dalam peninggalan-peninggalan Kesultanan Buton
dan Kitab-Kitab sejarah masa lampau. Sejarah Buton pada
dasarnya terbagi dari empat masa penting yaitu masa
Kedatangan manusia-manusia pemukim wilayah Buton
(Mia Patamia), Masa Kerajaan Wolio/Butuni, Masa
Kesultanan Butuni (Buton) dan masa setelah Buton
dimasukan dalam Wilayah NKRI. Namun kami hanya
menyajikan peristiwa sejarah yang terjadi pada masa
kerajaan dan Kesultan Buton.
Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah
kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton
ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu
Oleo. Beliau diislamkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin
Syarif Sulaiman al-Fathani yang datang dari Johor.
Setelah Raja Buton memeluk Islam, beliau langsung
ditabalkan atau ditetapkan menjadi Sultan Buton oleh
Syeikh Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M. Sejak
saat inilah islam mulai berkembang di pulau Buton.
• Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama bidang Politik Pemerintahan dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta mulai menjalin hubungan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe, dan Muna. Demikian juga bidang ekonomi mulai diberlakukan alat tukar dengan menggunakan uang yang disebut Kampua (terbuat dari kapas yang dipintal menjadi benang kemudian ditenun
secara tradisional menjadi kain). Memasuki masa
Pemerintahan Kesultanan juga terjadi perkembangan
diberbagai aspek kehidupan antara lain bidang politik dan pemerintahan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton yaitu “Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan kedudukan perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya Sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie (Wilayah Kecil).
Istana Sultan Buton di Kota Bau-Bau Benteng Sorawalio
•
Kesultanan
Bone
atau
sering
pula
dikenal
dengan Kesultanan Bugis, merupakan kesultanan yang
terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di
daerah
Provinsi
Sulawesi
Selatan
sekarang
ini.
Menguasai areal sekitar 2600 km
2.
•
Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi
penguasa utama di bawah penaruh Belanda di Sulawesi
Selatan dan sekitarnya pada tahun 1666. Bone berada di
bawah
kontrol
Belanda
sampai
tahun 1814 ketika Inggris berkuasa sementara di daerah
ini,
tetapi
dikembalikan
lagi
ke
Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat
kejatuhan Napoleon Bonaparte.
•
Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan
meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda,
namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi
untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone
menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi. Di
Bone, para raja bergelar Arumponé.
• Matasilompoé [Manurungngé ri Matajang] (1392-1424)
• La Umassa Petta Panré Bessié [ Petta Paladeng - Arung Labuaja ] Matinroe Ri Bengo [To' Mulaiyé Ranreng] (1424-1441)
• La Saliyu Karampéluwa/Karaéng Pélua'? [Pasadowakki] (1441-1470)
• We Ban-ri Gau Daéng Marawa Arung Majang Makaleppié Bisu-ri Lalengpili Petta-ri La Welareng [Malajangngé ri Cina] (1470-1490)
• La Tenri Sukki Mappajungngé (1490-1517)
• La Uliyo/Wuliyo Boté'é [Matinroé-ri Itterung] (1517-1542)
• La Tenri Rawe Bongkangngé [Matinroé-ri Gucinna] (1542-1584)
• La Icca'/La Inca' [Matinroé-ri Adénénna] (1584-1595)
• La Pattawe [Matinroé-ri Bettung] (15xx - 1590)
• We Tenrituppu [Matinroé ri Sidénréng] (1590-1607)
• La Tenrirua [Matinroé ri Bantaéng] (1607-1608)
• La Tenripalé [Matinroé ri Tallo] (1608-1626)
• Tobala', Arung Tanété Riawang, dijadikan regent oleh Gowa (1643-1660)
• La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1667-1672)
• La Tenritatta Matinroé ri Bontoala' (Arung Palakka) Petta Malampe'é Gemme'na Daéng Sérang (1672-1696)
• La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenri Bali Malaé Sanrang Petta Matinroé ri Nagauléng (1696-1714)
• Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiyat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1714-1715) (masa jabatan pertama)
• La Padassajati/Padang Sajati To' Apaware Paduka Sri Sultan
Sulaiman ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Béula] (1715-1720)
• Bata-ri Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1715) (masa jabatan kedua)
• La Pareppa To' Aparapu Sappéwali Daéng Bonto Madanrang
Karaéng Anamonjang Paduka Sri Sultan Shahab ud-din Ismail ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din (1720-1721). Ia menjadi Sultan Gowa [Tumamenanga-ri Sompaopu], Arumpone Bone, dan Datu Soppeng.
• I-Mappaurangi Karaéng Kanjilo Paduka Sri Sultan Siraj ud-din ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Kadir (1721-1724). Menjadi
Sultan Gowa dengan gelar Tuammenang-ri-Pasi dan Sultan Tallo dengan gelar Tomamaliang-ri Gaukana
• La Panaongi To' Pawawoi Arung Mampu Karaéng Biséi
Paduka Sri Sultan 'Abdu'llah Mansur ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Tuammenang-ri Biséi] (1724)
• Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1724-1738) (masa jabatan ketiga)
• I-Danraja Siti Nafisah Karaéng Langelo binti al-Marhum (1738-1741)
• Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1741-1749) (masa jabatan keempat)
• La Temmassogé Mappasossong To' Appaware' Petta Paduka Sri Sultan 'Abdu'l Razzaq Jalal ud-din ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé ri-Malimongang] (1749-1775)
• La Tenri Tappu To' Appaliweng Arung Timurung Paduka Sri Sultan Ahmad as-Saleh Shams ud-din
[Matinroé-ri-Rompégading] (1775-1812)
• La Mappatunru To Appatunru' Paduka Sri Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin [Matinroé-ri Laleng-bata] (1812-1823)
• I-Manéng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din [Matinroé-ri Kassi] (1823-1835)
• La Mappaséling Paduka Sri Sultan Adam Nazim ud-din [Matinroé-ri Salassana] (1835-1845)
• La Parénréngi Paduka Sri Sultan Ahmad Saleh Muhi ud-din [Matinroé-ri Aja-bénténg] (1845-1858)
• La Pamadanuka Paduka Sri Sultan Sultan Abul-Hadi (1858-1860)
• La Singkeru Rukka Paduka Sri Sultan Ahmad Idris [Matinroé-ri Lalambata] (1860-1871)
• I-Banri Gau Paduka Sri Sultana Fatima [Matinroé-ri Bola Mapparé'na] (1871-1895)
• La Pawawoi Karaéng Sigéri [Matinroé-ri Bandung] (1895-1905)
• Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan Husain (1931-1946) (masa
jabatan pertama)
• Andi Pabénténg Daéng Palawa [Matinroé-ri Matuju] (1946-1950)
• Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan Husain [Matinroé-ri Gowa] (1950-1960) (masa jabatan kedua diangkat oleh belanda)
• Arung Bocco Petta Daru / Petta Pangulu / Petta Ponggawa / Petta Paladeng [MatinroE-ri Bengo] (1827-1904) (setelah wafat tidak ada mangkau di bone selama 20 thn)
• Ratu Bessi Kejora Saudara Kandung Dari Arung Bocco Petta Pangulu / Petta Ponggawa / Petta Paladeng [MatinroE-ri
Kajuara]] ) (Adalah keturunan Langsung Dari Almarhum Jendral M.Yusuf)"
Sejarah Singkat
Kerajaan Banggai sudah dikenal sejak abad ke 13, sebagaimana termuat dalam buku Negara Kertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun saka 1478/1365 M. Saat itu keraton Raja Banggai keadaannya masih terpelihara dengan baik. Kerajaan ini tidak dikenal mengenal putera mahkkota. Siapapun bisa diangkat menjadi Raja atas keputusan Basalo Sangkap. Terbentuknya Basalo Sangkep berawal dari empat kerajaan kecil di Pulau Banggai, yaitu Kerajaan Babolau ,Singgolok, Kookini dan Katapen. Kerajaan Banggai pada awalnya hanya meliputi wilayah Banggai Kepulauan namun kemudian oleh Adi Cokro, panglima perang kesultanan Ternate yang berasal dari Jawa, kemudian menyatukan keempat Raja Banggai, kerajaan itu menjadi Kerajaan Banggai. Keempat rajanya kemudian dijadikan Basalo Sangkap yang terdiri dari Basalo Dodung (Raja Babolau), Basalo Gong - gong (Raja Singgolok), Basalo Bonunungan (Raja Kookini) dan Basalo Mongosong (Raja Katapean). Setelah Adi Cokro menyatukan keempat kerajaan itu bahkan memperluas wilayahnya sampai ke Banggai Daratan ia kemudian kembali ke Jawa sehingga terjadilah kekosongan kepemimpinan.
Basalo Sangkap lantas memilih Abu Kasim, putera Adi Cokro hasil perkawinan dengan Nurussapa-puteri Raj Singgolok menjadi raja Banggai. Namun, sebelum dilantik Abu Kasim tewas terbunuh oleh bajak laut dalam sebuah pelayaran.
Basalo Sangkap kemudian memilih Maulana Prins Mandapar, anak Adi Cokro yang lain, hasil perkawinannya dengan seorang puteri Portugis. Basalo Sangkap ini pula yang melantik Mandapar menjadi raja Banggai pertama dan berkuasa tahun 1600 - 1625.
Pelantikan Mandapar dan raja - raja selalu dilakukan diatas sebuah batu yang dipahat menyerupai tempat duduk. Sampai saat ini batu tersebut masih ada di kota tua Banggai Lalongo, sekitar lima kilometer dari Kota Banggai.
Setelah Mandapar dilantik, kerajaan Banggai mulai ditata sedemikian rupa sehingga pemerintahan maupun kehidupan rakyatnya berjalan dengan selaras. Untuk membantu raja, dibentuklah dewan menteri atau yang dikenal dengan komisi empat. Komisi empat itu terdiri dari Mayor Ngopa atau Raja Muda, Kapitan Laut atau Kepala Angkatan Perang, Jogugu atau Menteri Dalam Negeri dan Hukum Tua atau Pengadilan . Komisi empat masing - masing memiliki sejumlah pembantu. Pembantunya dipilih dan diangkat langsung oleh raja dengan persetujuan Basalo Sangkap. Raja juga mengangkat staf pribadi untuk urusan pemerintahan (politik) dan rumah tangga kerajaan.