• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio Pada Perhitungan Frekuensi Natural dan Amplitudo HVSR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio Pada Perhitungan Frekuensi Natural dan Amplitudo HVSR"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Aplikasi Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio Pada Perhitungan

Frekuensi Natural dan Amplitudo HVSR

Samsul Hidayat

1*

, Cari

1

, Dwa Desa Warnana

2

, Sorja Koesuma

3

1Prodi Ilmu Fisika, PPs, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah 2Prodi Teknik Geofisika, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih Sukolilo Surabaya Jawa Timur

3Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah

*Email: cak.syam.hidayat@gmail.com

Abstrak – Salah satu kejadian alam yang dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar baik material maupun nonmaterial adalah kejadian alam gempa bumi. Meningkatnya kejadian gempa bumi di sekitar Gunung Pandan Bojonegoro perlu disikapi dengan serius melalui kegiatan penelitian geofisika, sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran nilai frekuensi natural dan nilai amplitudo HVSR menggunakan metode mikrotremor, yang dipercaya memiliki kontribusi penting dalam mitigasi bencana gempa bumi. Pengukuran dilakukan di lereng sebelah utara Gunung Pandan Bojonegoro atau secara geografis terletak antara 07,44276° – 07,44903° LS dan 111,77987° – 111,79110° BT. Pengolahan data menggunakan metode analisis kurva HVSR dengan software Easy HVSR. Diperoleh nilai frekuensi natural berkisar antara 2,15 Hz hingga 13,4 Hz dan nilai amplitudo HVSR antara 2,07 hingga 10,83. Berdasarkan data tersebut terdapat satu titik pengukuran yang terindikasi rentan guncangan gempa bumi, yaitu sisi Barat Laut lokasi penelitian.

Kata kunci: mikrotremor, kurva HVSR, frekuensi natural, amplitudo HVSR

Abstract – One of the natural events that can cause huge losses of both material and non-material is an earthquake. Increasing events of earthquakes on the surrounding Pandan mountain, Bojonegoro, needs to be addressed seriously through geophysical research activities, as an effort of earthquake disaster mitigation. This research aims to know the distribution of the natural frequency value and the HVSR amplitude value using micro tremor method that is believed to have an important contribution on mitigating earthquake disaster. This research was carried out on the northern slopes of the Pandan mountain, Bojonegoro, or geographically located between 07.44276° – 07.44903° LS and 111.77987° – 111.79110° BT. The data processing was utilizing the HVSR curve analysis method using Easy HVSR software. The result determined that the natural frequency value are ranging from 2.15 Hz to 13.4 Hz and the HVSR amplitude value are ranging from 2.07 to 10.83. Based on these data, it can be concluded that one point of measurement located at the northwestern side of the research sites, is indicated as vulnerable to an earthquake shake.

Keywords: microtremor, HVSR curve, natural frequency, HVSR amplitude

I. PENDAHULUAN

Sejumlah wilayah di Indonesia berulang kali dilanda gempa bumi. Salah satu wilayah tersebut adalah wilayah sebelah selatan Kabupaten Bojonegoro. Gunung Pandan berada di wilayah Kabupaten Bojonegoro sebelah selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Madiun dan

Kabupaten Nganjuk. Berdasarkan pemetaan yang

dilakukan oleh Pringgoprawiro dan Sukido [1], geologi Lembar Bojonegoro (Gambar 1), secara umum keadaan geologi di sekitar Gunung Pandan (ditandai dengan garis putus-putus warna merah) tersusun oleh batuan breksi pandan (breksi gunung api) berumur plistosen akhir.

Data gempa bumi yang terekam selama tahun 2016 dari BMKG (Gambar 2) [2], memvisualisasikan banyaknya kejadian gempa bumi di sekitar Gunung Pandan Bojo-negoro. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kejadian gempa di tahun 2016 mengalami kenaikan yang signifi-kan. Untuk mengurangi dampak resiko bencana, maka perlu dilakukan upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana gempa bumi dapat dilakukan dengan mengkaji kondisi

geologi lokal atau efek tapak lokal (local site effect) daerah setempat [3-4].

Gambar 1. Peta geologi Lembar Bojonegoro.

Bangunan permukiman penduduk dapat mengalami kerusakan jika terkena efek guncangan gempa bumi. Tingkat kerusakan yang mungkin terjadi bergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, percepatan getaran tanah, kondisi geologi lokal, dan geotektonik di lokasi bangunan berdiri [5]. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk

(2)

mengurangi dampak kerugian akibat guncangan gempa bumi adalah dengan meningkatkan kekuatan dan kualitas bangunan, dan mengetahui karakteristik respon tanah terhadap getaran gempa bumi [6].

Gambar 2. Peta seismisitas di sekitar Gunung Pandan selama

tahun 2016.

Penelitian mikrotremor banyak memberikan

sumbangsih pada mitigasi bencana, keperluan geoteknik,

dan perencanaan kota [7]. Metode pengukuran

mikrotremor dapat diaplikasikan di wilayah pemukiman padat penduduk karena metode ini tidak menimbulkan kerusakan pada tanah, ramah lingkungan dan tidak menimbulkan kebisingan. Pengukuran mikrotremor tidak membutuhkan sumber getaran buatan, karena yang direkam adalah getaran yang berasal dari alam. Perekaman mikrotremor mampu memberikan informasi karakteristik lapisan tanah berdasarkan parameter frekuensi natural, periode dominan, dan faktor penguatan

gelombang (amplifikasi) [8] tanpa membutuhkan

informasi geologi yang lain [9]. Metode analisisnya yang populer saat ini adalah metode analisis kurva HVSR (horizontal to vertical spectral ratio) yang diusulkan dan dikembangkan oleh Yutaka Nakamura [10]. Parameter penting tanah yang dihasilkan dari analisis kurva HVSR adalah nilai frekuensi natural tanah dan nilai amplitudo HVSR. Kerusakan bangunan akibat efek guncangan gempa bumi terjadi pada parameter HVSR frekuensi natural rendah dan amplifikasi tinggi [5,13]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran nilai frekuensi natural dan nilai amplitudo HVSR di lokasi penelitian.

II. LANDASAN TEORI 2.1 Mikrotremor

Pustaka [11] memberikan penjelasan, mikrotremor atau disebut juga ambient noise merupakan getaran tanah dengan amplitudo pergeseran sekitar 0,1-1 mikron dan amplitudo kecepatan 0,001-0,01 cm/detik yang dapat dideteksi dengan seismograf khusus. Mikrotremor dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan rentang periodenya. Jenis pertama mikrotremor periode pendek dengan periode kurang dari 1 detik, dan keadaan ini terkait dengan struktur bawah permukaan yang dangkal dengan ketebalan beberapa puluh meter. Sumber getaran mikrotremor periode pendek dapat berasal dari aktivitas manusia, seperti kebisingan lalu lintas kendaraan, mesin pabrik dan lain sebagainya. Jenis kedua adalah mikrotremor periode panjang dengan periode lebih dari 1

detik, keadaan ini terkait struktur tanah yang lebih dalam, menunjukkan dasar dari batuan keras. Pustaka [12] memberikan uraian tentang perkembangan penelitian mikrotremor, diawali penlitian mikrotremor oleh Omori pada tahun 1908, kemudian Kanai dan Tanaka pada tahun 1961 mengusulkan rekayasa aplikasi mikrotremor, dan

pada tahun 1970 teknik penggunaan rasio

spektrumhorizontal to vertical dari mikrotremor diperkenalkan oleh Nagoshi dan Igarashi. Nakamura pada tahun 1989 dalam artikelnya [10] mengajukan metode baru dalam analisis mikrotremor yaitu metode Horizontal

to Vertical Spectral Ratio (HVSR).

2.2 Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR)

Metode HVSR sangat populer sampai sekarang dan telah mendunia. Metode HVSR didasarkan pada asusmsi bahwa perbandingan spektrum horizontal dan vertikal dari getaran permukaan merupakan fungsi perpindahan

[10]. Fungsi transfer ST pada permukaan tanah dapat

dituliskan pada persamaan

ST = (1)

dengan SHS spektrum komponen gerak horizontal

dipermukaan tanah dan SHB spektrum komponen gerak

horizontal dari batuan dasar ke permukaan tanah.

Komponen SHS dengan mudah mengalami pengaruh dari

gelombang Rayleigh. Mirzaoglu dan Dykmen [11] memberikan uraian bahwa metode yang diusulkan Nakamura pada tahun 1989 didasari dengan beberapa asumsi sebagai berikut:

 Mikrotremor tersusun dari beberapa jenis gelombang tetapi yang utama adalah gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan lunak (sedimen).

 Pengaruh gelombang Rayleigh ERW pada

mikrotremor termasuk dalam spektrum komponen

gerak vertikal dipermukaan tanah (VS), tetapi tidak

pada spektrum komponen gerak vertikal di batuan

dasar (VB)

ERW = VS/VB (2)

 Tidak ada penguatan komponen vertikal

mikrotremor pada lapisan lunak (sedimen).

 Pada rentang frekuensi 0,2-20 Hz, pengaruh gelombang Rayleigh pada mikrotremor besarnya sama untuk komponen vertikal dan horizontal

. (3)

Asumsi efek gelombang Rayleigh besarnya sama untuk komponen vertikal dan horizontal, memungkinkan mendefinisikan spektral rasio menjadi

= , (4)

. (5)

dengan SM fungsi transfer untuk lapisan tanah. Fungsi

transfer SM hanya bergantung pada hasil pengukuran di

permukaan tanah. Pada pengukuran mikrotremor, ada dua komponen horizontal yang diukur yaitu komponen EW

(3)

(East-West) dan komponen NS (North-South), sehingga komponen horizontal yang digunakan merupakan resultan dari kedua komponen. Persamaan (5) dapat dituliskan menjadi

SM = . (6)

Persamaan (6) menjadi dasar perhitungan metode

horizontal to vertical spectral ratio (HVSR).

Sungkono dan Santosa [13] pada kajian literaturnya memberikan penjelasan bahwa kurva HVSR merupakan gabungan antara gelombang badan dan gelombang permukaan. Pada daerah frekuensi natural, HVSR lebih mendekati gelombang badan, sedangkan untuk frekuensi yang lebih tinggi, gelombang badan dipengaruhi gelombang permukaan. Sehingga HVSR lebih dekat

dengan gelombang badan dari pada gelombang

permukaan.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan sebanyak 8 titik pengukuran mikrotremor. Penelitian dilakukan di lereng sebelah utara Gunung Pandan Kabupaten Bojonegoro atau secara geografis terletak antara 07,44276°–07,44903° LS dan 111,77987°– 111,79110° BT. Perekaman mikrotremor dilakukan menggunakan alat portable seismograf tiga komponen SL07 SARA dengan frekuensi sampling 100 Hz. Durasi waktu perekaman data pada setiap titik sekitar 30 menit. Data hasil perekaman otomatis tersimpan dalam sd card yang terpasang pada alat SL07 SARA.

Gambar 3. Tampilan data mikrotremor dengan menggunakan

software Easy HVSR.

Data hasil perekaman mikrotremor berupa file tiga komponen yang masing-masing berformat EV0, EV1, dan EV2. Data mentah ini kemudian diolah menggunakan

software Geopsy yang bertujuan untuk mengkonversi data

mentah yang masih berformat EV0, EV1, EV2 menjadi berformat SAF sesame (*.saf), agar bisa terbaca pada

software Easy HVSR. File yang sudah berformat (*.saf)

kemudian diolah dengan menggunakan software Easy HVSR, dan akan menjadi berformat (*.EHV). Pada Gambar 3 dapat dilihat data mikrotremor yang sudah diolah menggunakan software Easy HVSR. Ada tiga komponen yang ditampilkan yaitu dua komponen horizontal (North-South dan East-West) dan satu

komponen vertikal (up-down). Data ini masih dalam domain waktu. Untuk mendapatkan nilai frekuensi natural tanah maka data ini perlu diubah dari domain waktu ke domain frekuensi.

Data hasil perekaman ini kemudian dilakukan analisis

noise atau disebut windowing. Tahap windowing memilah

antara data asli dengan noise. Noise dicirikan dengan amplitudo yang membesar dengan tiba-tiba. Data yang terindikasi sebagai noise tidak diikutkan dalam proses

windowing selanjutnya. Proses windowing merupakan

tahapan penting karena akan menentukan kualitas data yang didapatkan benar-benar data mikrotremor yang mencerminkan kondisi riil bawah permukaan daerah penelitian. Panjang window yang digunakan sebesar 40 detik. Tahapan selanjutnya adalah spectral analysis. Pada

spectral analysis, data hasil windowing yang masih dalam

domain waktu diubah ke dalam domain frekuensi dengan menerapkan proses fast fourier transform (FFT) untuk masing-masing window pada setiap komponen EW, NS, dan UD. Kemudian dilakukan penghalusan atau smooting menggunakan tipe Konno-Ohmachi. Proses selanjutnya, komponen horizontal (EW dan NS) disatukan dengan rata-rata kuadrat. Kemudian dilakukan penghitungan rata-rata-rata-rata rasio komponen horizontal dengan komponen vertikal (H/V). Didapatkan kurva HVSR seperti Gambar 4. Dari kurva HVSR diperoleh informasi nilai frekuensi natural tanah dan nilai puncak (amplitudo) HVSR.

Gambar 4. Kurva HVSR hasil pengolahan dengan software

Easy HVSR

Data posisi titik pengukuran didapatkan dari alat GPS, berupa data latitude dan longitude. Data

latitude-longitude dan data frekuensi natural-amplitudo HVSR

kemudian diolah menggunakan software Surfer 13 untuk dijadikan peta kontur. Peta kontur dari hasil olahan kemudian dioverlay dengan peta titik pengukuran yang telah dibuat dengan menggunakan software Google Earth Pro. Selanjutnya peta kontur tersebut dianalisis untuk mengetahui daerah-daerah yang memiliki nilai frekeunsi natural tinggi maupun rendah, dan nilai amplitudo HVSR tinggi maupun rendah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Frekuensi natural merepresentasikan banyaknya

gelombang yang terjadi dalam satuan waktu [13]. Analisis persebaran frekuensi natural dilakukan untuk mengetahui

kedalaman bidang pantul gelombang di bawah

permukaan. Nakamura [14] memberikan perumusan tentang frekuensi natural tanah yang dapat dituliskan sebagai

(4)

(7)

dengan fo merupakan frekuensi natural tanah, Vs

merupakan kecepatan gelombang S, dan h merupakan

kedalaman bedrock. Dari persamaan (7) dapat

disimpulkan bahwa frekuensi natural sebanding dengan kecepatan gelombang S, dan berbanding terbalik dengan kedalaman bedrock. Nilai frekuensi natural yang lebih rendah menunjukkan bedrock yang lebih dalam atau lapisan sedimennya tebal, dan nilai frekuensi natural yang lebih tinggi menunjukkan bedrock yang lebih dangkal atau lapisan sedimennya tipis. Daerah yang rentan mengalami kerusakan bangunan akibat guncangan gempa bumi terjadi pada daerah dengan geologi lapisan sedimen tebal [13]. Informasi frekuensi natural juga dapat bermanfaat untuk perencanaan bangunan. Struktur

bangunan yang mempunyai nilai f0 sama dengan nilai f0

tanah akan mengalami resonansi jika terjadi gempa bumi. Efek resonansi akan memperkuat getaran gempa bumi sehingga menyebabkan bangunan roboh saat terjadi gempa bumi kuat [5].

Berdasarkan peta kontur hasil permodelan pada Gambar 5, area penelitian memiliki nilai frekuensi natural yang bervariasi. Nilai frekuensi natural yang didapat darianalisis kurva HVSR adalah antara 2,15 Hz hingga 13,4 Hz. Titik pengukuran sisi Barat Laut memiliki frekuensi natural yang paling rendah yaitu 2,15 Hz.

Gambar 5. Peta persebaran frekuensi natural tanah.

Gambar 6. Peta persebaran amplitudo HVSR.

Nilai amplitudo kurva HVSR merepresentasikan besarnya penguatan guncangan gempa bumi

(amplifika-si). Pustaka [5] memberikan penjelasan tentang korelasi antara amplitudo HVSR dengan distribusi kerusakan gempa bumi. Daerah yang mengalami kerusakan maksimum memiliki nilai amplitudo HVSR yang lebih besar. Gambar 6 memvisualkan persebaran nilai puncak (amplitudo) HVSR. Nilai amplitudo HVSR yang didapat berkisar antara 2,07 sampai 10,83. Titik pengukuran sisi Barat Laut memiliki nilai amplitudo HVSR yang paling tinggi yaitu 10,83.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diuraikan kesimpulan yaitu nilai sebaran frekuensi natural tanah berkisar antara 2,15 Hz hingga 13,4 Hz, dan nilai amplitudo HVSR yang didapat berkisar antara 2,07 sampai 10,83. Dari permodelan peta kontur persebaran frekuensi natural tanah dan persebaran amplitudo HVSR, sisi Barat Laut lokasi penelitian memiliki kecenderungan tanah yang rentan terhadap efek guncangan gempa bumi.

PUSTAKA

[1] Pringgoprawiro dan Sukido, Peta geologi lembar Bojonegoro, Jawa Timur, Pusat penelitian dan pengembangan geologi, Bandung, 1992.

[2] BMKG, Peta seismisitas disekitar Gunung Pandan, 2016. Website: http://repogempa.bmkg.go.id/index_peta.php?

-id=101&session_id=ZSSjhKO8, diakses 2 Februari 2017. [3] Mendecki, M.J., Bieta, B., Mateuszow, M., dan Suszka,

P., Comparison of site effect values obtained by HVSR and HVSRN methods for single-station measurements in Tarnowek, south-western Poland, Contemp. Trends. Geosci. 5(1), 2016, pp 18-27.

[4] Sunardi, B., Daryono, Arifin, J., Susilanto, P., Ngadmanto, D., Nurdiyanto, B., dan Sulastri, Kajian potensi bahaya gempa bumi daerah Sumbawa berdasarkan efek tapak lokal, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, vol 13, no 2, 2012, hlm 131-137.

[5] Ngadmanto, D., Susilanto, P., Nurdiyanto, B., Pakpahan, S., dan Masturyono, Efek Tapak Lokal Pada Daerah Kerusakan Akibat Gempa Bumi Bogor 9 September 2012. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, vol. 14, No. 3, 2003, hlm. 109-116.

[6] Muhtar dan Alihudien, A., Indek kerentanan dan amplifikasi tanah akibat gempa di wilayah universitas Muhammadiyah Jember, Media Teknik Sipil, vol 12, no 2, 2014, hlm 158-162.

[7] Syahruddin, M.H., Aswad, S., Palullungan, E.F., Maria, Syamsuddin, Penentuan profil ketebalan sedimen lintasan kota Makassar dengan mikrotremor, Jurnal Fisika, vol. 4, no.1, 2014, hlm 17-25.

[8] Arifin, S.S. Mulyatno, B. S., Marjiyono, dan Setianegara, R., Penentuan zona rawan guncangan bencana gempa bumi berdasarkan analisis nilai amplifikassi HVSR mikrotremor dan analisis periode dominan daerah Liwa dan sekitarnya, Jurnal Geofisika Eksplorasi, vol 2, no. 1, 2014, hlm. 30-40.

[9] Nakamura, Y., On the H/V Spectrum, the 14th World

Conference on Earthquake Engineering, Beijing, 12-17 Oktober 2008.

[10] Nakamura, Y., A method for dynamic characteristics estimation of subsurface using microtremor on the ground surface, Quarterly report of RTRI, vol. 30 no. 1, 1989, pp 25-33.

(5)

[11] Mirzaoglu, M. dan Dykmen, U. Aplication of microtremors to seismic microzoning procedure, Journal of The Balkan Geophysical Society, vol.6, no. 3, 2003, pp 143-156.

[12] Mudamakin, P.H., Rudiyanto, A., Rohadi, S., Amalia, R., Studi awal respon dinamis berdasarkan pengukuran mikrotremor di bendungan Karangkates Malang, Prosiding Seminar Nasional Fisika SNF2015, vol IV, Jakarta, Oktober 2015, hal 7-12.

[13] Sungkono dan Santosa, B.J., Karakterisasi Kurva Horizontal-To-Vertical Spectral Ratio: Kajian Literatur Dan Permodelan. Jurnal Neutrino, vol. 4, no.1, 2011, hlm. 1-15.

[14] Nakamura, Y., Clear identification of Fundamental idea of Nakamura's technique and its applications. 12thWorld Conferences on Earthquakes Engineering (12WCEE), Auckland, 30 January-February 2000.

TANYA JAWAB Anonim

 Bagaimana cara mengetahui data yang didapat benar-benar data mikrotremor?

 Perbedaan warna pada peta kontur, Jelaskan!

Samsul Hidayat, UNS

 Data yang didapat dari perekaman pasti mengandung

noise, maka perlu dilakukan proses windowing yaitu

membuang noise sehingga yang didapat benar-benar data mikrotremor.

 Data fo dan A yang didapat pada setiap titik diolah

dengan menggunakan software surfer, tiap warna mencirikan nilai tertentu. Lebih banyak titik pengukuran maka keakuratan data yang didapat akan lebih reliable.

Gambar

Gambar 1. Peta geologi Lembar Bojonegoro.
Gambar  2.  Peta  seismisitas  di  sekitar  Gunung  Pandan  selama  tahun 2016.
Gambar  4.  Kurva  HVSR  hasil  pengolahan  dengan  software   Easy HVSR
Gambar 5. Peta persebaran frekuensi natural tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal dengan arah gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Gelombang P

Penelitian ini dibatasi masalahnya pada pengolahan dan analisis data mikrotremor untuk mengetahui karakteristik tanah permukaan ( soil ) di Kota Surabaya berdasarkan nilai

suatu penelitian dan penulis mencoba melakukan penelitian yang Berjudul Identifikasi Indeks Kerentanan Seismik Di Bendungan Bili-Bili Kabupaten Gowa Dengan

Dari kondisi geologi Kapanewon Berbah Kabupaten Sleman yang juga termasuk dalam daerah rawan gempa, maka dapat dilakukan identifikasi karakteristik dinamika tanah,

Tugas akhir yang berjudul “Analisis Nilai Indeks Kerentanan Tanah(Kg) dan Percepatan Tanah Maksimum (PGA) Berdasarkan Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio

Lapisan tanah di wilayah bagian Selatan kecamatan ini (sayatan CC’) dengan ketebalan sedimen 0 s.d 20 m tergolong kerikil berpasir keras, kerikil berpasir, lempung

Berdasarkan kombinasi nilai kemiringan lereng, faktor geologi, ketebalan sedimen, dan nilai PGA, dapat disimpulkan bahwa daerah yang paling rentan terhadap bencana tanah longsor adalah