• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahun ke-1 dari rencana 4 tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tahun ke-1 dari rencana 4 tahun"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

i LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

STUDI DAN PERBAIKAN SUMBER DAYA GENETIK UNTUK PERAKITAN VARIETAS KEDELAI TOLERAN TERHADAP NAUNGAN: OPTIMALISASI PEMANFAATAN

LAHAN TEGAKAN DI PROVINSI JAMBI

Tahun ke-1 dari rencana 4 tahun

Ketua/Anggota Tim

Dr. Ir. NERTY SOVERDA, MS. (0004045907)

YULIA ALIA, SP, MP. (0013077403)

ELLY INDRASWARI, SP., MP. (0020046803)

UNIVERSITAS JAMBI

November 2013

(2)

ii RINGKASAN

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling penting, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan harus terjamin. Salah satu pangan yang berkembang di Indonesia adalah kedelai. Dilain pihak, perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi menjadi lahan non pertanian merupakan salah satu masalah untuk pengembangan tanaman kedelai. Untuk menunjang usaha pemenuhan kebutuhan pangan ini, pengembangan kedelai sebagai tanaman sela dapat merupakan salah satu alternatif.

Di Provinsi Jambi, luas lahan sawah dan non sawah adalah seluas 6.095.338 ha, 88% diantaranya adalah lahan kering yaitu seluas 5.396.356 ha (BPS Provinsi Jambi, 2005). Seluas 1.265.962 ha diantaranya adalah lahan perkebunan (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2007). Lahan perkebunan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap produksi kedelai yang ditanam sebagai tanaman sela, khususnya di Provinsi Jambi. Untuk meningkatkan produksi kedelai yang ditanam sebagai tanaman sela, diperlukan perhatian ke arah pengembangan varietas kedelai yang toleran terhadap naungan dan berproduksi tinggi.

Varietas Petek merupakan varietas yang toleran terhadap naungan (Soverda et al., 2009), namun diinginkan penambahan sifat batang pendek dan ukuran biji besar yang dimiliki oleh Varietas Panderman. Untuk perakitan genotip dengan sifat-sifat yang diinginkan dilakukan serangkaian kegiatan persilangan dan seleksi terhadap genotip-genotip hasil persilangan. Untuk pembentukan varietas tersebut diperlukan pula informasi tentang nilai duga heritabilitas untuk karakter-karakter yang diinginkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan melakukan seleksi untuk karakter-karakter yang diinginkan pada genotip-genotip generasi F2 hasil persilangan kedelai Varietas Petek x Panderman. Percobaan lapang dilakukan di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi mulai Bulan Juni 2012 - Oktober 2013. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap populasi generasi F2, dari 501 genotip yang dievaluasi terseleksi 5 genotip yang memenuhi kriteria yang diinginkan. Estimasi nilai heritabilitas untuk karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji tergolong tinggi dengan nilai masing-masing 0,93 dan 0,68.

(3)

iii PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur ke hadirat Allah Subhaanahuwata’aala atas segala pertolonganNya sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian kami yang berjudul Studi dan Perbaikan Sumber Daya Genetik untuk Perakitan Varietas Kedelai Toleran Terhadap Naungan : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan di Provinsi Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian tahun pertama dari empat tahun yang direncanakan. Pada penelitian ini dilakukan persilangan dan seleksi untuk genotip-genotip yang toleran terhadap naungan dengan penampilan batang pendek dan biji besar. Diharapkan kan pada akhir tahun keempat telah diperoleh genotip-genotip hasil seleksi yang siap untuk di observasi secara in situ pada lahan –lahan tegakan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rektor Universitas Jambi melalui Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jambi yang telah mendanai penelitian ini melalui DIPA Universitas Jambi Tahun 2013. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Ketua Jurusan Agroekoteknologi, Kepala Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian berserta staf, dan Kepala Laboratorium Produksi Fakultas Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan untuk kelancaran kegiatan penelitian ini

Akhir kata kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan tegakan khususnya di Provinsi Jambi.

Jambi, 26 November 2013 Tim Peneliti

(4)

iv DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ... ii RINGKASAN ... iii PRAKATA ... iv DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... vi BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 15

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 16

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(5)

v DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rincian tahapan kegiatan penelitia ... 16 2. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata populasi F2 untuk karakter-

karakter yang diamati ... 23 3. Batang-batang Terseleksi pada populasi F2 dan penampilan beberapa

karakter yang diamati ... 24 4. Nilai varians dan heritabilitas karakter tinggi tanaman dan bobot

(6)

1 BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada beberapa daerah di Indonesia, tanaman pangan diusahakan pada lahan-lahan perkebunan seperti perkebunan karet, kelapa, jambu mente, serta hutan tanaman industri (HTI), pada saat tanaman berumur antara 0-3 tahun. Lahan-lahan ini mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi lahan produktif sebagai pengganti lahan produktif yang akhir-akhir ini telah mengalami penyusutan. Lahan-lahan dibawah tegakan ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan usahatani dengan sistem tanam tumpangsari. Namun demikian, beberapa masalah yang berkaitan dengan agroekosistem tumpang sari tersebut harus diatasi, salah satunya adalah kondisi cahaya yang rendah (naungan).

Dalam hal ini intensitas cahaya yang rendah merupakan kendala terbesar untuk produksi pertanaman kedelai pada sistem tumpangsari karena kedelai tergolong sebagai tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya cukup tinggi. Untuk meningkatkan produksi kedelai yang ditanam sebagai tanaman sela, diperlukan perhatian ke arah pengembangan varietas kedelai yang toleran terhadap naungan dan berproduksi tinggi.

Pada penelitian Soverda at al., (2009) telah dilakukan pengujian terhadap 15 varietas kedelai. Dari penelitian tersebut teridentifikasi dua varietas yang toleran terhadap naungan yaitu varietas Petek dan varietas Ringgit dan dua varietas peka yaitu Jayawijaya dan Seulawah, sedangkan 11 varietas lainnya tergolong sebagai varietas moderat. Pada hasil penelitian Soverda at al., (2010) didapatkan pula bahwa ternyata karakter fisiologi yang dapat dijadikan sebagai penciri toleransi tanaman kedelai terhadap naungan adalah karakter kandungan klorofil, karotenoid dan kerapatan stomata pada daun kedelai.

Untuk mendapatkan karakteristik tertentu atau sifat unggul lain yang diharapkan diperlukan langkah-langkah untuk perbaikan sifat dan sistem genetik sesuai dengan yang diinginkan. Untuk menyokong program pemuliaan tersebut diperlukan informasi yang mendasar mengenai karakteristik morfofisiologi yang berkaitan dengan toleransi terhadap naungan sehingga proses seleksi dapat berlangsung lebih efisien dan efektif. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan produksi kedelai yang ditanam

(7)

2 sebagai tanaman sela dan pemanfaatan lahan tegakan, khususnya lahan tegakan di Provinsi Jambi dapat dioptimalkan.

Keutamaan Penelitian

Permintaan terhadap komoditas kedelai terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya berbagai industri makanan. Sementara itu produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga masih diperlukan impor kedelai (Rukmana dan Yuniarsih, 2004). Pada tahun 2009, produksi kedelai Provinsi Jambi memberikan kontribusi terhadap produksi keelai nasional sebesar 0,59%, sedangkan kontribusi pulau Sumatera terhadap produksi kedelai nasional pada tahun 2010 hanya sebesar 10,73 % dan lebih dari 50% diproduksi di pulau Jawa (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jambi, 2010). Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2,6 juta ton per tahun. Namun demikian baru 20-30% saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sementara 70-80% kekurangannya bergantung pada import (Purba, 2011). Karena itu perlu upaya peningkatan produksi kedelai yang antara lain dapat dicapai melalui perluasan areal.

Mengingat luas lahan pertanian potensial semakin berkurang karena digunakan untuk industri, pemukiman dan keperluan non pertanian lainnya hingga mencapai 47 ribu hektar per tahun (Nasution, 2004), maka pemanfaatan lahan marginal seperti lahan kering menjadi alternatif pilihan.

Lahan kering yang cukup luas di Indonesia berpotensi bagi pengembangan tanaman kedelai. Luas lahan kering yang telah dimanfaatkan pada tahun 1993 lebih kurang 50,5 juta hektar, seluas 14,4 juta hektar diantaranya dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan (BPS, 1998). Menurut Wibawa dan Rosyid (1995) pada perkebunan karet terdapat sekitar 1,2 juta hektar per tahun yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan sebagai tanaman sela, termasuk tanaman kedelai. Penggunaan lahan-lahan perkebunan ini, terutama pada areal tanaman muda, untuk pengembangan kedelai diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap produksi kedelai nasional.

Dengan perkiraan bahwa 66% dari setiap areal perkebunan karet muda dapat ditanami dengan kedelai, yaitu dari jarak tanam karet 6x6 meter dapat diusahakan sekitar 4x6 meter tanaman kedelai, maka dari perkebunan karet muda seluas 1.2 juta hektar

(8)

3 tersedia lahan untuk pengembangan kedelai sekitar 792.000 hektar. Dengan asumsi bahwa produktivitas kedelai pada areal ini sekitar 2.2 ton per hektar, maka dapat dihasilkan sekitar 1.742.000 ton kedelai. Dengan produksi kedelai nasional pada saat ini sekitar 46.056.000 ton, maka pemanfaatan lahan perkebunan karet muda diperkirakan dapat memberikan kontribusi terhadap produksi nasional sekitar 3.7%.

Selain perkebunan karet, perkebunan sawit dan perkebunan tanaman lainnya serta Hutan Tanaman Industri juga diperkirakan dapat dijadikan sebagai areal penanaman kedelai sebagai tanaman sela. Sekitar 21% dari 2.975.120 ha luas perkebunan kelapa sawit Indonesia berupa areal tanaman muda yang dapat ditanami dengan tanaman kedelai. Demikian pula, areal HTI yang ditargetkan pengembangannya 250.000 ha per tahun merupakan areal yang potensial ditanami dengan kedelai (Departemen Perkebunan dan Kehutanan, 2000). Jumlah ini akan lebih besar bila ditambah dengan areal perkebunan-perkebunan tanaman lain yang dapat ditanami dengan kedelai sebagai tanaman sela.

Pengembangan usaha tani tanaman pangan seperti kedelai dilahan tegakan sebagai tanaman sela banyak menghadapi kendala, antara lain adalah tanaman yang tumbuh di bawah naungan menunjukkan karakter tumbuh yang berbeda dengan tanaman tanpa naungan. Hasil penelitian Soverda (2002) pada tanaman padi gogo toleran (Jatiluhur) memperlihatkan bahwa pada kondisi naungan 50% memberikan hasil lebih tinggi dan memperlihatkan respon fisiologi fotosintetik yang berbeda dibandingkan dengan Varitas Kalimutu (Peka). Adanya keragaman respon pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap naungan antara lain dipengaruhi oleh sifat fisiologi fotosintetik tanaman tersebut. Kemampuan adaptasi dari tanaman yang toleran intensitas cahaya rendah dengan tanaman yang peka erat kaitannya dengan karakter-karakter fisiologi fotosintetik tanaman tersebut. Menurut Hidema et al. (1992), salah satu karakteristik penyesuaian tanaman terhadap penyinaran yang rendah adalah mengurangi ratio klorofil a/b karena meningkatnya jumlah klorofil b. Peningkatan ini berhubungan dengan meningkatnya antena pada PS II yang mempertinggi efisiensi penangkapan cahaya.

Beberapa hasil penelitian tentang naungan yang telah dilakukan pada tanaman pangan selain kedelai seperti pada padi gogo menunjukkan bahwa studi fotosintetik menunjukkan bahwa aktivitas enzim rubisco relatif lebih tinggi pada genotipe toleran terhadap naungan dibandingkan dengan yang peka (Juhaeti et al., 2000). Selanjutnya

(9)

4 Lautt et al. (2000) menyatakan bahwa genotipe toleran naungan memperlihatkan tingginya aktivitas enzim sukrosa fosfat sintase (SPS) pada kondisi naungan 50%. Peranan enzim fotosintetik yang lain juga perlu diteliti. Enzim fosfogliserat kinase merupakan enzim yang merubah asam 3-fosfogliserat menjadi asam 1,3-difosfogliserat. Seperti halnya rubisco dan SPS, aktivitas enzim ini dipengaruhi oleh cahaya (Goodwin dan Mercer, 1983).

Terdapat bukti bahwa tanaman golongan rumput yang toleran terhadap cahaya rendah ternyata mengandung N total yang lebih rendah daripada tanaman yang tidak dapat beradaptasi terhadap naungan (Kephart dan Buxton, 1993). Pengaruh naungan pada tanaman gandum memperlihatkan bahwa pada penaungan 10-11 hari setelah pembungaan menyebabkan pengurangan karbohidrat di batang dan daun (Kiniry, 1993). Sulistyono (1998) menyatakan bahwa tanaman padi gogo yang peka terhadap cahaya rendah mengandung N total yang lebih tinggi dari pada tanaman yang toleran. Naungan juga mengurangi respirasi gelap, titik jenuh dan titik kompensasi cahaya, dan kerapatan stomata (Marler, 1994).

Oleh karena itu, untuk mengembangkan tanaman kedelai sebagai tanaman sela melalui pemanfaatan lahan tegakan khususnya di Provinsi Jambi diperlukan sumber genetik untuk perakitan tanaman kedelai toleran terhadap naungan melalui karakter-karakter morfofisiologi yang akan menentukan toleransi terhadap naungan dan mampu berproduksi tinggi.

Dengan adanya upaya pengembangan dan peningkatan produksivitas tanaman kedelai sebagai tanaman sela dibawah lahan tegakan diharapkan dapat memantapkan dan mewujudkan Provinsi Jambi sebagai sentra produksi kedelai nasional. Disamping itu, dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan tegakan di Provinsi Jambi yang cukup luas maka diharapkan dapat meningkatkan pendapatan bagi petani.

Disisi lain banyak institusi yang akan berperan dalam pengembangan tanaman kedelai terutama petani yang memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pendapatannya, juga swasta (pedagang), LSM dan Pemerintah Daerah serta Perguruan Tinggi (Fakultas Pertanian) sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

(10)

5 Serangkaian penelitian yang telah dilakukan untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan lahan tegakan adalah pertama pada tahun 2009 telah dilakukan evaluasi dan seleksi varietas pada naungan buatan (naungan paranet) dan uji cepat pada ruang gelap. Dari penelitian ini telah didapatkan kelompok tanaman yang toleran (Petek dan Ringgit), yang moderat (Kawi, Cikurai dan Tanggamus) dan yang peka (Jayawijaya dan Seulawah). Kelompok-kelompok tanaman tersebut akan diidentifikasi karakter-karakter spesifiknya, yang dapat dijadikan sebagai karakter penciri toleransi terhadap intensitas cahaya rendah.

Pada penelitian berikutnya (Penelitian pada tahun 2010) telah dilakukan uji terhadap 7 varietas terpilih pada hasil penelitian tahun 2009 dan telah dilakukan identifikasi karakter-karakter fisiologi fotosintetik nya yang dapat dijadikan sebagai penciri toleransi tanaman kedelai terhadap naungan. Disamping itu, juga dipelajari mekanisme adaptasi tanaman kedelai terhadap naungan. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa dari beberapa karakter yang diuji ternyata karakter-karakter fisiologi fotosintetik kedelai yang toleran dan memberikan hasil tinggi pada keadaan naungan, dicirikan dengan tingginya kandungan klorofil a, klorofil b dan kandungan karotenoid pada tanaman tersebut.

Pada tahun 2011 telah dilakukan persilangan antara tetua toleran (Petek) dengan tetua peka yaitu Jayawijaya (hasil penelitian tahun 2009) untuk mendapatkan bahan genetik F1, F1’, F2, BC1 dan BC2. Bahan genetik ini digunakan pada penelitian berikutnya yaitu penelitian pola pewarisan sifat toleransi tanaman terhadap naungan. Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian tentang pola pewarisan sifat toleransi tanaman kedelai terhadap naungan dengan menggunakan bahan genetik F1, F1’, F2, BC1 dan BC2 hasil persilangan pada penelitian tahun 2011 dan mempelajari pengaruh tetua betina, pola segregasi, dan nilai heritabilitas pada hasil persilangan tetua toleran (Petek) dengan tetua peka (Jayawijaya) melalui karakter morfofisiologi terpilih yang berkaitan erat dengan toleransi terhadap naungan yaitu klorofil a, klorofil b dan karotenoid.

Pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 direncanakan akan dilakukan serangkaian penelitian untuk mendapatkan kultivar kedelai toleran naungan dengan penambahan beberapa karakter yang diinginkan (berbatang pendek dan berbiji besar).

Pada penelitian tahun 2013 dilakukan persilangan antara dua tetua toleran naungan (Petek) dengan tetua yang mempunyai karakter morfologi yang diharapkan

(11)

6 (berbatang pendek dan berbiji besar) yaitu varitas Panderman. Dari hasil persilangan akan didapatkan hasil berupa bahan genetik F1. Bahan genetik ini akan di tanam kembali untuk mendapatkan bahan genetik F2 (F2 seed) yang akan ditanam kembali untuk menyediakan populasi F2 yang dievaluasi dan diseleksi untuk karakter-karakter yang diinginkan yaitu tinggi tanaman, ukuran biji serta karakter-karakter pertumbuhan dan hasil lainnya. Dilakukan juga pendugaan parameter genetik berupa estimasi nilai duga heritabilitas untuk untuk karakter-karakter yang diamati terutama karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji.

Pada rencana penelitian selanjutnya yaitu pada tahun 2014-2016 akan dilakukan seleksi berturut-turut pada populasi F3, F4, dan F5 dengan menggunakan Metode Pedigree, akan dilakukan juga estimasi nilai duga heritabilitas dan pendugaan kemajuan genetik untuk karakter yang dan yaitu tinggi tanaman dan 100 bobot biji.

Dari serangkaian penelitian ini (tahun 2013 – 2016) diharapkan akan didapat genotip-genotip terseleksi untuk pengujian observasi secara in situ di lahan-lahan tegakan dengan karakter morfofisiologi yang diinginkan yaitu yang toleran terhadap naungan, berbiji besar dan berbatang pendek yang tidak mudah rebah apabila ditanam pada kondisi ternaung serta berproduksi tinggi. Dengan demikian diharapkan Pemanfatan Lahan Tegakan dapat dioptimalkan.

(12)

7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kedelai

Kedelai termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonae, ordo Polypetales, Family Leguminosae dan genus Glycine. Kedelai berakar tunggang. Struktur akar kedelai terdiri atas akar lembaga (radicula), akar tunggang (radix primaria) dan akar cabang (radix laterlis) berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah sampai kedalaman 150 cm, terutama pada tanah subur. Perakaran kedelai mempunyai kemampuan membentuk bintil-bintil (nodula-nodula) akar (Rukmana dan Yuniarsih, 1999).

Kedelai berbatang semak rendah, tumbuh tegak dan berdaun lebat. Tinggi tanaman berkisar antara 30 cm - 100 cm, batangnya beruas-ruas dengan 3 - 6 cabang (Lisdiana, 2000). Tipe pertumbuhan kedelai dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu determinit, indeterminit, dan semi determinit (Suprapto, 2004).

Daun kedelai mempunyai ciri-ciri antara lain helai daun (lamina) oval dan tata letaknya pada tangkai daun bersifat majemuk bedaun tiga (trifoliolatus). Daun ini berfungsi sebagai alat untuk proses asimilasi, resperasi, dan transpirasi (Rukmana dan Yuniarsih, 1999).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, penyerbukan terjadi pada saat bunga masih menutup dan kemungkinan kawin silang sangat kecil (Lamina, 1989). Bunga berwarna putih atau ungu. Masa berbunga berkisar 3 - 5 minggu. Besar bunga 3 mm - 7 mm dengan kelopak bunga berbentuk tabung berigi dan tidak rata serta pada bunga terdapat 3-5 bakal biji. Di Indonesia, tanaman kedelai pada umumnya mulai berbunga pada umur 30-50 hari setelah tanam (Lisdiana, 2000).

Buah berbentuk polong, setiap buah berisi 1 - 4 biji. Polong kedelai mempunyai bulu, berwarna coklat tua. Polong yang sudah masak mudah pecah (Suprapto, 2004). Biji kedelai pada umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong atau oval. Ukuran biji berkisar berkisar antara 6 g - 30 g per seratus biji. Ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu : Biji kecil (6 g – 10 g per 100 biji), sedang (11 g – 12 g per 100 biji), dan besar (13 g – atau lebih per 100 biji). Warna kulit biji bervariasi antara lain kuning, hijau, coklat dan hitam (Lisdiana, 2000).

(13)

8 Respon Tanaman terhadap Naungan

Di alam tidak pernah ditemukan tanaman yang tumbuh pada habitat yang benar-benar ternaungi (deep shade) secara terus menerus dan tanaman yang tumbuh pada habitat benar-benar terbuka (sun bright ) terus menerus. Habitat tumbuh sering dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Secara genetik tanaman yang tahan terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan (Mohr dan Scoopfer, 1995).

Daun tanaman yang menyenangi kondisi naungan (shade plant) umumnya berukuran lebih besar tapi lebih tipis dibandingkan dengan daun tanaman menyenangi kondisi cahaya (sun plant). Daun tanaman menyenangi kondisi cahaya menjadi lebih tebal dari pada daun tanaman yang menyenangi kondisi naungan karena membentuk sel palisade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade. Disamping itu, daun tanaman yang menyenangi kondisi naungan umumnya mempunyai klorofil lebih banyak, terutama klorofil b, karena tiap kloroplas mempunyai lebih banyak grana dibandingkan dengan daun tanaman menyenangi kondisi cahaya (Bjorkman, 1981). Daun tanaman yang menyenangi kondisi naungan menggunakan lebih banyak energi untuk menghasilkan pigmen pemanen-cahaya yang memungkinkannya mampu menggunakan cahaya dalam jumlah terbatas yang diterima.

Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai di permukaan tajuk tanaman. Naungan akan mengurangi intensitas radiasi matahari dan berpengaruh terhadap perubahan suhu udara maksimum, suhu tanah dan kelembaban nisbi. Suhu bukan merupakan energi yang efektif untuk pertumbuhan kedelai, tetapi dengan cahaya maka suhu akan menentukan kegiatan fisiologi, translokasi dan akumulasi asimilat.

Menurut Struik dan Deinum (1982), naungan dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam tanaman yaitu fotosintesis, respirasi, transpirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi dan penuaan. Naungan juga dapat mengurangi respirasi gelap, titik jenuh dan kompensasi cahaya, kerapatan stomata, mengurangi sintesis rubisco, enzim yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 (Mae, Makino dan Ohio, 1983).

(14)

9 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Naungan

Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi naungan ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan proses fotosintesis secara normal pada keadaan kekurangan cahaya. Tanaman kedelai tergolong tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya yang cukup tinggi, sehingga intensitas cahaya yang rendah merupakan hambatan utama pada penanaman kedelai sebagai tanaman sela.

Perubahan cahaya dapat mempengaruhi anatomi, morfologi dan fisiologi tanaman. Lapisan atas perangkat fotosintesis, sel palisade, terdiri dari satu sampai tiga lapisan tebal yang membentuk lapisan tegak. Lapisan ini berubah sesuai dengan kondisi cahaya. Kondisi ini menjadikan tanaman lebih efisien menyimpan energi cahaya untuk perkembangannya (Taiz dan Zeiger, 1991). Tanaman ternaung biasanya menunjukkan pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil yang menyebabkan tanaman mempunyai karakter daun yang lebih luas dan lebih tipis (Mohr dan Schoopfer, 1995).

Radiasi matahari mempengaruhi posisi kloroplas. Pada keadaan ternaungi kloroplas akan mengumpul pada sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari radiasi (Salisbury dan Ross, 1995). Keadaan ini menyebabkan daun kelihatan lebih hijau pada kondisi ternaungi karena kloroplasnya mengumpul pada permukaan daun (Myers, Jordan dan Vogerman, 1997).

Laju fotosintesis yang rendah berkaitan dengan tingginya resistensi stomata dan rendahnya aktifitas Ribulosa bifosfat (Murty dan Sahu, 1987). Pengurangan fotosintat yang diakibatkan oleh cahaya rendah menurut Thorne dan Koller (1974) dapat dikaitkan dengan tingginya resistensi stomata dan sel-sel mesofil terhadap pertukaran CO2. Pemberian naungan dari sejak pembungaan hingga panen mengurangi laju fotosintesis dan fotorespirasi. Aktivitas karboksilase juga menurun pada kondisi cahaya rendah.

Marler (1994), melaporkan bahwa pada penelitiannya tentang padi menunjukkan bahwa naungan mengurangi respirasi gelap, titik jenuh dan kompensasi cahaya, serta kerapatan stomata. Disamping itu, hasil penelitian Santoso (2000) menunjukkan bahwa laju pertukaran karbon Jatiluhur (toleran) lebih tinggi dibandingkan dengan Kalimutu (peka), terutama pada PAR < 500 µmol/m2/detikSelanjutnya Master et al. (1987) melaporkan bahwa naungan berpengaruh terhadap morfologi dan fisiologi

(15)

10 tanaman gandum. Tanaman dengan intensitas naungan di atas 50% menyebabkan pertumbuhan kurang baik.

Tanaman yang tumbuh di bawah naungan mempunyai karakter fotosintetik yang tidak sama dengan tanaman yang tanpa naungan. Kandungan kloroplas antara tanaman ternaung dengan tanaman tidak ternaung berbeda . Tanaman ternaung mempunyai grana yang besar, sekitar 100 tilakoid per granum yang terletak tidak teratur dalam kloroplas. Tanaman ternaung mempunyai proporsi lamella pembentuk grana yang lebih besar dan ratio membran tilakoid/stroma yang lebih tinggi sehingga menghasilkan kandungan klorofil yang lebih tinggi per unit area (Salisbury dan Ross, 1995).

Klorofil dalam sel fotosintetik tanaman tingkat tinggi terdiri dari dua jenis yaitu klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H70O6N4Mg). Kedua pigmen ini berbeda dalam gugusan metil (CH3) pada klorofil a dan gugus aldehid (CHO) pada klorofil b. Pigmen penyerap cahaya pada membran tilakoid tersusun dalam suatu rangkaian yang dinamakan fotosistem yang mengandung 200-300 molekul klorofil dan 50 molekul karotenoid. Pigmen pemanen cahaya dalam fotosistem ini dinamakan antena yang dapat menyerap cahaya pada panjang gelombang 400 - 700 nm (Taiz dan Zeiger, 1991). Salah satu karakteristik adaptasi tanaman terhadap naungan adalah dengan menurunnya rasio klorofil a/b karena meningkatnya jumlah klorofil b (Hidema et al., 1992).

Kandungan klorofil dan ratio klorofil a/b pada tanaman sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan. Naungan yang berat pada tanaman yang menyenangi kondisi terbuka (tidak ternaung) dapat menurunkan kandungan klorofil dan keadaan ini dapat terlihat pada daun-daun yang sedang berkembang. Pada tanaman ternaung yang berada pada kondisi naungan berat dapat mempunyai klorofil yang sama banyaknya dengan tanaman tidak ternaung yang tumbuh pada intensitas cahaya yang tinggi. Menurut Hale dan Orcutt (1987), hampir pada semua tanaman, apakah tanaman yang menyenangi kondisi terbuka atau tanaman yang menyenangi kondisi naungan yang tumbuh pada intensitas cahaya yang rendah, kandungan klorofilnya meningkat. Dibandingkan dengan tanaman pada tanpa naungan, tanaman pada naungan mengandung protein yang lebih sedikit per unit klorofil dan per unit luas daun dibandingkan dengan tanaman yang tidak ternaung. Berkurangnya kandungan protein terutama disebabkan oleh berkurangnya ribulosa bifosfat karboksilase dan enzim-enzim fotosintetik lainnya.

(16)

11 Tanaman pada naungan juga mengandung protein tak larut yang rendah yang berhubungan dengan membran kloroplas.

Didalam kloroplas terdapat berbagai enzim untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat, sedangkan di dalam stroma terdapat tilakoid yang mengandung pigmen dimana energi dan cahaya digunakan untuk mengoksidasi H2O dan membentuk ATP yang digunakan untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat. Pigmen pada membran tilakod sebagian besar terdiri dari klorofil a dan klorofil b. Selain itu terdapat pigmen kuning hingga jingga (karotenoid). Pigmen ini berfungsi sebagai pemanen cahaya untuk fotosintesis dan melindungi klorofil dari kerusakan akibat oksidasi oleh O2 pada saat penyinaran tinggi.

Intensitas cahaya yang diterima tanaman berpengaruh terhadap pigmen-pigmen fotosintesis. Beberapa penelitian tentang pengaruh naungan terhadap ubi-ubian telah dilakukan yang berkaitan dengan aspek morfologi dan fisiologi. Johnston dan Onwueme (1998) melaporkan bahwa taro, ubi rambat, dan ubi kayu yang ditanam pada kondisi naungan memberikan kandungan klorofil total dan karotenoid daun yang lebih tinggi. Kandungan klorofil total per mg berat basah pada naungan adalah sebesar 2.1mg/g berat segar daun sedangkan pada tanpa naungan 1.1mg/g berat segar daun. Kandungan karotenoid daun juga meningkat dengan pemberian naungan yaitu dari 0.22 mg/g menjadi 0.35 mg/g berat segar daun.

Naungan menyebabkan perubahan kandungan N daun, kandungan Rubisco dan aktivitasnya. Rubisco adalah enzim yang mempunyai peranan penting dalam fotosintesis, yaitu mengikat CO2 dan RuBP dalam siklus Calvin yang menghasilkan 3-asam fosfogliserat (3-PGA). Asam ini merupakan produk pertama yang terlacak dari penambatan CO2 fotosintesis pada ganggang dan beberapa tumbuhan tertentu. Lintasan fotosintesis yang produk pertamanya 3-PGA dinamakan lintasan fotosintesis C-3, karena mengandung tiga karbon (daur Calvin) yang terjadi pada stroma kloroplas.

Konsentrasi pati dan sukrosa berubah secara nyata pada kondisi ternaungi. Thorne dan Koller (1974) menjelaskan bahwa konsentrasi pati daun dapat menurun menjadi 1,8% dari konsentrasi awal 23% setelah dinaungi selama 9 hari berturut-turut. Apabila hari keenam tanaman diberi sinar maka penipisan pati akan terhenti dan secara perlahan-lahan akan kembali terjadi akumulasi pati. Sebaliknya, konsentrasi sukrosa pada tanaman dinaungi meningkat dari konsentrasi 1,2% menjadi 2,9% setelah dinaungi

(17)

12 selama 9 hari, jika tanaman diberi cahaya pada hari ke enam maka akumulasi sukrosa akan terhenti dan konsentrasi tetap pada 2,2%.

Fotosintesis yang lebih tinggi menurut Stitt (1986), menunjukkan peningkatan kapasitas beberapa enzim pada siklus Calvin dan transpor elektron sehingga tingkat asam fosfogliserat (PGA) akan merangsang ADP glukosa pyrofosforilasi dan diduga ikut menyebabkan lebih banyak penyisihan fotosintat untuk pati. Murty dan Sahu (1987), menjelaskan bahwa pada varitas padi yang beradaptasi terhadap naungan, akumulasi fotosintat terjadi pada batang dan pelepah daun. Pada kondisi ternaung, karbohidrat yang diakumulasi tersebut akan ditranslokasikan dalam bentuk gula transpor untuk pengisian biji. Pengurangan cahaya sampai 30% tidak mengganggu translokasi fotosintat tetapi pengurangan cahaya di atas 50% akan menyebabkan gangguan translokasi. Pada kondisi ternaung, gula total (sebagian besar gula non reduksi dan pati) secara nyata menurun pada semua bagian tanaman.

Tanaman yang tergolong C3 dan C4 menunjukkan tanggap morfologi yang sama terhadap naungan, tetapi tanggap fotosintesisnya berbeda terhadap naungan. Pada golongan rumput yang tahan naungan memiliki kandungan N daun lebih tinggi dari pada yang peka terhadap naungan (Kephart dan Buxton 1993). Unsur N berperan dalam kondisi naungan karena fungsinya sebagai bahan sintesa perangkat fotosintesis (Pons dan Pearcy, 1994).

Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi ternaung. Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen per kloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.

Dari beberapa penelitian pada tanaman padi gogo menunjukkan bahwa tanaman tersebut yang dapat beradaptasi pada intensitas cahaya yang rendah menunjukkan aktivitas enzim sukrosa fosfat sintetase (SPS) dan aktivitas Rubisco yang lebih tinggi pada genotipe toleran dari pada genotipe yang peka pada naungan 50% (Lautt et al., 2000; Juhaeti et al., 2000). Hasil penelitian Soverda (2002) juga menunjukkan bahwa genotipe padi gogo yang toleran naungan memiliki kandungan klorofil dan karotenoid

(18)

13 yang lebih tinggi dan sel-sel mesofil yang lebih tipis. Disamping itu, hasil penelitian Soverda (2010) menunjukkan bahwa tanaman kedelai toleran terhadap naungan dicirikan dengan tingginya kandungan klorofil a , klorofil b dan kandungan karotenoid pada tanaman kedelai tersebut.

Heterosis dalam Pembentukan Hibrida

Heterosis adalah bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya. Estimasi heterosis dapat dilakukan dengan dua cara, pertama penampilan F1 dapat dibandingkan dengan rata-rata penampilan tetua, disebut mid-parent heterosis, atau dengan penampilan tetua yang baik, disebut high-parent heterosis (heterobeltiosis). Heterobeltiosis harus diperhitungkan untuk memutuskan penggunaan benih hibrida (Fehr, 1987).

Efek Heterosis pada tanaman terlihat dalam peningkatan pertumbuhan vegetatif dan hasil panen, namun heterosis juga terlihat dalam ukuran sel, tinggi tanaman, ukuran daun, perkembangan akar, jumlah biji, ukuran biji, dan lain sebagainya. Dengan adanya heterosis maka pemulia berusaha memperoleh refleksi dari sifat-sifat berbagai tanaman baik pada tanaman menyerbuk sendiri atau pada tanaman menyerbuk silang (Welsh, 1991). Heterosis sering terjadi pada banyak persilangan antara varietas-varietas yang berbeda secara genetik, dengan F1 yang berpenampilan lebih vigor dan hasil yang lebih tinggi dari tetuanya (Daryanto et al., 2009).

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pada kegiatan pemuliaan adalah melalui perakitan varietas.hibrida dengan tahap-tahap pembentukan galur murni dan persilangan antar galur murni. Persilangan dialel adalah semua kemungkinan persilangan didalam satu grup persilangan tetua (galur murni) (Daryanto et al., 2009).

Persilangan dialel memberikan suatu pendekatan untuk evaluasi dan seleksi tetua-tetua yang akan dikombinasikan dalam usaha perbaikan dalam suatu populasi. Dari persilangan tersebut dapat diperoleh informasi mengenai nilai heterosis dan nilai heterobeltiosis hibrida yang terbentuk. Produksi hasil yang tinggi dapat dicapai jika turunan dari kombinasi tetua tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi (Welsh, 1991).

Penelitian Wahyudi et al., (2006) pada kegiatan pemuliaan tanaman memanfaatkan nilai hibrida pada tanaman jagung yang bertujuan untuk mendapatkan

(19)

14 varietas baru melalui cara hibridisasi. Hibridisasi akan menghasilkan tanaman hibrid yang mempunyai susunan genetik baru. Hibrid-hibrid baru diseleksi untuk mendapatkan hibrid vigor/heterosis yang merupakan fenomena dari hasih persilangan dua induk yang mempunyai sifat genotip berbeda dan menunjukkan sifat melebihi rata-rata kedua induknya.

(20)

15 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi dan seleksi pada populasi generasi F2 hasil persilangan tetua toleran naungan yaitu Varietas Petek (Soverda et al., 2009) dengan tetua berbatang pendek dan berbiji besar yaitu Varietas Panderman.

Perbaikan sumber daya genetik ini bermanfaat untuk perakitan varietas kedelai toleran terhadap naungan dan berproduksi tinggi, guna memenuhi harapan untuk mengembangkan kedelai sebagai tanaman sela pada lahan-lahan perkebunan dan kehutanan dengan hasil yang tinggi dan lebih stabil sehingga pemanfaatan lahan tegakan, khususnya lahan tegakan pada program peremajaan karet di Provinsi Jambi dapat dioptimalkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani.

(21)

16 BAB IV METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai Bulan Juni 2012 sampai dengan November 2013 bertempat di Teaching and Research Farm dan Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Tahapan penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yang meliputi penyediaan bahan genetik F1 melalui kegiatan persilangan, penyediaan bahan genetik F2, serta evaluasi dan seleksi pada populasi generasi F2

Tahapan penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rincian tahapan kegiatan penelitian

Tahap 1

Penyediaan bahan genetik F1 Tujuan:

Menyediakan bahan tanaman F1 dari persilangan dua tetua toleran naungan (Varietas Petek) dengan tetua yang berbatang pendek dan berbiji besar (Varietas Pandeman).

Output:

Bahan genetik tanaman kedelai generasi F1 berupa biji F1 yang membawa sifat toleran naungan, berbatang pendek dan berbiji besar dan berproduksi tinggi Persiapan • Administrasi dan surat menyurat

• Alat dan bahan • Anggota tim peneliti

Ketua Tim Peneliti Tahap 2

Penyediaan bahan genetik F2 Tujuan:

Menyediakan bahan genetik F2 (F2 seed) dengan menanam bahan genetik F1 hasil kegiatan Tahap 1.

Output:

Didapatkan bahan genetik tanaman kedelai generasi F2 (F2 seed) yang akan ditumbuhkan untuk menyediakan populasi tanaman F2

Persiapan • Administrasi dan surat menyurat • Alat dan bahan

• Anggota tim peneliti •

Ketua Tim Peneliti

(22)

17 Tahap 3

Evaluasi dan Seleksi Populasi Tanaman F2 Tujuan:

Mengevaluasi penampilan dan melakukan seleksi berdasarkan karakter tinggi tanaman dan ukuran biji pada populasi F2 hasil persilangan Petek x Pandeman. Output:

1. Didapatkan bahan genetik generasi (F2) dengan karakter yang diinginkan

2. Didapatkan informasi nilai duga heritabilitas untuk karakter-karakter yang diamati

3. Publikasi pada satu seminar/publikasi pada satu jurnal terakreditasi (Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian)

4. Menambah materi pada bahan ajar dan praktikum Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman.

Persiapan • Administrasi dan surat menyurat • Alat dan bahan

• Anggota tim peneliti

Ketua Tim Peneliti Evaluasi penampilan dan seleksi karakter-karakter morfofisiologi

• Menyiapkan populasi bahan tanaman F2 dari persilangan tetua toleran naungan dengan tetua dengan karakter yang diinginkan

• Menanam bahan genetik F2 dalam paranet 50% • Menganalisis dan mengevaluasi penampilan dan

melakukan seleksi pada populasi tanaman F2 berdasarkan karakter-karakter morfofisiologi yang diinginkan pada kondisi naungan 50%.

Tim Peneliti

Pengamatan Evaluasi dilakukan pada seluruh populasi tanaman F2 terhadap karakter morfofisiologi yang diinginkan (tinggi tanaman dan ukuran biji), serta karakter-karakter lainnya.

Tim Peneliti

Pengolahan data • Tabulasi data • Analisis data

• Interpretasi hasil analisis

Tim Peneliti Penulisan

Laporan

• Penyusunan draft laporan awal • Penyusunan laporan kemajuan

Ketua Tim Peneliti Publikasi • Pembuatan draft publikasi

• Perbaikan draft publikasi

• Pengiriman paper untuk publikasi

Ketua Tim Peneliti

(23)

18

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan bahan genetik F1 (F1 seed), dan bahan genetik F2 (F2 seed) Percobaan ini bertujuan untuk menyiapkan populasi bahan tanaman F1 seed, F1 Plant, F2 seed, dan F2 plant untuk di seleksi dan dievaluasi parameter genetiknya yaitu nilai duga heritabilitas.

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi mulai bulan Juni 2012 sampai dengan September 2012

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Petek yang telah diuji merupakan varietas yang toleran terhadap naungan (Soverda et.al., 2009) dengan varietas Panderman yang mempunyai kriteria batang pendek dan biji besar.

Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain polibag, plastik, pupuk Urea, TSP dan KCl dan pestisida. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk kastrasi, peralatan pengolahan tanah, dan lain-lain.

Metode

Kegiatan dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan biji F1 hasil persilangan tetua toleran naungan (Petek) dengan Varietas Pandeman. Tahap kedua bertujuan untuk memperoleh biji F2 yang selanjutnya akan di tumbuhkan untuk dievaluasi penampilan dan parameter genetiknya (heritabilitas dan variabilitas) dan kemudian diseleksi untuk karakter yang diinginkan (batang pendek dan biji besar).

Pertanaman varietas-varietas tetua untuk persilangan dilakukan pada petakan-petakan dengan ukuran 1 m x 2,5 m sebanyak 5 petakan-petakan untuk masing-masing tetua. Pertanaman dilakukan bertahap 3 hari sekali sampai seluruh petakan ditanami. Petakan-petakan ini diberi pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha. Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dan pada saat tanaman memasuki masa pembungaan dengan dosis 4 gr per tanaman. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida

(24)

19 Decis dan fungisida Dithane yang diberikan satu minggu sekali. Persilangan dilakukan saat bunga mulai muncul, sampai seluruh bunga habis dengan tetua toleran (Varietas Petek) dijadikan sebagai tetua betina dan Varietas Panderman sebagai tetua sumber polen. Persilangan dilakukan mulai pukul 8.00 – 11.00 WIB saat cuaca cerah. Bunga-bunga yang telah disilangkan ditandai dengan menggunakan benang yang diikat pada tangkai bunga dan label yang diikat pada batang tanaman.

Biji-biji F1 yang diperoleh dari persilangan antara tetua di tanam kembali untuk memproduksi biji-biji F2. Pertanaman biji F1 dilakukan dengan menggunakan polibag ukuran 10 kg sebanyak 10 polibag. Teknik budidaya yang digunakan sama dengan yang digunakaan saat pertanaman tetua persilangan. Tanaman-tanaman F1 dipelihara dengan baik dan dibiarkan menyerbuk sendiri untuk kemudian di panen bijinya (F2 seed)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah biji F1 yang dihasilkan dari persilangan kedua tetua dan jumlah biji F2 yang dihasilkan dari setiap tanaman F1 yang di tanam

Analisis data

Pada tahap penyediaan bahan genetik ini tidak dilakukan analisis statistik

Evaluasi penampilan, parameter genetik dan seleksi populasi F2 untuk karakter-karakter morfofisiologi penciri toleransi naungan, berbatang pendek dan berbiji

besar

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi penampilan dan melakukan seleksi karakter-karakter morfofisiologi penciri toleransi naungan, berbatang pendek dan berbiji besar pada populasi F2.

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi mulai pada bulan Februari – Oktober 2013.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih F2 hasil persilangan tetua (Petek x Panderman dan Ringgit x Panderman).

(25)

20 Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain paranet 50%, plastik, NPK dan pestisida.

Metode Percobaan

Pelaksanaan percobaan pada naungan 50%. Pada tahap ini dilakukan penanaman benih tetua (P), benih F2 dari kombinasi persilangan Petek X Panderman untuk penelitian evaluasi penampilan dan seleksi karakter-karakter morfofisiologi penciri toleransi naungan, berbatang pendek dan berbiji besar. Benih F2 ditanam dalam petakan-petakan dengan yang berukuran 15 x 20 meter. Biji-biji F2 yang ditanam berasal dari 5 batang tanaman F1 yang telah ditanam pada pertanaman sebelumnya.

Sebelum dilakukan penanaman di lahan percobaan, terlebih dahulu dilakukan pengolahan tanah dan pembuatan naungan dengan menggunakan paranet. Perlakuan naungan yang dilakukan adalah naungan 50%. Naungan paranet dibuat setinggi lebih kurang 200 cm.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada semua populasi tanaman F2 yang tumbuh terhadap karakter-karakter yang diinginkan yaitu tinggi tanaman dan ukuran biji. Sebagai informasi tambahan untuk seleksi dilakukan juga pengamatan terhadap beberapa variabel komponen hasil seperti jumlah polong, jumlah biji per tanaman dan bobot biji per tanaman.

Analisis data

Seleksi dilakukan dengan perbandingan seleksi 1 : 50, dengan memperhatikan karakter target yaitu tinggi tanaman dan ukuran biji. Karakter-karakter lainnya ikut dijadikan pertimbangan dalam seleksi. Untuk setiap karakter yang diamati dilakukan penghitungan nilai varians dan nilai rata-rata, nilai maksimum, dan nilai maksimun.

(26)

21 Estimasi nilai duga heritabilitas arti luas untuk karakter-karakter yang diamati dilakukan dengan Metode Estimasi Varians Lingkungan Tidak Langsung (Fehr, 1987) sebagai berikut :

(27)

22 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanaman populasi tetua dilakukan untuk menyediakan bahan genetik F1. Persilangan dilakukan antara Varietas Petek yang toleran terhadap naungan sebagai tetua betina dengan Varietas Panderman yang membawa sifat batang pendek dan biji besar sebagai tetua jantan. Persilangan ini dilakukan untuk menghasilkan sumber variasi yang akan dimanfaatkan untuk seleksi. Fehr (1987) menyatakan secara umum terdapat empat tahapan dalam pengembangan kultivar galur murni pada kedelai yaitu (1) Pembentukan sumber variabilitas genetik melalui pengembangan populasi bersegregasi dengan melakukan persilangan buatan antara tetua-tetua terpilih, (2) Pembentukan populasi inbred melalui penyerbukan sendiri untuk membentuk galur murni. Selama proses inbreeding ini dapat dilakukan praktek seleksi untuk berbagai karakteristik, (3) Evaluasi galur murni untuk karakter hasil dan karakter agronomis lainnya pada beberapa lokasi dan tahun, (4) Perbanyakan biji galur murni superior dan pelepasan pada petani sebagai kultivar baru untuk produksi komersial.

Persilangan dilakukan terhadap lebih kurang 200 bunga yang menghasilkan 41 polong F1 dengan jumlah biji per polong berkisar antara 1-2. Tingkat keberhasilan persilangan yang tidak terlalu tinggi ini, lebih kurang 20%, diduga disamping disebabkan oleh tingkat keterampilan breeder yang masih rendah juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan polen tetua jantan. Berdasarkan pengamatan di lapangan ketersediaan polen pada Varietas Panderman tidak terlalu banyak sehingga menyulitkan pelaksanaan kegiatan persilangan. Menurut Kartono (2005) Persentase polong jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologi bunga, ketersediaan polen, curah hujan, suhu, kelembaban, faktor pemeliharaan, dan faktor keterampilan breeder.

Penanaman biji F1 untuk penyediaan biji F2 dilakukan di polibag dengan tujuan menjamin produksi biji karena pemeliharaan dapat dilakukan dengan lebih intensif. Penanaman dilakukan pada 10 polibag, dengan satu tanaman pada tiap polibag. Pada tahap ini serangan hama kepik hijau (Nezara viridula) cukup mengganggu pertumbuhan tanaman karena hama ini menghisap polong-polong muda sehingga mengakibatkan cukup banyak polong yang hampa. Dari 10 batangtanaman F1 ini dipilih 3 batang tanaman yang biji-bijinya kemudian ditanam kembali untuk selanjutnya dievaluasi.

Penanaman serta evaluasi dan seleksi populasi F2 dilakukan di dalam rumah paranet dengan intensitas cahaya 50 %. Kondisi ini merupakan simulasi dari lahan

(28)

23 tegakan yang merupakan lingkungan target bagi genotip-genotip yang dikembangkan. Menurut Bos dan Caligari (1995) dalam merancang suatu genotipe yang unggul, diperlukan imajinasi para pemulia dalam hal target lingkungan dari varietas yang akan dikembangkan . Oleh karena itu proses pemuliaan atau proses seleksi khususnya sebaiknya dilakukan di bawah kondisi lingkungan yang berkarakter sesuai dengan target lingkungan tersebut.

Evaluasi yang dilakukan pada populasi F2 menunjukkan bahwa 501 batang tanaman yang diamati memiliki penampilan yang sangat bervariasi (Gambar 1.)

Gambar 1. Keragaman penampilan tanaman di bawah paranet pada umur 10 MST

Nilai rata-rata, nilai tertinggi, terendah, dan selisih antara keduanya untuk karakter-karakter yang diamati disajikan pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Nilai tertinggi, terendah dan rata-rata populasi F2 untuk karakter-karakter yang diamati

Karakter yang diamati Nilai rata-rata Nilai tertinggi (x maks) Nilai terendah (x min) Selisih (xmaks-xmin) Tinggi tanaman (cm) 134,81 306,00 29,50 276,50 Jumlah polong 56,54 177,00 10,00 167,00

Jumlah polong berisi 51,14 160,00 7,00 153,00

Bobot 100 bij (g) 10,97 25,96 5,00 20,96

(29)

24 Tabel 2 menunjukkan bahwa kisaran antara nilai tertinggi dan terendah untuk karakter-karakter yang diamati cukup luas, hal ini terlihat nilai selisih yang cukup besar. Menurut Agrawal (1998) bahwa keberhasilan suatu program pemuliaan salah satunya ditentukan oleh adanya variabilitas yang luas dan metode seleksi yang digunakan untuk menimbulkan perubahan frekuensi gen.

Seleksi pada populasi F2 dilakukan dengan Metode Pedigree terhadap karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji, namun juga dengan mempertimbangkan karakter-karakter pendukung lainnya. Seleksi dilakukan pada 501 batang F2 dengan perbandingan seleksi 50:1, menghasilkan 10 genotip terpilih lebih kurang 10 % dari total populasi. Syukur et al. (2012) menyatakan bahwa pada Seleksi Pedigree benih F2 ditanam sebanyak 500 tanaman per persilangan. Seleksi dilakukan pada generasi F2 berdasarkan penampilan individu tanaman dengan sangat ketat agar tidak terlalu banyak tanaman yang ditangani pada generasi selanjutnya. Perbandingan seleksi biasanya 10:1, dapat pula 100:1. Sepuluh genotip terseleksi beserta penampilan untuk beberapa karakter yang diamati disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Batang-batang Terseleksi pada populasi F2 dan penampilan beberapa karakter yang diamati No. Entri Tinggi Tanaman (cm) Jumlah polong Jumlah Polong Berisi Bobot 100 biji (g) Bobot Biji / Tanaman (g) 106 99,0 61 56 14,8 6,4 138 91,5 32 30 20,0 5,6 184 98,6 69 67 13,0 15,5 196 99,4 72 69 13,2 17,8 219 77,6 42 38 14,3 10,3 221 97,5 62 54 25,9 13,5 247 94,0 44 39 20,2 8,5 253 92,6 86 82 13,3 17,1 289 79,5 44 44 25,7 10,8 414 99,4 78 75 13,3 17,0 Rerata 92,91 59 55,4 17,39 12,25

(30)

25 Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi tanaman berkisar antara 77,6 cm – 99,4 cm dengan rata-rata 92,91 cm, bobot 100 biji berkisar antara 13 g - 25,9 dengan rata-rata 12,25. Individu-individu terseleksi ini akan dilanjutkan dan akan diseleksi kembali pada generasi selanjutnya (populasi F3). Karakter-karakter yang menjadi kriteria seleksi diharapkan akan mengalami kemajuan pada generasi selanjutnya.

Seleksi dalam pemuliaan tanaman dilakukan terhadap individu-individu tanaman pada suatu populasi, yang memiliki penampilan karakter sesuai yang diinginkan. Tanaman-tanaman terseleksi selanjutnya dibiarkan bereproduksi dan dilanjutkan ke generasi berikutnya. Seleksi mengakibatkan terjadinya perubahan dalam frekuensi gen dari kombinasi gen yang berbeda, dengan demikian nilai genetik populasi akan berada pada arah yang diinginkan (Agrawal, 1998).

Efektif atau tidaknya suatu seleksi ditentukan oleh menurun atau tidaknya karakter yang diseleksi. Variasi yang diturunkan adalah variasi yang disebabkan oleh pengaruh faktor genetik, sedangkan variasi akibat faktor lingkungan tidak diturunkan. Heritabilitas merupakan rasio antara ragam genotipe dan ragam fenotipe. Pendugaan nilai heritabilitas berguna untuk mengetahui sejauh mana variasi fenotipe dalam suatu populasi lebih disebabkan oleh variasi genetik dibandingkan oleh variasi lingkungan. Jika pada suatu karakter, variasinya muncul bukan akibat variasi lingkungan atau dikenal sebagai karakter kualitatif, maka nilai estimasi heritabilitasnya akan relatif tinggi, sebaliknya jika pada karakter yang variasinya muncul karena lebih diakibat faktor lingkungan, maka nilai estimasi heritabilitasnya akan rendah (Hayes et al., 1955). Secara praktis, heritabilitas merupakan salah satu parameter genetik yang sering digunakan sebagai tolok ukur dalam pemuliaan tanaman terutama sekali dalam melakukan program seleksi. Seleksi hanya akan efektif pada variasi yang diturunkan, seleksi tidak dapat menciptakan keragaman, akan tetapi bekerja pada keragaman yang telah ada sebelumnya (Agrawal, 1998).

Nilai heritabilitas karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji serta beberapa karakter lain yang diamati disajikan pada Tabel 4.

(31)

26 Tabel 4. Nilai varians dan heritabilitas karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji serta

beberapa karakter lain yang diamati

Karakter

σ

P1

σ

P2

σ

F2

σ

e Heritabilitas

Tinggi Tanaman 37,68 197,21 1805,71 117,44 0,93

Jumlah Polong 1247,38 32,06 785,74 639,72 0,19

Jumlah polong berisi 1218,84 16,54 685,16 617,69 0,10

Bobot 100 biji 1,34 3,25 7,25 2,29 0,68

Bobot biji/tanaman 12,95 0,77 33,44 6,86 0,79

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai duga heritabilitas untuk karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa variasi pada kedua karakter ini diturunkan dan seleksi berdasarkan kriteria tinggi tanaman dan bobot 100 biji diharapkan akan memberikan kemajuan genetik.

(32)

27 BAB VI. KESIMPULAN

Hasil evaluasi terhadap populasi generasi F2, dari 501 genotip yang dievaluasi terseleksi 5 genotip yang memenuhi kriteria yang diinginkan. Estimasi nilai heritabilitas untuk karakter tinggi tanaman dan bobot 100 biji tergolong tinggi dengan nilai masing-masing 0,93 dan 0,68.

(33)

28 DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik Provinsi 2005. Jambi dalam Angka 2005. Jambi

Bjorkman, O. 1981. Responses to Different Quantum Flux Densities. In O.L. Lange, P.S. Nobel, C.B. Osmond, and H. Ziegler (eds.), Encyclopedia of Plant Physiology, New Series, Vol 12 A, Physiological Plant Ecology I. Springer-Verlag, Berlin. Bos, I. and P. Caligari. 1995. Selection Methods in Plant Breeding. Chapman & Hall,

2-6 Boundary Row. London.

Daryanto, A., Sujiprihati, M. Syukur. 2009. Studi Heterosis dan Daya Gabung Hasil Persilangan Half Dialel Cabai (Capsicum Annum L. ) Fakultas Pertanian Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development Vol. 2 : Crop Species. Macmillan Publishing Company. New York.

Goodwin, T.W. and E.I. Mercer. 1983. Introduction to Plant Biochemistry. Second edition. Oxford. Pergamon Press.

Hale, M.G. and D.M. Orcutt. 1987. The Physiology of Plant under Stress. A-Wiley-Intercience Publ. John Wiley&Sons. Inc.Virginia. 206p.

Hayes, H.K., F.R. Immer, and D.C. Smith. 1955. Methods of Plant Breeding. McGraw-Hill Book Company Inc.

Hidema, J., A. Makino, Y. Kurita, T. Mae and K. Ojima. 1992. Changes in the Level of Chlorophyl and Light-harvesting chlorophyl a/b Protein of PS II in Rice Leaves agent under Different Irradinces from full Expantion through senescen. JSPP. Plant Cell Physiol. 33 (8) : 1209 - 1214.

Juhaeti,T., D. Sopandie, M.A, Chozin dan Chairul. 2000. Perubahan Biokimiawi pada Padi Gogo yang Toleran dan Peka Naungan : Karakterisasi Enzim Rubisco. Seminar PPs, IPB. Bogor.

Kartono. 2005. Persilangan Buatan pada Empat Varietas Kedelai. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2. hal. 59-52

Kephart, K.D., D.R. Buxton. 1993. Forage Quality Responses of C3 and C4 Perennial Grasses to Shade. Crop. Sci. 33:831-837.

Kiniry, J.R. 11993. Nonstructural Carbohydrate Utilization by Wheat Shaded during Grain Growth. Agron. J. 85:844-849.

Lautt, B. S, M.A. Chozin, D. Sopandie, Latifah K. Darusman. 2000. Perimbangan Pati-Sukrosa dan Aktivitas Enzim Pati-Sukrosa Fosfat Sintetase (SPS) pada Padi Gogo yang Toleran dan Peka terhadap Naungan. Hayati Jurnal Biosains. Vol. 7 (2) : 31-34.

Lisdiana, F. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mae T., A. Makino, and K. Ohiro. 1983. Changes in The Amounts of Ribulose Bisphosphate Carboxylase Synthesized and Degraded during The Life Span of Rice Leaf. Plant and Cell Physiol. 26: 1079-1086.

(34)

29 Marler, T.E. 1994. Developmental Light Level Affects Growth, Morphology, and Leaf Physiology of Young Carambola Trees. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 119(4) : 711 - 718.

Master, G.S., J.A. Morgan and W.O. Willis. 1987. Effect of Shading on Winter Wheat Yield, Spike Characteristic and Carbohidrate Allocation. Crop Sci. 27: 967-973. Mohr, H. and P. Shoopfer. 1995. Plant Physiology. Translator Gudrun and David W.

Lawlor. Springer-Verlag. New York.

Murty, K.S., and G. Sahu. 1987. Impact of low-light Stress on Growth and Yield of Rice. p.94 - 100. In "Weather and Rice" Proc. International Workshop on Impact of Weather Parameters on Growth and Yield of Rice. IRRI. Los Banos. 7 – 10 April 1986.

Myers, D.A., D.N. Jordan and T.C. Vogerman. 1997. Inclination of Sun and Shade Leaves Influenced Chloroplast Light Harvesting and Utilization. Plant. Physiol.99:395-404.

Pons,T.L. and R.W. Pearcy. 1994. Nitrogen Reallocation and Photosynthetic Acclimation in Responses to Partial Shading in Soybean Plants. Physiologia Plantarum. 92:636-644.

Rukmana, R dan Yuniarsih, Y. 2001, Kedelai: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius Jakarta.

Salisbury, F.B. and C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Terjemahan Diah R. Lukman. ITB. Bandung. 343 hal.

Santoso, E. , D. Sopandie, M.A. Chozin, dan S. Harran. 2000. Adaptasi Fisiologi Tanaman Padi Gogo terhadap Stres Naungan : Konduktansi Stomata, Respirasi dan Laju Pertukaran Karbon. Seminar Hasil Penelitian PPs IPB. Bogor.

Soverda, N. 2002. Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Padi Gogo Toleran terhadap Cekaman Naungan. Jurnal Agronomi Fakultas Pertanian Unja, Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian, Vol 6, No 2, Juli – Desember 2002.

Soverda, N., Evita dan Gusniwati. 2009. Kajian Dan Implementasi Karakter Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi (Penelitian Tahun Pertama). Dalam proses publikasi.

Soverda, N., Evita dan Gusniwati. 2010. Kajian Dan Implementasi Karakter Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi (Penelitian Tahun Kedua). Belum dipublikasikan.

Sruik, P.C and Deinum. 1982. Effect on Light Intensity after Flowering on the Productivity and Quality of Maize. Neth. J. Agrich. Sci. 30 : 297-316.

Stitt, M. 1986. Fine Control of Sucrose Synthesis by Fructose 2,6 Biophosphate. Plant Physiol. 78 : 109 - 126.

Sulistyono, E. D. Sopandie, M.A. Chozin dan Suwarno. 1998. Adaptasi Tanaman Padi terhadap Naungan: Pendekatan Morfologi dan Fisiologi. Pros. Seminar

(35)

30 Peningkatan Produksi Padi Nasional. Bandar Lampung. 9-10 Desember 1998. P. 470-474.

Suprapto, 2004. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Taiz, L. and E. Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benyamin/Cumming Publ. Co. Inc. California.559p.

Thorne, J.H. and H.R. Koller. 1974. Influence of Assimilate Demand on Photosynthesis, Diffusive resistance, Translocation and Carbohydrate Levels of Soybean Leaves. Plant Physiol. 54:201-207.

Wahyudi, H. Setiamiharja, Baihaki, A. Ruswandi, D. 2006. Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Diallel Lima Genotip Jagung pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Disertasi Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran. Bandung.

Welsh, R. J. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Penerjemah P. Ogea. Erlangga. Jakarta.

Wibawa, G dan M.J. Rosyid. 1995. Peningkatan Produktivitas Padi sebagai Tanaman Sela Karet Muda. Warta Pusat Penelitian Karet. Assosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. 14(1):40-46.

(36)

31 Lampiran 1. Personalia Tenaga Peneliti Beserta Kualifikasinya

Ketua Peneliti

A. Identitas Diri

1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Ir. Nerty Soverda, MS P 1.2 Jenis Kelamin P

1.3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala

1.4 NIP/NIK/No. Identitas lainnya 19590404 198603 2 001 1.5 NIDN 004045907

1.6 Tempat dan Tanggal Lahir Padang, 4 april 1959 1.7 E-Mail nsoverda@yahoo.com 1.8 Nomor Telepon/HP 0811746604

1.9 Alamat Kantor Fakultas Pertanian Universitas Jambi 1.10 Nomor Telepon/Faks 0741-583051/0741-582733

1.11 Lulusan yang telah dihasilkan S1=….orang, S2=….orang, S3=…orang 1.12 Mata Kuliah yg diampu 1 Fisiologi Tanaman

2 Dasar-dasar Agronomi

3 Budidaya Tanaman Hortikultura 4 Manajemen Tanaman Sayuran 5. Pengantar Ilmu Pertanian

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama PT Univ. Jambi UNPAD IPB Bidang Ilmu Agronomi

Tahun Masuk-Lulus 1979- 1985 1989 - 1992 1996 - 2001 Judul Skripsi/Tesis/

Disertasi

Pengaruh cara Pemberian dan Dosis pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi tanaman Jagung Respons Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen dalam Berbagai Ketersediaan Air Tanah Karakteristik Fisiologi Fotosintetik dan Pewarisan Sifat Toleran Naungan Padi Gogo.

Nama Pembimbing/ Promotor

Ir. Daniel Saaluddin. Prof. Dr. Ir. Husen Djayasukanta, MSc.

Prof. Dr. Ir. Sarsidi Sastrosumardjo.

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp) 1. 2009 Kajian Dan Implementasi Karakter

Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi (Penelitian Tahun Pertama).

Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Nomor : 596/SP2H/DP2M/VII /2009 Tanggal 30 Juli 2009 45

(37)

32

2. 2010 Kajian Dan Implementasi Karakter Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi (Penelitian Tahun Kedua). Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Nomor : 166/SP2H/PP/DP2M/ III/2010 Tanggal 1 Maret 2010 72.5

3. 2012 Pola Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai Toleran Terhadap Naungan Melalui Aplikasi Karakter Morfofisiologi: Optimalisasi Pemanfaatan

Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi

Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (UPT) Nomor : 20/UN21.6/PL/2012 37

4. 2013 Studi Dan Perbaikan Sumber Daya Genetik Untuk Perakitan Varietas Kedelai Toleran Naungan: Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi. Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (UPT) Nomor : 39/UN21.6/PL/2013, tgl. 4 Maret 2013 55

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp) 1. 2008 Agroforestry Berbasis Manggis dalam

Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Manggis di Kabupaten Kerinci

Mandiri

2. 2008 Peningkatan Manajemen Budidaya Tanaman Manggis di desa Koto Patah Kecamatan Keliling Danau Kabupaten Kerinci

Mandiri

3. 2009 Pengembangan Teknik Budidaya Tanaman Manggis untuk Menghasilkan Buah Bermutu melalui Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Manggis

Mandiri

4. 2010 Pemanfaatan Lahan Pekarangan sebagai Sumber Obat-obatan bagi Keluarga dan Masyarakat di Desa Batin Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari

DIPA Unja 2,75

5. 2012 IbM Kelompok Tani Karet Kecamatan Muara Bulian dalam Upaya Pemanfaatan Lahan Tegakan pada Program Peremajaan Karet Rakyat Di Provinsi Jambi

(38)

33

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor 1. 2008 Pengaruh beberapa macam

bokasi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat

Jurnal Agronomi, Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian

Volume 12, Nomor 1, Januari-Juni 2008. ISSN 1410-1939 2. 2008 Pengaruh beberapa dosis abu

janjang kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau.

Jurnal Agronomi, Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian

Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2008. ISSN 1410-1939

3. 2009 Respons Tanaman Kedelai terhadap Pemberian berbagai Konsentrasi Pupuk Hayati.

Jurnal Agronomi, Publikasi Nasional Ilmu Budidaya Pertanian

Volume 13, Nomor 1, Januari-Juni 2009. ISSN 1410-1939 4. 2009 Evaluasi dan Seleksi Varietas

Tanaman Kedelai terhadap Naungan dan Intensitas Cahaya Rendah

Zuriat Volume 19, No.2, Juli - Desember 2009. ISSN 0853-0808 5. 2012 Pengaruh naungan terhadap

Kandungan Nitrogen dan Protein Daun serta Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai

Bioplantae Volume 1 No. 1, Januari – Maret 2012, ISSN 2302 - 6472

F. Pemakalah Seminar Ilmiah

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat

1 Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan BKS PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu-ilmu Pertanian

Uji Potensi Hasil dan Adaptasi Beberapa Varietas Tanaman Kedelai pada Naungan Buatan.

Bengkulu pada 23 - 25 Mei 2010.

2 "Internatinal Seminar on Horticulture to Support Food Security"

Accelerating The Growth of

Mangostan at Agroforestry System in District of Kerinci, Jambi Province.

Bandar Lampung pada 22-23 Juni 2010.

3 Seminar Hasil-hasil Penelitian Tahun 2010 Fakultas Pertanian Unja

Pengaruh Aplikasi mikoriza vesikular arbuskular (MVA) terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada cekaman air.

Jambi, Tanggal 14 Desember 2010

4 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian Dosen Pertanian

Pengaruh Berbagai Konsentrasi Pupuk Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai.

Jambi pada 19 Februari 2011.

5 Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Dekan BKS PTN Wilayah Barat Bidang Ilmu-ilmu Pertanian

Aktivitas Pigmen Pemanen Cahaya pada Tanaman Kedelai Toleran terhadap Naungan.

Palembang pada 23 - 25 Mei 2011.

(39)

34

6 Laporan penelitian di presentasikan pada Seminar Hasil Penelitian Strategis Nasional Tahun 2011

Kajian dan Implementasi karakter Fisiologi Fotosintetik tanaman kedelai toleran terhadap intensitas cahaya rendah: Optimalisasi pemanfaatan lahan tegakan di provinsi Jambi

Jakarta pada tanggal 25-26 Juli 2011

G. Karya Buku dalam 5 tahun terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit

H. Perolehan HKI dalam 5 – 10 tahun terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial lainnya dalam 5 tahun terakhir

No. Judul/Tema / Jenis Rekayasa sosial lainnya yang telah

diterapkan

Tahun Tempat Penerapan

Respon Masyarakat

J. Penghargaan dalam 10 tahun terakhir

No. Jenis Penghargaan Institusi pemberi Penghargaan

Tahun

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan hibah penelitian unggulan perguruan tinggi.

Jambi, 30 November 2013 Pengusul,

Dr. Ir. Nerty Soverda, MS NIP 19590404 198603 2 001

Gambar

Tabel 1. Rincian tahapan kegiatan penelitian   Tahap 1
Gambar 1. Keragaman penampilan tanaman di bawah paranet pada umur 10 MST

Referensi

Dokumen terkait

Dari histogram di atas (Gambar 2) dapat dilihat bahwa Dicranaceae merupakan suku yang dapat ditemukan pada semua lokasi penelitian meskipun kondisi lingkungannya sangat

Orangtua yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah agar terpenuhi kebutuhannya, peran seorang ibu khususnyatidak hanya sebagai ibu rumah tangga melainkan juga membantu

Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya mempunyai rumusan etika politik yang tersurat dalam Tanbih, yaitu wasiat dari Mursyid pertama TQN Suryalaya Abdullah Mubarok bin

bahwa memenuhi ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8

Dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian kembali mengenai “Pengaruh Agresivitas Pajak Terhadap Pengungkapan CSR

AKS KARYA CIPTA Perum Bumi Jaya Indah Blok G

Pertemuan II ini dilakukan pada hari kamis, pada pertemuan II ini peneliti melakukan post test siklus II untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan peserta

Sedangkan pada kode sampel lainnya, kandungan kadar klorida melebihi ambang batas maksimal yang berarti tidak layak untuk dikonsumsi.. Kadar klorida yang tinggi