• Tidak ada hasil yang ditemukan

REORIENTASI PEMAHAMAN KETERBELAKANGAN MENTAL: Suatu Kajian PAK terhadap Keterbelakangan Mental di YPAC-SLB Malalayang Manado

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REORIENTASI PEMAHAMAN KETERBELAKANGAN MENTAL: Suatu Kajian PAK terhadap Keterbelakangan Mental di YPAC-SLB Malalayang Manado"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

REORIENTASI PEMAHAMAN KETERBELAKANGAN MENTAL: Suatu Kajian PAK terhadap Keterbelakangan Mental di YPAC-SLB Malalayang Manado

Yanice Janis

Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado

Abstrak

Memahami keterbelakangan mental adalah hal yang sepatutnya dilihat dari perkembangan seorang anak. Biasanya keterbelakangan mental muncul sejak lahir atau sejak masih kanak-kanak. Itu sebabnya keterbelakangan mental digolongkan ke dalam gangguan perkembangan.

Kondisi keterbelakangan mental tidak hanya mempengaruhi kemampuan kognitif, tetapi juga mengenai kemampuan mereka dalam emosi dan sosial seperti mengontrol diri, menahan rasa marah, memecahkan masalah dan keterbatasan interpersonal lainnya. Namun walaupun demikian mereka berkembang seperti anak normal . mereka memiliki kapasitas untuk belajar, sekalipun dengan kualitas dan tempo yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menentukan model PAK yang tepat dalam menghadapi keterbelakangan mental anak di YPAC – SLB Malalayang Manado. Kata Kunci: Reorientasi Pemahaman, Keterbelakangan Mental

Pendahuluan

Selama bertahun-tahun, banyak orang yang mengalami keterbelakangan mental telah ditandai. Orang yang mau dan mampu bekerja sering kali ditolak karena telah diberi label "terbelakang". Akhir-akhir ini, pelembagaan orang yang terbelakang dilakukan secara rutin. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kondisi kebanyakan lembaga semacam itu yang menyedihkan, banyak orang yang terbelakang mentalnya dipindahkan ke rumah-rumah secara berkelompok atau ke rumah pribadi, atau bahkan dibebaskan.

Dulunya, banyak pakar yang percaya bahwa anak dengan keterbelakangan mental tidak dapat mengalami peningkatan kemampuan dan sama sekali tidak bisa disembuhkan. Namun, saat ini anggapan tersebut perlahan-lahan mulai diubah. Penanganan dan pendampingan yang tepat akan anak dengan keterbelakangan mental dapat bertindak secara mandiri. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa anak dengan keterbelakangan mental kategori ringan dapat dilatih untuk mencapai kemampuan layaknya orang normal.

Memahami keterbelakangan mental adalah hal yang sepatutnya dilihat dari perkembangan seorang anak. Biasanya keterbelakangan mental muncul sejak lahir atau

(2)

sejak masih kanak-kanak. Itu sebabnya keterbelakangan mental digolongkan ke dalam gangguan perkembangan.

Kondisi keterbelakangan mental tidak hanya mempengaruhi kemampuan kognitif, tetapi juga mengenai kemampuan mereka dalam emosi dan sosial seperti mengontrol diri, menahan rasa marah, memecahkan masalah dan keterbatasan interpersonal lainnya. Namun walaupun demikian mereka berkembang seperti anak normal . mereka memiliki kapasitas untuk belajar, sekalipun dengan kualitas dan tempo yang berbeda.

Keterbelakangan atau keterhambatan sangat bervariasi tergantung pada seberapa besar gangguan yang dialami si anak. Dengan bertambahnya pengetahuan dan pemehaman tentang keterbekangan mental, semakin berkembang pula institusi atau pendidikan yang disesuaikan dengan mereka, contohnya ialah Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dikhususkan untuk anak dengan keterbelakangan mental.

Landasan Teori

Latar Belakang Gangguan Mental

Tetapi seperti halnya gangguan psikologis, hal itu disebabkan oleh berbagai alasan. Beberapa penulis memandangnya sebagai gejala alami, yang lain memandangnya sebagai manifestasi kekuatan roh jahat. Sampai zaman filsuf dan dokter Inggris, John Locke (1632-1704), keterbelakangan mental biasanya dipandang sebagai bentuk kegilaan. Sejak abad XIII sampai saat ini, keterbelakangan mental dipandang sebagai entitas yang terpisah, meskipun hal itu diperlakukan hampir sama dengan kegilaan oleh masyarakat sampai abad XX. Perubahan radikal terhadap keterbelakangan mental dihasilkan melalui studi tentang prinsip-prinsip genetis. Namun, hanya 5 persen dari kasus ini yang dikenali disebabkan oleh faktor keturunan. Tiga puluh sampai empat puluh persen penyebab kasus ini belum dikenal.

Penyebab Keterbelakangan Mental

Beberapa penyebab keterbelakangan mental bersifat biologis, tetapi faktor psikologis juga bisa memainkan peranan. Penyebab tertentu bisa ditentukan oleh dokter sebelum anak berusia 2 tahun. Misalnya, tes rutin fenilalanin (asam amino esensial dalam menu manusia) dalam urine setiap anak untuk menemukan kemungkinan adanya fenilketonuria (PKU), yaitu kekurangan enzim khusus pada masa pertumbuhan anak di negara-negara bagian di Amerika pada umumnya.

Gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat tertentu juga bisa menyebabkan keterbelakangan mental. Sindrom down (mongolisme) merupakan salah satu problem genetik yang berkaitan dengan keterbelakangan mental yang bisa dikenali oleh dokter yang terlatih pada saat kelahiran.

Gangguan psikiatris, mulai dari perilaku agresif sampai schizophrenia. Gangguan ini lebih sering dialami oleh orang yang memiliki keterbelakangan mental daripada masyarakat umum, perbandingannya antara tiga sampai empat kali lipat. Meskipun tidak setiap orang yang mengalami keterbelakangan mental mengalami gangguan emosi, namun semakin rendah kecerdasan seseorang, semakin besar peluang terjadinya gangguan emosional yang menyertainya. Tergantung pada etiologi (studi tentang sebab-sebab penyakit) khusus, orang yang mengalami keterbelakangan mental sering

(3)

mengalami hilang ingatan atau gangguan pada penglihatan, pendengaran, atau fungsi motoriknya.

Banyak hal yang berkaitan dengan faktor-faktor sebelum kelahiran telah dipelajari, seperti gizi ibu, yang memengaruhi perkembangan sistem saraf sentral bayi. Konsumsi alkohol selama kehamilan bisa menyebabkan sindrom alkohol pada fetus, satu kondisi yang dinyatakan melalui pertumbuhan yang lambat, keterbelakangan mental, dan kelainan bentuk kepala, wajah, tangan, dan kaki.

Karena pada umumnya penderita hanya mengalami keterbelakangan mental ringan saja, maka diagnosis jarang dilakukan sampai anak-anak masuk sekolah. Banyak kasus keterbelakangan mental berkembang akibat gangguan psikososial. Kurang kasih sayang dan stimulasi intelektual, malnutrisi, pelecehan fisik, dan isolasi sosial pada masa awal kehidupan, semuanya dipercaya merupakan faktor yang bisa menyebabkan terjadinya keterbelakangan mental.

Psikolog menggolongkan keterbelakangan mental menurut tingkat kecerdasan, yang disimpulkan melalui tes kecerdasan. Dalam buku DSM III-R (1987, 32-33) disebutkan ada empat kategori keterbelakangan: keterbelakangan ringan, sedang, berat, dan mendalam. Ratcliff (1985, 1987) menemukan tingkat perkembangan moral (dengan menggunakan tahap Kohlberg) orang dewasa yang mengalami keterbelakangan mental dalam tiap-tiap kategori ini, yang disimpulkan melalui tingkat keterbelakangan mental dan usia.

Tingkat Perkembangan Moral

1. 1. Ringan: IQ 50-55 sampai 70, usia mental 5-10 tahun, tahap moral kurang lebih 1/2.

2. 2. Sedang: IQ 35-40 sampai 50-55, usia mental 3-5 tahun, tahap moral 0-1. 3. 3. Berat: IQ 20-35 sampai 35-40, usia mental 2-3 tahun, tahap moral 0. 4. 4. Mendalam: IQ di bawah 20-25, di bawah 2 tahun, tahap moral 0.

Keterbelakangan mental lebih sering ditemukan pada laki (perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,5: 1), dan lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi (85 persen mengalami keterbelakangan mental ringan; 10 persen sedang; 3-4 persen berat; 1-2 persen mendalam) (DSM III-R 1987, 32-33). Sebagai tambahan, dalam buku DSM III-R juga diusulkan kategori kecerdasan yang diberi istilah "fungsi intelektual perbatasan" yang mencakup orang-orang yang memiliki IQ 71 dan 84 (DSM III-R, 359-360). Orang-orang ini tidak dipandang mengalami keterbelakangan.

Stigma dan Penempatan

Selama bertahun-tahun, banyak orang yang mengalami keterbelakangan mental telah ditandai. Orang yang mau dan mampu bekerja sering kali ditolak karena telah diberi label "terbelakang". Akhir-akhir ini, pelembagaan orang yang terbelakang dilakukan secara rutin. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kondisi kebanyakan

(4)

dipindahkan ke rumah-rumah secara berkelompok atau ke rumah pribadi, atau bahkan dibebaskan. Meskipun hal ini sering kali menghasilkan konsekuensi yang positif, dalam banyak kasus orang yang sudah dibebaskan justru menjadi gelandangan. Pada sisi lain, orang yang tetap tinggal di sebuah lembaga mengalami penderitaan karena diabaikan atau dilecehkan orang-orang yang "merawat" mereka, dan jauh dari orang luar.

Sejauh ini penempatan di tengah keluarga dan di rumah-rumah kelompok memiliki catatan sejarah yang paling baik dalam membantu orang yang terbelakang, meskipun beberapa juga memiliki kekurangan. Metode pelatihan yang baru, yang didasarkan pada prinsip belajar, telah dipakai orang yang mengalami keterbelakangan mental dan cukup sukses. Perawatan diri sendiri yang bersifat dasar, keterampilan sosial, dan kerja telah dipelajari melalui pembentukan dan peneguhan. Meskipun keterampilan semacam itu tidak "menyembuhkan" keterbelakangan mental, orang yang terbelakang sering kali bisa mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam penyesuaian diri daripada yang dipandang orang bisa dicapai pada masa lalu.

Ada pelayanan yang murni, yang tersedia bagi orang-orang yang berharap untuk menolong orang yang terbelakang mentalnya. Apa pun yang dikerjakan untuk salah seorang dari saudara yang paling hina ini, dilakukan bagi Yesus (Matius 25:40). Ada kesempatan untuk menjadi teman pendamping dan saksi Kristen. Aktivitas semacam itu menghasilkan keuntungan yang pasti bagi orang yang bersedia merawat. Koop dan Schaeffer (1983, 30) mencatat bahwa perhatian terhadap orang yang cacat bisa menghasilkan "karakter yang lebih kuat, belas kasihan, pemahaman yang lebih dalam terhadap beban orang lain, kreativitas, dan ikatan kekeluargaan yang lebih dalam". Beberapa konteks untuk menolong bisa dikenali, termasuk mengunjungi orang yang mengalami keterbelakangan mental di lembaga, mengajar kelas khusus sekolah minggu di gereja atau di tempat mana pun mereka tinggal (biasanya untuk orang yang mengalami keterbelakangan ringan). Orang yang mengalami keterbelakangan mental yang tinggal di jalan-jalan membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan materi, serta pelatihan untuk merawat diri sendiri, yang mungkin tidak berhasil dilakukan agen pemerintah.

Kekurangan kecerdasan pada diri orang yang terbelakang mentalnya harus dikenali sebelum ia berusia 18 tahun. Jadi, bagaimana kategori diagnostik seseorang yang IQ-nya menurun ketika ia berusia lebih dari 18 tahun? Jika penurunan tersebut cukup drastis dan bukan sekadar akibat kesalahan acak, hal itu mungkin karena sejenis kerusakan otak atau kemerosotan. Kategori diagnostik yang lebih tepat mungkin adalah "dimensia". Juga ada kemungkinan seorang yang berusia kurang dari 18 tahun bisa mengalami dimensia (misalnya, anak yang berusia 15 tahun yang kecerdasannya normal sebelum terjadi kecelakaan, tetapi yang memenuhi kriteria keterbelakangan mental sesudah itu). Penyakit Alzheimer merupakan salah satu bentuk dimensia.

Peranan PAK untuk Anak Berkebutuhan Khusus 1. 1. Pengertian PAK

Berbicara tentang PAK, tidak lepas dari berbicara tentang Yesus Kristus dengan segala karya-Nya. Dengan menerima PAK manusia akan lebih mengenal Allah

(5)

karena setiap orang yang menerima pendidikan itu akan memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri dalam rangka kemuliaan.

Boehlke, mengutip gagasan Calvin mengatakan bahwa: PAK adalah pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah, dibawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan Gereja, sehingga dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang diejahwantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa Tuhan Yesus Kristus, berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.

Pendidikan Agama Kristen sebagai tugas panggilan Gereja, dirumuskan oleh PGI sebagai “Usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan agar dengan

pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus yng dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungannya”.

Rumusan ini menjelaskan bahwa peserta didik, harus memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus. Dengan demikian pertolongan Roh Kudus ia (peserta didik) akan mengejawantahkan kasih Allah tersebut kepada sesamanya.

Hal yang sama dikemukakan oleh M.M. Lengkong, PAK adalah: Usaha sadar yang dilakukan dengan bimbingan Roh Kudus untuk mendidik (mengajar, mmembina, melatih) satu orang atau lebih disemua jenjang pendidikan dan persekutuan tentang kasih Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus sesuai kesaksian Alkitab.

Jadi, mendidik adalah: usaha yang dilakukan oleh Gereja atas dasar kesadarannya akan panggilan Allah. Oleh karena itu untuk merealisasikan PAK dengan bimbingan Roh Kudus bertujuan untuk mengantar orang pada pemahaman akan kasih Allah dalam Yesus Kristus.

Homrighausen, Enklaar mengungkapkan bahwa: PAK adalah suatu upaya untuk masuk dalam suatu persekutuan Jemaat Kristus dan setelah disambut dalam Jemaat itu mereka di didik terus supaya semakin lama semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus Kepala Gereja itu.

Rumusan ini mempertegas tugas untuk mendidik. Usaha pendidikan harus dilaksanakan supaya mereka yang dididik semakin lama semakin berakar di dalam Yesus Kristus.

Calvin juga mengemukakan tujuan PAK sebagai berikut:

Tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah: Mendidik semua putra-putri sang ibu (Gereja) agar mereka, dilibatkan dalam penelaah Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan Gereja, diperlengkapi memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggungjawab dibawah kedaulatan Allah demi kemuliaan-Nya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang di pilih dalam Yesus Kristus.

(6)

Dari uraian diatas ini, mengemukakan bahwa semua anggota Gereja, siapapun dia harus dilibatkan secara langsung didalam segala aktifitas Gereja supaya mereka dapat mengabdikan diri kepada Allah Bapa dalam Yesus Kristus melalui cara hidup dan pekerjaan sehari-hari.

Dengan demikian PAK adalah seluruh aktifitas yang mencerminkan sikap dan tindakan yang mengarah pada pertumbuhan dan perkembangan iman kepada Yesus Kristus.

1. 2. PAK untuk anak Berkebutuhan Khusus

Dalam menentukan PAK bagi anak berkebutuhan khusus perlu menggunakan Metafor Persahabatan yang digunakan oleh Parker J Palmer. Menurut Palmer, pendidikan sebagai sebuah perjalanan spiritual. Pendekatan pendidikan spiritual Palmer ini mengkritik pendidikan konvensional yang sangat menekankan bagaimana guru ”mengisi” murid dengan materi pelajaran. Dalam pendidikan konvensional ini, guru cenderung untuk mempertahankan gaya mengajarnya karena memberi kekuasaan di dalam kelas bagi guru. Di pihak lain, naradidik cenderung untuk bertahan dengan pendidikan yang konvensional karena memberi rasa aman

Selanjutnya dijelaskan bahwa penggunaan metode Metafor Persahabatan untuk menjelaskan bagaimana seharusnya hubungan antara guru, naradidik dan materi pelajaran dalam suatu proses belajar-mengajar.

Guru adalah orang yang menguasai materi pelajaran harus memperkenalkannya kepada naradidik bagaikan seorang yang akanmemperkenalkannya pada seorang sahabat. Naradidik harus mengetahui mengapa guru begitu menghargai materi pelajaran dan bagaimanahidup guru telah diubahkan karenanya. Tetapi dilainpihak guru harus menghargai para naradidik sebagaisahabat yang berpotensi untukmembangun relasi denganmateripelajarandengan caranya sendiri.

Metafor mengajar sebagai suatu persahabatan ini menjadikan guru mencintai materi pelajaran dan mengharapkan naradidik dengan cara yang sama berelasi dengan materi. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.

Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya”. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik

(7)

pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Pertimbangan penulis menggunakan penelitian kualitatif ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Lexy Moleong:

1. 1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apa bila berhadapan dengan kenyataan ganda;

2. 2. Metode ini secara tidak langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden;

3. 3. Metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan manajemen pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena Kehadiran Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrumen pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.

Sumber Data

1. 1. Data Primer

Menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai.

1. 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan

(8)

pimpinan Sekolah, Guru,orang tua dan anak yang ada di Sekolah Luar Biasa YPAC Malalayang Kota Manado

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan Penelitian ini adalah :

Observasi.

Observasi diadakan di Kota Manado . Peneliti mengadakan observasi tentang apa dan bagaimana menghadapi anak yang mengalami keterbelakangan mental. Secara khusus di SLB YPAC Malalayang Kota Manado.

Dokumentasi.

Peneliti mengadakan penelitian dokumentasi melalui pengambilan data dari YPAC-SLB Malalayang Manado.

Wawancara.

Setelah diadakan observasi dan studi dokumentasi maka tahap terakhir adalah mengadakan wawancara (tatap muka). Pada wawancara ini peneliti membicarakan/mengetengahkan hal-hal yang telah diobservasi serta hasil yang telah diperoleh melalui studi dokumentasi. Hal-hal yang dibicarakan adalah berkaitan dengan pemahaman tentang apa dan bagaimana pelaksanaan PAK bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental.

HASIL PENELITIAN

Reorientasi Pemahaman keterbelakangan mental adalah Suatu pandangan yang menghasilkan tanggapan antara harapan dan kenyataan tentang keberadaan anak-anak di YPAC-SLB Malalayang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal:

Kuantitas anak

Anak-anak yang ada di YPAC-SLB Malalayang terdiri dari Kelompok tunagrahita 23 orang, tunarunggu 13 Orang dan tunadaksa 8 orang dan Autis 3 orang. Untuk tingkat SMP terdiri dari tunagrahita 10 orang, tunarunggu 4 orang sedangkan untuk SMA tunarunggu 4 orang dan tunagrahita 1

Kualitas Tenaga Pengajar

Tenaga pengajar di YPAC-SLB Malalayang berpendidikan S1 dan S2

Model Pendekatan PAK yang tepat

Sehubungan dengan model pendekatan PAK untuk anak yang mengalami keterbelakangan mental, penulis menentukan pilihan pada pendekatan Instruksional. Gambaran Pendekatan Instruksional, dapat dijelaskan atau dilihat dalam dua kata, yaitu

instruksi (pengajaran) dan homemaking (kekeluargaan). Konsep instruksi (pengajaran)

membawa pemahaman kita pada proses belajar-mengajar dalam konteks yang formal. Dalam proses belajar-mengajar yang formal, maka peralatan yang dibutuhkan adalah meja dan kursi, podium, meja tulis, VCR, dan lain-lain. Konsep instruksi memberi penekanan pada ruang kelas untuk proses belajar-mengajar, isi pelajaran (apa yang

(9)

diajarkan dan dipelajari), metode pengajaran (proses belajar-mengajar dilakukan), peran guru dan naradidik. Fokus dari pendekatan instruksional adalah pada pengajaran yang diberikan/ dikomunikasikan oleh guru kepada naradidik. Guru memberikan pengajaran dan naradidik mendengarkan pengajaran.

Model pendekatan ini tepat untuk menjawab persoalan sehubungan dengan model pembelajaran PAK yang tepat untuk anak yang mengalami keterbelakangan mental. Selanjutnya model pendekatan Spritualitas. Pendidikan Kristiani untuk perkembangan spiritualitas berfokus pada dua hal, yaitu relasi dengan sesama dan dunia. Selanjutnya model pendekatan spiritualitas ini menggunakan dasar dari Metafor Persahabatan dari Parker Palmer.

Melalui Pendidikan Agama Kristen memberikan pelayanan yang menyentuh pusat terdalam dari anak-anak yang mengalami gangguan mental. Sehingga melalui Pendidikan Agama Kristen mereka sendiri dapat berhubungan dengan orang lain dan ciptaan lain dalam menacari makna dan nilai dari kepedulian dan keadilan.

Penutup

Manusia sering merasa sempurna dengan fisik sempurna dan semua itu hanya di dapat dari Sang pencipta. Tidak ada manusia yang menginginkan kekurangan dalam fisik maupun mental, tetapi Dia yang menciptakan memiliki kemahakuasaan. Dapat dikatakan Tuhan memberikan manusia kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan memahami keterbelakangan mental di YPAC-SLB Malalayang maka reorientasi pemahaman menentukkan cara pandang setiap orang dalam melihat keterbelakangan mental. Melalui Peranan Pendidikan Kristen yang menyentuh pusat terdalam (Spiritualitas) membantu menentukan langkah dalam pengambilan keputusan bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental.

Daftar Kepustakaan

Bagaskorowati Riana, Anak Berisiko, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010

Chalke Steve, Kiat menjadikan Anak Anda Sukses dan Bahagia, Yogyakarta, Yayasan Andi, 2009

Grome Thomas, Sharing Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education

and Pastoral Ministry: The Way of Shared Praxis, Eugene: Wipf and stock, 1998.

Horlock Elisabet, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Erlangga,1991

Ndraha Roswitha dan Julianto Simanjuntak, Tidak ada Anak yang Sulit, Yogyakarta: Yayasan Andi, 2009

Paul D. Meier, M.D., dkk, diterjemahkan oleh Johny The, Pengantar Psikologi dan

Konseling Kristen I, Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004

Safrudin Aziz,Pendidikan Seks Anak berkebutuhan Khusus, Yogyakarta, Gava Media, 2015

Siswanto Igrea, Character Building for Kids, Yogyakarta: Yayasan Andi, 2013 Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT Refika Aditama, 2006

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, algoritma yang akan akan digunakan dalam proses simulasi adalah algoritma dari metode Ensemble Kalman Filter (EnKF) yang akan dibandingkan

Kelurahan yang memiliki luas lahan terbesar yang masuk dalam kelas sangat sesuai yaitu Kelurahan Sorosutan dengan luas 130,94 Ha sedangkan yang paling sedikit yaitu Kelurahan

Elastisitas produksi industri minyak kelapa menunjukkan bahwa fungsi produksi minyak kelapa masih berada pada tingkat skala hasil yang Industri kopra Elastisitas

Air hujan yang turun dapat mengalir ke rain garden melewati daerah hamparan, melalui sengkedan yang terbuka yang dihiasi dengan tanaman dan bebatuan atau melalui

Segmentasi citra medis dengan metode kontur aktif multiresolusi dilakukan untuk mendapakan hasil segmentasi obyek yang sesuai dan akurat. Metode kontur aktif

Linux mengenal hak akses yang mengatur setiap user sehingga tiap user hanya dapat mengakses file-file atau direktori tertentu saja, hal ini digunakan untuk kepentingan

SMK3 adalah ialah singkatan dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur

Budaya organisasi akan berdampak positif terhadap prilaku para karyawan termasuk kesadaran untuk mening- katkan kinerjanya (Safitri, 2018). Berdasarkan