• Tidak ada hasil yang ditemukan

Marketing 5.0: Antara New Frontier dan New Normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Marketing 5.0: Antara New Frontier dan New Normal"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Marketing 5.0: Antara New Frontier dan New Normal

Oleh: Patria Laksamana, Ph.D

A. Pendahuluan

Apabila dulu kita mengenal pepatah only sky is the limit, sepertinya hal itu sudah menjadi kurang relevan lagi. Saat ini Amazon sedang berencana untuk meluncurkan 3.236 satelitnya ke luar angkasa agar dapat menyediakan internet kecepatan tinggi di seluruh dunia. Tujuan akhirnya? Agar Amazon dapat mengakuisisi 4 milyar konsumen baru di setiap penjuru bumi (Sheetz, 2019). Sepertinya bukan hanya Jeff Bezos dari Amazon yang menjadikan luar angkasa sebagai lahan pertempuran baru di dunia marketing. Elon Musk dengan SpaceX nya berhasil meluncurkan mobil Tesla Roadster dan Starman (pengemudi bonekanya) ke orbit Mars pada tahun 2018. Hal ini dilakukan untuk publisitas kedua perusahaannya yaitu mobil listrik Tesla dan perusahaan aerospace-nya SpaceX. Saat ini SpaceX mulai dilirik sebagai alternatif dari NASA untuk meluncurkan satelit bagi perusahaan-perusahaan besar ke luar angkasa.

Kedua contoh di atas adalah implikasi dari Marketing 5.0. Marketing 5.0 tidak hanya transformasi dari era tradisional ke digital, tetapi juga bagaimana memberdayakan inovasi teknologi untuk mengoptimalkan customer experience. Forbes (2014) mencatat bahwa Marketing 5.0 mempunyai karakter disruptive dan additive dari era sebelumnya. Apabila Marketing 1.0 dimotori oleh mesin cetak yang membuat kita terhubung dengan marketing channel seperti surat kabar, majalah dan direct mail, Marketing 2.0 ditandai dengan hadirnya teknologi broadcasting seperti televisi dan radio. Di era 2.0 kita mulai mengenal komunikasi secara langsung dan massal yang memungkinkan merek berinteraksi dengan cara menghibur dan dengan pendekatan storytelling. Memasuki era digital, Marketing 3.0 membuat PC dan internet dapat memberikan informasi dan konten secara langsung pada konsumen. Selanjutnya, pemberdayaan konsumen melangkah lebih jauh pada era Marketing 4.0 dengan adanya media sosial dan teknologi mobile. Inilah era dimana merek dan konsumen terhubung kapanpun dan dimanapun mereka berada. Komunikasi tidak lagi satu arah atau dua arah antara merek dengan konsumen, tetapi 360 derajat termasuk pada teman dan stakeholders lainnya seperti pesaing, regulator dan lain-lain.

Saat ini, Marketing 5.0 melangkah lebih jauh lagi. Era sekarang ditandai dengan pemberdayaan artificial intelligence (AI) di semua sektor. Selain itu, terjadi pemberdayaan channel engagement dari era sebelumnya menjadi omnichannel experience. Penggunaan omnichannel yang tepat dapat memahami keunikan konsumen secara individu. Sederhananya, implikasi dari Marketing 5.0 adalah transformasi pasar dari fisik menjadi digital dan memaksimalkan artificial intelligence (AI) pada digital marketing.

A. Artificial Intelligence (AI)

AI adalah sebuah sistem yang mampu menjalankan tugas yang biasanya dijalankan oleh manusia. Termasuk di dalamnya adalah memecahkan masalah, mengenal emosi atau bahkan mendiagnosa penyakit. Sebagai pengembangan dari internet of things dan internet for everythings, AI dapat mengolah dan menganalisis data yang bermanfaat bagi kebutuhan konsumen sesuai dengan karakter masing-masing individu. Big data yang ada di internet memungkinkan semua data yang ada terdokumentasi dan ter-capture melalui cloud computing secara real-time di manapun dan kapanpun. Data inilah yang kemudian dapat menjadi dasar prediksi perilaku konsumen misalnya. Sebagai contoh, kita dapat mengetahui dengan tepat kapan seorang konsumen masuk ke supermarket, dengan siapa, durasinya, frekuensi perminggu, barang apa yang dilihat dan dibelinya, dan lain-lain. AI juga menjadi sangat penting dalam digital marketing dan advertising. Bila dulu diperlukan kreativitas dalam membuat iklan (untuk menarik perhatian dan meningkatkan awareness), prime-time di waktu-waktu tertentu di televisi dan radio untuk membidik konsumen potensial, maka sekarang kita mengenal “iklan terprogram”. Inilah sistem iklan yang dioperasikan secara otomatis untuk

(4)

menempatkan iklan dengan menggunakan big data dan algoritma yang kompleks untuk menyasar konsumen secara tepat. Kuncinya adalah menargetkan dan mengirim pesan yang tepat pada orang yang tepat.

Selain itu, AI juga dapat digunakan untuk berinteraksi secara langsung dengan konsumen. Penggunaan chatbots di website untuk menjawab frequently asked questions (FAQ) adalah salah satu contohnya. Dengan chatbots konsumen dapat membantu dirinya sendiri tanpa peran karyawan. Namun perlu diingat, chatbots tidak tepat untuk menjawab komplain konsumen.

Secara umum, AI dapat menyederhanakan dan mengoptimalkan marketing campaign. Sudah teruji juga bahwa AI sangat membantu untuk menganalisis dan memprediksi perilaku konsumen. Meskipun membantu, tetap dibutuhkan manusia untuk berinteraksi langsung dengan konsumen. Masih dibutuhkan atensi, empati dan passion secara langsung pada konsumen yang tidak dapat diberikan oleh mesin.

B. Omnichannel Engagement

Era baru, tantangan baru. Bila dulu tantangannya adalah menciptakan brand awareness yang tinggi dan membangun image pada multichannel (televisi, radio, media cetak, billboard dan media online), saat ini tantangannya adalah membangun customer engagement pada omnichannel. Inilah channel yang menggabungkan dunia nyata dan dunia maya, seperti toko fisik/kantor cabang, online website, email, call center, social media dan aplikasi mobile. Intinya omnichannel adalah interaktif, 24 jam dan selalu ada di setiap langkah konsumen. Namun perlu diingat, setiap channel mempunyai karakteristik tersendiri. Misalnya, tidak semua channel efektif untuk meningkatkan penjualan. Sebagai contoh, sosial media terbukti lebih efektif untuk meningkatkan awareness, dan bukan untuk meningkatkan purchase intention (Laksamana, 2016). Dengan demikian, perusahaan dituntut untuk dapat mengaplikasikan omnichannel secara terintegrasi disesuaikan dengan karakteristik target audiencenya dan outcome yang diharapkan.

Selain itu, meskipun belanja digital advertising Indonesia masih termasuk kecil dibandingkan dengan Amerika dan Cina yang diproyeksikan menembus US$10 milyar pada tahun 2019 (PubMatic, 2018), total belanja digital advertising Indonesia diprediksi mencapai Rp. 36,5 triliun pada tahun ini. Trend ini selalu menaik dari tahun ke tahunnya, bahkan tercatat pertumbuhan 26% dibanding dengan tahun 2018. Pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan dengan negara maju seperti Perancis, Italia dan Swedia. Menariknya, untuk kategori mobile ad, Indonesia bersama Rusia mencatat pertumbuhan tertinggi di dunia sebesar 34% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year on year). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(5)

Sumber: PubMatic (2018)

Gambar 1. Belanja Iklan Mobile Ad Dunia

Tantangan dalam omnichannel adalah penggunaan media yang tepat dan penyampaian konten yang dapat meningkatkan engagement atau interaksi dengan target audience. Adapun konten yang biasa digunakan pada omnichannel adalah video, podcasts, interactive content, webinars, blog posts/artikel, images (foto, infografis, charts, GIF’s), eBooks, case studies, white papers, off-air events (presentasi, workshops).

Secara praktis, setidaknya ada tiga tahapan konsumen dalam proses pembelian. Pertama, early stage (untuk awareness dan interest). Kedua, middle stage (untuk consideration) dan ketiga late stage (untuk evaluasi dan pembelian). Ketiganya membutuhkan pendekatan yang berbeda. Untuk early stage, konsumen membutuhkan banyak informasi sebagai penarik minat. Oleh karenanya artikel atau postingan blog menjadi pilihan yang tepat. Sementara pada tahap middle stage, penggunaan audio/visual seperti video dan livestreaming bisa menjadi pilihan. Sedangkan di tahap terakhir yaitu late stage, konten yang tepat dapat berupa case studies atau off-air events seperti presentasi dan workshops. Tentunya pilihan-pilihan ini harus disesuaikan dengan jenis industrinya dan target audience yang dituju seperti generasi milenial, Gen-X ataupun Gen-Y.

Adapun engagement atau interaksi pada media sosial ada tiga seperti dinyatakan oleh Kaushik (2010). Ketiganya adalah conversation (percakapan antar pengguna), amplification (penyebaran atau perluasan pesan) dan applause (respon singkat dengan ikon tertentu). Engagement yang baik adalah apabila aktivitas ketiganya tinggi. Jadi tidak ada gunanya jumlah follower banyak tetapi mereka pasif. Kita bisa mengukur sampai berapa banyak jumlah like, share, comment dari follower yang ada. Misalnya, jumlah follower 1.000 yang aktif menjadi lebih bermakna bila dibandingkan dengan jumlah follower 1.500 tetapi mereka pasif.

C. Pasar Indonesia

Indonesia diprediksi mempunyai potensi pertumbuhan pasar sebesar US$150 milyar atau 10% dari GDP di tahun 2025 (McKinsey&Company, 2016). Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten di kisaran 5% beberapa tahun terakhir, menyebabkan perkembangan bisnis dan ekonomi yang cukup signifikan. Salah satu perusahaan yang fenomenal adalah gojek. Gojek sebagai decacorn pertama dari Indonesia yang mencapai valuasi diatas US$10 milyar atau setara Rp. 140

(6)

triliun, menyumbang Rp. 44,2 triliun bagi perekonomian Indonesia (Syarizka, 2019). Meskipun bisnis utamanya adalah transportasi online, tetapi sebenarnya gojek dengan gopaynya telah masuk ke dalam bisnis financial technology (fintech) dan mulai mengancam dunia perbankan. Beberapa tantangan dalam bisnis fintech adalah kepercayaan masyarakat pada uang elektronik dan aksesibilitas pada banyak merchant.

Selain gojek yang sudah masuk dalam kategori decacorn, ada beberapa perusahaan Indonesia yang juga masuk dalam kategori unicorn. Mereka adalah Tokopedia dengan valuasi sebesar US$7 milyar, Traveloka (US$2 milyar) dan Bukalapak (US$1 milyar). Memang masih jauh bila dibandingkan dengan decacorn dari luar negeri, tetapi setidaknya akselerasi pertumbuhan unicorn dan decacorn Indonesia sudah dapat dibanggakan seperti terlihat pada Gambar 2.

Sumber: CB Insights (2019) dan CNN Indonesia (2019)

Gambar 2. Perusahaan Decacorn Dunia dan Unicorn Indonesia

Di era marketing 5.0 ini, bisnis juga tidak selalu berkembang secara linear karena disrupsi terjadi utamanya karena kemajuan teknologi yang cukup pesat. Persaingan tidak hanya terjadi dalam lingkup satu industri, tetapi pesaing bisa juga datang dari industri lain. Sebagai contoh untuk perbankan, saat ini pesaing utama datang dari perusahaan fintech yang dapat melakukan fungsi perbankan seperti financing, asset management, payments. Apabila itu dirasa belum cukup, industri di luar keuangan pun sekarang sudah menjadi pesaing bank. Pelaku transportasi online, telekomunikasi, sosial media dan online shopping dapat melakukan fungsi perbankan seperti transaksi pembayaran dan e-wallet. Survey yang dilakukan oleh PwC Indonesia yang menanyakan bankir di 43 bank pada tahun 2018 lalu menunjukkan ada banyak pesaing potensial dari luar industri perbankan seperti dapat dilihat pada Gambar 3.

(7)

Sumber: PwC (2018)

Gambar 3. Pesaing Bank dari luar Perbankan

D. Trend Perilaku Mobile Shopping

Konsumen yang selalu bergerak 24/7 menuntut kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan transaksi belanja yang dilakukan. Saat ini ada beberapa trend dalam mobile shopping yang marak terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia.

Buy online and pick up in store (BOPUS)

Inilah pengalaman di dunia retail di Inggris yang dikenal juga dengan istilah click-and-collect. Konsumen membeli produk secara online untuk kemudian mengambil di toko atau di gudang yang sudah ditentukan. Pengalaman ini menjadi populer karena keterlibatan konsumen (customer engagement) terjadi tanpa adanya keterpaksaan. Konsumen membeli barang tanpa hambatan fisik seperti antri di kasir, susah mencari parkir dan karyawan toko yang penuh dengan basa-basi. Tidak heran konsep ini juga menjalar ke Amerika dan mungkin saja ke Indonesia dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Kombinasi antara fisik dan digital

Tidak selamanya interaksi digital menjadi solusi. Beberapa industri seperti industri keuangan dan perbankan menuntut edukasi, personalisasi dan penjelasan yang detail pada nasabah/konsumennya. Relationship menjadi penting pada industri ini. Tidak ada teknologi canggih manapun yang dapat

(8)

menggantikan hubungan hangat antar manusia. Survey yang dilakukan oleh PwC Indonesia juga menunjukkan bahwa hanya ada 15% nasabah yang membeli produk asuransi dan 13% nasabah yang memperoleh personal loan melalui saluran digital (PwC, 2018).

Mobile Payment

Seiring dengan penggunaan handphone untuk berbagai macam keperluan termasuk belanja dan semakin amannya fitur pembayaran di banyak aplikasi, maka trend pembayaran online menjadi semakin diminati. Di Indonesia beberapa aplikasi pembayaran online yang banyak penggunanya adalah Go-pay, Ovo dan LinkAja. Sebagai decacorn pertama di Indonesia,inilah kekuatan utama Gojek sebagai pemimpin fintech di pasar. Sepanjang tahun 2018 yang lalu, Go-pay telah memproses transaksi senilai Rp.89 triliun (US$6,3 milyar), e-Money Mandiri Rp.13,3 triliun, Flazz BCA dan Sakuku Rp. 4 triliun dan BNI Tapcash dan UnikQu Rp.900 milyar (Chandra & Hartanto, 2019). Hal ini menunjukkan perusahaan fintech menjadi leader dalam digital payment di Indonesia.

E. Penutup

Marketing 5.0 adalah suatu keniscayaan. Dengan kata lain, telah terjadi perubahan paradigma pemasaran dan perilaku konsumen sebagai akibat dari inovasi teknologi, termasuk artificial intelligence. Inilah medan baru yang menuntut kita untuk lebih kreatif dan dapat memberdayakan kemajuan teknologi untuk memenangkan pasar. Diperlukan beberapa strategi dan pendekatan khusus agar kita sukses menjalani marketing di era baru ini.

Pertama, dari sisi produk dan jasa, inovasi menjadi kunci utamanya. Konsumen menginginkan produk dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya dalam waktu singkat dengan pilihan yang beragam. Amazon, Tesla, dan Gojek adalah beberapa perusahaan yang senantiasa menawarkan produk dan jasa yang inovatif dan terdepan.

Kedua, dari sisi bisnis model. Konsumen sudah bertransformasi dari yang semula hanya sebagai obyek target market, menjadi konsumen yang memiliki kekuatan untuk menentukan delivery model dan value proposition dari suatu produk. Konsumen mengutamakan experience/pengalaman dan akan meninggalkan produk yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan dari sisi nilai dan delivery/perolehannya. Itulah mengapa perusahaan seperti Airbnb dan Traveloka berkembang dengan pesat.

Ketiga, dari sisi pengembangan bisnis. Pengembangan pasar bisa dilakukan dengan melakukan perbaikan dari proses bisnisnya. Penggunaan teknologi yang tepat dan evaluasi yang terukur dan terencana dapat mempercepat akselerasi pertumbuhan pasar. Sebagai contoh, bila dulu perusahaan hanya menghitung return on investment (ROI) untuk mengukur efektifitas pemasarannya, sekarang perlu mengukur parameter lain seperti return on experience (ROX).

(9)

Daftar Pustaka

CBInsights. (2019). The global unicorn club. Retrieved 24 June, 2019, from https://www.cbinsights.com/research-unicorn-companies

Chandra, M., & Hartanto, Y. (2019). Indonesia's digital payment market. Jakarta: Morgan Stanley CNNIndonesia. (2019). Infografis: Grab, 1 dari 16 perusahaan decacorn dunia. Retrieved 24 June,

2019, from https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190228175515-188-373561/infografis-grab-1-dari-16-perusahaan-decacorn-dunia

Forbes. (2014). Technology is changeng the future of marketing (again). Retrieved 30 April, 2020, from https://www.forbes.com/sites/johnellett/2014/09/30/technology-is-changing-the-future-of-marketing-again/#5bb994d9e7df

Kaushik, A. (2010). Web analytics 2.0: The art of online accountability & science of customer centricity. Canada: Wiley Publishing, Inc.

Laksamana, P. (2016). Impact of social media marketing on purchase intention and brand loyalty: Evidence from Indonesia's banking industry. International Review of Management and Marketing, 8(1), 13-18.

McKinsey&Company. (2016). Unlocking Indonesia's digital opportunity: McKinsey&Company. PubMatic. (2018). 2019 Global digital ad trends: PubMatic.

PwC. (2018). PwC Survey: Digital banking in Indonesia 2018: PwC Indonesia.

Sheetz, M. (2019). Here’s why Amazon is trying to reach every inch of the world with satellites providing internet. Investing in space. Retrieved 24 June, 2019, from

https://www.cnbc.com/2019/04/05/jeff-bezos-amazon-internet-satellites-4-billion-new-customers.html

Gambar

Gambar 1. Belanja Iklan Mobile Ad Dunia
Gambar 3. Pesaing Bank dari luar Perbankan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui emisi gas CO 2 dari pemberian bahan amelioran di lahan gambut dengan tanaman tumpangsari kelapa sawit dan

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan pengumpulan informasi external causes serta menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, umur dan masa kerja

telah disampaikan PPATK kepada Penyidik selama tahun 2017 (s.d. Jumlah HA dengan dugaan tindak pidana Korupsi tersebut lebih rendah sebesar 15,1 persen dibandingkan jumlah

Penelitian mengenai pola penggunaan ruang bertengger kelelawar di Gua Putih Hutan Pendidikan Gunung Walat perlu dilakukan untuk menjadikan HPGW sebagai salah satu

Pengalaman Kesenangan (X4.3) ‘Pengalaman kesenangan’ konsumen sebagai salah satu indikator dari dimensi ‘motivasi’ memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 0,3667

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI