• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN MEMPERTIMBANGKAN LOST SALES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENGAN MEMPERTIMBANGKAN LOST SALES"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

RATIONING POLICY DENGAN MEMPERTIMBANGKAN LOST SALES DAN

BACKORDER UNTUK SINGLE-ITEM PRODUCT DENGAN MULTI DEMAND

CLASSES

(STUDI KASUS: PT. SEMEN GRESIK,Tbk)

Savira Evany, Suparno

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: evany.savira@gmail.com ; suparno@ie.its.ac.id ABSTRAK

Permasalahan yang diteliti fokus pada permasalahan yang terjadi pada manajemen inventory untuk pemenuhan order single product dengan beberapa kelas permintaan. Salah satu permasalahannya adalah perbedaan service level pada masing-masing kelas yang dapat menimbulkan masalah yaitu kemungkinkan terjadinya lost sales ataupun backorder. Proses pemenuhan order dengan kelas konsumen tersebut mengambil studi kasus pada distributor PT. Semen Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kebijakan yang dapat menyelesaikan permasalahan order kelas permintaan sesuai dengan target service level dengan mempertimbangkan perilaku shortage dan meminimumkan total cost persediaan. Kebijakan tersebut adalah rationing policy dimana akan dibandingkan dengan kebijakan perusahaan saat ini yaitu first come first served. Proses yang dilakukan adalah dengan mencari ROP dan reserve stock untuk tiap kelas permintaan kemudian dilakukan simulasi sedangkan first come first served akan dihitung EOQ dan ROP kemudian dilakukan simulasi pula.Dari hasil simulasi dan perhitungan untuk rationing policy didapatkan reserve stock untuk masing-masing kelas yaitu sebesar 57 batch untuk kelas 2 dan 3 batch untuk kelas 1 dengan nilai reorder point sebesar 60 batch. Dari hasil tersebut kebijkan rationing lebih baik karena mampu menghasilkan nilai biaya inventory dan nilai revenue lost sales yang lebih rendah.

Kata kunci : persediaan, Rationing policy, simulasi, banyak kelas permintaan. ABSTRACT

The focus of this research is problems that occur at inventory management for single product order fulfillment with several demand classes. One of the problems is the service level differences at each class, which is the possibility of lost sales and backorder. Order fulfillment process with customer classes study case for this research is conducted at PT. Semen Gresik.

The objective of the research is to determine the policy to solve class order fulfillment based on targeted service level using shortage behavior and minimized supply total cost. The policy proposed is rationing policy, compared to the policy of first come first served. The process is conducted by finding ROP and reserve stock for each demand class, then simulation is used. Same stage used at first come first served policy, where calculation of EOQ and ROP is conducted, and then simulation is used.

Based on simulation and rationing policy calculation, reserve stock for each class valued 57 batches for class 2, 3 batches for class 1 with reorder point of 60 batches. Based on this result, rationing policy is better than first come first served policy since it is able to produce inventory value and with lower revenue lost sales. Keywords: inventory, Rationing policy, simulation, multiple demand classes.

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan majunya industrialisasi dan ketatnya kompetisi, sebuah perusahaan dengan segala jenis produknya ini dituntut untuk mampu tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Persaingan tersebut tidak hanya terbatas pada persaingan harga saja tetapi juga kualitas, service, dan lead time yang pendek. Pada sebuah supply chain terdapat banyak pihak yang terlibat didalamnya, antara lain manufaktur, supplier, dan customer. Para pemain supply chain tersebut memiliki peran masing-masing yang saling terintegrasi. Customer dalam supply chain tidak terbatas

pada end user tetapi juga pihak yang merupakan proses selanjutnya dari sebuah peran yang ada di sebuah supply chain, misal perusahaan manufaktur adalah customer bagi supplier-nya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memenangkan persaingan antara lain dengan memberikan service yang terbaik bagi customer. Dalam hal ini, service atau layanan bisa berupa pemenuhan permintaan tepat waktu atau ketersediaan produk saat dibutuhkan customer. Umumnya, masing-masing customer memiliki tingkat kepentingan dan keinginan permintaan yang

(2)

berbeda-beda. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan pada service level untuk masing-masing customer. Service level adalah ukuran kinerja suatu perusahaan dalam pemenuhan order customer. Penentuan service level harus ditentukan dengan tepat karena penetuan yang kurang tepat akan berdampak timbulnya total cost yang membengkak akibat bertambahnya biaya penyimpanan yang besar untuk bisa memenuhi semua permintaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk mampu memenuhi semua permintaan customer yang datang serta menetapkan kebijakan inventory dengan tepat. Dari permasalahan tersebut, penelitian yang akan dilakukan mencoba membagi kelas-kelas konsumen menjadi dua kelas karena yang terjadi pada kondisi aktual, service level untuk kelas tertentu kurang dari atau lebih dari target service level, maka diperlukan sebuah kebijakan yang dapat menyelesaikan permasalahan dalam penentuan service level tersebut. Contoh dari kondisi target service level tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Target service level dengan kondisi aktual service level Kelas Pelanggan Target service level Aktual service level Kelas 1 0.99 0.96 Kelas 2 0.97 0.99

Perbedaan service level tersebut menyebabkan adanya kelas atau tingkatan dari

customer (multiple demand

classes). Segmentasi atau tingkatan customer tersebut tidak hanya relevan dengan inventory control, tetapi juga pada konteks lain seperti marketing dan pricing (Teunter, 2007). Dengan adanya perbedaan kelas permintaan tersebut, maka akan ada target fill rate yang harus ditentukan oleh perusahaan. Fill rate adalah prosentase jumlah item yang tersedia ketika ada order dari pelanggan (Pujawan, 2005). Perbedaan pada target fill rate mencerminkan nilai strategi perusahaan terhadap kelompok item atau kelompok customer.

Tujuan adanya manajemen inventory adalah untuk memenuhi semua permintaan customer berdasar target fill rate dan meminimasi permintaan yang tidak dapat dipenuhi. Di sisi lain, perusahaan juga ingin

meminimasi total inventory sehingga dapat meminimumkan biaya yang ditimbulkan, baik itu biaya penyimpanan (holding cost) maupun biaya yang ditimbulkan akibat tidak terpenuhinya permintaan. Dengan adanya kelas permintaan konsumen dan terbatasnya inventory, maka seringkali perusahaan mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan terkait dengan inventory yang tersedia yaitu keputusan untuk memenuhi permintaan dari konsumen kelas tertentu atau disimpan untuk mengantisipasi timbulnya permintaan dari kelas di atasnya. Hal ini disebabkan karena tiap-tiap kelas permintaan memiliki cost yang berbeda jika permintaannya tidak dipenuhi oleh perusahaan.

Salah satu penyelesaian permasalahan tersebut adalah penyimpanan inventory yang berlebih. Namun, penyimpanan yang berlebih tersebut akan menjadi sangat tidak efektif karena besarnya biaya penyimpanan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Salah satu kebijakan pemenuhan permintaan adalah kebijakan first come first served (FCFS) yaitu pemenuhan permintaan berdasarkan urutan kedatangannya tanpa membedakan asal kelasnya. Tetapi FCFS tersebut juga mempunyai beberapa kekurangan diantaranya adalah apabila permintaan datang lalu kita melayaninya saat itu juga, maka kita tidak bisa memprediksi jumlah produksi yang harus dibuat untuk periode berikutnya. Kekurangan lainnya yaitu dengan tidak melihat asal kelasnya, bisa jadi kelas customer lain yang memiliki service level lebih besar yang seharusnya dipenuhi akan menyebabkan adanya kemungkinan permintaanya tidak dapat terpenuhi dan perusahaan akan bisa mengalami peningkatan biaya yang signifikan.

Cara lain yang dapat ditempuh yaitu dengan menggunakan rationing policy, yaitu sebuah kebijakan yang dilakukan untuk menentukan berapa item yang harus disediakan untuk masing-masing kelas customer dengan keterbatasan produksi sehingga harus dipilih permintaan mana yang terlebih dahulu harus dipenuhi oleh perusahaan (Veinot, 1965). Ada dua tipe rationing policy, yaitu static rationing policy dimana karakteristik rationing level ditetapkan secara fixed untuk masing-masing kelas permintaan, tepat atau dibawah permintaan dari kelas tersebut tidak dipenuhi. Kemudian, dynamic rationing policy yaitu

(3)

rationing level yang terus dikaji setiap periode dimulai dari perkiraan lead time sampai kedatangan order berikutnya (Teunter, 2007). Adanya keterbatasan inventory tersebut maka perlu ditentukan critical level untuk masing-masing kelas permintaan. Namun, dengan adanya batas critical level tersebut maka ada kemungkinan terjadinya shortage untuk customer yang dapat menyebabkan terjadinya backorder atau lost sales.

Dari ilustrasi permasalahan diatas, dapat dibuat suatu rationing policy yang sesuai dengan konteks teori dan kondisi riil (dengan batasan dan asumsi tertentu) yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan diatas. Rationing policy yang dihasilkan diharapkan dapat mengatasi permasalahan inventory untuk kelas demand yang berbeda dan dapat memenuhi target service level serta meminimasi total inventory dengan mempertimbangkan shortage treatment back order ataupun lost-sales.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diangkat pada penelitian tugas akhir ini adalah bagaimana menetapkan aturan pemenuhan order/rationing policy yang dapat meminimasi total cost inventory dan revenue lost sales yang terjadi di perusahaan yang diamati. Hasil dari rationing policy ini kemudian akan dibandingkan dengan policy yang diaplikasikan oleh perusahaan pada saat ini.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui rationing policy yang sesuai dengan kondisi perusahaan.

2. Membandingkan kebijakan yang dijalankan perusahaan dengan rationing policy yang ditetapkan dari sisi reserve stock dan total cost.

3. Merekomendasikan kebijakan pemenuhan permintaan yang dapat memaksimalkan service level maupun total cost yang optimal.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian Tugas Akhir ini antara lain :

1. Mendapatkan estimasi service level dan total cost dari kebijakan eksisting perusahaan.

2. Memberikan alternatif kebijakan pemenuhan order dan inventory yang dapat menghasilkan total cost dan service level yang optimal.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian tugas akhir.

Batasan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Pengamatan dilakukan untuk produk Ordinary Portland

Cement (OPC) di gudang

Banyuwangi untuk periode demand tahun 2009.

2. Kelas dari konsumen sebanyak 2 (dua) kelas.

3. Jaringan penjualan disekitar gudang distributor Banyuwangi, yaitu: PT. Varia Usaha, PT.Mitra Maju Mapan dan PT. Waru Abadi. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Besarnya order replenishment adalah tetap, yaitu sebesar Q unit. 2. Lead time dari pabrik ke gudang

dianggap tetap.

3. Harga per sak produk adalah sama untuk semua kelas dan tidak berubah selama penelitian.

4. Tidak ada diskon untuk pembelian pada jumlah tertentu.

2.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini berguna sebagai acuan sehingga penelitian dapat berjalan secara sistematis sesuai dengan framework penelitian.

2.1 Tahap Identifikasi Masalah

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan permasalahan yang akan diteliti dan penentuan tujuan penelitian. Untuk dapat menghasilkan perrmasalahan dan tujuan yang komprehensif dan reperesentatif maka

(4)

dilakukan studi pustaka dan survei lapangan mengenai permasalahn tersebut. Masing-masing langkah tersebut merupakan tahapan-tahapan dalam membangun tahap identifikasi permasalahan.

2.1.1 Identifikasi dan Perumusan

Masalah

Tahapan awal dalam penelitian yang akan dilakukan adalah mengidentifikasi permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini. Permasalahan yang akan diteliti dan akan dijadikan bahasan adalah bagaimana menetapkan aturan pemenuhan order/rationing policy yang dapat meminimasi total cost inventory yang terjadi di perusahaan yang diamati. Hasil dari rationing policy ini kemudian akan dibandingkan dengan policy yang diaplikasikan oleh perusahaan pada saat ini.

2.1.2 Perumusan Tujuan Penelitian

Untuk dapat membuat skema yang jelas tentang penelitian tugas akhir ini, maka terlebih dahulu perlu dirumuskan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana pendekatan rationing policy dapat menentukan batasan critical level yang harus ditentukan oleh gudang untuk masing-masing kelas customer.

2.1.3 Studi Pustaka dan Survey

Lapangan

Studi pustaka adalah dasaran (acuan) yang dipakai dalam penelitian. Studi literatur (pustaka) tersebut dilakukan agar penelitian yang dilakukan memiliki suatu dasar yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan penelitian. Pustaka yang digunakan dapat diambil dari buku-buku teks dan jurnal yang dapat dijadikan referensi dari penelitian. Survei pendahuluan digunakan sebagai tahapan sebelum menentukan pendekatan rationing policy sebagai solusi yang sesuai dengan kondisi di lapangan dengan studi literatur yang dialkukan terkait dengan rationing policy. Survei pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan memahami kondisi aktual dan proses bisnis terkait dengan kebijakan pemenuhan pesanan yang terjadi di objek yang akan diteliti.

2.2 Tahap Pengolahan data da

rationing policy

Setelah melalui tahap identifikasi dan perumusan masalah, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data dan rationing policy. Pada tahap penting ini akan dibagi beberapa tahapan yaitu penentuan reserve stock dan reorder point untuk masing-masing kelas, penentuan critical level untuk masing-masing kelas, dan penentuan base stok untuk masing-masing kelas. Dalam pengolahan data ini, akan dibandingkan metode yang telah diterapkan di perusahaan yaitu first come first served.

2.2.1 First come first served policy

Kebijakan first come first served adalah kebijakan yang sedang dijalankan oleh perusahaan yaitu kebijakan yang melayani pengisian inventory berdasar pemesanan yang datang terlebih dahulu tanpa membedakan asal kelasnya. Pada tahap ini akan dilakukan simulasi dengan menggunakan microsoft excel untuk mengetahui bagaimana ketersedian produk di gudang.

2.2.2 Penentuan reserve stock dan

reorder point untuk

masing-masing kelas

Pada tahap ini sudah masuk pada tahap rationing policy yaitu menentukan reserve stock yang harus disediakan untuk masing-masing kelas. Untuk penentuan reserve stock ini dilakukan enumerasi atau proses mencoba-coba menggunakan simulasi diskrit. untuk mendapatkan reserve stock yang menjadi batasan ketersedian produk di gudang untuk memenuhi permintaan dari semua kelas pelanggan. Dan untuk reorder point sebagai titik replenishment bagi distributor untuk memesan kepada PT.Semen Gresik. Untuk menentukan reorder point tersebut dilakukan juga dengan simulasi diskrit.

2.2.3 Penentuan Critical level untuk

masing-masing kelas

Setelah ditentukan batasan reserve stock untuk masing-masing kelas, maka ditentukan critical level yaitu batas inventory minimal hingga sedemikian sehingga fillrate dari kelas tertinggi atau kelas diatasnya dapat sesuai target. Penentuan critical level tersebut dari reorder point pada setiap kelas.

(5)

2.2.4 Evaluasi fillrate pemenuhan

untuk masing-masing kelas

hasil dari evaluasi fillrate untuk masing-masing kelas akan digunakan sebagai dasar validasi fillrate untuk masing-masing kelas jika fillrate pada masing-masing kelas tidak terpenuhi, maka dilakukan penentuan ulang critical level pada masing-masing kelas hingga target fillrate dapat terpenuhi.

2.2.5 Penentuan Base stock untuk

masing-masing kelas

Dari langkah-langkah sebelumnya, penentuan base stock dari masing-masing kelas merupakan tujuan dari penelitian ini. Penentuan base stock tersebut berdasarkan pada perhitungan sebelumnya dengan bantuan algoritma yang telah dibuat.

2.2.6 Perbandingan cost dan

parameter inventory

Setelah dilakukan analisa baik dengan menggunakan rationing policy ataupun first come first served maka akan dilakukan perbandingan untuk total cost dan beberapa parameter inventory seperti, ketersedian produk pada gudang distributor dan pemenuhan pesanan dari masing-masing pelanggan. Dari perbandingan dari kedua metode tersebut akan diketahui mengenai jumlah total inventory yang paling optimal untuk gudang amatan.

2.3 Analisa dan pembahasan

Pada tahap analisa dan pembahasan ini berisi tentang analisa perhitungan ataupun simulasi dan interpretasi dari hasil yang sudah dilakukan sebelumnya. dalam bagian ini juga terkait dengan perbandingan kebijakan yang sudah dilakukan oleh perusahaan dan rationing policy, setelah itu dilihat kebijakan mana yang lebih bagus dari sisi total cost, fillrate dan jumlah yang kecil dari sisi revenue lost sales yang kemudian akan diusulkan untuk diterapkan di perusahaan.

2.4 Kesimpulan dan saran

Bagian ini merupakan tahapan terakhir dalam penelitian. Kesimpulan akan didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan dan hasil analisis. Kesimpulan yang didapatkan diharapkan dapat menjawab tujuan dari penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Selain kesimpulan, akan diberikan saran terkait dengan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan.

3. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data ini, dikumpulkan beberapa data yang berhubungan dengan penelitian ini. Kebijakan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder, brainstorming, dan wawancara denagn pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian. Beberapa data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah biaya pemesanan, data permintaan, lead time, holding cost, target fillrate, shortage cost dan lain sebagainya.

3.2

Pengolahan

Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Setelah dilakukannya pengumpulan data maka dihitung Economic Order Quantity. Setelah dilakukan perhitungan untuk EOQ maka dilakukan perbandingan biaya inventory dan fillrate masing kelas untuk masing-masing kebijakan yaitu first come first served

dan Rationing policy dengan

mempertimbangkan backorder dan lost sales.

3.2.1 Kebijakan First come first served

Pada kebijakan ini, permintaan yang datang akan terus dilayani tanpa membedakan asal kelasnya dan selama persediaan digudang masih ada. Besar EOQ dan Reorder point dari semua kelas akan dijadikan satu sehingga didapatkan nilai secara keseluruhan.

3.2.2.1 Perhitungan EOQ

Economic Order Quantity digunakan untuk menentukan ukuran pesanan yang ekonomis dengan mempertimbangkan dua ongkos yaitu ongkos pesan dan ongkos simpan. Untuk hal ini, data permintaan akan dijadikan satu. Ini dilakukan untuk mendapatkan rata-rata demand tiap periode. Besarnya EOQ dengan menggunakan rumus:

h

AD

Q

*

=

2

3.3.2.2 Perhitungan Reorder point

Setelah mendapatkan Economic Order Quantity, maka berikutnya adalah mencari

(6)

nilai ROP yang dicari dengan mengagregasikan seluruh permintaan atau permintaan dari seluruh kelas dianggap sama. ROP dipengaruhi oleh safety stock dan permintaan selama lead time. Nilai safety stock sendiri dipengaruhi oleh service level yang ditentukan oleh perusahaan dan standard deviasi permintaan selama lead time. Dengan rumus:

Reorder Point =

3.3.2.3 Simulasi First come first served

Proses simulasi ini dilakukan dengan menggunakan program Visual Basic Excel. Pada simulasi ini dialakukan secara terus menerus tanpa membedakan asal kelasnya selama persediaan masih ada. Permintaan tersebut berasal dari 2 kelas dengan 3 distributor yang sudah kontrak dengan PT. Semen Gresik. Simulasi untuk first come first served adalah simulasi inventory dengan sistem persediaan ( s, Q ) dimana sistem persedian ini bersifat continous artinya review inventory adalah setiap waktu. Sistem ini terdiri atas komponen-komponen pendukung diantaranya adalah on-hand inventory, posisi akhir inventory, order, demand, shortage cost, dan holding cost.

3.2.2 Rationing Policy

Pada bagian ini adalah tahap pengolahan data untuk Rationing Policy. Dimana dalam kebijakan ini akan dihitung besarnya reserve stock untuk masing-masing kelas dan reorder point. Langkah pertama yang dilakukan ialah menghitung besarnya ukuran pesanan, dimana digunakan rumus EOQ (Economic Order Quantity).

3.2.2.1 Perhitungan EOQ

Perhitungan EOQ pada kebijakan Rationing Policy ini sama dengan kebijakan first come first served, dimana data permintaan dari distributor akan diagregasikan menjadi satu. Adapun perhitungan EOQ adalah sebagai berikut:

h

AD

Q

*

=

2

3.2.2.2 Penentuan Reserve Stock dan

Reorder Point

Reserve stock untuk tiap-tiap kelas permintaan akan ditentukan dengan menggunakan algoritma Arslan,dkk (2005). Reserve stock ini digunakan untuk memenuhi permintaan selama lead time tetapi sudah memperhatikan permintaan kelas diatasnya.

Setelah mengetahui besarnya inputan dengan menggunakan algoritma Arslan,dkk (2005) tersebut maka didapatkan reserve stock sebagai berikut:

= 3 batch = 57 batch

Sehingga dengan mengetahui jumlah reserve stock untuk tiap distributor selanjutnaya adalah penentuan critical level untuk tiap kelas yaitu:

C1 = 3 batch

C2 = 60 batch

Tujuan dari rationing policy adalah memenuhi fillrate dari tiap-tiap konsumen namun disisi lain juga meminimumkan jumlah inventory sehingga dapat meminimumkan total biaya persediaan. Berdasarkan reserve stock yang diketahui, maka reorder point sebesar:

å

=

=

N i i

s

ROP

1

ˆ

= 3 + 57 = 60 batch

3.2.2.3 Simulasi Rationing Policy

Setelah mendapatkan nilai reserve stock dan reoder point maka selanjutnya adalah mengetahui performansi dari simulasi kebijakan rationing policy terhadap sistem inventory. Proses simulasi ini akan dilakukan sebnayak r kali yang digunakan untuk mendapatkan performance inventory dari tiap-tiap kelas permintaan, total cost, shortage cost akibat dari ketidakpastiaan permintaan dan ketidakpastian urutan kedatangan permintaan. Pada kebijakan ini setiap ada permintaan yang datang akan dilakukan pengecekan apakah inventory masih tersedia dan apabila tersedia permintaan tersebut akan dilayani tetapi apabila tidak mencukupi maka akan di backorder atau lost sales. Simulasi yang digunakan pada kebijakan ini adalah kebijakan continous review (s, Q), dimana review inventory dilakukan setiap waktu.

Komponen-2 1 ˆ ˆ s s

(7)

komponen pada simulasi ini adalah on-hand inventory, inventory position, ordering cost, holding cost dan shortage cost.

3.2.2.4 Perbandingan Hasil Running

simulasi.

Kemudian pada sub bab ini akan dibandingkan mengenai setiap hasil dari simulasi untuk tiap kebijakannya. Parameter yang akan dibandingkan adalah grand order cost, grand holding cost, grand total backorder cost, grand total cost dan grand lost sales. Selain biaya-biaya tersebut juga akan dibandingkan fillrate dari masing-masing distributor.

Tabel 4.1 Perbandingan average total order cost kedua kebijakan

Tabel 4.1 Perbandingan average total holding cost kedua kebijakan.

Tabel 4.3 Perbandingan average backorder cost pada masing-masing kebijakan.

Tabel 4.2 Perbandingan average total cost pada masing-masing kebijakan.

Tabel 4.3 Perbandingan average lost sales pada kedua kebijakan.

Tabel 4.6 Perbandingan average fillrate Mitra Maju Mapan (kelas 1) pada kedua kebijakan.

Replikasi

Mitra Maju Mapan (kelas 1) FCFS Rationing 1 0.99 0.99 2 0.99 1 3 0.99 0.99 4 0.99 0.99 5 0.99 0.99

Tabel 4.7 Perbandingan average fillrate Varia Usaha (kelas 2) pada kedua kebijakan.

Tabel 4.8 Perbandingan average fillrate Waru Abadi (kelas 2) pada kedua kebijakan.

(8)

4. INTERPRETASI DAN ANALISA

DATA

4.1 Analisis kebijakan inventory

Untuk memenuhi permintaan, sudah selayaknya sebuah perusahaan memiliki sebuah inventory untuk menghadapi permintaan. Untuk mengetahui jumlah order yang ekonomis diperlukan perhitungan dengan menggunakan rumusan economic order quantity. Untuk itu data yang berpengaruh adalah order cost dan holding cost. Selain perhitungan EOQ, juga diperlukan nilai reorder point dimana hal ini adalah menentukan titik dimana order harus dilakukan agar tidak terjadi kekosongan pada inventory. Untuk menentukan nilai ROP dipengaruhi safety stock dan permintaan di saat lead time. Untuk itu diperlukan perhitungan yang sesuai agar tidak sampai terjadi kelebihan inventory yang mengakibatkan biaya simpan meningkat dan tidak mengalami kekurangan agar pendapatan yang seharusnya di dapatkan tidak hilang.

Perbandingan kebijakan menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui apa dan bagaimana yang bisa menjadikan sebuah inventory menjadi optimal. Yang akan di bandingkan pertama kali adalah kebijakan first come first served. Untuk kebijakan yang kedua adalah rationing policy dimana menentukan reserve stock terlebih dahulu. Reserve stock adalah sejumlah inventory yang disediakan untuk sebuah konsumen tertentu. Bahwa reserve stock untuk kelas N dapat digunakan untuk kelas N sendiri atau kelas diatasnya. Mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya batasan-batasan pemenuhan permintaan. Batasan pemenuhan ini berupa suatu level inventory tertentu dimana apabila inventory level sudah mencapai batas ini, maka permintaan dari kelas yang memiliki batas pemenuhan tersebut akan di-backorder atau lost sales. sedangkan sisa inventory digunakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen yang lebih tinggi. diketahui bahwa batas pemenuhan untuk kelas 2 adalah inventory level 3. Hal ini bearti apabila ada permintaan dari PT.Waru Abadi atau dari PT. Varia Usaha akan dilayani sampai inventory mencapai level 3 atau inventory yang tersedia hanya ada 3 batch. Apabila batas ini sudah terlewati, maka semua permintaan yang datang akan di backorder atau lost sales. sedangkan batas

pemenuhan untuk PT. Mitra Maju Mapan atau kelas 1 adalah 0. Urutan dalam pemenuhan permintaan juga diperhatikan dalam memenuhi dari masing-masing distributor.

4.1.1 Analisa First come first served

Proses pemenuhan permintaan pada kebijakan first come first served ini dilakukan secara terus menerus tanpa membedakan asal kelas dan selama persediaan di inventory masih ada. Dari perhitungan EOQ didapatkan nilai EOQ sebesar 6372 atau 40 batch dan nilai untuk reorder point sebesar 60 batch.

4.1.2 Analisa rationing policy

Pada rationing policy langkah awal yang harus dilakukan tidak beda dengan kebijakan sebelumnya, yaitu menentukan nilai EOQ. Nilai EOQ pada rationing sama dengan first come first served yaitu 40 batch. Kemudian berikutnya adalah menentukan nilai Reserve stock. Dengan menggunakan algoritma Arslan,dkk (2005) dihasilkan reserve stock untuk kelas 1 sebesar 3 batch. Artinya, apabila batas Inventory sudah mencapai angka 3 batch maka permintaan dari kelas 2 yang terdiri dari PT.Varia Usaha dan PT. Waru Abadi akan di backorder atau lost sales. Dengan menggunakan algoritma Arslan,dkk (2005) dihasilkan reserve stock untuk kelas 1 sebesar 3 batch. Artinya, apabila batas Inventory sudah mencapai angka 3 batch maka permintaan dari kelas 2 yang terdiri dari PT.Varia Usaha dan PT. Waru Abadi akan di backorder atau lost sales. Setelah diketahui nilai reserve stock untuk masing-masing kelas, yaitu menentukan nilai reorder point dengan cara menambahkan nilai reserve dari kelas 1 dan kelas 2.

4.2 Analisa perbandingan simulasi

Parameter yang akan dibandingkan adalah grand order cost, grand holding cost, grand total backorder cost, grand total cost dan grand lost sales. Selain biaya-biaya tersebut juga akan dibandingkan fillrate dari masing-masing distributor.

4.2.1 Analisa perbandingan average

total order cost masing-masing

kebijakan.

Analisa perbandingan average total cost masing-masing kebijakan dengan cara melakukan simulasi sebanyak 5 kali. kebijakan

(9)

first come first served dan rationing policy memiliki nilai total order cost yang sama. Ini karena order quantity dan demand untuk kedua kebijakan ini memiliki nilai yang sama. Dalam proses simulasi yang dilakukan, pola untuk pembelian dan pemenuhan order hampir sama. Ini juga karena perbedaan dari nilai reorder point dari kedua kebijakan tersebut tidak terlalu jauh. Total order cost dihitung dengan cara menjumlahkan biaya order yang dilakukan apabila gudang memesan.

4.2.2 Analisa perbandingan average

holding cost masing-masing

kebijakan.

Holding cost ini didapatkan dengan cara mengkalikan antara jumlah batch inventory diakhir periodenya dengan holding cost untuk setiap unit per periodenya. diketahui bahwa biaya holding untuk kedua kebijakan memiliki perbedaan dimana kebijakan rationing memiliki rata-rata holding cost yang lebih rendah daripada first come first served. Ini dikarenakan nilai dari reorder point dari kebijakan rationing memiliki nilai yang lebih rendah sehingga jumlah inventory yang harus disimpan akan lebih kecil pula. Ini sesuai dengan tujuan rationing policy yaitu meminimumkan biaya inventory yang harus ditanggung oleh pihak gudang.

4.2.3 Analisa perbandingan average

backorder cost masing-masing

kebijakan.

Kemudian backorder cost yaitu biaya yang harus dikeluarkan akibat ketidakmampuan dalam memenuhi pesanan saat periode tersebut. rata-rata backorder cost untuk tiap periode untuk kebijakan rationing policy lebih besar daripada first come first served. Dimana kejadian ini dikarenakan jumlah inventory yang disediakan dengan rationing lebih kecil daripada first come first served dan ini menyebabkan kecendrungan adanya backorder. Disini, Tidak mengagregatkan permintaan menjadi permintaan kelas tetapi pemesanan dari tiap-tiap distributor dijelaskan.

4.2.4 Analisa perbandingan average

total cost masing-masing

kebijakan.

Average total cost adalah rata-rata biaya total per periodenya. Biaya ini merupakan penjumlahan dari aktivitas-aktivitas dalam penanganan dalam inventory. Nilai average total cost diatas terlihat bahwa rationing policy memiliki nilai total cost yang lebih besar. Nilai average total cost untuk rationing policy dirasa lebih besar karena nilai backorder cost yang ditanggung oleh perusahaan lebih besar. Itu karena pada kebijakan first come first served jumlah inventory yang disediakan lebih banyak dan mengakibatkan biaya holding cost bertambah besar karena jumlah inventory yang disediakan besar pula maka, hanya sedikit permintaan yang tidak terpenuhi dan ini menjadi kelebihan dari FCFS dimana nilai backorder cost lebih kecil dari rationing dan karena inilah yang menyebabkan nilai average total cost dari FCFS lebih rendah.

4.2.5 Analisa perbandingan average

lost

sales

masing-masing

kebijakan.

Kemudian berikutnya adalah nilai average lost sales untuk masing-masing kebijakan. Nilai lost sales ini adalah nilai akibat shortage yang terjadi dan permintaan tersebut tidak akan dipenuhi. Nilai average lost sales ini merupakan nilai rata-rata penjualan yang hilang akibat ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan. Nilai lost sales ini tidak bisa dimasukan kedalam perhitungan total cost bersama shortage lain yaitu backorder karena adanya perbedaan pengali. Untuk backorder cost yaitu jumlah backorder dikali biaya penalty dan untuk lost sales adalah jumlah lost sales dikali biaya penalty dan untuk lost sales adalah jumlah lost sales dikali harga jual per zak. Jadi intinya, lost sales disini tidak memasukan atau tidak mengakomodasi penalty cost dalam perhitungan karena perusahaan sendiri belum menetapkan penalty cost untuk produk yang lost sales. maka dari itu, lost sales disini disebut kesempatan yang hilang mendapatkan pendapatan dari penjualan akibat ketidakmampuan pemenuhan permintaan. Dengan kecilnya pendapatan yang hilang, maka memungkinkan pendapatan yang seharusnya bisa diraih akan bisa didapatkan

(10)

lebih besar. Lost sales yang kecil ini karena urutan kedatangan dan penentuan batasan dalam kebijakan rationing sangat diperhatikan sehingga semakin kecil pula kemungkinan permintaan yang tidak bisa dipenuhi karena salah satu tujuan dari rationing adalah ingin mencukupi target fillrate atau memenuhi semua permintaan distributor.

4.2.6 Analisa perbandingan fillrate

masing-masing kebijakan.

Fillrate untuk kebijakan first come first served untuk masing-masing distributor dan kelas rata-rata memiliki nilai yang sama ataupun lebih besar daripada rationing dan memenuhi seluruh target fillrate untuk tiap distributor. Tetapi, berdasarkan hasil perbandingan kedua kebijakan terhadap parameter total cost dan revenue lost sales, maka kebijakan rationing policy dianggap lebih baik daripada kebijakan first come first served.

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan dan analisa yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kebijakan rationing yang sesuai dengan kondisi perusahaan adalah :

a. Reserve stock untuk kelas 1 sebesar 3 batch dan kelas 2 sebesar 57 batch. hal ini berarti bahwa kelas 2 akan dilayani sampai level inventory mencapi 3 batch dan kelas 1 akan dilayani sampai inventory habis. b. Berdasarkan reserve stock

tersebut didapatkan nilai reorder point sebesar 60 batch.

2. Untuk hasil perbandingan nilai cost untuk kebijakan first come first served dan kebijakan rationing adalah sebagai berikut :

a. Kebijakan rationing mampu menghasilkan biaya inventory yang lebih murah Rp. 23.566.336 daripada dengan kebijakan first come first served sebesar Rp. 24.417.280.

b. Nilai untuk backorder cost dari kebijakan first come first served lebih kecil daripada kebijakan

rationing policy ini dikarenakan batasan yang diterapkan pada rationing.

c. Nilai revenue lost sales untuk kebijakan first come first served yaitu Rp.136.448.000 lebih tinggi daripada kebijakan ratinoning yang hanya

Rp. 83.200.000. Ini menjadi kelebihan dari kebijakan

rationing yang bisa

mengurangi banyaknya

kemungkinan pendapatan yang hilang.

d. Fiilrate yang dihasilkan oleh kebijakan first come first served rata-rata memiliki nilai yang lebih besar dan hampir sama dengan nilai rationing policy. Tetapi, fillrate dari kebijakan rationing masih tetap memenuhi target fillrate dari tiap kelas permintaan. 3. Masing-masing kebijakan memiliki

kelebihan dan kekurangan masing-masing, dimana kebijakn first come first served memiliki nilai backorder cost dan total cost yang rendah. Menurut teori, rationing policy seharusnya mampu memberikan rekomendasi yang lebih baik karena bisa menunjukan nilai inventory dan lost sales yang rendah. Nilai lost sales ini tidak termasuk dalam total cost karena perbedaan pengali dengan backorder dimana dalam menghitung nilai lost sales yang dihitung adalah jumlah penjualan dikalikan dengan harga juall (tidak mengakomodasi penalty cost ) sedangkan backorder adalh jumlah backorder dikali penalty cost. Tetapi keduanay masih dapat memenuhi semua target fillrate dari setiap kelas.

5.2 Saran

Adapun saran dari penelitian ini untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Melakukan dynamic clearing

mechanism atau mekanisme

pemenuhan shortage secara dinamis. 2. Dipertimbangkan untuk pengembangan algoritma untuk multi produk.

(11)

6. DAFTAR PUSTAKA

Arslan, H,dkk. 2005. “A single-product Inventory Model or Multiple Demand Classes,” Management Science,vol(0), no (0).

Aryanto, setyo. 2008. Penentuan Kebijakan Inventory Untuk Single-Item Multiple Demand Classes Dengan Menggunakan Pendekatan Rationing Policy. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS.

Ballou, Ronald.H. 1999. Business Logistics Management. Prentice Hall, Inc., USA.

Benjaafar, saif. 2007.”Optimal Control Of A Production-Inventory System With Both Backorders and Lost Sales,” Management Science.

Chopra, Sunil; Meindl, Peter. 2001. Supply chain management: strategy, planning & operation, 3rded. Prentice hall, Inc. USA

Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya. Surabaya.

Sipper, Daniel; bulfin robery L.(jr). 1998. Production: Planning, control and integration. Mc-Graw Hill.

Tersine, Richard.J, 1994. Principles of inventory and materials management. PTR Prentice Hall. New Jersey.

Teunter,Ruud H. 2008. “Dynamic Inventory Rationing Strategies For Inventory System With Two Demand Classes, Poisson Demand and Backordering,” European juournal of operational research 190 (2008) 156-178. Veinott, A.F. 1965. “Optimal Policy in a

Dynamic, single product, Nonstationary Inventory model with Several Demand Classes,” Operation Research, 13(5), 761-778.

--- (2007).

Inventory.URL:http://digilib.its.ac.id/public/IT

S-Undergraduate-7143-2502109043-bab2.pdf

(diakses pada 26 februari 2010) ---

(2008).simulasi.URL:http://id.wikipedia.org/w iki/Simulasi

(diakses 28 februari 2010) --- (2008).

Safetystock.URL:http://supplychainmetric.com /

Referensi

Dokumen terkait

memberitahukannya kepada Sarimin, dan Sarimin (Penggugat) pada tanggal 28 November 2013 mengajukan permohonan peninjauan kembali terkait penerbitan sertifikat hak

Volume aliran permukaan akan lebih besar pada DAS yang memiliki kemiringan curam dan saluran yang rapat dibanding dengan DAS yang landai, terdapat cekungan-cekungan, dan jarak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh PAD, investasi, angkatan kerja, dan pengeluaran pemerintah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

fisikokimia, dan komponen fungsional sorgum setiap varietas merupakan langkah awal dalam pemanfaatannya Tabel 5.. sebagai bahan diversifikasi pangan maupun industri. Rasio

Epkamarsa (2014:13) juga mengungkapkan bahwa dengan dukungan dari bentuk digitalisasi dan internet, multimedia menjadi ciri paling menonjol dalam penyampaian sebuah

Jual beli ‚Mahar‛ benda pusaka merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual, bisa berupa uang, amalan-amalan khusus, atau sesuai kehendak si penjual

Pada tulisan ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian identifikasi kayu dengan menggunakan RBF sebagai metode pengenalan, dan data input berupa hasil ekstraksi ciri dari

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Keaktifan Senam