• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Tinjauan Teori Kecerdasan Visual-Spasial

a. Pengertian Kecerdasan

Pengertian kecerdasan menurut Gould dalam Pediatri (2005: 86) adalah kapasitas mental umum yang meliputi kemampuan untuk memberikan alasan, membuat rencana, memecahkan masalah, berfikir abstrak, menghadapi ide yang kompleks, belajar dari pengalaman, dan dapat diukur dengan tes Intelligence Quotient yang tidak dipengaruhi oleh budaya dan genetik yang berperan besar. Kecerdasan merupakan kebolehan seseorang individu memahami alam persekitarannya, dirinya dan kepakarannya yang ada padanya yang boleh menolong dia menghadapi cobaan hidup. Menurut Gardner (2003) bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang spesifik, belajar material baru dengan cepat dan efisien dan menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Kecerdasan merupakan bakat tunggal yang dipergunakan dalam situasi menyelesaikan masalah apapun. Pandangan tentang kecerdasan harus mengakui bahwa setiap orang mempunyai kekuatan pemahaman berbeda dan berdiri sendiri, menerima bahwa orang mempunyai kekuatan berbeda dan gaya pemahaman yang kontras.

Kecerdasan telah ada dan mengakar dalam syaraf manusia terutama dalam otak yang merupakan pusat seluruh aktifitas manusia (Surya, 2007: 1). Semua anak pada dasarnya adalah cerdas, namun dengan kadar yang berbeda pada setiap anak. Berdasarkan hasil penelitian Gardner dalam Sujiono dan Sujiono (2010: 48) mengklaim bahwa ada berbagai macam kecerdasan pada diri anak yang berhubungan dengan cara belajar dan mengajar. Gardner dalam Sujiono (2009: 182) mengemukakan teori

(2)

commit to user

yang disebut multiple intelligence dalam bukunya Frames of Mind. Teori ini mengatakan, ada banyak cara belajar dan anak-anak dapat menggunakan intelegensinya yang berbeda untuk mempelajari sebuah ketrampilan atau konsep. Teori Multiple Intelegence yang dikemukakan oleh Gardner (2003) mendeskripsikan tujuh kecerdasan manusia yaitu: 1) Kecerdasan linguistik/ bahasa adalah kecerdasan dalam mengolah kata

atau kemampuan menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis.

2) Kecerdasan matematis- logis adalah kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan ini melibatkan ketrampilan mengolah angka dan kemahiran menggunakan logika atau akal sehat.

3) Kecerdasan visual-spasial adalah kecerdasan yang berhubungan erat dengan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang atau untuk anak di mana dia berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk memecahkan suatu masalah atau menemukan jawaban.

4) Kecerdasan musikal adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi, membedakan, mengubah, mengekspresikan.

5) Kecerdasan kinestetik/ gerak adalah kecerdasan di mana saat menggunakannya mampu melakukan gerakan-gerakan yang bagus, berlari, menari, membangun sesuatu, semua seni dan hasta karya. 6) Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan berkomunikasi dengan

orang lain, memimpin, kepekaan soasial, kerja sama dan empati. 7) Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan diri untuk berfikir secara

reflektif, yaitu mengacu kepada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri.

Munculnya teori Multiple Intelegence atau kecerdasan majemuk membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu dan kurang menguasai bidang lain. Maksud dari pernyataan tersebut adalah kedelapan

(3)

commit to user

kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner bisa saja dimiliki oleh individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Kecerdasan merupakan kemampuan untuk mengerti ide yang kompleks, mampu beradaptasi dengan efektif terhadap lingkungannya, mampu belajar dari pengalaman, mampu melaksanakan tugas dalam berbagai macam situasi, mampu mengatasi hambatan dengan menggunakan pikirannya.

b. Pengertian Kecerdasan Visual-Spasial

Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan

menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat. Kecerdasan visual spasial meliputi kumpulan kemampuan yang saling berkait, termasuk perbedaan visual, pengenalan visual, proyeksi, gambaran mental, pertimbangan ruang, manipulasi gambar dan duplikasi dari gambaran dalam atau gambaran eksternal, setiap atau semua yang dapat diekspresikan (Campbell, Cambpell dan Dickinson, 2010: 108). Visual spasial adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang- visual secara akurat, membayangkan keruangan dan melakukan perubahan- perubahan terhadap persepsi tersebut. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, wujud, ruang dan hubungan-hubungan yang ada antara unsur-unsur ini, serta menggambarkannya dalam sebuah bentuk (Martuti, 2012: 73). Menurut Armstrong (2013: 7) bahwa kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan untuk memahami dunia visual spasial secara akurat dan melakukan perubahan-perubahan pada persepsi tersebut. Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan-hubungan yang ada diantara unsur- unsur ini. Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan, mewakili ide-ide visual atau spasial secara grafis dan mengorientasikan diri secara tepat

(4)

commit to user

dalam sebuah matriks spasial. Kecerdasan visual-spasial memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan manusia. Pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan kecerdasan visual spasial. Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan, rancangan busana, pahatan, bahkan benda-benda sehari-hari yang dipakai manusia pun adalah hasil buah kecerdasan visual-spasial yang tinggi.

Menurut Stanford (2003: 81) dalam jurnal Multiple Intelligence

For Every Classroom menyatakan Visual/spatial intelligence: visual arts, navigation, mapmaking, architeture, and games requiring the ability to visualize objects from different perspectives and angels. Pendapat tersebut

berarti kecerdasan visual spasial dibutuhkan dalam memvisualisasikan objek dari perspektif yang berbeda pada seni visual, navigasi, pembuatan peta, bangunan dan permainan. Kecerdasan Visual-Spasial dapat distimulasi melalui berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin, mencecap, dan menyusun potongan gambar. Guru perlu

menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung anak dalam

mengembangkan daya imajinasi mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (Lego, puzzle, lasie), balok-balok bentuk geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan menggambar, pewarna, alat-alat dekoratif (kertas warna-warni, gunting, lem, benang), dan berbagai buku bergambar. Menurut Gardner (2003: 43) menyatakan otak kanan terbukti tempat paling penting untuk pemrosesan ruang. Kerusakan di otak kanan bagian belakang menyebabkan kerusakan kemamuan menemukan jalan ke suatu tempat, mengenali wajah atau pemamdangan atau memperhatikan rincian yang halus. Kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi diotak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek) pada awal masa kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka pikir euclidean pada usia 9-10 tahun. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.

(5)

commit to user

Anak usia 4 tahun umumnya, sudah mengenal spasial dua arah biner (berpasangan) seperti arah depan-belakang, atas-bawah, sana-sini, meskipun terkadang masih bingung dengan arah kanan dan kiri. Mereka belum dapat memahami arah mata angin, meskipun diantaranya dapat menyebutkan nama mata angin. Menurut Beredekamp dan Copple dalam Musfiroh (2004: 86) menyatakan anak usia 4 tahun sudah dapat menata balok-balok menjadi bentuk yang tinggi dan agak kompleks. Mereka yang menunjukkan kemampuan memperkirakan secara spasial yang masih terbatas, dan cenderung merusak posisi atau benda. Mereka cenderung mengubah mainan yang memiliki bagian-bagian yang masih bagus. Kecerdasan visual spasial anak usia 5-6 tahun dapat dilihat pada kesenangan dan kemampuan mereka mengunakan pensil warna untuk menggambar atau mewarnai sebaik mereka menggunakan krayon. Mereka juga dapat berekplorasi dengan cat termasuk cat air (Bronson dalam Musfiroh, 2004: 196).

Menurut Rustu dan Ozgen (2010: 12) dalam jurnal Reability and

Validity Analysis of the Multiple Intelligence Perception Scale menyatakan spatial intelligence involves the potential to recognize and use the patterns of wide space and more confined areas. Pendapat tersebut berarti

kecerdasan spasial melibatkan kemampuan berfikir anak untuk mengenali pemahaman tentang pola ruang yang luas dan daerah yang terbatas. Menurut Yusuf dan Nurihsan dalam Agustin, (2006: 36) mengemukakan, kecerdasan spasial sebagai sekumpulan kemampuan- kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman, proyeksi visual, imajinasi mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta penggadaan imajinasi nyata maupun imajinasi dalam diri/ abstrak.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual-spasial adalah kemampuan untuk menangkap dunia visual secara tepat, mencakup berfikir dalam gambar, serta kemampuan untuk menyerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual spasial seperti gambar, angka, warna, dan garis, serta

(6)

commit to user

kemampuan untuk mengamati dan memahami bentuk tiga dimensi. Dimana kemamoupuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar mengajar serta mengenali lingkungan sekitarnya. Misalnya kemampuan hubungan keruangan merupakan bagian yang sangat penting dalam belajar matematika, demikian juga kemampuan membedakan huruf dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar membaca.

c. Ciri-Ciri Kecerdasan Visual Spasial Anak

Yaumi (2012: 16) ada tiga kunci mendefinisikan kecerdasan visual spasial yaitu (a) mempersepsikan yakni menangkap dan memahami sesuatu melalui panca indera; (b) visual spasial terkait dengan kemampuan mata khususnya warna dan ruang; (c) menstransformasikan yakni mengalihkan bentukan hal yang ditangkap mata ke dalam bentuk wujud lain, misalnya melihat, mencermati, merekam, menginterprestasikan dalam pikiran lalu menuangkan rekaman dan interprestasi tersebut ke dalam bentuk lukisan, sketsa, atau kolase. Ciri-ciri dengan kecerdasan visual spasial tinggi yaitu (a) mampu memahami peta, gambar, skema dan lainnya; (b) mampu berfantasi dan berimajinasi lebih kreatif; (c) mampu membayangkan atau menggambarkan benda-benda yang dilihatnya

Kecerdasan visual spasial pada anak beserta indikatornya yang dicetuskan oleh Howard Gardner dalam Agustin, (2006:37) diuraikan sebagai berikut :

Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan memahami,

memproses, dan berpikir dalam bentuk visual. Anak dengan kecakapan ini mampu menerjemahkan bentuk gambaran dalam pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Adapun cirri-ciri yang tampak pada aktifitas anak adalah sebagai berikut : 1) Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan

(7)

commit to user

2) Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.

3) Memiliki kemampuan mengenai identitas objek ketika objek itu ada pada sudut pandang yang berbeda.

4) Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.

5) Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsur-unsur bangunan.

Pengembangan indikator yang digunakan untuk meningkatkan kecerdasan visual spasial adalah nomor romawi III lingkup perkembangan kognitif, pada nomor 19 dengan indikator pembelajaran menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk utuh (7-10 keping), pada nomor 26 dengan indikator pembelajaran membedakan benda- benda yang berbentuk

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri kecerdasan visual spasial pada anak adalah mampu memahami dan menentukan gambar, berimajinasi kreatif, dan membayangkan benda- benda yang dilihatnya, membedakan bentuk, mampu memecahkan masalah sederhana secara visual dan spasial serta memiliki kepekaan terhadap garis, warna, bentuk, ruang, dan bangunan. Penelitian ini menggunakan 3 aspek penilaian yaitu anak mampu untuk membedakan bentuk, menentukan gambar dan menyelesaikan masalah sederhana.

d. Cara Mengembangkan Kecerdasan Visual Spasial

Upaya membantu mengembangkan kecerdasan visual spasial anak menurut Sujiono (2009: 190) menguraikan bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak sebagai berikut: 1) Mencoret-coret, untuk mampu menggambar, anak memulainya dengan

tahapan mencoret terlebih dahulu. Mencoret biasanya dimulai sejak anak berusia sekitar 18 bulan, pada dasarnya kegiatan mencoret

(8)

commit to user

merupakan sarana anak mengekspresikan diri, Kegiatan ini juga dalam melatih koordinasi tangan dan mata anak.

2) Menggambar dan melukis, anak akan menggambar dan melukis apa yang diinginkan sesuai dengan imajinasi dan kreatifitasnya karena menggambar dan melukis merupakan sarana bagi anak untuk mengeskpresikan diri.

3) Kegiatan membuat prakarya juga dapat meningkatkan kecerdasan visual spasial anak. Kerajinan tangan yang paling mungkin dilakukan oleh anak adalah dengan menggunakan kertas. Kerajinan tangan menuntut kemampuan anak untuk memanipulasi bahan.

4) Mengunjungi berbagai tempat, dapat memperkaya pengalaman visual spasial anak dengan mengajaknya ke museum, kebun binatang dan lainnya.

5) Melakukan permainan konstruktif dan kreatif, sejumlah permainan seperti membangun konstruktif dapat mengoptimalkan perkembangan kecerdasan visual spasial anak. Anak dapat menggunakan alat permainan seperti balok, maze, puzzle, permainan rumah-rumahan atapun peralatan video.

6) Mengatur dan merancang, kemampuan anak untuk mengatur dan merancang dapat diasah dengan mengajaknya dalam kegiatan mengatur ruang dirumah.

7) Pengenalan informasi visual, informasi visual mengacu pada pesan pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk nonverbal.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan visual spasial pada anak dapat dikembangkan dengan mengenalkan warna, garis, gambar, ruuang dan bentuk yang dapat mengembangkan imajinasi dan kreatifitas anak. Pengenalan warna, garis, gambar, ruuang dan bentuk diupayakan melalui kegiatan mencoret- coret, menggambar dan melukis serta melakukan permainan konstruktif dan kreatif.

(9)

commit to user

2. Tinjauan Teori Media Puzzle Gambar

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Menurut Anitah (2009: 4) media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondsi yang memugkinkan pembelajar untuk menerima pegetahuan, ketrampilan, dan sikap. Briggs dalam Sadiman (1996: 6) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya.

Media sebagai salah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan pengirin pesan, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian perhatian anak sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan (Sadiman, 2002:6). Menurut Hamalik (1994: 12), media pembelajaran merupakan alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mngefektifkan komunikasi dan interaksi antar guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Alat bantu tersebut dapat dipakai oleh pembelajaran untuk memperjelas informasi atau pesan pembelajaran dan memberi tekanan pada bagian-bagian penting, memberi variasi pembelajaran, dan memotivasi belajar anak.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat dimuati pesan-pesan pembelajaran yang akan disampaikan kepada pembelajar dan berfungsi untuk merangsang pikiran, perasaan perhatian sehingga terjadi proses kegiatan pembelajaran.

b. Manfaat Media

Manfaat media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran menurut Arsyad (2003: 26) adalah sebagai berikut:

(10)

commit to user

1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri- sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan

waktu;

a) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio atau model.

b) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide atau gambar. c) Kejadian langka yang terjadi di masa lalu dapat ditampilkan melalui

rekaman video, film, foto, slide disamping secara verbal.

d) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide atau simulasi komputer.

e) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film dan video. f) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses

yang dalam kenyataan memakan waktu lama dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman.

4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan tejadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa media dapat memperjelas informasi atau pesan- pesan pembelajaran dan memberikan kesamaan pengalaman kepada anak tentang peristiwa yang terjadi di

(11)

commit to user

lingkungan mereka, meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar.

c. Pengertian Puzzle

Puzzle merupakan bentuk alat permainan edukatif yang menantang

daya kreatifitas dan ingatan anak lebih mendalam dikarenakan muncul motivasi untuk memecahkan masalah. Media puzzle adalah media visual dua dimensi yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi secara visual yang dapat mengembangkan kemampuan belajar anak. Menurut Patmonodewo (2003: 19) kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.

Media puzzle merupakan permainan menyusun kepingan gambar sehingga menjadi sebuah gambar yang utuh. Rokhmat (2006: 50) menyatakan puzzle adalah permainan konstruksi melalui kegiatan memasang dan menjodohkan kotak-kotak atau bangun tertentu sehingga akhirnya membentuk sebuah pola tertentu. Sejalan dengan pendapat Rokhmat, Rahmanelli (2007: 24) menyebutkan puzzle adalah permainan merangkai potongan-potongan gambar yang berantakan menjadi satu gambar yang utuh. Media puzzle sangat sering digunakan di Taman Kanak-kanak karena media puzzle adalah salah satu bentuk permainan yang memiliki nilai-nilai edukatif. Nanik dalam Elfawati (2012: 201) menyebutkan puzzle termasuk salah satu permainan edukatif yang dirancang untuk mengembangkan kemampun anak belajar sejumlah ketrampilan dan memahami konsep seperti mengenal warna, bentuk, ukuran, dan jumlah.

Bermain puzzle membutuhkan ketelitian, anak akan dilatih untuk memusatkan pikiran, karena anak harus berkonsentrasi ketika meyusun kepingan-kepingan puzzle tersebut hingga menjadi sebuah gambar yang utuh dan lengkap. Battelheim dalam Hurlock (1978) bermain merupakan kegiatan yang tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan

(12)

commit to user

pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang ditetapkan. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada pakasaan atau tekanan dari luar atau kewajiban

Puzzle merupakan salah satu permainan/ alat peraga yang disukai

anak usia dini. Puzzle bisa dimainkan dari usia 12 bulan. Anak dengan usia 12 bulan dapat bermain dengan puzzle 2 keping. Seiring dengan perkembangan anak, mereka dapat akan menikmati puzzle dengan kepingan yang lebih banyak. Menurut Badru, dkk (2009: 6.4) menyatakan bahwa alat permainan edukatif anak rentang usia 4-5 tahun berbeda dengan anak rentang usia 5-6 tahun. Puzzle untuk anak usia 4-5 tahun memiliki bentuk sederhana dengan potongan yang tidak terlalu banyak kepingnya, sedangkan jumlah kepingan puzzle anak usia 5-6 tahun lebih banyak lagi. Alat permainan edukatif dirancang dengan rentang usia tertentu.

Penggunaan media puzzle digunakan untuk meningkatkan kecerdasan visual spasial anak. Media puzzle terbuat dari bahan-bahan yang mudah dibongkar pasang, serta mempunyai gerigi atau potongan yang memiliki pasangan satu sama lain dan akan menghasilkan gambar ataupun bentuk tertentu. Melalui bermain media puzzle diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan visual spasial anak.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa puzzle adalah permainan yang terdiri dari potongan gambar-gambar, kotak-kotak, huruf-huruf, atau angka-angka yang disusun seperti dalam sebuah permainan yang akhirnya membentuk sebuah pola tertentu sehingga membuat anak menjadi termotivasi untuk menyelesaikan puzzle secara tepat dan cepat.

(13)

commit to user

d. Macam-macam Puzzle

Muzamil dalam Hani Epeni (2013) menyatakan beberapa bentuk

puzzle yaitu :

1) Puzzle Kontruksi

Puzzle kontruksi merupakan kumpulan potongan-potongan yang

terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa model. 2) Puzzle Batang

Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika sederhana

namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk menyelesaikannya.

3) Puzzle Lantai

Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge sehingga baik untuk alas

bermain anak dibandingkan harus bermain di atas keramik. 4) Puzzle Angka

Puzzle angka bermanfaat untuk mengenalkan angka. Anak dapat

melatih kemampuan berpkir logisnya dengan menyusun angka sesuai dengan urutannya.

5) Puzzle Transportasi

Puzzle transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang

memiliki gambar berbagai macam kendaraan. 6) Puzzle Logika

Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat meningkatkan

ketrampilan serta anak akan berlatih untuk memecahkan masalah. 7) Puzzle Geometri

Puzzle geometri merupakan puzzle yang dapat mengembangkan

ketrampilan mengenali bentuk geometri. 8) Puzzle penjumlahan dan pengurangan

Puzzle penjumlahan dan pengurangan merupakan puzzle yang dapat

mengembangkan kemampuan logika matematika anak. Anak dapat belajar penjumlahan dan pengurangan melalui media puzzle.

(14)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan puzzle memiliki bermacam- macam jenis puzzle. Puzzle transportasi merupakan puzzle yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan puzzle transportasi sebagai media pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan visual spasial anak. Puzzle transportasi digunakan pada tema pekerjaan dalam mengembangkan kecerdasan visual spasial.

e. Manfaat Puzzle

Puzzle memiliki banyak manfaat sebagai media bermain anak

(Nani dalam Epeni: 2013) antara lain sebagai berikut: 1) Meningkatkan ketrampilan kognitif

Ketrampilan kognitif berhubungan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Melalui puzzle, anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar menjadi utuh. Dengan sedikit arahan dari guru, anak sudah dapat mengembangkan

kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk,

menyesuaikan warna atau logika.

2) Meningkatkan ketrampilan motorik halus.

Anak dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Ketrampilan motorik halus berhubungan dengan kemampuan anak untuk menggunakan oto-otot kecilnya khususnya jari-jari tangannya. Untuk itu anak usia dibawah tiga tahun direkomendasikan untuk diberikan permainan puzzle untuk mengasah kemampuan motorik halusnya.

3) Melatih kesabaran

Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam menyeesaikan

sesuatu dan berfikir dahulu sebelum bertindak. Bermain puzzle anak bisa belajar melatih kesabarannya dalam menyelesaikan suatu tantangan.

(15)

commit to user

4) Pengetahuan melalui puzzle

Anak akan belajar banyak hal. Mulai dari warna, bentuk, jenis hewan, buah dan lainnya. Pengetahuan yang didapatkan dari sebuah permainan biasanya akan lebih mengesankan bagi anak dibandingkan pengetahuan yang didapatkan dari hafalan.

5) Melatih logika.

Puzzle yang memiliki bentuk akan melatih logika anak.

Melalui puzzle, anak akan meyusun puzzle sesuai dengan logika. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan puzzle memiliki banyak manfaat sebagai media bermain anak. Melalui puzzle anak belajar memecahkan masalah, melatih logika, melatih koordinasi tangan dan mata, melatih kesabaran serta meningkatkan pengetahuan anak melalui gambar dalam puzzle.

f. Kelebihan Media Puzzle

Mengoptimalkan perkembangan otak kanan dan kiri, harus diberikan stimulasi yang seimbang, pendidikan dan permainan yang diberikan dirumah oleh orang tua kepada anak sejak kecil lah yang akan membuat anak memiliki Intelligence Quotient tinggi. Berkaitan dengan usaha untuk memaksimalkan kecerdasan dan kreatifiitas anak, puzzle adalah salah satu bentuk permainan sebagai media yang bisa membantu mngembangkan kecakapan motorik halus dan dengan koordinasi antara tangan dan mata, menata puzzle menjadi sebuah bentuk (Epeni: 2013).

Puzzle juga melatih anak dalam memecahkan masalah sederhana. Ketika

bermain puzzle dengan temannya, anak akan belajar berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Bermain puzzle dapat melatih daya ingat dan konsentrasi anak menjadi semakin kuat.

g. Penggunaan Media Puzzle di Taman Kanak-kanak

Media puzzle merupakan permainan menyusun kepingan gambar sehingga menjadi sebuah gambar yang utuh. Media puzzle sangat sering

(16)

commit to user

digunakan di Taman Kanak-kanak (TK) karena media puzzle adalah salah satu bentuk permainan yang memiliki nilai-nilai edukatif (Hani Epeni: 2013). Dalam bermain puzzle membutuhkan ketelitian, anak akan dilatih untuk memusatkan pikiran, karena anak harus berkonsentrasi ketika menyusun kepingan-kepingan puzzle tersebut sehingga menjadi sebuah gambar yang utuh dan lengkap.

Di usia TK, kemampuan anak untuk memegang dan mengambil benda sudah berkembang, mereka juga bisa memasang kepingan-kepingan

puzzle. Anak dapat belajar memahami konsep warna, bentuk, ukuran dan

jumlah melalui media puzzle. Bentuk puzzle yan digunakan lebih beragam dan mempunyai warna yang mencolok. Memasang kepingan puzzle berarti mengingat gambar utuh, kemudian menyusun komponennya menjadi sebuah gambar benda. Cara anak menyelesaikan gambar utuh adalah dengan cara metode coba dan ralat. Warna dan bentuk kepingan adalah dua hal yang diperhatikan anak saat memasang puzzle. Bermain puzzle melatih anak memusatkan pikiran karena harus berkonsentrasi ketika mencocokkan kepingan-kepingan puzzle. Permainan puzzle meningkatkan ketrampilan anak menyelesaikan masalah sederhana.

Menurut Hani Epeni (2013) langkah-langkah penggunaan media

puzzle adalah sebagai berikut:

1) Perhatikan gambar yang terdapat dalam puzzle secara seksama. 2) Lepaskan kepingan puzzle.

3) Mulai memasang kepingan puzzle dengan menggunakan jari-jari tangan sesuai dengan pasangannya.

4) Pastikan kepingan puzzle terpasang dengan baik sehingga membentuk suatu gambar atau bentuk yang utuh.

h. Pengertian Gambar

Gambar menurut Hamalik (1986: 57) adalah sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan dan fikiran. Gambar adalah sebuah kenyataan dari pikiran pikiran anak, pada

(17)

commit to user

momen tertentu, mendorongnya untuk menggambar. Gambar juga merupakan sebuah hadiah berharga yang diberikan anak kepada orang-orang yang disayanginya (Davido, 2012: 1). Kualitas sebuah gambar, dilihat dari abstraksi keindahannya, tidak hanya menunjukkan tingkat kecerdasan, melainkan juga keseimbangan perasaan anak-anak yang sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka beradaptasi. Gambar dapat menumbuhkan minat anak dan dapat memberikan hubungan dengan isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, gambar sebaiknya diletakkan pada konteks yang bermakna dan anak harus berinteraksi dengan gambar itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.

Menurut Gerlach dan Ely dalam Anitah (2009: 7) mengatakan bahwa:

Gambar tidak hanya bernilai beribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil. Melalui gambar dapat ditunjukkan kepada pebelajar suatu tempat orang dan segala sesuatu dari daerah yang jauh dari jangkauan pengalaman pebelajar itu sendiri. Gambar juga dapat memberikan gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret (gambaran) masa yang akan datang.

Dengan adanya gambar dalam proses belajar tersebut diharapkan guru dan anak bisa mengungkapkan isi mengenai gambar tersebut setelah menganalisa dan memikirkan informasi yang terkandung dalam gambar tersebut. Gambar dapat dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tidak tembus cahaya.

Dari uraian di atas dapat di diambil kesimpulan bahwa gambar adalah sesuatu yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang dapat memberikan gambaran tentang segala sesuatu seperti binatang, orang, tempat, atau peristiwa.

(18)

commit to user

i. Evolusi Sebuah Gambar

Evolusi sebuah gambar menurut Davido (2012: 9) sebagai berikut:

1) Periode Titik-titik

Anak usia 2 tahun tidak menggambar seperti anak usia tiga tahun. Setiap anak menandakan tahapan jenis gambar tertentu. Gambar yang dibuat anak-anak berkembang kecerdasan mereka. Jika seorang anak berusia kurang dari satu tahun dibiarkan ikut mengecat, mereka sudah pasti membubuhkan titik-titik atau bulatan-bulatan. 2)

Sekitar usia 12 bulan, anak melewati tahap menggambar menyerupai tulisan ceker ayam. Tahapan ini sangat penting karena coretan si anak sudah dapat mengungkapkan sesuatu.

3) Periode Coretan Tidak beraturan

Periode coretan tidak beraturan memperlihatkan sebuah fase yang lebih intelek di mana anak berusaha meniru tulisan tangan orang dewasa. Perhatian anak cepat berubah, dia sering kali mengubah ubah maksud atau idenya selama proses menggambar, namun setidaknya gambar yang dibuat rampung. Maksud si anak dapat terlihat setelah selesai menggambar dan ini merupakan bentuk realisme yang kebetulan. Pada tahapan ini, anak akan memberikan nama atau menyebutkan yang terlintas begitu saja dalam pikirannya apa yang sedang ia gambar.

4) Periode Menggambar manusia kodok secara umum

Sekitar usia tiga tahun, anak mulai dapat menggambar dan memberi makna pada gambarnya. Ini adalah saat anak memasuki periode menggambar manusia kodok. Orang digambarkan dengan lingkaran, mewakili kepala, dan tubuh yang dilihat dari depan, dan disertai dua kaki dan dua tangan yang mulai digambar anak usia 3, 4, dan 5 tahun di seluruh dunia.

(19)

commit to user

j. Ciri-ciri gambar

Gambar yang baik adalah gambar yang sederhana. Gambar yang rumit akan sulit dipelajari oleh anak dan dapat mengganggu perhatian siswa. Gambar harus bisa dipegang dan diraba oleh anak. Ukuran gambar harus disesuaikan dengan keadaan kelas dan dapat dijangkau oleh semua anak. Ciri ciri gambar yang baik yang digunakan dalam pembelajaran dikemukakan oleh Anitah (2009: 7):

1) Gambar cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pebelajar. 2) Bersahaja dalam arti tidak terlalu kompleks, karena dengan gambar

itu pebelajar mendapat gambaran yang pokok. Kalau gambar kompleks perhatian pebelajar terbagi akibatnya ada sesasuatu yang justru penting tetapi tidak tertangkap oleh pebelajar.

3) Realistis, maksudnya gambar itu seperti benda yang sesungguhnya atau sesuai dengan apa yang digambarkan, sudah tentu perbandingan ukuran juga harus diperhatikan.

4) Gambar dapat diperlakukan dengan tangan. Ada yang menganggap bahwa gambar adalah sesuatu yang suci, tetapi sebagai media pembelajaran gambar harus dapat dipegang, diraba oleh pebelajar.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gambar yang digunakan sebagi media belajar harus yang sederhana, sesuai dengan situasi yang ada, dapat dipegang dan diraba anak serta harus jelas agar mudah dipelajari.

3. Tinjauan Teori Pembelajaran Tematik a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik menurut Sutirjo dan Mamik (2005: 7)

pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran Menurut Trianto (2011: 154)

(20)

commit to user

pembelajaran dari berbagai standar kompetensi dan kompetensi dasar dari satu

Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan dalam pembelajaran tersebut dapat dilihat dari aspek proses, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik dapat diprogramkan dalam periode jangka panjang atau jangka pendek. Jangka panjang misalnya satu bulan, satu semester atau satu tahun, sedangkan jangka pendek misalnya satu minggu atau beberapa hari saja. Dengan menggunakan metode apapun melalui kemasan pembelajaran tematik, anak akan banyak memperoleh manfaat yang besar untuk memahami lingkungan sekitar mereka.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapatlah diambil kesimpulan

bahwa pembelajaran tematik ialah suatu pembelajaran yang

mengintegrasikan kegiatan ke dalam semua bidang pengembangan, meliputi aspek kognitif, sosial emosional, bahasa, nilai agama moral, dan fisik motorik, kemudian dijabarkan ke dalam kegiatan pembelajaran yang berpusat pada satu tema.

b. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik akan efektif jika dalam pengembangan perencanaan dan pelaksanaannya berpegang teguh pada prinsip-prinsipnya. Menurut Sulistyo (2011: 84) secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Prinsip penggalian tema

Merupakan prinsip utama dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-tema yang saling tumpang-tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggalian tema, yaitu sebagai berikut:

a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran;

(21)

commit to user

b) Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi anak untuk belajar selanjutnya; c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis

anak;

d) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak; e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa

autentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar;

f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat;

g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

2) Prinsip pengelolaan pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, pendidik harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu menurut Prabowo dalam Sulistyo (2011: 85) bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:

a) Pendidik hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar;

b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok;

c) Pendidik perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.

3) Prinsip Evaluasi

Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal ini, maka pelaksanaan evalausi pembelajaran tematik diperlukan beberapa langkah positif antara lain:

a) Memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan evaluasi diri disamping bentuk evaluasi lainnya;

(22)

commit to user

b) Pendidik perlu mengajak para anak untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

4) Prinsip reaksi

Dampak pengiring yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Karena itu, pendidik dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Pendidik harus bereaksi terhadap aksi anak dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru dapat menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.

Tiga prinsip pembelajaran tematik menurut Sutirjo dan Mamik (2005: 14) yaitu sebagai berikut:

Pertama, terintegrasi dengan lingkungan atau bersifat

kontekstual. Artinya, pembelajaran harus dikemas dalam sebuah memecahkan masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari- Kedua, bentuk belajarnya harus didesain agar siswa

bekerja secara sungguh-sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang nyata sekaligus menerapkannya. Ketiga, yakni efisiensi. Dalam hal ini efisiensi meliputi penggunaan waktu, metode, sumber belajar yang riil kepada setiap siswa dalam mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.

Dari berbagai pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pembalajaran tematik antara lain terintegrasi dengan lingkungan atau bersifat kontekstual, bentuk belajarnya harus didesain agar anak bekerja secara sungguh-sungguh menemukan tema pembelajaran yang nyata sekaligus menerapkannya, dan efisiensi meliputi penggunaan waktu, metode, serta sumber belajar yang otentik.

(23)

commit to user

c. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tema memiliki karakteristik yang khas dengan pembelajaran lainnya, kegiatan belajarnya lebih banyak dilakukan melalui pengalaman langsung. Secara terperinci Sulistyo (2011: 86) mengemukakan karakteristik pembelajaran tematik sebagai berikut:

1) Holistik

Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari berbagai bidang, sehingga anak dapat menerima pembelajaran dari segala sisi.

2) Bermakna

Pengkajian suatu fenomena yang membentuk jalinan antar konsep yang berhubungan dan menghasilkan skemata. Di akhir pembelajaran ini anak dapat menerapkan perolehan untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul didalam kehidupannya.

3) Otentik

Pembelajaran tematik memungkinkan anak memahami secaralangsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung.

4) Aktif

Pembelajaran tematik mengharuskan anak aktif dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercpainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan anak sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.

Menurut Depdiknas dalam Trianto (2011: 162) pembelajaran tematik memiliki tujuh ciri khas, yaitu sebagai berikut:

a) Pengalaman dari kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; b) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; c) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; d) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; e) Menyajikan

(24)

commit to user

kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan f) Mengembangkan keterampilan sosial siwa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

d. Desain pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Desain pembelajaran tematik bagi anak usia TK menurut Trianto (2011) adalah sebagai berikut:

1) Pemetaan jaringan tema

Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak dan membuat pembelajaran lebih bermakna.

2) Langkah penentuan tema

Pada awal tahun pelajaran, TK menentukan tema yang akan dibahas dalam satu tahun sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan setempat. Trianto (2011: 284) mengutarakan empat langkah dalam menentukan tema yaitu:

a) Mengidentifikasi tema yang sesuai dengan hasil belajar dan indikator dalam kurikulum. b) Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan tema. c) Menjabarkan tema ke dalam sub-subtema agar cakupan tema lebih terurai. d) Memilih subtema yang sesuai.

Berikut contoh-contoh tema yang dapat dikembangkan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik pada anak usia dini TK/RA:

Tabel 1. Contoh Tema dalam Pembelajaran Tematik

Semester I Semester II

Diri sendiri Rekreasi

Lingkunganku Pekerjaan

Kebutuhanku Air, udara, dan api

Binatang Alat komunikasi

Tanaman Tanah airku

(25)

commit to user

3) Pengembangan Silabus

Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar. Terdapat beberapa komponen utama dalam setiap silabus, antara lain: a) Standar pengembangan (kompetensi)

Merupakan pengembangan potensi anak yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak sesuai dengan tahapan usianya.

b) Perkembangan (kompetensi) dasar

Yaitu pernyataan yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, dan dilakukan oleh anak, yang merupakan cerminan pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak yang dicapai dari suatu tahapan pengalaman belajar dalam seluruh aspek perkembangan.

c) Hasil belajar

Hasil belajar merupakan pernyataan kemampuan anak yang diharapkan dalam menguasai sebagian atau seluruh kompetensi yang dimaksud.

d) Indikator

Merupakan perkembangan dasar yang lebih spesifik dan operasional yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran.

Selanjutnya silabus pembelajaran di TK dituangkan dalam bentuk perencanaan semester, perencanaan mingguan dan perencanaan harian.

a) Perencanaan semester

Merupakan program pembelajaran yang dipetakan berisi jaringan tema, bidang pengembangan, kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator yang ditata secara urut dan sistematis.

b) Perencanaan mingguan

Perencanaan mingguan disusun dalam bentuk rencana kegiatan mingguan (RKM). RKM merupakan penjabaran dari perencanaan

(26)

commit to user

semester yang berisi kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan keluasan pembahasan tema dan subtema.

c) Perencanaan harian

Perencanaan harian disusun dalam bentuk rencana kegiatan harian (RKH). RKH merupakan penjabaran dari RKM. RKH memuat kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam satu hari.

e. Sistem Penilaian Pembelajaran Tematik

mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh tentang perkembangan yang telah

berdasarkan gambaran/informasi tentang perkembangan anak didik yang diperoleh dengan penilaian tertentu. Tiga bentuk penilaian pembelajaran tematik yang dapat digunakan guru untuk menilai perkembangan anak menurut Trianto (2011) adalah sebagai berikut:

1) Penilaian dengan menggunakan simbol

Cara dalam melaksanakan penilaian dengan menggunakan simbol dapat berupa:

a) Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap sikap, perilaku, dan berbagai kemampuan yang ditunjukkan anak.

b) Catatan anekdot (annecdotal record)

Merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan langsung tentang sikap dan perilaku anak yang muncul secara tiba-tiba (peristiwa yang terjadi secara insidental).

(27)

commit to user

c) Percakapan

Percakapan adalah cara pengumpulan data melalui interaksi lisan untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan atau penalaran anak mengenai sesuatu hal.

d) Penugasan

Cara pengumpulan data berupa pemberian tugas yang harus dikerjakan anak dalam waktu tertentu baik secara perorangan maupun kelompok.

e) Unjuk kerja

Cara pengumpulan data yang menuntut anak untuk melakukan tugas dalam perbuatan yang dapat diamati, misalnya praktik menyanyi, olahraga, atau memperagakan sesuatu.

Cara-cara penilaian di atas dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan terintegrasi dengan metode pembelajaran. 2) Penilaian dengan menggunakan portofolio

Dalam melaksanakan penilaian menggunakan portofolio, guru dapat menggunakan cara penilaian berupa observasi, catatan anekdot, percakapan, penugasan, unjuk kerja, serta kumpulan hasil karya anak. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung tetapi menggunakan alat penilaian tersendiri.

3) Penilaian gabungan

Merupakan gabungan antara penilaian yang menggunakan simbol dan portofolio. Dalam melaksanakan penilaian menggunakan portofolio, guru dapat menggunakan cara penilaian berupa observasi, catatan anekdot, percakapan, penugasan, unjuk kerja, serta kumpulan hasil karya anak. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

B. Penelitian yang relevan

1. Ratna Purwaningtyas (2014

Meningkatkan Kecerdasan Visual Spasial Anak Melalui Kegiatan

(28)

commit to user

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kecerdasan visual spasial anak melalui kegiatan menggambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus 1 pertemuan 1 diperoleh data 54%, pada siklus 1 pertemuan 2 di peroleh data 62%. Pada siklus 2 pertemuan 1 diperoleh data 74%, dan pada siklus 2 pertemuan 2 mencapai 83%. Berdasarkan analisis data pada siklus 2 maka target yang diharapkan tercapai dan penelitian dinyatakan berhasil. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penalitian yang penulis susun. Persamannya yaitu sama-sama meneliti tentang peningkatan kecerdasan visual spasial. Adapun perbedaannya terletak pada variabel bebasnya (variabel X). Variabel X dari penelitian yang dilakukan Ratna Purwaningtyas (2014) adalah mengambar, sedangkan variabel X dalam penelitian yang penulis susun adalah media puzzle gambar.

2. Meningkatkan

Kecerdasan Visual Spasial Melalui Alat Permainan Edukatif Maze Penelitian ini bertujuan meningkatkan kecerdasan visual spasial anak melalui alat permainan edukatif maze. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus 1 diperoleh data 55,55%, pada siklus 2 diperoleh data 83,33%. Berdasarkan analisis data pada siklus 2 maka target yang diharapkan tercapai dan penelitian dinyatakan berhasil. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis susun. Persamannya yaitu sama-sama meneliti tentang peningkatan kecerdasan visual spasial. Adapun perbedaannya terletak pada variabel bebasnya (variabel X). Variabel X dari penelitian yang dilakukan Lianawati (2013) adalah maze, sedangkan variabel X dalam penelitian yang penulis susun adalah media puzzle gambar.

3. Wahyu Puji Hastuti (2013

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kecerdasan visual spasial anak melalui metode karya wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I diperoleh data 53% dan pada siklus II diperoleh data 82%. Berdasarkan analisis data pada siklus II maka target yang diharapkan tercapai dan penelitian dinyatakan berhasil. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan

(29)

commit to user

penelitian yang penulis susun. Persamaannya yaitu sama- sama meneliti tentang peningkatan kecerdasan visual spasial. Adapun perbedaannya terletak pada variabel bebasnya (variabel X). Variabel X dari penelitian yang dilakukan Wahyu Puji Hastuti (2013) adalah metode karyawisata, sedangkan variabel X dalam penelitian yang penulis susun adalah media puzzle gambar.

C. Kerangka Berfikir

Perencanaan sumber belajar yang dilakukan oleh guru bermanfaat apabila guru dapat menyiapkan dan memilih sumber belajar yang sesuai dengan kharakteristik, minat dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam hal ini

puzzle dengan berbagai jenis gambar akan menarik minat anak untuk

meningkatkan kecerdasan visual spasial anak.

Kondisi awal anak kelompok B2 TK Pertiwi 02, kecerdasan visual spasialnya masih rendah, dikarenakan proses pembelajaran yang monoton. Proses pembelajaran lebih banyak menggunakan media LKA dan menggunakan metode ceramah. Selain itu, guru belum memaksimalkan penggunaan alat permainan edukatif yang dapat mengembangkan kecerdasan visual spasial anak.

Melihat kondisi ini peneliti tergerak untuk melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan media puzzle bergambar untuk meningkatkan kecerdasan visual spasial anak serta memaksimalkan penggunaan alat permainan edukatif.

Kondisi akhir anak kelompok B2 TK Pertiwi 02 diharapkan dengan melalui media puzzle gambar akan meningkatkan kecerdasan visual spasial anak. Peningkatan kecerdasan visual spasial melalu media puzzle gambar dapat mendorong anak untuk lebih kreatif dan imajinatif.

(30)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut: Skema Kerangka Berfikir

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Tindakan 1. Pengertian Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti kurang dan thesa yang artinya pendapat. Secara estimologis hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan yang belum mendapatkan pendapat. Menurut Martono (2010: 57), hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara yang kebenarannya harus diuji atau rangkuman kesimpulan secara teorirtis yangyang diperoleh melalui tinjauan pustaka. Menurut Goode dan Han dalam Martono (2010: 58), hipotesis adalah proposisi yang harus dimasukkan untuk menguji dan

Guru belum maksimal dalam penggunaan media belajar Penggunaan media puzzle Tindakan Siklus II Hasil belajar

Kecerdasan visual spasial anak meningkat Kondisi awal

Siklus I

Kondisi akhir

Kecerdasan visual spasial anak masih

rendah

(31)

commit to user

menentukan validitas, sebuah hipotesis menyatakan apa yang akan dicari. Nachmias dalam Yusuf (2005: 163) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban tentative terhadap masalah-masalah penelitian. Jawaban itu dinyatakan dalam hubungan dalam bentuk variabel bebas dan terikat. Menurut Yusuf (2005: 163), menyatakan hipotesis adalah kesimpulan sementara yang belum final; suatu jawaban sementara; suatu dugaan sementara; yang merupakan konstruk peneliti terhadap masalah penelitian, yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Kebenaran dugaan tersebut harus dibuktikan melalui penyelidikan.

2. Fungsi Hipotesis

Fungsi hipotesis menurut Mouley dalam Martono (2010: 60) sebagai berikut:

a. Hipotesis memberikan arahan dalam penelitian yang berguna untuk mencegah kajian literature dan pengumpulan data yang tidak relevan. b. Hipotesis menambah kepekaan peneliti mengenai aspek-aspek tertentu dari

situasi yang tidak relevan dari sudut pandang masalah yang dihadapi

c. Hipotesis memungkinkan peneliti untuk memahami masalah yang diteliti dengan lebih jelas.

d. Hipotesis digunakan sebagai sebuah kerangka untuk meyakinkan peneliti.

3. Kharakteristik Hipotesis yang Baik

Ciri-ciri hipotesis yang baik menurut Donald (1982) sebagai berikut: a. Hipotesis harus memiliki daya penjelas, yaitu hipotesis dikatakan baik jika

didukung dengan penjelasan yang baik tentang masalah yang akan diteliti. b. Hipotesis menjelaskan hubungan antara variabel-variabel. Maksudnya

adalah meskipun ada pertanyaan sebagai jawaban sementara akan tetapi tidak menunjukkan hubungan antara variabel maka hipotesis itu tidak dapat diuji.

(32)

commit to user

c. Hipotesis harus dapat diuji, hipotesis yang baik harus dapat diuji. Peneliti dapat menarik kesimpulan dan perkiraan sedemikian rupa dari hipotesis yang dirumuskan.

d. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada, artinya tidak bertentangan dengan hipotesis, teori, dan hukum-hukum yang telah ada sebelumnya dan telah diakui validitasnya.

e. Hipotesis hendaknya dibuat sederhana dan seringkas mungkin, tujuannya adalah agar mudah diuji dan memudahkan dalam penyusunan laporan.

4. Macam-macam Hipotesis

Berdasarkan bentuknya hipotesis dibagi menjadi 3 antara lain: a. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan anggapan dasar peneliti terhadap suatu masalah yang sedand dikaji. Dalam hipotesis ini peneliti menganggap benar hipotesisnya yang kemudian akan dibuktikan secara empiris melalui pengujian hipotesis dengan mempergunakan data yang diperolehnya selama melakukan penelitian.

b. Hipotesis Operasional

Hipotesis operasional merupakan hipotesis yang bersifat objektif artinya peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya, tetapi juga berdasarkan hipotesis penelitian yang dibuat belum tentu benar setelah diuji dengan menggunkan data yang ada. Peneiti memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat objektif dan netral (hipotesis nol/ H0). H0 diberikan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian karena peneliti meyakini dalam pengujian nanti benar atau salahnya hipotesis penelitian tergantung dari bukti-bukti yang diperolehnya selama melakukan penelitian

c. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk notasi statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif).

(33)

commit to user

5. Hipotesis penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bagian kajian pustaka diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu Media puzzle bergambar dapat meningkatkan kecerdasan visual spasial pada anak kelompok B2 TK Pertiwi 02 Jenengan, Kecamatan Sawit, Boyolali Tahun Ajaran 2013/2014.

Gambar

Gambar  menurut  Hamalik  (1986:  57)  adalah  sesuatu  yang  diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan dan  fikiran
Gambar  tidak  hanya  bernilai  beribu  bahasa,  tetapi  juga  seribu  tahun  atau  seribu  mil
Gambar yang dibuat anak-anak berkembang kecerdasan mereka. Jika  seorang anak berusia kurang dari satu tahun dibiarkan ikut mengecat,  mereka sudah pasti membubuhkan titik-titik atau bulatan-bulatan
Gambar yang baik adalah gambar yang sederhana. Gambar yang  rumit  akan  sulit  dipelajari  oleh  anak  dan  dapat  mengganggu  perhatian  siswa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kabag Admik Fakultas bisa melakukan registrasi mahasiswa yang berhak mengikuti ujian lisan, bisa memastikan secara otomatis bahwa mahasiswa tersebut telah melalui semua prosedur

Profil Lulusan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Tahun 2011-2013 dan Relev Ansinya dengan Penyerapan Dunia Kerja.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah Bagaimana cara Mengimplementasikan dan merancangan Jaringan Nirkabel

Sedangkan remaja puteri yang dirumahnya tidak menggunakan pembantu, cenderung lebih mandiri karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah sendiri dan membiarkan ia melakukan

Syed Muhammad Naquib Al-Attas dalam displin filsafat Islam yang menyentuh berbagai disiplin ilmu agama, pendidikan dan sains termasuk diantaranya yang terbaik dan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan/ Program

Dan peningkatan sumber daya masyarakat (SDM) dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dari uraian diatas, setiap guru dituntut untuk

Kehadiran Armada Militer Amerika Serikat Pada Sengketa Kepulauan Spratly Tahun 2011; Handhitya Yanuar Pamungkas, 070910101094; 2013: Jurusan Ilmu