• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1. Pendahuluan. kekerasan. Secara umum hal ini benar adanya, namun masyarakat Jepang juga tergolong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1. Pendahuluan. kekerasan. Secara umum hal ini benar adanya, namun masyarakat Jepang juga tergolong"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Jepang mempunyai reputasi sebagai negara yang patuh pada hukum, negara tanpa kekerasan. Secara umum hal ini benar adanya, namun masyarakat Jepang juga tergolong masyarakat yang keras hirarki dan juga masyarakat yang memiliki susunan atau urutan kekuasaan (dalam kelompok). Sifat berkelompok ini sebenarnya tidak hanya pada masyarakat Jepang, tapi juga pada masyarakat lainnya. Hanya saja dalam segala aspek sosialnya, bangsa Jepang lebih kuat dan nyata. Bangsa Jepang lebih menitik beratkan prioritasnya pada keompok daripada individu (Nakane, 1986). Menurut Lebra (1976), bangsa Jepang adalah bangsa yang paling sensitif dan mereka memberi perhatian yang cukup besar terhadap objek sosial yaitu manusia lain. Pada saat seseorang merasa senang atau sedih, bahagia atau menderita, harapan maupun keputusasaan, mereka cenderung menghubungkan hal-hal ini dengan orang lain atau menurut mereka perasaan seperti disebutkan tadi hanya akan muncul saar mereka berinteraksi dengan orang lain. Pernyataan ini menyatakan bahwa bangsa Jepang lebih mengutamakan lingkungan sosial yaitu kelompok dibanding pribadinya. Peranan individu tetap diakui dan dihargai, namun dalam lingkungan sosial, kelompok yang ada dalam masyarakat Jepang mendorong adanya perasaan kebersamaan (in group). Seperti yang di jelaskan Odaka (2001:43):

A group orientation, or groupism (shudan-shugi), means that a group or organization perceives itself as a close-knit community with a shared destiny and therefore places less emphasis on realizing its members' potential and satisfying their individual aspirations than on ensuring the continued well-being of the whole and the overall peace and happiness of the group (Odaka, 2001:43-46).

(2)

Terjemahan :

Orientasi grup (shuudan shugi) mempunyai arti yaitu suatu organisasi yang melihat diri mereka sendiri sebagai suatu perkumpulan individu-individu yang mempunyai nasib yang sama, oleh karena itu mereka lebih menitik beratkan kelangsungan keseluruhan organisasi dan kedamaian serta kebahagiaan seluruh organisasi atau grup daripada memenuhi aspirasi dari masing-masing individual dan potensi dari masing-masing individu.

Dalam culture's consequences (2001:234) menjelaskan bahwa kebersamaan antara individu dengan kelompoknya sudah terbentuk sejak mereka kecil dan di mulai dari kelompok kecil yaitu keluarga.

Di Jepang terdapat fenomena ijime atau dalam bahasa Inggris bullying yang merupakan sebuah masalah yang di cemaskan dan merupakan suatu teka-teki bagi para pengajar dan para pakar sosiologi selama beberapa tahun ini. Dalam Gakken Japanese Dictionary (2002) ijimeru adalah 「弱いものを苦しめる」 yang berarti menyiksa sesuatu yang lemah, dan ijime berarti:

いじめること。集団で特定の個人に精神的、肉体的苦痛を長期にわたり 与え続けること。

Terjemahan:

Hal perbuatan menyiksa. Seseorang yang telah ditetapkan dalam sebuah kelompok disiksa baik secara mental maupun fisik secara terus menerus.

The Nature of School Bullying (1998:311) mengatakan:

One handy Japanese – English dictionary lists translation of ‘ijime-ru’, a verbal form of ‘ijime’, as follows: ill-treat; treat someone harshly; be hard on someone; be cruel to, tease; annoy; bully. Several definitions have attempted to describe this problematic phenomenon in schools.

Terjemahan :

Sebuah kamus Jepang-Inggris mengatakan bahwa kata ‘ijime-ru’ merupakan kata kerja dari kata ‘ijime’, dengan arti: menganiaya; memperlakukan seseorang dengan kasar; menjahati seseorang; kejam terhadap; meledek; mengganggu; menggertak.

(3)

Banyak definisi yang telah coba di keluarkan untuk menjelaskan fenomena masalah di sekolah seperti ini.

Namun dari semua pengertian yang telah di buat oleh para peneliti, pendapat dari Morita dalam The Nature of School Bullying (1998:311) yang paling banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Berikut penggalan definisi Morita dan Kiyonaga (1985):

A type of aggressive behavior by which someone who holds a dominant position in a group-interaction process, by intentional or collective acts, causes mental and/or physical suffering to another inside a group.

Terjemahan:

Sebuah tipe kelakuan yang agresif yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki kedudukan dominan dalam sebuah interaksi grup atau kelompok, yang dilakukan dengan sengaja yang menyebabkan penderitaan fisik dan/atau mental bagi grup lainnya.

Dalam Japanese1-2-3 (2009) disebutkan bahwa biasanya ijime ini dilakukan oleh kelompok terhadap individu yang tidak memiliki kelompok di lingkungannya. Dalam kasus ekstrim, korban ijime telah diarahkan ke bunuh diri atau bahkan terbunuh saat itu juga.

Ijime merupakan masalah sosial yang agak serius. Fredman (1995) menyatakan bahwa masalah ijime ini sebenarnya sudah berkurang, namun tindak ijime itu sendiri menjadi lebih kejam daripada sebelumnya. Banyak penyebab yang dapat menjawab mengapa tindak ijime ini bisa terjadi, namun penyebab itu sendiri tidaklah sederhana.

Pertama kita harus melihat dari sisi karakter masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang homogen. Mereka memelihara pemikiran bahwa menjadi sama seperti yang lainnya adalah sebuah sifat yang baik atau merupakan sebuah kebaikan dan juga memberikan mereka rasa lega atau rasa aman. Mereka takut jika mereka berbeda dari yang lainnya karena mereka tidak ingin dijauhi, karena itu mereka

(4)

yang menyimpang (Sakamaki, 1996:38). Mereka akan mengeliminisi orang-orang yang berbeda dengan mereka untuk menjaga kelompoknya.

Sakamaki (1996:38) juga mengatakan di negara yang menganut individualistik seperti Amerika Serikat, menjadi sesuatu yang berbeda mempunyai makna yang penting bagi mereka. Orang-orang memiliki pemikiran dan gaya yang berbeda dan mereka meperlihatkannya secara terbuka. Namun di negara yang kolektif (kebersamaan) seperti negara Jepang perbedaan menghasilkan pertentangan atau ditentang. Perbedaan itu bisa saja seperti memiliki keahlian yang tidak dimiliki orang laon, dan mereka biasanya akan mendapat perlakuan kekerasan karena rasa iri dari yang lain. Misalnya, seorang murid yang pintar dalam pelajaran matematika, kepandaian yang dimiliki olehnya ini yang menyebabkannya di ijime dan hasilnya ia menjadi target ijime.

Jepang juga dikenal sebagai masyarakat yang berbasis karir dan akademik. Hal ini juga merupakan faktor yang menyebabkan anak-anak di Jepang tidak memiliki waktu untuk bersantai dan bermain layaknya anak-anak di negara lain karena mereka selalu diberi pengertian mengenai masa depan mereka. Jika mereka ingin memiliki masa depan yang cerah, mereka harus banyak belajar dan masuk ke sekolah bagus dan universitas yang bagus. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Fredman (1995:45):

As people care about their academic abilities, they study quite hard. It is usual that children go to a cram school after regular school. To get a good job, they are required to go to a high quality university. It is difficult to enter a university in Japan, therefore it is almost a duty to study hard to go on to college. As they are so busy studying, they cut their time to relax or play.

Terjemahan:

Masyarakat sangat perduli dengan kemampuan akademik mereka karena itu mereka belajar dengan tekun sekali. Untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus, mereka harus masuk ke perguruan tinggi dengan kualitas baik. Di Jepang untuk masuk ke perguruan tinggi sangat sulit, karena itu belajar dengan tekun untuk masuk ke perguruan tinggi adalah sebuah kewajiban bagi mereka. Karena

(5)

kesibukan mereka dalam belajar inilah mereka tidak punya waktu bersantai dan bermain.

Ini berarti orang-orang tidak dapat melepaskan ketegangan dan stress mereka. Ini juga di indikasikan sebagai penyebab anak kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi dan berteman. Saat mereka kehilangan keahlian bersosialisasi, maka mereka tidak akan mengerti bagaiamana cara berinteraksi dengan teman dan mereka menjadi penyendiri (Sakamaki, 1996:38). Stress atau rasa kesepian semacam ini memungkinkan sebagai penyebab tindak ijime.

Terdapat sebuah alasan lagi yang harus kita pertimbangkan dari masyarakat Jepang. Beberapa tahun ini, jumlah ibu yang bekerja di luar terus bertambah. Mereka mungkin terlalu stres dan sibuk untuk bermain atau pun berbicara dengan anak-anak mereka. Anak-anak tidak akan puas dengan lingkungan seperti ini. Anak-anak membutuhkan banyak perhatian dari orang tua mereka, dan kurangnya kasih sayang dari orang tua juga bisa menyebabkan terjadinya tindak ijime. Kemudian juga ada hal yang harus dipertimbangkan dari segi sistem pendidikan sekolah Jepang. Sakamaki (1996:39) menyatakan bahwa sekolah dan para guru mengerahkan aturan yang terlalu keras pada murid-muridnya. Murid diharuskan supaya dapat menyesuaikan aturan-aturan itu. Penyesuaian ini berhubungan dengan masyarakat yang homogen. Bagi orang Jepang, melanggar peraturan ini adalah beresiko. Peraturan bisa saja sangat berlebihan walau kadang menurut mereka adalah wajar. Misalnya saja siswa dilarang memanjangkan rambut. Perasaan keingintahuan anak telah dihambat, dan mereka merasa frustasi dengan peraturan seperti ini dan hal ini bisa menyebabkan terjadinya tindak ijime. Namun ada juga hal yang tidak boleh terlupakan bahwa tindakan ijime ini terbentuk dari orang yang mengganggu (ijimekko) dan korbannya (ijimerarekko) (Tse, 1993:108).

(6)

Bukan hanya motivasi atau dorongan untuk melakukan tindak ijime namun masing-masing dari anak yang terlibat dalam ijime (pelaku dan korban) sama-sama mempunyai kondisi psikologinya, dimana hal ini membuat mereka menerima tindakan ijime ini. Maksudnya adalah baik pelaku maupun korban memiliki kondisi psikologi yang berbeda yang membuat mereka mempercayai bahwa bagi si pelaku ia pantas melakukan tindak ijime itu sedangkan bagi si korban ia pantas mendapatkan perlakuan ijime itu (Sakamaki, 1996:39).

Setiap aspek masyarakat Jepang dapat menyebabkan tindak ijime. Karena itu sangat tidak mungkin menghilangkan tindakan ini sama seperti merubah masyarakatnya itu sendiri tidaklah mungkin. Namun hal ini bisa di kurangi.

Tindak ijime memiliki cakupan yang luas seperti ancaman verbal, ejekan, menyembunyikan barang milik orang lain, mengucilkan seseorang, melakukan kekerasan fisik pada seseorang dan melakukan pemerasan. Biasanya seseorang bisa menjadi target dari ijime karena penampilan seseorang, kelakuan serta sikap atau dari aspek lain seperti kepribadian seseorang. Namun bagi wanita, targetnya biasanya adalah cara berpakaian dan gaya rambut dari seseorang. Biasanya anak yang menjadi korban memiliki kepribadian yang berbeda. Mereka cenderung memiliki sifat pendiam dan tertutup serta tidak dapat bergaul dengan kelompoknya (White, 1987).

Morita (1994) menyatakan ada empat kelompok yang terlibat dalam ijime yaitu hiagisha, kagaisha, kanshuu, dan boukansha.

Sase (1992) mengelompokkan shuudan ijime menjadi 8 bentuk yaitu zannin na ijime, inshitsu na ijime, tsukai passiri no ijime, baikin ijime, fuzake no ijime, mushisuru ijime, hikosei no ijime, dan nindandate ijime. Atas banyaknya jeni-jenis shuudan ijime inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kasus ijime dalam drama Nobuta Wo

(7)

Produce, karena dalam drama ini terdapat banyak tindakan ijime dan saya akan meneliti adegan-adegan ijime dalam drama ini berdasarkan jenis-jenis shuudan ijime ini.

1.2 Rumusan Permasalahan

Atas ketertarikan mengenai ijime khususnya shuudan ijime, penulis ingin meneliti mengenai jenis-jenis shuudan ijime melalui korpus data drama Nobuta Wo Produce. 1.3 Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis mengenai tindakan shuudan ijime yang terdapat dalam drama Nobuta Wo Produce yaitu zannin na ijime (残忍な苛め), inshitsu na ijime (陰湿な苛め), tsukai passiri no ijime (使いぱっしりの苛め), baikin ijime (バイ菌苛め), dan mushisuru ijime (無視する苛め).

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan adanya tindak shuudan ijime dalam drama Nobuta Wo Produce yaitu zannin na ijime (残忍な苛め), inshitsu na ijime (陰 湿な苛め), tsukai passiri no ijime (使いぱっしりの苛め), baikin ijime (バイ菌苛め), dan mushisuru ijime (無視する苛め).

Penulis berharap penulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menambah wawasan serta menambahan informasi untuk penulisan selanjutnya.

1.5 Metode Penelitian

Dalam mencari data dan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan metode kepustakaan. Penulis juga menggunakan metode deskriptif analitis yaitu membahas suatu masalah dengan cara menata dan mengklasifikasilan data serta memberikan penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data-data tersebut.

(8)

1.6 Sistematika penulisan

Dalam skripsi ini penulis akan memaparkan sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab.

Bab 1, dalam pendahuluan saya akan menjelaskan latar belakang tentang ijime di Jepang secara umum, kemudian juga rumusan permasahan, ruang lingkup, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian penulisan ini.

Bab 2, adalah landasan teori yang berisi teori-teori yang saya gunakan untuk menjawab permasalahan penelitian dalam penulisan ini.

Bab 3, analisis data, berisi tentang analisis saya mengenai jenis shuudan ijime apa saja yang terdapat dalam setiap adegan ijime dalam drama Nobuta Wo Produce.

Bab 4, kesimpulan dan saran. Saya akan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian saya ini serta beberapa saran bagi pembaca.

Bab 5, saya akan mengulas kembali seluruh isi skripsi ini secara ringkas mengenai tindakan ijime yang terdapat dalam drama Nobuta Wo Produce.

Referensi

Dokumen terkait

Orientasi rekahan alami pada lapisan batubara Pangadang-A memiliki arah face cleat N 50°E dan butt cleat N 135°E berada pada area dengan struktur geologi berupa sesar

Terdapat beberapa hal yang mendorong mun- culnya sistem borongan, antara lain: (1) jadwal tanam secara serentak untuk meng- hambat serangan hama wereng dan tikus

Okey sekarang kita mulai, kaka minta tutup mata adik secara berlahan, rasakan seluruh tubuh adik sangat rileks dan nyaman, bayangkan adik disebuah pantai dengan

P-2 Saudara-saudara, disilakan berdiri jika memungkinkan. Mari menyerahkan persembahan kita dalam doa kepada Tuhan. Ya Tuhan, kami mengucap syukur dengan memberi persembahan

Bentuk penggunaan lahan yang terdapat pada sistem dusung di Desa Wakal dan Hatu terdiri dari; ladang dan kebun monokultur dengan pola penanaman tumpangsari dan monokultur

Upaya pengembangan populasi cendana yang melibatkan partisipasi masyarakat juga masih menghadapi beberapa kendala, antara lain keterbatasan pengetahuan dan keterampilan

Untuk pengelolaan dengan asas lestari dan hasil yang maksimum perlu perencanaan dalam satu Kelas Perusahaan Cendana di dalam kawasan hutan dan Hutan Rakyat untuk pengembangan di

Pada penelitian ini penulis telah menentukan beberapa parameter kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur unjuk kerja dari layanan aplikasi yang akan diteliti menggunakan