• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANGELINA VANDA ARDHIYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI ANGELINA VANDA ARDHIYANI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK BABI KELOMPOK

PARUNG, GETASAN DAN KLUNGKUNG MELALUI

PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN FISHER,

WALD-ANDERSON DAN JARAK MINIMUM

D

2

MAHALANOBIS

SKRIPSI

ANGELINA VANDA ARDHIYANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

ii

RINGKASAN

Angelina Vanda Ardhiyani. D14062285. 2010. Penggolongan Morfometrik Babi

Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung Melalui Pendekatan Analisis

Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2 Mahalanobis.

Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

Informasi karakteristik fenotipik berdasarkan morfometrik pada babi yang di-pelihara di Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan babi lebih lanjut dengan tidak mengabaikan kemurniannya. Penelitian ini bertujuan untuk meng-golongkan babi secara morfometrik. Penelitian dilakukan di Parung, Getasan dan Klungkung. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah babi peranakan dan babi lokal yang telah mencapai dewasa tubuh. Variabel-variabel ukuran yang diamati adalah tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang rump, lingkar pergelangan kaki, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada dan dalam dada. Analisis data menggunakan statistik T2 Hotteling, analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D2 Mahalanobis.

Hasil uji T2 Hotteling menunjukkan bahwa ukuran tubuh babi jantan lebih besar daripada babi betina pada kelompok Parung (P<0,05), Getasan dan Klungkung (P<0,01). Hasil uji T2 Hotteling nyata antara jantan kelompok Parung dan Getasan (P<0,05); sangat nyata antara betina kelompok Parung dan Getasan, antara jantan maupun betina kelompok Parung dan Klungkung, antara jantan maupun betina kelompok Getasan dan Klungkung (P<0,01). Variabel-variabel pembeda antara babi betina kelompok Parung dan Getasan adalah lingkar pergelangan kaki dan lebar dada, yang membentuk persamaan diskriminan Y= –1,476X4 – 0,310X7; antara jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah panjang rump, lebar dada, tinggi dan lebar pinggul, yang membentuk persamaan diskriminan Y=1,399X1 + 3,988X2 – 10,375X3 – 0,440X7; antara betina kelompok Parung dan Klungkung juga antara jantan maupun betina kelompok Getasan dan Klungkung adalah panjang rump, lingkar pergelangan kaki, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada, tinggi dan lebar pinggul, yang masing-masing membentuk persamaan diskriminan Y = 9,893X1 + 3,124X2 – 11,646X3 + 9,017X4 – 0,505X5 + 1,810X6 – 8,453X7; Y = 5,680X1 + 3,433X2 – 12,243X3 + 2,264X4 – 1,718X5 – 1,834X6 – 0,122X7; dan Y = 0,648X1 + 1,261X2 – 5,182X3 + 3,679X4 – 0,301X5 + 1,103X6 – 1,11X7. Kesalahan penggolongan terbesar ditemukan antara betina kelompok Parung dan Getasan dengan faktor koreksi 92,5%. Penggolongan berdasarkan jarak minimum D2 Mahalanobis menghasilkan dua percabangan ketidakserupaan morfometrik tubuh. Babi kelompok Parung dan Getasan memiliki ketidakserupaan morfometrik tubuh pada jantan dan betina masing-masing sebesar 1,6620 dan 1,6710. Jarak ketidakserupaan morfometrik kedua kelompok babi tersebut terhadap kelompok Klungkung, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 11,8370 dan 7,5542. Kata kunci: babi, morfometrik, diskriminan, Wald-Anderson, Mahalanobis

(3)

iii

ABSTRACT

Pig Morphometric Classification in Parung, Getasan and Klungkung Groups Through Fisher Discrimant, Wald-Anderson Analysis and

Minimum Distance D2 Mahalanobis Ardhiyani, A. V., Rini H. M and Pollung H. S

Information based on morphometric phenotypic characteristics in pigs reared in Indonesia can be used as a basis for further development of pigs without limiting its purity. This study aimed to characterize the morphometric pigs. The study was conducted in Parung, Getasan and Klungkung, based on statistics T2 Hotteling, Fisher discriminant analysis, Wald-Anderson and the minimum distance D2 Mahalanobis.

T2 Hotteling test results showed that body size of male pigs is greater than females in pigs Parung group (P<0,05), Getasan and Klungkung (P<0,01). T2 Hotteling test results significantly between male pigs in Parung and Getasan group (P<0,05); very significantly between female pigs in Parung and Getasan groups, between male and female pigs in Parung and Klungkung groups, between males and female pigs in Getasan and Klungkung group (P<0,01).

Variables distinguishing between female pigs in Parung and Getasan groups is ankle circumference and width of chest; between male pigs in Parung and Klungkung group is length of rump, chest width, height and width of the hips; between the female pigs in Parung and Klungkung groups and also between male and female pigs in Getasan and Klungkung groups is length of rump, ankle circumference, body length, shoulder height, chest width, height and width of the hips. Largest classification error was found between female pigs in Parung and Getasan groups with 92,5% correction factor. The result classification based on minimum distance D2 Mahalanobis showed two branching of dissimilarity distance of body morphometric. The dissimilarity distance of male and female body morphometric pig in Parung and Getasan groups are 1,6620 and 1,6710 respectively. The dissimilarity distance of male and female body morphometric in these two groups of pigs with Klungkung group are 11,8370 and 7,5542 respectively.

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK BABI KELOMPOK

PARUNG, GETASAN DAN KLUNGKUNG MELALUI

PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN FISHER,

WALD-ANDERSON DAN JARAK MINIMUM

D

2

MAHALANOBIS

ANGELINA VANDA ARDHIYANI D140602285

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

v Judul : Penggolongan Morfometrik Babi Kelompok Parung, Getasan dan

Klungkung Melalui Pendekatan Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2 Mahalanobis

Nama : Angelina Vanda Ardhiyani NIM : D14062285

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.) NIP : 19621124 198803 2 002 NIP : 19460825 197711 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc) NIP : 19591212 198603 1004

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 April 1988 di Magelang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ag. Parjono dan Ibu Yuliana Murni.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Tarakanita Magelang. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negri I Magelang. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Van Lith pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2006. Penulis aktif sebagai anggota KORMA (Koor KEMAKI) dan panitia beberapa kegiatan yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (KEMAKI). Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008 dan beasiswa ijari (A.A Rachmat) pada tahun 2009.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Ternak babi merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan protein masyarakat. Ternak babi cocok dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein asal hewani dalam waktu relatif singkat dan dalam jumlah cukup besar karena babi memiliki sifat prolifik.

Penggunaan babi unggul dapat membantu meningkatkan produksi peternakan babi. Perolehan babi unggul dengan memperhatikan genetika babi. Upaya peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi faktor lingkungan juga mempengaruhi upaya tersebut. Faktor lingkungan biasanya terkait dengan tatalaksana pemeliharaan. Informasi karakteristik fenotipik berdasarkan morfometrik pada babi yang dipelihara di Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan babi lebih lanjut. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan studi mengenai karakteristik morfometrik babi yang dipelihara di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi pegangan dasar untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang.

(8)

viii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ……… ii ABSTRACT ……… iii LEMBAR PERNYATAAN ……… iv LEMBAR PENGESAHAN ……… v RIWAYAT HIDUP ……… vi

KATA PENGANTAR ……… vii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii PENDAHULUAN ……… Latar Belakang ……… Tujuan ……… 1 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ………. Babi ………. Bangsa ………. Performa ……… Pertumbuhan ……… Produksi ……… Ukuran Tubuh ……… Anatomi Tubuh ……… Analisis Diskriminan ……… Kriteria Penggolongan Wald-Anderson ……… Analisis D2 Mahalanobis ……… 3 3 3 4 5 5 6 7 8 8 9 MATERI DAN METODE ………

Lokasi dan Waktu ……… Materi ……… Prosedur ……… Variabel yang Diukur ……… Pengumpulan Data ……… Analisis Data ………. 10 10 10 10 10 11 12

(9)

ix

T2 Hotteling ………

Analisis Fungsi Diskriminan Fisher ……… Analisis Wald-Anderson ……… Analisis D2 Mahalanobis ……… 12 13 14 15 HASIL DAN PEMBAHASAN ………

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ……… Rachel Farm di Parung ……… Tambangan Farm di Getasan ……… Peternakan Rakyat di Klungkung ……… Hasil Uji T2 Hotteling ……… Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson ………

Babi Kelompok Parung dengan Getasan ……… Babi Kelompok Parung dengan Klungkung ……… Babi Kelompok Getasan dengan Klungkung ……… Penggolongan Berdasarkan Jarak Minimum D2 Mahalanobis …

16 16 16 17 18 18 22 22 27 33 39 KESIMPULAN DAN SARAN ……….

Kesimpulan ……… Saran ……… 42 42 43 UCAPAN TERIMAKASIH ……… 44 DAFTAR PUSTAKA ……… 45 LAMPIRAN ……… 48

(10)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Babi yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin ……….

10

2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Tubuh Babi Jantan dan Betina pada Kelompok Parung,

Getasan dan Klungkung ……… 19

3. Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotteling Antara Babi Jantan

dan Betina Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati …. 20 4. Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotteling Antara Babi Jantan

pada Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati ………... 21 5. Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotteling Antara Babi Betina

Setiap pada Dua Kelompok Peternakan yang Diamati ……….. 22 6. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan

Masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Getasan (Hasil Pengolahan Pertama

Penentuan Variabel Pembeda) ……….……… 23 7. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan

Masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina

Kelompok Parung dengan Getasan ………. 24 8. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan

Getasan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ... 25 9. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan

Masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan

Kelompok Parung dengan Klungkung ……….. 27 10. Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan

Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ……… 29 11. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan

Masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina

Kelompok Parung dengan Klungkung ……….. 30 12. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan

(11)

xi 13. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan

Masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan

Kelompok Getasan dengan Klungkung ……… 33 14. Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Getasan dengan

Klungkung Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ………….. 35 15. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan

Masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina

Kelompok Getasan dengan Klungkung ………... 36 16. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Getasan

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Anatomi Ternak Babi Dewasa ……… 7

2. Bagan Beberapa Bagian Tubuh Babi yang Diukur ………… 11 3. Babi Jantan Kelompok Parung dengan Getasan ………. 23 4. Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan …………... 25 5. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data

Individu-individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan ... 26 6. Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung ………… 28 7. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu

Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung ………… 29 8. Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung ………… 31 9. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu

Babi Betina Kelompok Parung dengan Klungkung ………… 32 10. Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung ……… 34 11. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu

Babi Jantan Kelompok Getasan dengan Klungkung ……….. 35 12. Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung ……… 37 13. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu

Babi Betina Kelompok Getasan dengan Klungkung ……….. 38 14. Dendogram Jarak Minimum Akar D2 Mahalanobis

Ketidakserupaan Berbagai Ukuran Tubuh pada Kelompok

Babi Jantan ……… 39

15. Dendogram Jarak Minimum Akar D2 Mahalanobis

Ketidakserupaan Berbagai Ukuran Tubuh pada Kelompok

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Manual Uji Statistik T2- Hotteling Berbagai Ukuran

Tubuh Babi Betina pada Kelompok Parung dengan Getasan …. 49 2. Cara Perhitungan Fungsi Diskriminan pada Berbagai Ukuran

Tubuh Babi Betina pada Kelompok Parung dengan Getasan ….. 52 3. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan

Getasan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ……… 64 4. Cara Perhitungan Jarak Minimum D2 Mahalanobis Antara Babi

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak babi merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan protein masyarakat. Babi memiliki sifat prolifik yaitu dapat menghasilkan banyak anak per kelahiran dan dapat mengkonversi pakan menjadi daging relatif cepat serta memiliki persentase karkas tinggi. Ternak babi cocok dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein asal hewani dalam waktu relatif singkat dan dalam jumlah cukup besar.

Usaha peternakan babi merupakan salah satu usaha yang menguntungkan walaupun dalam kenyataannya masyarakat yang mengkonsumsi babi di Indonesia relatif sedikit. Keberhasilan suatu usaha peternakan babi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya tatalaksana pemeliharaan yang baik, manajemen pemberian pakan, dan tipe bangsa babi unggul. Penggunaan babi unggul dapat membantu meningkatkan produksi peternakan babi. Perolehan babi unggul dapat dilakukan dengan memperhatikan genetika babi. Upaya peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi faktor lingkungan juga mempengaruhi upaya tersebut. Faktor lingkungan biasanya terkait dengan tatalaksana pemeliharaan.

Penggunaan babi unggul di Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan asal babi. Babi unggul yang digunakan adalah babi ras baik persilangan maupun babi ras murni. Kondisi ini tidak mempengaruhi keberadaan babi lokal di Indonesia sebagai sumber protein hewani. Babi lokal masih ditemui di daerah Papua, Sumatera dan Bali. Keberadaan babi lokal memang tidak bergeser, namun telah terjadi persilangan antara babi lokal dengan babi ras baik babi ras murni maupun babi ras persilangan.

Penyebaran babi di Indonesia tidak luas. Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia yang mengakibatkan hal itu terjadi, walaupun babi memiliki peran dalam kontribusi pengadaan pangan nasional. Dinas Peternakan Jawa Barat (2009) menyatakan bahwa populasi babi sebanyak 4.773 ekor dibagi dalam empat wilayah di Jawa Barat pada tahun 2008. Populasi babi sebanyak 153.742 ekor dibagi dalam 22 wilayah penyebaran di Jawa Tengah pada tahun 2006 (Dinas Peternakan Jawa Tengah, 2007). Pemasaran babi berdaya saing baik, terutama di pasar lokal daerah

(15)

2 Bali dan Papua. Ternak babi banyak diusahakan oleh masyarakat sebagai usaha sampingan maupun komersial.

Informasi karakteristik fenotipik berdasarkan morfometrik pada babi yang dipelihara di Indonesia dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan babi lebih lanjut dengan tidak mengabaikan kemurnian dari jenis babi lokal. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan studi mengenai karakteristik morfometrik babi yang dipelihara di Indonesia. Pengidentifikasian karakteristik morfometrik babi pada masing-masing peternakan dapat dijadikan modal dasar untuk tujuan seleksi pada tahap berikutnya. Babi yang memiliki jarak ketidakserupaan yang tinggi dapat dilakukan persilangan untuk meningkatkan produksi tanpa harus menghilangkan karakteristik morfometrik asli dari masing-masing peternakan. Pengukuran morfometrik yang diamati adalah tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang rump, lingkar pergelangan kaki, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada dan dalam dada. Populasi babi yang akan diamati menyebar di Parung, Getasan dan kabupaten Klungkung.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan sejumlah babi yang diamati pada populasi ternak berdasarkan variabel pembeda melalui analisis diskriminan Fisher, kriteria penggolongan Wald-Anderson dan kriteria jarak kuadrat minimum D2 Mahalonobis. Penggolongan ini akan memberikan informasi mengenai kedekatan morfometrik tubuh antara populasi babi pada kelompok peternakan yang diamati.

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Babi

Klasifikasi zoologis ternak babi adalah kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, genus Sus, spesies Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus dan Sus barbatus. Dijelaskan lebih lanjut bahwa jenis babi di Indonesia merupakan salah satu sumber genetik ternak yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan protein pangan asal hewan. Babi yang dipelihara memiliki tujuan untuk menghasilkan daging yang berkualitas tinggi (Sihombing, 1997).

Sihombing (1997) juga menyatakan bahwa klasifikasi babi juga dapat dilihat dari sifat fisik yang tampak. Klasifikasi berdasarkan warna, besar dan kegemukan, kecepatan dewasa serta bentuk kepala. Berdasarkan warna, babi digolongkan menjadi lima, yaitu hitam, putih, coklat atau kemerahan, berselempang (belted) dan bercak (spotted). Babi berdasarkan kecepatan dewasa tubuh paling banyak diterima oleh peternak. Babi besar dan lambat dewasa digolongkan dalam babi tipe besar, sedangkan babi yang kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah panas. Bentuk kepala babi yaitu sub-konkaf, konkaf dan ultra konkaf .

Bangsa

Babi yang dipelihara saat ini sebanyak 312 varietas dan 87 varietas yang resmi kini dikenal dengan babi unggul. Babi unggul merupakan hasil seleksi dan persilangan beberapa bangsa babi sehingga dihasilkan bangsa baru kemudian menyebar keseluruh dunia. Penjelasan mengenai ciri-ciri beberapa bangsa babi dijelaskan pada uraian berikut ini (Bollen et al., 2000).

1. Landrace

Babi Landrace memiliki tubuh berwarna putih, panjang dan telinga terkulai.Ia memiliki kepala yang panjang dengan garis hidung sedikit cekung. Babi bangsa ini berkembang biak sangat bervariasi sesuai dengan tempat hidupnya dan memiliki karakteristik sendiri yang berbeda di berbagai negara. Rataan bobot indukan adalah 273 kg dan bobot pejantan sebesar 312 kg.

(17)

4 2. Duroc

Babi Duroc memiliki tubuh berwarna merah yang bervariasi mulai dari merah terang hingga merah tua, panjang dan besar. Babi Duroc memiliki telinga yang terkulai ke depan. Babi bangsa ini memiliki adaptasi terhadap lingkungan yang baik. Rataan bobot indukan adalah 300 kg dan bobot pejantan sebesar 350 kg.

3. Yorkshire atau Large White

Babi Yorkshire memiliki tubuh berwarna putih, panjang dan sedang. Babi ini memiliki telinga yang tegak dan garis hidung yang cekung. Babi bangsa ini memiliki kemampuan berkembang biak yang baik. Indukan babi Yorkshire memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dengan ukuran litter size hingga 11 ekor. Rataan bobot babi indukan sebesar 280 kg dan pejantan 320 kg.

4. Hampshire

Babi ini memiliki warna tubuh hitam dengan selempang putih melingkar di bahunya. Babi Hampshire memiliki tubuh yang kompak dengan kaki yang relatif pendek. Babi bangsa ini memiliki telinga yang tegak dan garis hidung yang cekung. Rataan bobot indukan sebesar 280 kg dan pejantan 320 kg

5. Babi Bali

Babi Bali memiliki tubuh berwarna hitam dan putih dengan ujung ekor berwarna putih. Bangsa babi ini sangat tahan penyakit, memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan bobot badannya mencapai 100 kg.. Babi bali cepat berkembang dengan litter size 8-14 ekor (Natural Veterinary,2009).

Performa

Perfoma ternak babi ditentukan oleh komposisi genetik dan berbagai macam faktor lingkungan (Krider dan Carroll, 1971). Setiap bangsa babi memiliki sifat-sifat yang mudah diketahui yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Pada sekelompok babi yang bangsa dan umurnya sama akan ditemukan variasi untuk sifat-sifat tertentu dan keseragaman untuk sifat-sifat lain (Sihombing, 1997).

Hidung babi tersusun dari kepingan kartilago yang elastis, kepala pendek dan leher yang kuat. Babi juga memiliki tubuh yang bulat, kaki pendek dan mata yang cekung. Babi memiliki gigi geraham di rahang atas dan bawah tidak seperti domba dan sapi. Gigi geraham digunakan untuk memudahkan babi memakan rumput. Babi

(18)

5 juga merupakan hewan omnivora yang dapat memakan dan mencerna berbagai macam makanan, tetapi babi tidak memiliki rumen (Davidson dan Coey, 1966).

Terdapat sekitar 312 varietas bangsa babi yang diketahui, diantaranya sebanyak 87 varietas yang diakui sebagai bangsa babi, sedangkan 225 lainnya belum diakui. Bangsa babi yang telah diakui dikenal sebagai babi unggul atau babi hibrida dan telah menyebar luas di dunia (Sihombing, 1997).

Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat diartikan kondisi pertambahan ukuran tulang, otot, organ internal dan beberapa bagian tubuh (Holden dan Ensminger, 2006). Menurut Gentry et al. (2002), tipe kandang mempengaruhi pertumbuhan babi. Saat lahir, babi di kandang terbuka memiliki bobot badan yang lebih besar daripada babi di kandang tertutup. Babi finishing dalam kandang terbuka mempunyai rasio pertambahan pakan lebih rendah daripada babi dalam kandang tertutup. Pertambahan berat bobot badan harian dan bobot karkas panas babi dalam kandang terbuka lebih besar daripada babi dalam kandang tertutup.

Kecepatan pertumbuhan adalah karakteristik penting dalam peternakan. Bobot babi baru lahir sekitar 1,4 kg. Babi akan menjadi dewasa kelamin sekitar umur delapan bulan. Babi komersial umur satu setengah tahun dapat mencapai bobot badan sekitar 163 kg. Kecepatan pertumbuhan pada babi dipengaruhi oleh kebutuhan pakan dengan proporsi tinggi dan pengelolaan yang baik (Davidson dan Coey, 1966).

Robinson (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan babi pada saat postweaning menunjukkan grafik yang linier berhubungan dengan umur dan bobot badan. Tingkat pertumbuhan babi berkorelasi dengan efisiensi pakan yang dikonsumsi. Lemak punggung atau backfat, lemak atau protein yang terdeposisi pada karkas juga menunjukkan grafik yang linier pada saat postweaning.

Produksi

Pertambahan jumlah anak per kelahiran meningkat sampai babi betina umur 2,5-3,0 tahun dan konstan saat babi berumur sekitar lima tahun. Babi betina dewasa (sow) dapat menghasilkan anak satu atau dua ekor lebih banyak daripada babi betina muda. Umur dari babi betina (sow) dapat mempengaruhi litter size. Sistem produksi

(19)

6 pada peternakan babi merupakan manajemen rutin dalam menangani ternak (Krider dan Carroll, 1971).

Produktivitas babi betina dewasa (sow) merupakan dasar dari produksi babi komersial, sehingga seleksi babi dara (gilts) sangat diperlukan. Seleksi babi dara dapat dilihat dari fungsional puting, reproduksi, kaki, perfoma dan lemak punggung. Selain itu, seleksi babi pejantan juga perlu dilakukan dengan memperhatikan tingkah laku, performa, produktivitas, lemak punggung, reproduksi dan konformasi (panjang, kedalaman, tinggi, ukuran tulang serta ukuran dan bentuk otot). Babi pejantan yang diseleksi sebaiknya berumur 6-7 bulan. Hal ini akan lebih baik jika babi pejantan pengganti diperoleh 45 atau 60 hari sebelum dibutuhkan (Holden dan Ensminger, 2006).

Menurut Holden dan Ensminger (2006), babi betina mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan. Hal ini tergantung pada bangsa babi dan lingkungan. Pada saat umur dewasa kelamin, babi betina memiliki bobot badan 81-104 kg. Babi pejantan berumur 8 -12 bulan dapat mengawini 2-4 ekor betina dan babi pejantan berumur 12 bulan keatas dapat mengawini 3-5 ekor betina dalam kandang kawin.

Ukuran Tubuh

Pertumbuhan ternak dapat dideskripsikan dengan cara mengukur karakteristik fisik ternak seperti bobot badan, tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada atau mengukur tebal lemak punggung, ketebalan dan kedalaman otot (Scanes, 2003). Johnson dan Nugent (2003) menyatakan adanya korelasi positif antara panjang badan dengan loin muscle area pada babi. Tetapi korelasi antara panjang badan dengan loin muscle area tidak tampak pada babi pada masa postweaning (Johnson et al., 2002). Machebe dan Ezekwe (2010) menunjukkan bahwa ukuran lingkar dada adalah penduga yang baik untuk bobot hidup babi dibandingkan dengan panjang badan dan jarak antara flank, karena nilai koefisien determinasinya 95%.

Karakteristik morfologi dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengindentifikasian ternak (Shresta, 2005). Johansson dan Rendel (1966) menyatakan bahwa lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak pada ternak dipengaruhi oleh pertumbuhan kerangka tulang (faktor genetik), sedangkan pertumbuhan dalam dada dan lingkar dada dipengaruhi oleh pertumbuhan daging antar otot (faktor lingkungan).

(20)

7 Philips dan Dawson (1936) menyatakan bahwa pengukuran yang akurat pada babi sangat sulit didapatkan karena babi sering berpindah posisi. Posisi yang normal pada babi untuk diukur adalah pada saat babi berdiri dengan empat kaki dan kepala menunduk. Terdapat tiga metode pengukuran yaitu pengukuran langsung, pengukuran dengan skala dan pengukuran dengan foto. Pengukuran langsung yaitu pengukuran yang dilakukan langsung terhadap ternak, metode pengukuran biasanya menggunakan kaliper (tongkat ukur) dan pita ukur. Pengukuran dengan skala adalah pengukuran dengan skala yang menunjukkan rasio bagian-bagian tubuh. Pengukuran dengan foto dilakukan dengan mengambil gambar ternak bagian depan, atas dan samping. Tujuan pengukuran dengan foto adalah untuk meyakinkan ukurannya hampir sama dengan ukuran aslinya.

Anatomi Tubuh

Frandson (1992) menyatakan bahwa anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur makhluk hidup. Semua ternak tergolong dalam vertebrata karena mempunyai kolom vertebral. Colville dan Joanna (2002) menyatakan bahwa kerangka adalah susunan tulang yang menyokong dan melindungi jaringan lunak pada tubuh. Gambar 1 menyajikan gambar anatomi tubuh babi dewasa. Tulang belakang atau vertebrae disusun oleh tulang-tulang yang terletak di median dan tidak berpasangan. Bagian- bagian tulang belakang meliputi korpus, arkus dan prosessus. Sternum merupakan tulang dada yang terdapat di dasar toraks dan merupakan tempat

Gambar 1. Anatomi Ternak Babi Dewasa

(21)

8 perlekatan kartilago kosta sternalis. Sternum terdiri dari segmen-segmen yang disebut sternebrae pada umur lanjut. Jumlah sternebrae pada babi adalah 6. Scapula berbentuk pipih dan merupakan tulang triangularis (Frandson, 1992).

Frandson (1992) juga menyatakan bahwa humerus merupakan tulang lengan atas yang panjang yang memiliki struktur halus yang bervariasi. Carpus pada mamalia merupakan daerah yang komplek yang terdiri dari dua deret tulang-tulang kecil sedangkan metacarpus merupakan daerah disebelah distal carpus. Pada babi terdapat empat tulang metacarpus. Tulang tarsus juga disusun oleh tulang-tulang kecil seperti halnya tulang carpus sedangkan tulang metatarsus sama dengan metacarpus. Colville dan Joanna (2002) juga menyatakan bahwa tulang sacral merupakan tulang tunggal yang unik dan dibentuk dari struktur padat. Tulang ini terletak di bagian dorsal pada daerah pinggul dan menghubungkan tulang panggul.

Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan pada dasarnya dipergunakan untuk mengetahui variabel penciri yang membedakan kelompok populasi dan dapat digunakan sebagai kriteria pengelompokan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan perhitungan statistik terhadap kelompok yang terlebih dahulu diketahui secara jelas dan pasti. Fungsi diskriminan ini dilakukan setelah uji statistik T2 Hotteling yaitu uji perbedaan vektor nilai rataan diantara populasi menunjukkan hasil yang nyata secara statistik (Gaspersz, 1992). Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan dapat digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang berkontribusi untuk membuat suatu penggolongan karena analisis ini memberikan pemaparan perbedaan antar kelompok. Everitt dan Dunn (1991) menyatakan bahwa terdapat dua metode diskriminan yang biasa digunakan yaitu diskriminan Fisher dan diskriminan Logistik. Diskriminan Fisher digunakan ketika kerapatan multivariat sama dengan densitas matriks kovarian sedangkan diskriminan Logistik digunakan pada berbagai fungsi kerapatan.

Kriteria Penggolongan Wald Anderson

Gaspersz (1992) menyatakan bahwa analisis Wald-Anderson dapat digunakan untuk keperluan penggolongan dan merupakan alternatif dari konsep analisis diskriminan Fisher. Anderson (1984) menyatakan bahwa peneliti membuat sejumlah pengukuran dari individu dan mengharapkan penggolongan individu dalam satu

(22)

9 kelompok dari beberapa kategori berdasarkan pengukuran tersebut. Penggolongan perlu dibentuk. Prosedur dibentuk untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan penggolongan dan efek kurang baik. Ketika suatu populasi telah diidentifikasi, dapat diusulkan beberapa kriteria penggolongan. Analisis Wald-Anderson memberikan hasil penggolongan yang lebih baik.

Analisis D2 Mahalanobis

Selang kepercayaan serempak 95% untuk suatu variabel tidak mengandung nilai nol, maka menunjukkan bahwa nilai rataan suatu variabel diantara kelompok berbeda. Dengan demikian, variabel-variabel yang terdapat dalam suatu model menjelaskan perbedaan sifat diantara kedua kelompok yang dipelajari. Penentuan korelasi antara masing-masing variabel dan fungsi diskriminan dilakukan setelah menentukan analisis D2 Mahalonobis. Unsur dari perhitungan analisis tersebut adalah vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok pertama, vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua dan invers matriks gabungan (Gaspersz, 1991).

(23)

10

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Rachel Farm, Parung, Bogor; Tambangan Farm, desa Tambangan, Kecamatan Getasan, Semarang; peternakan rakyat di Klungkung, Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari-Maret 2010.

Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah babi peranakan ras dan babi lokal. Sebanyak 25 ekor babi peranakan di Rachel Farm terdiri atas 15 ekor betina dan 10 ekor jantan; 35 ekor babi peranakan ras di Tambangan Farm terdiri atas 25 ekor betina dan 10 ekor jantan dan 38 ekor babi lokal terdiri atas 25 betina dan 13 ekor jantan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Babi yang diukur adalah babi yang telah mencapai dewasa tubuh.

Tabel 1. Jumlah Babi yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

Lokasi Babi (ekor) Jumlah

Jantan Betina

Parung 10 15 25

Getasan 10 25 35

Klungkung 13 25 38

Jumlah 33 65 98

Peralatan yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah pita meter/pita ukur, tongkat ukur dan perlengkapan lain adalah kamera serta alat tulis.

Prosedur

Variabel yang Diukur

Variabel ukuran yang diamati pada babi adalah tinggi pinggul (X1), lebar pinggul (X2), panjang rump (X3), lingkar pergelangan kaki (X4), panjang badan (X5), tinggi pundak (X6), lebar dada (X7) dan dalam dada (X8) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

(24)

11

Gambar 2. Bagan Beberapa Bagian Tubuh Babi yang Diukur

Gambar 2 menyajikan bagan bagian - bagian tubuh babi yang diukur pada penelitian. Bagian tubuh dan cara pengukuran yang dilakukan adalah:

1. Tinggi pinggul (cm), diukur dari jarak tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah menggunakan tongkat ukur.

2. Lebar pinggul (cm), diukur pada sendi pinggul babi menggunakan pita ukur. 3. Panjang rump (cm), diukur pada tulang sacral kebelakang sampai bagian atas

tulang ekor menggunakan pita ukur.

4. Lingkar pergelangan kaki (cm), diukur melingkar di radius ulna menggunakan pita ukur.

5. Panjang badan (cm), diukur jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus sampai dengan benjolan tulang lapis (os ichium) menggunakan tongkat ukur. 6. Tinggi pundak (cm), diukur dari jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula,

tegak lurus ke tanah menggunakan tongkat ukur.

7. Lebar dada (cm), diukur jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan menggunakan tongkat ukur.

8. Dalam dada (cm), diukur dari jarak titik tertinggi pundak dan tulang dada menggunakan tongkat ukur.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan mengukur secara langsung ukuran tubuh babi yang diamati. Data dicatat dalam lembar data kemudian dimasukkan dalam bentuk data yang siap diolah.

(25)

12 Ternak babi yang diukur dikelompokkan berdasarkan kelompok peternakan dan jenis kelamin. Data jantan dari kelompok peternakan yang satu akan dibandingkan dengan data jantan dari kelompok peternakan lainnya. Hal yang sama juga akan dilakukan pada data babi betina.

Analisis Data

T2 Hotteling

Vektor nilai rataan dari dua kelompok babi yang diamati diuji untuk menemukan nilai rataan dari sifat-sifat yang diamati apakah berbeda atau tidak secara statistik. Pengujian tersebut dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : U1 = U2 ; berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama dengan kelompok kedua.

H1 : U1 ≠ U2 ; berarti bahwa kedua vektor nilai rataan berbeda dari keseluruhan kelompok babi.

Uji T2 Hotteling digunakan untuk menguji hipotesis yang dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gaspersz,1992) :

T2 = ( – ) SG-1 ( – ) Selanjutnya besaran :

F= T2

akan berdistribusi dengan derajat bebas V1 = p dan V2 = n1+n2 – p – 1 Keterangan:

T2 : hasil uji statistik T2 Hotteling : ukuran contoh pada kelompok 1 : ukuran contoh pada kelompok 2

: vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 SG-1 : invers matrik peragam gabungan

F : nilai hitung untuk T2 Hotteling p : banyaknya variabel ukur

Penggunaan T2 Hotteling ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara semua variabel yang diukur dan kelompok ternak yang diamati. Hasil uji statistik T2 Hotteling yang berbeda nyata (P<0,05) menyatakan bahwa

(26)

13 kedua kelompok ternak babi yang diamati berbeda sehingga perlu dicari variabel pembeda berdasarkan uji fungsi diskriminan Fisher yang akan dibentuk.

Analisis Fungsi Diskriminan Fisher

Hanya hasil pengujian statistik T2 Hotteling yang menunjukkan menolak H0 yang dapat digunakan untuk memperoleh fungsi diskriminan untuk mengkaji perbedaan sifat yang ditemukan pada babi diantara kelompok yang diamati.

Fungsi diskriminan linier Fisher menurut Gaspersz (1992) dirumuskan sebagai berikut:

Y = a X = ( – ) SG-1 X = a1x1+ a2x2 + a3x3+…. + anxn Keterangan :

Y : fungsi diskriminan linier Fisher

a : vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan

X : vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan

: vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 SG-1 : invers matriks gabungan

an : vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan ke-n

xn : vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan ke-n

Fungsi diskriminan yang dibentuk setelah melalui persamaan Fisher; melibatkan variabel pembeda diantara setiap dua kelompok ternak. Jumlah variabel yang ditampilkan pada fungsi diskriminan tersebut terjadi pada hasil olahan.

Pengujian selang kepercayaan serempak digunakan untuk menerangkan kontribusi variabel-variabel yang diukur sebagai variabel pembeda dalam fungsi diskriminan yang dibentuk. Bila selang kepercayaan yang mengandung nilai nol maka kedua rataan kelompok untuk variabel tersebut dianggap tidak berbeda pada taraf 95%, sehingga dapat dikeluarkan dari fungsi diskriminan.

Pengujian selang kepercayaan menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut:

c′ ( – ) ± √ c′ SG c Keterangan :

c : vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi

c′ : invers dari vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi SG : matriks peragam gabungan

: vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1

) ( T n1n2 n2 n1 2 n2 n1 p, 2

(27)

14 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2

T2 : nilai T2 Hotteling dari tabel Hotteling dengan taraf nyata α : ukuran contoh pada kelompok 1

: ukuran contoh pada kelompok 2

Keeratan hubungan antara sifat pembeda dengan fungsi diskriminan yang dibentuk pada kelompok babi yang diamati dilakukan berdasarkan analisis korelasi menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut:

R Y,Xi = Keterangan :

R Y,Xi : korelasi antara fungsi diskriminan dengan variabel Xi dalam model di : selisiH antara rataan variabel Xi diantara kedua kelompok babi sii : ragam dari variabel Xi diperoleh dari matriks SG

D2 : nilai statistik jarak genetik Mahalanobis yang diperoleh melalui perhitungan

D2 = ( – )′ SG-1 ( – ) Keterangan:

: vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 SG-1 : invers matriks gabungan

Hasil perhitungan korelasi yang paling lemah adalah hasil perhitungan yang mengandung nilai nol sehingga diputuskan variabel paling lemah dikeluarkan dari model fungsi diskriminan. Model fungsi diskriminan menjadi berubah karena ditemukan variabel yang hilang.

Analisis Wald-Anderson

Penggolongan berdasarkan kriteria statistik Wald-Anderson yaitu sebagai berikut (Gaspersz, 1992):

W = x′ SG-1 ( – ) – ½ ( + )′ SG-1 ( – ) Keterangan:

W : nilai uji statistik Wald-Anderson x′ : vektor variabel acak individu SG-1 : invers matriks gabungan

: vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2

(28)

15 Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah:

1. Pengalokasian x kedalam kelompok 1 jika W>0 2. Pengalokasian x kedalam kelompok 2 jika W≤0

Jika hasil perhitungan W>0 maka individu pertama dari kelompok satu yang memiliki karakteristik variabel yang menghasilkan W>0 digolongkan ke dalam kelompok satu. Penggolongan Wald-Anderson menyatakan penggolongan individu yang telah dikoreksi antara kelompok misalnya antara kelompok jenis ternak.

Analisis D2 Mahalanobis

Jarak ketidakserupaan morfometrik antara kelompok babi dihitung berdasarkan karakteristik kuantitatif kerangka tubuh dari fungsi diskriminan yang dibentuk. Jarak kuadrat ketidakserupaan minimum menurut Gaspersz (1991) dirumuskan sebagai berikut:

D2 = ( – )′ SG-1 ( – ) Keterangan:

D2 : nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik antar dua kelompok (kelompok 1 dan kelompok 2)

SG-1 : invers matriks gabungan

: vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 : vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2

Pengolahan data akan dibantu dengan menggunakan perangkat lunak statistika Minitab 14, sedangkan penyajian dendogram akan dibantu dengan program MEGA 4 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis).

(29)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Rachel Farm di Parung

Kabupaten Bogor dengan ibukota Cibinong merupakan sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berbatasan dengan kota Depok dan DKI Jakarta di sebelah utara; kabupaten Purwakarta di sebelah timur, kabupaten Sukabumi di sebelah selatan serta kabupaten Lebak (Banten) di sebelah barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 35 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi sejumlah desa dan kelurahan (Dinas Pemerintahan Kabupaten Bogor, 2010). Dinas Peternakan Jawa Barat (2009) melaporkan bahwa populasi babi di kabupaten Bogor sebanyak 2.493 ekor.

Rachel Farm merupakan salah satu peternakan babi yang terletak di kampung Baru, desa Tajur Halang, kecamatan Tajur Halang, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat. John dan Sainsbury (1995) menyatakan bahwa suhu kritis lingkungan yang masih dapat diterima babi adalah 300C, sedangkan suhu 210C merupakan suhu nyaman ternak babi. Rataan suhu di daerah tersebut berkisar 26-360C (Agus, 2009) sehingga ternak babi masih dapat hidup dan berproduksi. Pembelian babi indukan dan pejantan di peternakan ini berasal dari daerah Kuningan dan Solo.

Rachel Farm membagi kandang menjadi empat bagian yaitu kandang babi pejantan, babi betina beranak dan menyusui, babi indukan, dan babi sapihan serta pembesaran. Pemberian pakan di peternakan ini dilakukan sebanyak dua kali sehari. Pakan yang diberikan adalah pakan kering dan basah. Pakan kering terdiri atas konsentrat, jagung giling dan dedak, sedangkan pakan basah berasal dari ampas tahu. Babi dimandikan dengan cara penyemprotan air ke tubuh babi. Air yang digunakan berasal dari air sumur, yang digunakan juga untuk keperluan rumah tangga peternak. Proses pengawinan babi di peternakan ini dilakukan dengan sistem kawin alami.

Pemberian vaksin dan obat-obatan dilakukan oleh peternak sendiri. Jenis vaksin dan obat yang diberikan antara lain vaksin Hog Cholera, Calsidex, Hemadex, Intermectin, Hormonivra dan Neoxil. Pencatatan atau recording produktivitas babi telah dilakukan dengan menggunakan alat bantu komputer oleh peternak sendiri.

(30)

17

Tambangan Farm di Getasan

Kabupaten Semarang merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan kota Semarang dan kabupaten Demak di sebelah utara; kabupaten Grobogan dan kabupaten Boyolali di sebelah timur; kabupaten Magelang dan kabupaten Kendal di sebelah barat serta kabupaten Magelang dan kabupaten Boyolali di sebelah selatan. Kota Ungaran merupakan ibukota kabupaten Semarang. Luas keseluruhan wilayah Kabupaten Semarang adalah 95.020,674 hektar atau sekitar 2,92% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini terdiri atas 19 kecamatan, 27 kelurahan dan 208 desa. Kabupaten ini merupakan dataran tinggi dan perbukitan. Ketinggian wilayah Kabupaten Semarang berkisar pada 500-2000 m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah penduduk di kabupaten ini mencapai 978.253 jiwa pada tahun 2008. Mata pencaharian penduduk di kabupaten Semarang pada umumnya di bidang pertanian. Populasi babi di kabupaten ini sebanyak 43.794 ekor (Dinas Pemerintahan Kabupaten Semarang, 2008).

Tambangan Farm merupakan salah satu peternakan yang terdapat di desa Tambangan, kelurahan Sumogawe, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Rataan suhu di kecamatan Getasan adalah 230C (Mukson et al.,2009). John dan Sainsbury (1995) menyatakan suhu 230C merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan dan peningkatan bobot babi. Hal ini berarti kecamatan Getasan merupakan daerah yang baik untuk pertumbuhan ternak babi. Tambangan Farm memiliki populasi babi sekitar 3.000 ekor. Pembelian babi untuk indukan dan pejantan berasal dari daerah Bali dan Temanggung.

Tambangan Farm membagi kandang menjadi enam bagian yaitu kandang indukan, pejantan, babi beranak dan menyusui, starter, grower dan finisher. Pemberian pakan di peternakan ini dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu jam 07.00 WIB dan jam 14.00 WIB. Pakan yang diberikan adalah pakan kering yang terdiri atas konsentrat, dedak dan jagung giling. Babi dimandikan dengan cara menyemprotkan air ke tubuh babi. Air yang digunakan adalah air sumur, yang selain digunakan untuk keperluan peternakan, air sumur juga digunakan untuk keperluan rumah tangga bagi para pegawai yang tinggal di peternakan tersebut. Proses pengawinan babi di peternakan ini secara alami walaupun skala peternakan babi ini tergolong besar.

(31)

18 Kesehatan babi di peternakan ini dilakukan dengan pemberian vaksin dan obat-obatan oleh peternak sendiri. Vaksin yang biasa diberikan adalah vaksin Hog Cholera. Pencatatan dilakukan oleh pegawai yang bertanggungjawab di setiap bagian kandang. Papan kecil disediakan pada masing-masing kandang untuk mencatat data produktivitas babi.

Peternakan Rakyat di Klungkung

Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten yang paling kecil dari sembilan kabupaten dan kotamadya di Provinsi Bali dengan di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bangli, di sebelah timur dengan kabupaten Karangasem, di sebelah barat dengan kabupaten Gianyar dan di sebelah selatan dengan Samudera Indonesia. Luas daerah kabupaten Klungkung adalah 315 km² dengan rataan suhu 29,8-33,40C. Mata pencaharian penduduk kabupaten Klungkung mayoritas adalah sebagai petani. Populasi babi lokal di kabupaten ini sebanyak 19.797 ekor (Dinas Pemerintahan Kabupaten Klungkung, 2010).

Babi dipelihara oleh masyarakat dalam jumlah yang relatif kecil yaitu 2-3 ekor/rumah tangga. Babi yang dipelihara adalah jenis babi lokal yang mayoritas berwarna hitam. Pemeliharaan babi dilakukan secara sederhana (ekstensif tradisional). Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan berasal dari limbah rumah tangga. Air yang digunakan untuk keperluan peternakan dan rumah tangga berasal dari air sumur. Proses pengawinan babi di kabupaten ini dilakukan secara alami.

Hasil Uji T2 Hotteling

Hasil pengukuran beberapa variabel pada tubuh babi kelompok Parung, Getasan dan Klungkung baik jantan maupun betina disajikan pada Tabel 2. Ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan secara umum lebih besar dibandingkan dengan betina. Koefisien keragaman pada ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Parung lebih tinggi daripada betina. Hal yang sama tidak ditemukan pada babi kelompok Getasan dan Klungkung. Koefisien keragaman yang tinggi menunjukkan bahwa seleksi babi betina terhadap kelompok babi jantan di kelompok Parung lebih ketat dilakukan dibandingkan kelompok Getasan dan Klungkung. Koefisien keragaman ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Parung

(32)

19

Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Tubuh Babi Jantan dan Betina Kelompok Parung, Getasan dan Klungkung

Variabel atau Peubah

Babi Kelompok

Parung Getasan Klungkung

♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ --- (cm) --- Tinggi Pinggul 79,25 ± 11,81 (14,90%) (n=10) 75,23 ± 4,21 (5,60%) (n=15) 82,30 ± 4,49 (5,46%) (n=10) 76,66 ± 5,89 (7,68%) (n=25) 57,42 ± 0,95 (1,66%) (n=13) 52,08 ± 1,06 (2,03%) (n=25) Lebar Pinggul 44,10 ± 6,69 (15,17%) (n=10) 42,27 ± 5,55 (13,13%) (n=15) 55,90 ± 6,54 (11,70%) (n=10) 35,96 ± 5,25 (14,59%) (n=25) 21,35 ± 0,63 (2,93%) (n=13) 20,62 ± 0,53 (2,55%) (n=25) Panjang Rump 14,90 ± 3,60 (24,19%) (n=10) 14,67 ± 2,72 (18,52%) (n=15) 17,90 ± 1,52 (8,51%) (n=10) 16,40 ± 1,76 (10,71%) (n=25) 21,69 ± 0,60 (2,75%) (n=13) 21,60 ± 0,61 (2,84%) (n=25) Lingkar Pergelangan Kaki 22,50 ± 3,63 (16,13%) (n=10) 19,07 ± 1,22 (6,41%) (n=15) 24,90 ± 1,10 (4,42%) (n=10) 21,92 ± 1,32 (6,02%) (n=25) 17,85 ± 0,63 (3,50%) (n=13) 17,44 ± 0,46 (2,66%) (n=25) Panjang Badan 87,20 ± 14,97 (17,16%) (n=10) 84,87 ± 6,54 (7,71%) (n=15) 88,35 ± 7,00 (7,92%) (n=10) 89,00 ± 6,07 (6,82%) (n=25) 76,31 ± 0,38 (0,50%) (n=13) 72,64 ± 0,70 (0,96%) (n=25) Tinggi Pundak 72,65 ± 13,65 (18,79%) (n=10) 66,60 ± 7,03 (10,56%) (n=15) 81,30 ± 7,01 (8,63%) (n=10) 71,90 ± 4,67 (6,50%) (n=25) 58,39 ± 0,92 (1,57%) (n=13) 52,96 ± 1,01 (1,91%) (n=25) Lebar Dada 35,60 ± 7,55 (21,21%) (n=10) 27,70 ± 2,15 (7,74%) (n=15) 41,25 ± 4,22 (10,24%) (n=10 32,48 ± 3,41 (10,51%) (n=25) 23,31 ± 0,60 (2,40%) (n=13) 22,48 ± 0,55 (2,44%) (n=25) Dalam Dada 41,55 ± 6,29 (15,13%) (n=10) 39,50 ± 3,30 (8,36%) (n=15) 48,35 ± 6,13 (12,68%) (n=10) 40,40 ± 4,35 (10,77%) (n=25) 39,35 ± 0,47 (1,20%) (n=13) 37,42 ± 0,49 (1,32%) (n=25) Keterangan: Angka dalam tanda kurung (%) merupakan koefisien keragaman dan n adalah jumlah indivu yang diukur (ekor)

(33)

20 yang tinggi kemungkinan terjadi karena pengambilan sampel yang lebih menyebar pada banyak peternakan dalam satu wilayah yang tidak terjadi pada kelompok betinanya. Babi betina kelompok Parung berasal dari peternakan yang sama. Babi kelompok Getasan berasal dari peternakan yang sama, baik jantan maupun betina. Keragaman ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Getasan yang lebih tinggi ditemukan pada ukuran panjang badan, tinggi pundak dan dalam dada; mengindikasikan bahwa ketiga variabel tersebut masih efektif untuk diseleksi. Koefisien keragaman ukuran variabel-variabel tubuh yang tidak terlalu tinggi pada babi kelompok Klungkung baik pada jantan maupun betina mengindikasikan bahwa babi kelompok Klungkung relatif lebih seragam dibandingkan dengan babi kelompok Parung dan Getasan. Hal ini terjadi karena babi kelompok Klungkung merupakan babi lokal yang telah beradaptasi lama di lingkungan tanpa mengalami percampuran darah dari babi jenis lain (diluar babi kelompok Klungkung). Babi kelompok Klungkung telah memiliki ukuran-ukuran tubuh yang khas yang menjadi karakteristik tersendiri yang diperlihatkan dengan penampilan fenotipik morfometrik yang seragam.

Babi kelompok Parung dan Getasan merupakan babi peranakan yaitu sebagian besar dari keturunan ras murni Landrace dan Duroc, selain itu babi Yorkshire juga berperan dalam persilangan tersebut karena ditemukan ciri babi yang memiliki telinga yang tegak. Sihombing (1997) menyatakan bahwa nama lain dari babi Landrace adalah babi America Landrace. Babi jantan bangsa ini memiliki bobot dewasa sekitar 320-410 kg dan betina dewasa sekitar 250-340 kg. Bobot babi jantan dewasa Duroc sekitar 295-455 kg dan betina dewasa sekitar 275-320 kg. Natural Veterinary (2009) menyatakan bahwa jenis babi di Klungkung merupakan babi lokal yang memiliki bobot sekitar 100 kg. Bobot hidup memiliki korelasi positif dengan persentase lemak pada karkas (Busch et al., 1969). Hetzer dan Miller (1972) melaporkan bahwa ditemukan respon korelasi yang positif antara ukuran-ukuran tubuh dan lemak punggung pada babi. Korelasi positif antara lemak punggung dan bobot badan juga dinyatakan oleh Quijandria dan Robinson (1971). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran tubuh yang besar akan memiliki bobot badan yang besar, demikian pula sebaliknya. Ukuran variabel-variabel tubuh ditemukan lebih besar pada babi kelompok Parung dan Getasan dibandingkan

(34)

21 dengan kelompok Klungkung pada penelitian ini. Babi kelompok Parung dan Getasan merupakan kelompok babi peranakan ras luar negeri tipe pedaging unggul (dari bangsa Duroc) dan tipe dwiguna (Landrace dan Yorkshire) .

Tabel 3 menyajikan rekapitulasi hasil analisis T2 Hotteling antara jantan dan betina pada setiap dua kelompok peternakan babi yang diamati. Hasil uji T2 Hotteling menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh pada kelompok babi yang diamati.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotteling Antara Babi Jantan dan Betina Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati

Peternakan Jantan dengan Betina

Parung *

Getasan **

Klungkung **

Keterangan: tanda * = berbeda (P<0,05); ** = sangat berbeda (P<0,01)

Babi jantan pada kelompok Parung memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih kecil daripada betina (P<0,05), sedangkan jantan pada kelompok Getasan dan Klungkung memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih besar (P<0,01) dibandingkan dengan kelompok betina. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno (1998) bahwa ternak jantan tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada umur yang sama dibandingkan dengan betina, karena perbedaan hormon yang mempengaruhi pertumbuhan.

Tabel 4 menyajikan rekapitulasi analisis T2 Hotteling antara babi jantan pada setiap dua kelompok peternakan yang diamati. Hasil uji T2 Hotteling juga menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara babi jantan Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotteling Antara Babi Jantan pada Setiap

Dua Kelompok Peternakan yang Diamati Peternakan Babi

Jantan

Parung Getasan Klungkung

Parung

Getasan *

Klungkung ** **

(35)

22 kelompok Parung dan Getasan dan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung; antara babi jantan kelompok Getasan dan Klungkung.

Tabel 5 menunjukkan bahwa ukuran variabel-variabel tubuh babi betina sangat berbeda (P<0,01) antara kelompok Parung dan Getasan; antara babi betina kelompok Parung dan Klungkung juga antara babi betina kelompok Getasan dan Klungkung. Perbedaan tersebut belum memberikan informasi yang lebih rinci sehingga uji statistik diskriminan Fisher digunakan untuk melengkapi informasi tersebut.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotteling Antara Babi Betina pada Setiap Dua Kelompok Peternakan yang Diamati

Peternakan Babi Betina

Parung Getasan Klungkung

Parung

Getasan **

Klungkung ** **

Keterangan: tanda ** = sangat berbeda (P<0,01)

Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson

Penggolongan babi kelompok Parung, Getasan dan Klungkung berdasarkan fungsi diskriminan Fisher dan Wald-Anderson dijelaskan pada uraian berikut ini. Penggolongan tersebut dilakukan masing-masing pada jantan dan betina.

Babi Kelompok Parung dan Getasan

Hasil T2 Hotteling mengindikasikan bahwa ditemukan perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh diantara babi jantan dan betina pada kelompok Parung dengan Getasan. Berdasarkan fungsi diskriminan Fisher, perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh tersebut hanya ditemukan pada babi betina walaupun berdasarkan hasil uji T2 Hotteling perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh ditemukan nyata (P<0,05) antara babi jantan kelompok Parung dan Getasan.

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ditemukan satupun ukuran variabel-variabel tubuh babi jantan kelompok Parung dan Getasan yang berkorelasi dengan skor diskriminan (P>0,05) sehingga persamaan diskriminan Fisher pada babi jantan

(36)

23 Tabel 6. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Getasan (Hasil Pengolahan Pertama Penentuan Variabel Pembeda)

Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)

Tinggi Pinggul (X1) – 0,103 tn

Lebar Pinggul (X2) – 0,537 tn

Panjang Rump (X3) 0,326 tn

Lingkar Pergelangan Kaki (X4) – 0,269 tn

Panjang Badan (X5) – 0,030 tn

Tinggi Pundak (X6) – 0,240 tn

Lebar Dada (X7) 0,278 tn

Dalam Dada (X8) – 0,330 tn

Keterangan : tn = tidak nyata (P>0,05)

kelompok Parung dan Getasan tidak dapat dibentuk. Analisis Wald-Anderson tidak dapat dilakukan karena tidak ditemukan variabel pembeda pada babi jantan kelompok Parung dan Getasan. Gambar 3 menyajikan babi jantan kelompok Parung dengan Getasan yang diamati.

(a) (b)

Gambar 3. Babi Jantan Kelompok Parung (a) dengan Getasan (b) Fungsi diskriminan Fisher babi betina antara kelompok Parung dan Getasan disajikan pada Tabel 7. Variabel-variabel yang menjadi pembeda antara kedua kelompok babi betina tersebut adalah lingkar pergelangan kaki (X4) dan lebar dada (X7) karena pada pengujian selang kepercayaan memberikan hasil nyata (P<0,05).

(37)

24 Koefisien korelasi masing-masing variabel pembeda tersebut terhadap skor diskriminan juga disajikan pada Tabel 7 yang menunjukkan nilai negatif. Nilai negatif yang dihasilkan memiliki arti bahwa setiap kenaikan ukuran lingkar pergelangan kaki (X4) dan lebar dada (X7) akan menurunkan skor diskriminan. Persamaan diskriminan yang dibentuk antara babi betina kelompok Parung dan Getasan adalah Y = – 1,476 X4 – 0,310 X7 .

Tabel 7. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan

Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)

Tinggi Pinggul (X1) – 0,0801) tn

Lebar Pinggul (X2) 0,3521) tn

Panjang Rump (X3) – 0,2401) tn

Lingkar Pergelangan Kaki (X4) – 0,9302) *

Panjang Badan (X5) – 0,1981) tn

Tinggi Pundak (X6) – 0,2801) tn

Lebar Dada (X7) – 0,6662) *

Dalam Dada (X8) – 0,0671) tn

Fungsi Diskriminan Fisher Y = – 1,476 X4 – 0,310 X7

Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda

Hal ini didukung dengan hasil penelitian Scanes (2003) yang menyatakan bahwa perbedaan ukuran tubuh, kecepatan pertumbuhan, muscling atau komposisi tubuh pada saat dewasa kelamin dapat memberikan penampakan yang berbeda setiap ternak. Frandson (1992) menyatakan bahwa kerangka yang disusun dari beberapa jenis tulang memberikan dasar pada struktur eksternal dan wujud ternak. Tulang-tulang yang memberikan pengaruh berbeda pada babi betina kelompok Parung dan Getasan adalah radius ulna dan os scapula (Gambar 1). Gambar 4 menyajikan babi betina Parung dan Getasan yang diamati.

(38)

25 (a) (b)

Gambar 4. Babi Betina Kelompok Parung (a) dengan Getasan (b)

Penggolongan individu-individu pada babi betina kelompok Parung dan Getasan berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan pada Tabel 8. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat dua ekor babi betina kelompok Getasan yang pada kenyataannya digolongkan ke dalam kelompok Parung dengan persentase koreksi sebesar 86,67% dan satu ekor babi betina kelompok Parung yang pada kenyataannya digolongkan kedalam kelompok Getasan dengan persentase koreksi sebesar 96%.

Tabel 8. Penggolongan Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson

Kelompok Aktual Penggolongan Babi Kelompok % Koreksi

Parung Getasan Parung (n = 15) 13 2 13/15x 100 % = 86,67 % Getasan (n = 25) 1 24 24/25 x 100 % = 96 % Total (n = 40) 14 26 (40-3)/40 x 100 % = 92,5 %

Keterangan: n adalah jumlah sampel (ekor)

Kesalahan penggolongan berdasarkan analisis statistik Wald-Anderson adalah sebanyak tiga ekor dengan persentase koreksi sebesar 92,5%. Kesalahan penggolongan terjadi kemungkinan karena variabel pembeda antara babi betina

(39)

26 kelompok Parung dan Getasan sedikit ditemukan. Penggolongan dengan kriteria ini masih berdasarkan pada variabel pembeda yang diperoleh berdasarkan analisis diskriminan Fisher.

Skor Wald Anderson Babi Betina

F r e k u e n s i 8 4 0 -4 -8 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Kelompok Peternakan Getasan Parung

Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Betina Kelompok Parung dengan Getasan

Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu-individu pada babi betina kelompok Parung dan Getasan berdasarkan skor Wald-Anderson masing-masing individu disajikan pada Gambar 5. Data babi betina kelompok Getasan berada pada daerah grafik sebelah kiri, sedangkan kelompok Parung berada di daerah sebelah kanan pada gambar tersebut. Pola tumpang tindih disajikan pada kedua data kelompok babi betina, hal ini menunjukkan beberapa data babi betina kelompok Parung digolongkan kedalam data kelompok Getasan dan sebaliknya beberapa data babi betina kelompok Getasan digolongkan kedalam kelompok Parung.

Noor (2008) menyatakan bahwa fenotip suatu ternak dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Kesalahan penggolongan pada data babi betina kelompok Parung dengan Getasan berdasarkan analisis statistik kemungkinan terjadi karena sama-sama merupakan babi peranakan dan masih dalam satu wilayah yang sama yaitu Pulau Jawa.

(40)

27

Babi Kelompok Parung dan Klungkung

Hasil T2 Hotteling mengindikasikan bahwa ditemukan perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh antara babi jantan dan antara babi betina kelompok Parung dengan Klungkung. Berdasarkan fungsi diskriminan ditemukan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada ukuran variabel-variabel tubuh pada babi jantan dan betina pada dua kelompok babi tersebut.

Variabel-variabel yang membedakan antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah tinggi pinggul (X1), lebar pinggul (X2), panjang rump (X3) dan lebar dada (X7). Fungsi diskriminan Fisher yang dibentuk antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah Y = 1,399 X1 + 3,988 X2 – 10,375 X3 – 0,440 X7 (Tabel 9).

Tabel 9. Koefisien Korelasi Antara Fungsi Diskriminan dan Masing- masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung

Variabel Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)

Tinggi Pinggul (X1) 0,2062) *

Lebar Pinggul (X2) 0,3782) *

Panjang Rump (X3) – 0,2072) *

Lingkar Pergelangan Kaki (X4) 0,0611) tn

Panjang Badan (X5) 0,0361) tn

Tinggi Pundak (X6) 0,0511) tn

Lebar Dada (X7) 0,1912) *

Dalam Dada (X8) 0,0171) tn

Fungsi Diskriminan Fisher Y = 1,399 X1 + 3,988 X2 – 10,375 X3 – 0,440 X7

Keterangan : * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata (P>0,05); 1) adalah hasil pengolahan pertama penentuan variabel pembeda; 2) adalah hasil pengolahan kedua penentuan variabel pembeda

Frandson (1992) menyatakan bahwa struktur eksternal dan wujud ternak berdasarkan kerangka terdiri atas beberapa tulang. Tulang–tulang yang memberikan pengaruh

(41)

28 berbeda pada babi jantan kelompok Parung dan Klungkung adalah tulang femur, fibula, metatarsus, pelvis, ischium, pubis dan os scapula (Gambar 1).

Koefisien korelasi masing-masing ukuran variabel-variabel tubuh dan skor diskriminan disajikan pada Tabel 9. Koefisien korelasi pada variabel panjang rump (X3) memiliki korelasi yang negatif terhadap skor diskriminan individu, sedangkan koefisien korelasi pada variabel tinggi pinggul (X1), lebar pinggul (X2) dan lebar dada (X7) memiliki korelasi yang positif terhadap skor individu (P<0,05). Hal ini menunjukkan jika tinggi pinggul (X1), lebar pinggul (X2) dan lebar dada (X7) mengalami kenaikan maka skor diskriminan akan naik pula, tetapi jika panjang rump (X3) mengalami kenaikan maka akan menurunkan skor diskriminan. Gambar 6 menyajikan babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung yang diamati.

(a) (b)

Gambar 6. Babi Jantan Kelompok Parung (a) dengan Klungkung (b)

Penggolongan individu babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan pada Tabel 10. Hasil yang diperoleh dari analisis Wald-Anderson adalah tidak ditemukan kesalahan penggolongan babi secara statistik dengan persentase koreksi sebesar 100%.

Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 7. Grafik tersebut menunjukkan sebaran frekuensi data skor Wald-Anderson masing-masing data individu babi. Data babi jantan kelompok Klungkung berada pada daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data babi jantan kelompok Parung berada di daerah sebelah kanan. Grafik yang saling lepas menunjukkan tidak

(42)

29 Tabel 10. Penggolongan Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung

Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson

Kelompok Aktual Penggolongan Babi Kelompok % Koreksi

Parung Klungkung Parung (n = 10) 10 0 10/10x 100 % = 100 % Klungkung (n = 13) 0 13 13/13 x 100 % = 100 % Total (n = 23) 10 13 23/23 x 100 % = 100 %

Keterangan: n = jumlah sampel (ekor)

ditemukan kesalahan penggolongan secara statistik pada babi jantan kelompok Parung dengan Klungkung. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil analisis diskriminan Fisher antara babi jantan kelompok Parung dan Klungkung dengan variabel pembeda yang banyak ditemukan.

Skor Wald-Anderson Babi Jantan

F r e k u e n s i 100 50 0 -50 -100 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Kelompok Peternakan Klungkung Parung

Gambar 7. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Babi Jantan Kelompok Parung dengan Klungkung

Gambar

Gambar 1. Anatomi Ternak Babi Dewasa
Tabel 1. Jumlah Babi yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin
Gambar 2.  Bagan Beberapa Bagian Tubuh Babi yang Diukur
Tabel  2.  Rataan,  Simpangan  Baku  dan  Koefisien  Keragaman  Ukuran  Tubuh  Babi  Jantan  dan  Betina  Kelompok  Parung,  Getasan  dan  Klungkung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan masalah yang terjadi pada alur verifikasi sertifikat yang berjalan sangat terinci maka dari itu terdapatlah sistem yang akan meminimalisir permasalahan

1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan

Selain itu, perlu dilakukan pengendalian penggunaan lahan dengan cara penegakan hukum terhadap penggunaan lahan yang tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta

Semua reka bentuk, ukuran dan spesifikasi adalah anggaran dan tertakluk pada kajian akhir, perubahan, pengubahsuaian dan /atau pindaan sekiranya dikehendaki oleh Pihak

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gumilang Paramitha (2013) dalam penelitian yang berjudul hubungan aktivitas fisik

Sehingga untuk menurunkan tingkat workplace deviant behavior yang terjadi pada organisasi, dianggap tidak hanya berasal dari ethical climate yang positif.. Ethical

Bentuk pertumbuhan di Pulau Hogow dan Dokokayu ini mempunyai tutupan dasar paling dominan yaitu Coral Foliose (CF) dan Acropora Branching (ACB) dimana kondisi

Dan pada uji F diatas didapatkan taraf 0,000 karena nilai signifikan (sig) jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi