Abstrak—Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah dengan tingkat resiko bencana tegolong tinggi. Dengan nilai Peak Ground Accelearation (PGA) 0.2-0.25. maka Malang masuk dalam kategori daerah rawan efek gempa. Salah satu bencana yang diprediksi diakibatkan oleh aktivitas gempa lokal adalah adanya longsor di Desa Jombok, Kecamatan Ngantang. Hal ini diperkuat dengan data geologi bahwa di desa Jombok melintang dua patahan yang aktif. Dengan kondisi ini, maka sekiranya perlu dilakukan tindakan mikrozonasi. Dalam penelitian ini, parameter yang akan dipertakan guna keperluan mirkozonasi adalah persebaran Vs bawa permukaa. Hasil persebaran Vs ini kemudian dianalisis dengan nilai persebaran amplifikasi tanah dan frekuensi natural. Teknik yang dilakukan untuk mengetahui prediksi persebaran Vs adalah dengan menggunakan inversi spektrum H/V dari data Mikrotremor. Inversi yang digunakan adalah hasil pengembangan ModelHVSR Herak, pada tahun 2008. Input pengolahan data ini adalah nilai HVSR perekaman mikrotremor dan nilai Vs,Vp,,h,Qp dan Qs dari data soil boring. Menggunakan prinsip propagasi Monte Carlo paremeter parameter ini kemudian diinversi. Hasil dari inversi ini didapatkna bahwa persebarna nilai Vs cenderung rendah di kedalamn 0-15 meter di daearh barat. Selain itu, hasil analisiss amplifikai dan frkeunsi natural menunjukkan bahwa daerah barat desa Jombok memiliki kerentanan cukup tinggi. Nilai Vs yang didapatkan kemudian dimodelkan dalam bentuk 3D bawah permukaan.
Kata Kunci—HVSR, Mikrotremor, Jombok, Vs. I. PENDAHULUAN
AERAH dengan nilai Peak Groung Acceleration (PGA) tinggi rawan terhadap aktivitas seismisitas. Malang merupakan salah datu daerah dengan indeks PGA 0.2-0.25, hal ini berarti Malang termasuk daerah yang memiliki resiko tinggti terhadap efek gempa lokal [1]. Salah satu daerah rawan bencana di Kabupaten Malang adalah desa Jombok. Jombok merupakan salah satu desa rawan longsor. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa amblesan tanah yang sudah terjadi lebih dari satu kali pada tempat yang sama[2]. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan di Desa Jombok terdapat dua patahan yang memanjang dari arah tenggara ke barat laut (Gambar.1) dan terjadi amblesan, sehingga besar kemungkinan wilayah ini rentan terhadap aktivitas seismisitas diakibatkan oleh kondisi tersebut
[2],[3],[4]. Oleh sebab itu, penting untuk memperkirakan bahaya seismik yang mungkin terjadi oleh aktivitas pergerakan patahan. Salah satu cara untuk memperkirakan bahaya seismik yang mungkin terjadi adalah mikrozonasi daerah setempat.
Mikrozonasi mampu memberikan analisiss bahaya seismik dasar dari daerah setempat serta memberikan batas-batas wilayah yang rawan terhadap efek lokal [5]. Parameter yang dapat digunakan untuk keperluan mikrozonasi adalah kecepatan gelombang geser (Vs) [6].
Analisis Vs bukan merupakan hal yang baru, akan tetapi hingga saat ini metode yang dilakukan untuk mengkaraktersasi Vs adalah dengan pengambilan sampel langsung (bor) dan uji laboratorium. Namun, metode ini akan memakan waktu yang cukup lama dan cost yang sangat tinggi. Nakamura et al (2000), menawarkan metode analisis bawah permukaan menggunakan Mikrotrermor [7]. Pada tahun 2008, Herak mengenalkan teknik prediksi dan analisis Vs dari inversi model HVSR [6] yang kemudian disempurnkana oleh Sungkono [8].
Secara geologi, Malang merupakan daerah yang berada diatas litologi yang kompleks. Secara garis besar dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni (1). Batuang Gunung Api Kuarter Atas yang berada di Malang Selatan (2). Tuf Rabano (3). Batuan Gunung Api Kuarter Tengah dan (4) Aluvium yang berada di sepanjang Batu hingga Malang Selatan [9]. Aluvium merupakan fitur geologi yang memiliki sifat rentan terhadap efek seismisitas. Hal ini menguatkan hipotesis bahwa Jombok memang berada di daerah zona rawan.
PROFILING KECEPATAN GELOMBANG
GESER (V
s
) MENGGUNAKAN INVERSI
SPEKTRUM HORIZONTAL-TO-SPECTRAL
RATIO (HVSR)
Wahyu Tri Sutrisno, Bagus Jaya Santosa, Dwa Desa Warnana
Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]
D
Sifat fisik dan mekanik tanah juga memiliki pengaruh dalam karakterisasi bawah permukaan. Hal ini nantinya akan dikorelasikan lagi dengan kondisi geologi, sehingga mendapatkan kesimpulan yang lebih valid. Beberapa sifat fisis danb mekanis yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain adalah Vs, Vp dan Selain itu juga akan dibahas beberapa parameter hasil turunan dari perekaman mikrotremor yang digunakan untuk zonasi.
Daryono (2009) menyebutkan bahwa suatu daerah yang memiliki karakteristik frekuensi natural rendah sangat rentan terhadap bahaya getaran gelombang gempa bumi periode panjang. Hal ini dapat mengancam kerusakan bangunan yang ada di atasnya [10]. Sedangkan amplifikasi tanah adalah kontras parameter perambatan gelombang (densitas dan kecepatan) antara batuan dasar (bedrock) dan sedimen di atasnya. Nilai amplifikasi perambatan gelombang akan semakin bertambah apabila perbedaan antara parameter tersebut semakin besar. Efek lokal, amplifikasi dan frekuensi natural merupakan faktor yang penting dalam mitigasi bencana suatu tempat [11]. Amplifikasi berbanding terbalik dengan akar kuadrat kecepatan gelombang geser (Vs) dan densitas tanah (r) (Pers. 1)
√ (1)
Towhata (2008) menyebutkan bahwa amplifikasi gelombang seismik dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu adanya lapisan lapuk yang terlalu tebal di atas lapisan keras, adanya frekuensi natural yang rendah, frekuensi natural gempabumi dan geologi setempat yang memiliki energi gempa yang terjebak di lapisan lapuk dalam waktu yang lama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor Vs. Gardner et al (1974) melakukan serangkaian studi empiris untuk menentukana hubungan keterikatan antara Vp, Vs dan densitas. Hasil dari studi ini dikenal sebagai persamaan Gardner [12].
(2)
Dengan dalam g/cm3, a adalah koefisien dengan nilai 0.31ketika V dalam m/s dan digunakan 0.23 ketika V dalam ft/s. Setelah parameter Vp didapatkan dari Gardner, maka untuk perhitungan Vs dapat dikatikan menggunakan persamaan (3).
( )
(3)
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil perekaman mikrotremor. mikrotremor didasarkan pada perekaman ambient noise untuk menentukan beberapa parameter karakterisitik dinamika tanah (damping ratio dan frekuensi natural) dan fungsi perpindahan (frekuensi dan amplifikasi) suatu bangunan dan tanah [11]. Banyak observasi dan eksperimen terhadap perekaman data mikrotremor memperlihatkan bahwa mikrotremor terdiri dari gelombang body (Gelombang P dan Gelombang S) dan gelombang permukaan, tetapi tidak ada teori yang menetapkantentang apa terdiri dari apa jenis gerakan gelombang mikrotremor [7].
Gambar 2a. menunjukkan model perlapisan tanah di mana teori spetkrum H/V akan ditentukan. Model perlapisan tanah diasumsikan sebagai bidang semi-infinite medium elastik yang tersusun atas N Parallel, solid, homogen, lapisan isotropis. Arai [11] dan Sungkono [8] menjelaskan bahwa setiap lapisan dikarakterisasi oleh ketebalan lapisan H, densitas , kecepatan gelombang kompresi (Vp), kecepatan gelombang geser Vs, faktor redaman gelombang P (Qp) dan faktor redaman gelombang S (Qs). Hal ini juga diasumsikan bahwa Fourier-time mentransformasi titik titik vertikal dan horizontal yang memiliki frekuensi sudut , Ly(), dan LH () tersebar di permukaan secara acak (Arai, 2004) pada jarak diatas 1 panjang gelombang dari titik observasi yaitu titik asal (Gambar. 2b).
.
Definisi rasio spektrum H/V dari mikrotremor pada frekuensi (H/V)m() yang digunakan dalam penelitian dini didefinisikan sebagai
( ) ( ) √ ( ) ( )
( ) (4)
di mana ( ) adalah spektrum power fourier dari
pergerakan vertikal dan ( )dan ( )adalah pergerakan
partikel secara orthogonal.
II. METODOLOGIPENELITIAN
Akusisi data dilakukan di 50 titik perekaman mikrotremor. Luas area perekaman mencakup 100m x 100m. Perekaman mikrotremor dilakukan menggunakan Portable Seismograph 3 Komponen SL07 SARA, dari Italia. Data hasil perekaman dengan SL07 berupa komponen seismogram 3 komponen dengan ekstensi EV0, EV1 dan EV2. Data ini kemudian diolah menggunakan software Geopsy. data hasil perekaman ini kemudian dilakukan windowing untuk memilah antara data asli dan noise. Hasil windowing yang didapat kemudian dengan mengaplikasin Fast Fourier Transform dan Smoothing didapatkan kurva HVSR. Kurva HVSR ini berisi nilai frekuensi minimum, amplifikasi dan standar deviasi. HVSR merupaka sebuah kurva penggabungan antara komponen Horizontal dan komponen vertikal. Penggabungan kedua komponen ini dilakukan dengan persamaan 5.
Gambar 2 (a) Gometri perlapisan tanah (b) model sumebr mikrotremor yang diformulasikan menggunakan teori Spektrum H/V
( ) [√ ( ) ( ) ] (5) dengan
R(T)=Spektrum rasio vertikal terhadap horizontal
FNS = Spektrum Fourier di NS
FEW = Spektrum Fourier di EW
Fz = Spektrum Fourier di Z (Vertikal)
Kurva spektrum HVSR ini kemudian diekstrak menjadi data data dengan ekstensi .dat. Hasil ekstraksi kruv aHVSR ini kemudian dicari frekuensi natural dan amplifikasi untuk setiap titik. Masing masing frekuensi natural dan amplifikasi kemudian disebar dalam digitasi peta kontur 2D dan 3D menggunakan Surfer 2009. Hasil digitasi peta ini dianalisiss untuk diketahui daerah – daerah yang memiliki nilai frekuensi natural dan amplifikasi tinggi maupun rendah. Data hasil pengolahan HVSR dengan Geopsy yang telah diekstrak kemudian diinversi menggunakan program inversi ModelHVSR yang dikembangkan oleh Herak (2008) dan disempurnakan oleh Sungkono (2011). Inversi ini bertujuan untuk mendapatkan nilai persebaran Vs pada setiap kedalaman di masing masing titik ppengukuran mikrotremor. Input dari program ini adalah berupa hv-file dan log-file hasil olahan Geopsy. Seperti dalam Sungkono (2011), untuk mendapatkan hasil inversi berupa Vs dibutuhkan beberapa parameter yang akan diinversi antara lain kecepatan gelombang primer (Vp), kecepatan gelombang geser (Vs), densitas (), Faktor kuasi gelombang S (Qp) dan Faktor kuasi gelombang S (Qs). Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa profiling persebaran kecepatan gelombang geser (Vs).
III. HASILDANPEMBAHASAN
Analisa sebaran peta frekuensi netural digunakan untuk menganalisiss zona zona rentan. Parolai et al (2002) dan Chen et al (2008) menyatkaan bahwa frekuensi natural erat hubungannnya dengan kedalaman bedrock. Hubungannya berbanding terbalik, artinya apabila dihubungkan dengan Nakamura (2000) yang menyatakan bahwa frekuensi natural rendah menunjukkan daerah rentan terhadap efek lokal maka daerah yang memiliki kedalaman bedrock relative dalam cenderung lebih rentan.
Gambar. 3 apabila dikaitkan dengan lokasi landslide (garis merah) maka daerah yang mengalami penurunan akibat landslide tersebut memiliki nilai frekuensi natural berkisar antara 0.5-2.5. Daerah di sekitar titik 21,34,35,27,28 serta 2 dan 45 apabila diinterpretasikan dari peta tersebut cenderung rentan terhadap efek lokal. Jika dilihat secara fisiografis untuk daerah titik 34,35 dan 21 memang terletak di area landslide sedangkan titik 2 dan 32 berada di tanah yang memiliki slope miring. Frekuensi natural rendah juga ditemukan di titik 45 yang mengindikasikan bahwa titik tersebur juga memiliki kedalaman bedrock relative dalam
Analisiss selanjutnya ialah amplifikasi. Hasil dari sebaran nilai amplifikasi pada Gambar 4 menunjukkan range nilai amplifikasi berkisar antara 2-10. Horike et al (2001) menyatakan bahwa amplifikasi hasil estimasi HVSR perlu dipertimbangkan jikai amplifikasi bernilai besar. Amplifikasi merupakan penguatan gelombang yang menjalar pada sedimen lapisan tanah. Sungkono (2011) menunjukkan bahwa faktor amplifikasi di penaruhi oleh nilai kecepatan gelombang geser Vs, kontras densitas sedimen dan bedrock yang signifikan.
Dari hasil analisiss Gambar 4 terlihat sebaran nilai amplifikasi rendah di daerah tengah dan cenderung tinggi di sisi barat. Apabila dikorelasikan dengan Nakamura et al (2000) yang menyebutkan bahwa parameter amplifikasi yang dapat merusak bangunan berkisar antara >3 dan berasosiasi dengan frekuensi rendah. Maka dari itu apabila dikorelasikan dengan hasil peta sebaran frkuensi natural maka daerah barat (Titik 35 dan 34) dan utara (Titik 42) yang memiliki resiko paling besar kerusakan apabila didirikan bangunan. Jika dilihat dari kajian geologi dan fisiologi sekitar terbukti bahwa di titik 32 terdapat bekas rumah yang telah hancur. Hal ini Gambar 3 Peta persebaran frekuensi natural
juga didukung oleh penelitian Warnana et al (2011) yang menyatakan bahwa amplifikasi lebih dominan dipengaruhi oleh faktor geologi
Namun, dalam penelitian ini hasil dari analisiss amplifikasi ini tidak dijadikan acuan primer sebagai dasar karakterisasi tanah. Menurut Nguyen dkk (2009) pengguanaan faktor amplifikasi dalam mengkarakterisasi tanah masih menjadi perdebatan diantara para ahli. Dalam menarik kesimpulan lebih,masih diperlukan tambahan parameter yang lain untuk bisa menghubungkan antara nilai frekuensi natural dan amplifikasi tanah dalam mengkaraktersasi tanah.
Selanjutnya, untuk lebih menguatkan analisissi karakteristik tanah dilakukan perhitungan Indeks Kerentanan Tanah (Furneability Index). Nakamura (2000) memberikan persamaan indeks kerentanan tanah (Kg) seperti pada persamaan (6).
(6) Dengan Kg adalah indeks kerentanan tanah, Am adalah
amplifikasi tanah dan f0 adalah frekuensi natural. Hasil dari
perhitungan ini kemudian disebar menjadi peta kontur seperti
Gambar 5.
Indeks kerentanan tanah ini digunakan untuk mengidentfikasi suatu daerah yang rentan terhadap gerakan tanah yang kuat. Hasil dari frekuensi natural dan amplifikasi dihubungkan menggunakan persamaan 6. Berdasarkan pada Huang dan Tseng (2002) menggunakan ini untuk memetakan area alluvial fan di Yuan Lin dan menunjukan umumnya nilai kerentanan yang tinggi akan berpotensi mengalami likuifaksi.
Dari Gambar 5 hasil range niali indeks kerentanan tanah adalah berkisar 5-65. Jika dikorelasikan dengan penelitian oleh Huan dan Tseng (2002) dan Daryono (2009) maka daerah di utara, disekitar titik 42 dan di sisi barat, titik 32 diprediksi paling berpotensi terhadap potensi likuifaksi. Kontras indeks kerentanan tanah terlihat di sisi timur dan selatan daerah penelitian. Nilai indeks kerentanan tanah di sisi timur dan selatan rata rata berada di bawah 20.
Sebaran frekuensi natural, amplifikasi dan kerentantan telah disajikan. Dari hasil ini dapat ditarik kesimpulan awal bahwa
daerah penelitian memiliki kondisi bedrock dominan dangkal. Bedrock dalam ditemukan di titik 32 dan 42. Selain itu, hasil analisiss lainnya juga dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi litologi daerah penelitian didominasi lempung (clay). Adapun daerah dengan rentan nilai diantara tinggi dan rendah diduga berupa alluvium lempung berlanau. Hal ini match dengan hasil soil boring yang menyajikan data litologi berupa lempung (clay)-lempung berlanau (silty clay) dan pasir berlanau (silty sand).
Karakteristik tanah telah didekati menggunakan analisis hasil dari kurva HVSR. Selanjutnya, akan dilakukan inversi kurva HVSR menggunkan program ModelHVSR yang dikembangkan Herak (2008). Inversi ModelHVSR ini menggunakan propagasi Monte Carlo dalam usaha untuk mengestimasi persebaran nilai kecepatan gelombang geser di masing masing titik pada setiap kedalaman. Nantinya, hasil dari inversi ModelHVSR ini kemudian dipetakan ke dalam bentuk penampang persebaran Vs secara 3D.
Dalam melakukan inversi HVSR, selain dibutuhkan nilai dari spektrum H/V juga dibutuhkan beberapa parameter fisis lain. Sungkono (2011) menjelaskan bahwa dibutuhkan input nilai Vp,Vs,h,,Qp dan Qs. Nilai h dan didapat dari data Soil Boring. Menggunakan persamaan Gardner (1974) dengan input nilai didapatkan nilai Vp dan Vs. Qs dan Qp adalah faktor redaman dari Vs dan Vp yang masing masing bernilai 1/10 Vs dan 2Qs. Parameter parameter ini digunakan sebagia inisialiasasi awal sebelum dilakukan inversi kurva H/V. Penampang (GUI) proses inversi ModelHVSR seperti pada
Gambar. 6.
GUI proses inversi ModelHVSR terdiri dari tiga bagian,bagian yang pertama adalah kotak dialog atas yang berisi kurva HVSR warna hitam dan warna merah. Kurva warna merah menunjukkan nilai observasi dan kura warna hitam adalah nilai hasil estimasi. Dalam analisiss ini dilihat hasil fitting puncak kurva warna hitam dengan puncak kurva warna merah, apabila ditiik puncak kurva merah dan hitam berhimpit maka kualitas data baik. Namun, apabila ditemui puncak kurva tidak saling berhimpit maka perlu dilakukan modifikasi pembobotan logarithmic dan penambahan nilai K menjadi 0.1-0.3. Ketidak fitan antara data observasi dan data estimasi (inversi) dimungkinkan disebabkan oleh beberapa Gambar 5 Peta sebaran Indeks Kerentanan Tanah
hal, sebagaimana yang disebutkan Dal Moro (2010) yakni pengaruh gelombang permukaan pada frekuensi di atas frekuensi dasar. Selain itu juga bisa disebabkan karena pengaruh angina dalam pengukuran HVSR (Muccoarelli et al, 2004).
Untuk kolom dialog kanan, merupakan kolom yang menampilkan hubungan kecepatan gelombang P dan S terhadap kedalaman. Kecepatan gelombang P untuk masing masing lapisan dan kedalaman digambarkan oleh garis warna hitam. Sedangkan untuk kecepatan gelombang S direpresentasikan dengan garis merah. Sedangkan untuk kolom paling bawah adalah grafik yang menunjukkan hubungna propasi dan fungsi error. Grafik porpagasi ini berbasis pada propagasi Monte Carlo. Metode Monte Carlo adalah teknik yang melibatkan menggunakan angka acak dan kemungkinan untuk memecahkan masalah. Monte Carlo Istilah Metode ini diciptakan oleh S. Ulam dan Nicholas Metropolis mengacu pada permainan kesempatan, atraksi yang populer di Monte Carlo, Monako. [13][14].
Hasil dari inversi ini, kemudian dilakukan pemodelan secara 3D menggunakan Rockwork. Peta 3D didapat menggunakan interpolasi iso-surface. Peta 3D terlihat seperti Gambar. 7.
Garis hitam pada gambar 7.a menunjukkan daerah landslide. Sedangkan dari hasil gambar 7b dilihat dari gradasi warna terlihat bahwa nilai Vs rendah dengan rentan 400-500 m/s menyebar meratan. Namun, terlihat bahwa di daerah sekitar landslide persebaran Vs rendah lebih tebal dari pada daearh lain. Tebal rata rata Vs rendah untuk daerah landslide mencapai 7-12 meter.
Apabila dikembalikan pada data hasil soil boring maka terlihat bahwa lapisan lempung berlanau maupun lanau berlempung cenderung memiliki Vs lebih rendah dari lempung berpasir. Hal ini mengidentifikasikan bahwa lapisan bawah permukaan Jombok didomiasi oleh lapisan sedimen alluvium beruipa lempung-lanau dan pasir yang merupakan endapan sungai.
Berdasarkan hasil penggambaran Vs dari hasil inversi ModelHVSR kemudian dikorelasikan lagi dengan hasil analisiss frekuensi natural tanah, amplifikasi dan Kg dan hasilnya adalah menemukan kecocokan. Secara fisiografis, daerah dengan garis hitam yang merupakan area landslide
cenderung memiliki nilai frekuensi natural rendah, amplifikasi tinggi dan indeks kerentanan tanah tinggi. Hasil penampang Vs menunjukkan pula bahwa kondisi geologi yang berupa Caly memiliki nilai Vs rendah dengan ketebalan lebih dari 10 meter. Secara geologi clay juga memiliki sifat dinamik rentan terhadap fenomena pembasahan dan pengeringan, yakni mudah menggembang oleh pembasahan, dan mengempis oleh pengeringan. Kondisi ini pula yang mungkin menyebabkan daearah Jombok rawan teerhadap bencana longsoran tanah.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Tugas Akhir yang berjudul “Profilling Persebaran Kecepatan Gelombang Geser (Vs) Bawah Permukaan Menggunakan Inversi Mikrotremor Spektrum H/V" adalah:
a. Rentan Frekuensi Natural di daerah penelitian berkisar antara 0.5-7. Rentan Amplifikasi tanah berada di rentan 2-10. Sedangkan rentan nilai Indeks Kerentanan Tanah (Kg) berada di range 0-65.
b. Berdasarkan hasil analisis Frekuensi Natural dan Amplifikasi, sisi utara dan barat lokasi penelitian memiliki kecenderungan tanah yang rentan terhadap bahaya seismisitas.
c. Inversi ModelHVSR mampu dengan baik menggambarkan Vs bawah permukaan dari data mikrotremor dan soil boring.
d. Hasil penggambaran penampang 3D Vs bawah permukaan, terlihat bahwa nilai Vs rendah di sisi barat (bagian landslide) berada di permukaan hingga kedalaman 15 meter. Sedangkan di sisi timur Vs rendah cenderung tipis, antara 0-5 meter dari permukaan.
UCAPANTERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA ITS yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga meyampaikan terimakasih kepada JICA yang memberikan dukungan finansial untuk pelaksanaan penelitian ini.
Gambar 7(a) Penampang Model 3D Persebaran Vs (b) Sayatan persebaran Vs
PUSTAKA
[1] Asrurifak, M., 2009. Peta Spektra Hazard Indonesia Dengan Menggunakan Model Gridded Seismicity Untuk Sumber Gempa Background. Penerbit ITB
[2] Atmoko, P, W., 2010. Penyelidikan Zona Longsor dengan Metode Resistivity Di Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Malang. Jurnal Natural UB
[3] Ardianto, R, N., Arief R., Suroso., 2011. Penyelidikan Longsor di Dusn Songkorejo Desa Jombok Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Malang. Jurnal UB
[4] Mustomo, I., 2013., Studi Perubahan Karakteristik Fisik, Mekanik Dan Dinamik Tanah Terhadap Siklus Pembasahan Dan Pengeringan Pada Tanah Permukaan Lereng Di Ngantang – Malang. ITS Surabaya. Jurnal Teknik POMITS Vol 1, No.1 (2013) 1-7.
[5] Beroya MAA,Aydin A., 2009. A new aproach to liquefaction hazard zonation:Application to Laoag City Northen Phillipina;Soil Dynamics and Earthquake Engineering;30,1338-1351.
[6] Herak, M. (2008)., “ModelHVSR: a Matlab tool to model horizontal-to-vertical spectral ratio of ambient noise”, Computers and Geosciences, vol.34, hal. 1514–1526.
[7] Nakamura, Y., Sato, T., and Nishinaga, M., 2000. Local Site Effect Of Kobe Based On Microtremor Measurement. Proceedings of the Sixth International Conference on Seismic Zonation (6ISCZ) EERI, November 12-15, 2000/ Palm Springs. California.
[8] Sungkono., 2011. Inversi Terpisah Dan Simultan Dispersi Gelombang Rayleigh Dan Horizontal to Vertical Ratio Menggunakan Algoritma Genetik. Thesis ITS. Surabaya. Thesis ITS
[9] Budiono, K., Handoko., H., dan Godwin. 2010. Penafsira Struktur Geologi Bawah Permukaan di Kawasan Semburan Lumpur Sidoarjo, Berdasarkan Penampang Ground Penetratring Radar. Junal Geologi Indonesia, Vol. 5 No,3 September 2010: 187-195
[10] Daryono dkk., 2009, Efek Tapak Lokal (Local Site effect) di Graben Bantul Berdasarkan Pengukuran Mikrotremor. International Conference Earth Science And Technology. Yogyakarta 6-7 August 2009. [11] Nakamura Y, 1989, A method for dynamic characteristics estimation of
subsurface using microtremor on the ground surface, Quarterly Report of the Railway Technology Research Institute, Japan ;30(1):25–33. [12] Gardner, G.H.F., Gardner, L.W., and Gregory, A.R., 1974, Formation
velocity and density – the diagnostic basics for stratigraphic traps: Geophysics, 39, 770-780.
[13] Hoffman, P., 1998, The Man Who Loved Only Numbers: The Story of Paul Erdos and the Search for Mathematical Truth. New York: Hyperion, pp. 238-239.
[14] Metropolis, N. and Ulam, S., 1949, "The Monte Carlo Method." J. Amer. Stat. Assoc. 44, 335-341.