72
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBATPASIEN SKIZOFRENIA
DI RSJ. PROF. DR. HB. SAANIN PADANG
Ira Erwina, Dewi Eka Putri, Bunga Permata WennyFakultas Keperawatan Universitas Andalas
Abstract : Schizophrenia is one of the mental disorders with the highest number when compared with other mental disorders. The problem faced today is the high rate of relapse in patients with schizophrenia. Some of the factors that affect treatment compliance is the effect of drugs taken, drug dosage, duration of treatment and the cost of treatment. The purpose of this study is to determine the factors associated with treatment compliance. The study was conducted in Prof.Dr.Hb.Saanin Mental Hospital Padang; the number of respondents as many as 75 people, cross-sectional design, the data collected using questionnaires. The results showed that there is a significant relationship (p <0.05) between the side effects of medication and dosage to the patient's adherence to treatment, and there was no significant relationship (p> 0.05) between duration of treatment and the cost of treatment with patient compliance with treatment. The most influential factor is the dose of the drug. It is recommended for nurses to constantly monitor the patient in taking medication and for patients to always communicate the perceived effects while taking the drug.
Keywords: Schizophrenia, medication adherence
Abstrak : Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa dengan jumlah yang terbanyak jika dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tingginya angka kekambuhan pada pasien skizofrenia. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat adalah efek obat yang diminum, dosis obat, lama pengobatan dan biaya pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat. Penelitian dilakukan di RSJ. Prof. Dr. Hb. Saanin Padang, denganjumlah responden sebanyak 75 orang, desain cross sectional, data diambil menggunakan kuisioner. Hasil didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara efek samping obat dan dosis obat dengan kepatuhan berobat pasien, dan tidak ada hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara lama pengobatan dan biaya pengobatan dengan kepatuhan berobat pasien. Faktor yang paling berpengaruh adalah dosis obat. Disarankan untuk perawat agar selalu memonitor pasien dalam minum obat dan bagi pasien agar selalu mengkomunikasi efek yang dirasakan selama mengkonsumsi obat.
Kata Kunci : Skizofrenia, kepatuhan minum obat Skizoprenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku yang dapat diterima secara rasional (Stuart & Laraia, 2005).
Salah satu masalah dalam penanganan skizofrenia adalah kekambuhan. Kekambuhan pada satu tahun setelah
terdiagnosa skizofrenia dialami oleh: 60 - 70% pasien yang tidak mendapatkan terapi medikasi (Wardhani, 2009). Fenomena kekambuhan lebih banyak diakibatkan oleh putus obat. Salah satu survey yang membuktikan bahwa kekambuhan diakibatkan oleh ketidakpatuhan akan obat adalah survey World Federation of Mental Health tahun 2006, survey ini dilakukan terhadap 982 keluarga yang mempunyai anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, hasilnya menunjukkan 51% pasien gangguan
76 jiwa kambuh akibat berhenti minum obat, 49% kambuh akibat merubah dosis obat sendiri.
Kepatuhan adalah sebuah istilah yang menggambarkan bagaimana pasien mengikuti petunjuk dan rekomendasi terapi dari perawat atau dokter (Gajski & Karlovic, 2008). Ketidakpatuhan pasien gangguan jiwa terhadap regimen terapeutik: pengobatan menjadi masalah global di seluruh dunia. Menurut Sacket dan Snow (1979, dalam Evangeliste, 1999) hanya 25% sampai 50% pasien gangguan jiwa yang patuh terhadap pengobatan. Supaya masalah ketidakpatuhan ini dapat diatasi maka perawat harus memahami factor_faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan. Adapun penyebab ketidakpatuhan pasien terhadap terapi obat adalah sifat penyakit yang kronis sehingga pasien merasa bosan minum obat, berkurangnya gejala, tidak pasti tentang tujuan terapi, harga obat yang mahal, tidak mengerti tentang instruksi penggunaan obat, dosis yang tidak akurat dalam mengkonsumsi obat, dan efek samping yang tidak menyenangkan (Husar, 1995 dalam Wardhani 2009).
Kajian pendahuluan di rawat inap di RSJ Prof. HB Saanin Padang pada bulan September 2014, diketahui bahwa jumlah pasien skizoprenia adalah 295 orang. Hasil wawancara dengan konsultan keperawatan disampaikan bahwa lebih dari 50% pasien dirawat karena kekambuhan akibat ketidakpatuhan minum obat dan kurangnya dukungan keluarga dalam merawatan di rumah.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan pasien terhadap obat maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien Skizoprenia di RS. HB. Saanin Padang”.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang di rawat di RSJ. HB. Saanin Padang. Sampel dalam penelitian adalah pasien yang berada di ruang rawat inap di RSJ. HB. Saanin Padang yang sesuai dengan criteria yaitu mengalami diagnosa medis Skizofrenia dan bisa berkomunikasi dengan baik. Tehnik pengambilan sampel dengan Purposive Sampling. Untuk jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 75 orang. Penelitian dilakukan di ruangan rawat di RSJ. HB. Saanin Padang.
Waktu penelitian direncanakan mulai dari bulan Februari- November 2014. Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal
sampai dengan presentasi atau publikasi dari hasil penelitian. Alat pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kuesioner, digunakan untuk mengumpulkan data terkait karakteristik responden,efek samping obat, dosis obat, lama pengobatan, biaya dan kepatuhan. Terdiri dari 2 kuisioner, kuisioner A berisikan tentang karakteristik responden, efek samping, lama pengobatan, dosis obat yang digunakan serta biaya pengobatan. Instrumen ini disusun sendiri oleh peneliti. Sedangkan kuisioner B tentang kepatuhan pasien minum obat diambil dari hasil penelitian lain tentang kepatuhan di RSJ Semarang (Iswanti, 2012).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan table 1 dapat disimpulkan bahwa efek samping dari pengobatan yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah tidak mengganggu sebanyak 41 orang (54,7%).
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa lama pengobatan yang sudah dilalui oleh responden lebih dari 1 tahun sebanyak 54 orang (72%).
77 Berdasarkan tabel 4 di bawah dapat disimpulkan bahwa biaya pengobatan yang paling banyak digunakan oleh responden adalah asuransi kesehatan, yaitu sebanyak sebanyak 72 orang (96%). Berdasarkan tabel
5 dapat disimpulkan bahwa kepatuhan minum obat responden yang paling banyak adalah tidak patuh, yaitu sebanyak 43 orang (57,3%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi RespondenBerdasarkan Biaya Pengobatan di RSJ.Prof. DR. HB. Saanin Padang
Biaya Pengobatan Frekuensi Persentase
Asuransi 72 96
Pribadi 3 4
Total 100 100
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat Di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Kepatuhan Frekuensi Persentase
TidakPatuh 43 57,3
Patuh 32 42,7
Total 100 100
Tabel 6 Analisis korelasi efek samping dengan kepatuhan responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Variabel N r p-value
Efek Samping 75 0,224 0,035
Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearmen didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efek samping pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,03 5 dan r = 0,224 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah positif, yang berarti makin mengganggu efek samping yang dialami, maka makin tidak patuh pasien dalam berobat. Berdasarkan
hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearmen didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis obat yang dikonsumsi dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,005 dan r = -0,324 yang berarti kekuatan hubungan lemah dan arah negatif, yang berarti makin tepat dosis yang dikonsumsi, maka makin rendah ketidakpatuhan pasien dalam berobat.
Tabel 7 Analisis korelasi dosis obat dengan kepatuhan responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Variabel N r p-value
76
Tabel 8 Analisis korelasi lama pengobatan dengan kepatuhan responden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Variabel N r p-value
Lama Pengobatan 75 0,058 0,623
Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearman didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama pengobatan dengan kepatuhan responden, dengan nilai p-value 0,623 dan r = -0,058 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah
negatif. Berdasarkan hasil analisis pengolahan data menggunakan uji korelasi spearman didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara biaya pengobatan p-value 0,743 dan r = -0,039 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dan arah negatif.
Tabel 9 Analisis korelasi biaya pengobatan dengan kepatuhanresponden di RSJ. Prof. DR. HB. Saanin Padang
Variabel N r p-value
Biaya Pengobatan 75 -0,039 0,743
Berdasarkan pemodelan dari analsis bivariat dan multivariat, dari empat variabel independent hanya ada dua yang bisa dilanjutkan untuk pemodelan multivariat yaitu efek samping pengobatan dan dosis obat yang di konsumsi responden. Dari hasil
analisis, variabel yang paling berpengaruh untuk kepatuhan berobat responden adalah dosis pengobatan yang dikonsumsi oleh responden, dimana variable yang significant, yaitu hanya dosis obat dengan p-value 0,05 dan odds ratio sebesar 0.092.
PEMBAHASAN
Samalin (2010) menjelaskan bahwa ada hubungan obat yang dikonsumsi dengan kepatuhan minum obat terkait kemanjuran dan tolerabilitas antipsikotik. Menurut Fleischhacker (2003) bahwa klien yang mengalami efek terapeutik pengobatan menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi, sementara klien yang tidak merasakan efek terapeutik dari pengobatan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Efek samping yang merugikan atau membuat pasien merasa tidak nyaman akan berpengaruh pada perilaku ketidakpatuhan. Hal ini senada dengan konsep yang dikemukakan Maslim (2001). menguraikan jenis obat tipikal dan atipikal memiliki efek samping
extrapiramidal. Brunner & Suddart (2002) juga menguraikan bahwa efek samping yang
tidak menyenangkan dari obat dapat mempengaruhi kepatuhan.Pasien yang mengkonsumsi obat dengan efek yang mengganggu akan memutuskan untuk mengurangi bahkan menghentikan minum obat, karena dengan menghentikan minum obat maka akan mengurangi bahkan menghilangkan efek yang dirasakan merugikan. Maka dapat disimpulkan bahwa efek samping obat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pasien skizofrenia.
Dosis obat sangat erat kaitannya dengan masalah yang dialami oleh pasien. Semakin banyak perilaku negative yang ditampilkan,
76 biasanya akan semakin besar dosis yang diberikan pada pasien tersebut. Sesuai dengan teori bahwa pemberian dosissaat pertama kali pemberian akan diberikan dosis yang paling tinggi, dan kemudian seiring dengan turunnya gejala, maka dosis akan diturunkan (tapering off) (Stuart, 2009). Dosis yang diterima pasien akan disesuaikan dengan hasil pengkajian yang ditemukan.
Selain hal tersebut, kondisi berada di RSJ juga membuat perhatian tenaga kesehatan terkait dosis untuk pasien juga menjadi acuan, dimana dalam satu minggu pasien bertemu dengan dokter untuk mengetahui perkembangan pasien dan hal tersebut juga termasuk meninjau apakah dosis yang diberikan sudah sesuai atau belum. Oleh karena itu, dari analisis terlihat hubungan yang negative antara dosis obat yang tepat dengan ketidakpatuhan, yang mana artinya makin tepat dosis makin rendah ketidakpatuhan pasien, walaupun kekuatan hubungannya lemah.
Temuan yang didapatkan peneliti pada pasien yang mengalami sakit dalam rentang yang pendek maupun yang lama sama-sama menunjukkan perilaku ketidakpatuhan minum obat, hal ini terjadi karena pasien menunjukkan gej ala psikotik yaitu daya tilik negatif (mengingkari penyakitnya), sehingga mempengaruhi keputusan klien untuk mematuhi program pengobatan. Hal ini bertolak belakang dengan konsep Videbeck (2008) bahwa lama sakit berpengaruh terhadap kepatuhan terkait lama dan biaya dari pengobatan. Ashwin (2007 dalam Bustilo, 2008) menguraikan bahwa kejenuhan pasien skizofrenia minum obat setiap hari, menyebabkan tingkat kepatuhan klien untuk meminum obat menjadi menurun. Perbedaan hasil penelitian dengan konsep yang ada dimungkinkan, karena peneliti saat menganalisis data menghubungkan lama sakit terhadap kepatuhan minum obat selama di rawat di RSJ bukan tidak mengukur keadaan pasien saat berada dirumah.
Hasil analisis statistik menunjukkan ada pola hubungan negatif antara lama sakit dengan kepatuhan minum obat, maka membuktikan bahwa semakin lamanya responden mengalami sakit maka kepatuhan minum obat semakin menurun. Menurut peneliti hal ini memungkinkan, karena seseorang yang mengalami sakit dalam kurun waktu yang lama akan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan dalam menjalankan program terapi. Faktor kebosanan, putus asa terhadap manfaat terapi dan biaya yang harus dikeluarkan secara terus menerus untuk mendapatkan obat menurunkan motivasi untuk patuh terhadap program terapi.
Townsend (2010) menyatakan bahwa individu yang mengalami gangguan jiwa biasanya memiliki masalah ekonomi, dan penghasilan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kepatuhan berobat. Sehingga secara tidak langsung tidak memiliki jaminan kesehatan untuk dirinya, karena individu dengan perekonomian yang rendah akan berpikir ulang untuk menyisakan uang untuk asuransi kesehatan. Perbedaan pendapat ini bisa saja timbul karena pergeseran kondisi yang terjadi di Indonesia. Sebelum digalakkannya BPJS atau asuransi kesehatan untuk semua lapisan masyarakat, pasien gangguan jiwa sebagian besar tidak memiliki asuransi kesehatan. Tapi sejak dijalankannya program asuransi kesehatan untuk semua lapisan masyarakat, maka semua orang termasuk pasien skizofrenia juga ikut mendaftar menjadi peserta asuransi kesehatan untuk mendukung kontinuitas pengobatan mereka.
Dapat disimpulkan bahwa, walaupun ada asuransi atau tidak memiliki asuransi, hal tersebut tidak menunjukkan perbahan pada perilaku kepatuhan pasien skizofrenia. Karena hal yang mempengaruhi kepatuhan bukan berdasarkan adanya biaya tapi pengalaman yang dirasakan saat mengkonsumsi obat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Wardhani (2009), yang menyatakan bahwa pengalaman pasien
77 skizofrenia dalam minum obat akan berpengaruh pada perilaku terhadap kepatuhan berobat.Dari hasil analisis data, variabel yang paling berpengaruh untuk kepatuhan berobat responden adalah dosis pengobatan yang dikonsumsi oleh responden, dimana variable yang significant, yaitu hanya dosis obat dengan p-value 0,05 dan odds ratio sebesar 0.092. Hal ini berarti bahwa dosis obat yang dikonsumsi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pasien skizofrenia berobat.
Pemberian dosis yang tepat akan mengakibatkan efek yang timbul juga lebih minimal. Dosis yang tepat akan membuat pasien menjadi lebih produktif dan mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan mandiri (Stuart, 2009). Jika pemberian dosis tepat untuk mengatasi masalah pasien, maka masalah fisik dan perilaku yang dimiliki pasien akan berkurang secara significant. Tinggal memperbaiki masalah emosional pasien dengan pendekatan psikoterapi. Karena tidak ada obat yang mampu mengatasi masalah emosional pasien.
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa dari faktor obat (dosis, efek, lama pengobatan dan biaya) terkait dengan kepatuhan pasien skizofrenia hanya satu faktor saja yang mempengaruhinya, yaitu dosis. Maka jika ingin membuat tingkat kepatuhan pasien menjadi baik, hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah ketepatan dosis yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
KESIMPULAN
Lebih dari separuh (54,7%) responden dengan efek obat yang tidak mengganggu, sebahagian besar (82,7%) dosis obat yang diterima responden tepat, lebih dari separuh (72%) responden dengan lama pengobatan lebih dari 1 tahun, sebagian besar responden (96%) menggunakan biaya pengobatan asuransi kesehatan dan lebih dari separuh (57,3%) responden tidak patuh pada pengobatan.Terdapat hubungan yang
bermakna dengan arah yang negatif antara efek obat dengan kepatuhan, terdapat hubungan yang bermakna dengan arah positif antara dosis obat dengan kepatuhan, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama pengobatan dengan kepatuhan, dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara biaya pengobatan dengan kepatuhan pada pasien skizofrenia.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat pada pasien skizofrenia di RSJ. Prof. Dr. Hb. SaaninPadang adalah dosis obat yang dikonsumsi pasien.Disarankan bagi pasien, agar aktif berkomunikasi dengan perawat tentang efek terapi dan efek samping yang dirasakan sehingga perilaku kepatuhan minum obat dapat dipertahankan baik selama di Rumah Sakit maupun ketika sudah kembali kerumah. Bagi perawat, supaya memfasilitasi kegiatan monitoring kepatuhan minum obat. Bagi Rumah Sakit, agar membentuk perkumpulan sehat jiwa guna memfasilitasi pasien dan keluarga yang memerlukan informasi tentanggangguan jiwa. DAFTAR PUSTAKA Australian college of pharmacypractice,(2001). Compliance andconcordance. 02 Desember 2011.http ://www.kepatuhan minumobat.com.
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal -Bedah. Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC.
Bustilo, J.R. (2008). Schizophrenia. Dikases dari http://www.schizophrenia.com pada tanggal 25 Maret 2014.
Farmer, K.C. (1999). Contemporary Issues: Methods for Measuring
andMonitoring Medication RegimenAdherence in Clinical Trials andClinical
Practice.ClinicalTherapeutics, vol.21, No.6.
78 Fleischhacker,W., Oehl,M.A.&Hummer,M.(2003). FactorsInfluencing Compliance in Schizophrenia Patients.Journal ClinPsychiatry;64 (suppl 16); 10-13.Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. FKM UI. Depok: Tidak dipublikasikan.Hawari, D. (2001). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa: SKIZOFRENIA, Jakarta: FKUI.
Hughes, I., Hill, B., & Budd, R. (1997). Compliance with antipsychotic medication: From theory to practice. Journal of Mental Health, 6(5), 473- 489.
Maslim, R. (2001). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication).Edisi ketiga. Jakarta.
Niven, N. (2002). Psikologi kesehatan. Jakarta: EGC.
Polit, H. (2004). Nursing
research:principles and methods. 7th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Saenz, D., & Marinelli, R.P. (1998). A retrospective study of the correlation between diagnosis of schizophrenia orbipolar disorder and medicationnoncompliance. West
VirginiaUniversitySamalin, L., Blanc, O., & Llorca, P. M. (2010). Optimizing treatment
ofschizophrenia to minimizerelapse.Expert Review
ofNeurotherapeutics 10(2). 47-50.Sastroasmoro, S., & Ismael, S (2011).
Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. (8th edition).
St.Louis: Mosby.
Thompson, K.J. Kulkarni, A.A. Sergejew. (1999). Reliability and validity of a new Medication Adherence Rating
Scale (MARS) for the psychoses. Schizophrenia Research 42 (2000) 241–247.
Townsend, M. C. (2010). Psychiatric Mental Health Nursing. 6th Ed. USA: F. A. Davis Company.
Videbeck , S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ward, S., Duehn, W., (1999). Participant modeling in a sexual abuse prevention program.The University of Texas at Arlington.
Wardani, I.Y., (2009). Pengalaman keluarga menghadapi ketidakpatuhan anggota keluarga dengan skizofrenia dalam mengikuti regimen terapeutik: pengobatan.Tesis FIK UI. Depok: Tidak dipublikasikan.
WHO (2012). Health topic: Mental disorders. Diakses dari www.who.int.