• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang meletakkan hukum sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang meletakkan hukum sebagai"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia m erupakan negara yang m eletakkan hukum sebaga i suprem asi kekuasaan tertinggi da lam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkem bangan zam an pada saat ini m engalam i kem ajuan yang sa ngat pesat tidak hanya di dunia industri m aupun perdaga ngan te tapi juga da lam perkem bangan ilm u hukum .

Perkem bangan hukum pada m asa kini terbukti dengan m ulai d irevisi dan diperbaharuinya beberapa peraturan perundang -unda ngan yang sudah tidak relevan lagi dengan perkem bangan da n kebutuhan m asyaraka t. Sebagaim ana ungka pan usa ng dalam baha sa Belanda yang m enyatakan bahwa “Het recht hinkt achter de feiten aan”, bahwa hukum itu tertinggal dari peristiwanya. Walaupun ungka pan itu sesungguhnya tidak terlalu tepat sebab hukum bukanlah orang,

m elainkan se buah sistem1 yang terdiri dari sub-sub sistem . Konsekuensinya

apabila terjadi kekuranga n pada satu sub sistem , sub sistem lain yang akan m enutupinya. A dapun hukum yang dim aksud disini a dalah hukum tertulis atau undang-unda ng. Perubahan hukum ini harus m elalui prosedur. Dengan dem ikian, perubahan hukum untuk dapa t disesuaikan de ngan kondisi m asyarakat tidak dapat setiap ka li dilakukan. Hal ini berim plika si pada ta ta tertib m asyarakat yang hanya dapat tercapai a pabila hukum terse but bersifat dinam is dan m engikuti

1

Sudikno M ertokusu mo (I), 2003, M engenal Hukum Suatu Pengantar , Liberty, Yogyakarta, Hlm 103

(2)

perkem bangan ke butuhan m asyaraka t. Sebagaim ana fungsinya sebaga i ala t perekayasa sosial, produk hukum harus m am pu m engatur hal-hal yang m em ang dibutuhkan oleh m asyarakat karena hukum dibentuk untuk m enjam in terciptanya ketertiba n dalam m asyarakat.

M enurut M ochtar Kusum aatm adja dalam M ertokusum o tujuan pokok dan

pertam a dari hukum adalah ke tertiba n2. Oleh sebab itu peraturan

perundang-undangan yang sudah tidak releva n harus segera direvisi dan diperbaharui agar sejalan dengan perkem banga n m asyarakat, serta da pat m em enuhi kebutuhan m asyarakat pada m asa kini.

M enurut G ustav R adbruch (1879-1949), seorang ahli hukum Jerm an m engatakan, “Hukum adalah kehe ndak untuk bersikap adil.” (Rech ist Wille zur Gerechttigkeit). Hukum positif ada untuk m em prom osikan nilai-nila i m oral, khususnya keadila n. Lainnya m enurut teori etis, hukum sem a ta-m ata berujuan keadilan. Isi hukum dite ntukan ole h keyakinan kita yang etis tenta ng adil dan

tidak. Oleh karena itu hukum bertujuan m erealisir a tau m ewujudkan kea dila n.3

Salah satu tujuan hukum adalah m em berikan m anfaat bagi m asyarakat, ole hnya itu hukum harus dinam is dan sesuai dengan perkem bangan pada m asa kini agar tercapai tujuan yang dim aksud yaitu berm anfaat bagi m asyarakat dalam rangka penciptaan ketertiban dan tatana n kehidupan m asyaraka t yang lebih baik.

2

Ibid, Hlm 80

3

(3)

Dalam perkem bangannya, hukum didesak untuk lebih dapa t m enjangkau dinam ika kehidupan dalam bebangsa dan bernegara. Pun dem ikia n juga dalam bidang hukum perdata khususnya terkait dengan banguna n hukum berkontrak.

Bangunan hukum berkontrak didirikan dia tas landasan ya ng bersifat heteronom yang dikeluarka n negara m aupun otonom yang didasarkan atas kesepakatan para pihak. Ke sepakatan para pihak m enjadi salah satu elem en penting sebab jika m elihat ketentuan Pasal 1338 a yat (1), (2), (3) KUH Perda ta, m enyebut ba hwa sem ua perjanjian ya ng dibuat secara sah berlaku se bagai undang-unda ng bagi para pem buatnya. Perjanjia n ata u kontrak terse but tidak dapat ditarik kem bali, selain dengan sepaka t kedua belah pihak atau karena alasan-alasan ya ng oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Kontrak harus dilaksanaka n dengan pe nuh itika d baik.

Sebelum nya penting untuk dikem ukakan, m eskipun be berapa sarjana hukum m enem patkan kontrak dalam m akna yang lebih sem pit karena ditujukan kepada

perjanjia n tertulis saja,4 nam un dalam kesem patan ini perka taan kontrak dan

perjanjia n ditem pa tkan dalam arti yang sam a.5

4

Subekti mengatakan, bahwa perjanjian dan pe rsetujuan mempun yai arti yan g sama, sedang perkataan kontrak lebih sempit, karena ditujukan kepada perjanjian tertulis. Lihat Subekti, 2002 Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, Hlm . 1. Budiono Kususmo Hamidjojo menyatakan bahwa ciri kontrak yan g utama adalah bahwa dia meru pakan suatu tulisan yang memuat pe rjanjian dari para pihak, lengkap dengan ketentuan -ketentuan dan syarat -syarat, serta yang berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya (seperangkat) kewajiban. Selanjutnya d ikemukakan bahwa kontrak adalah perjanjian yang dirumuskan secara tertulis yang melahirkan bukti tentang adanya kewajiban yang timbal balik. Lihat Budiono Kusumohamid jojo, 2001, Panduan Untuk M erangcang Kontrak, Grasindo, Jakarta Hlm 6-7

5

Lihat pula Ahmad i M iru, 2011, Hukum Kontrak dan Perancangan Kon trak , Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm 2

(4)

Kekuatan m engikat kontrak sebaga i undang-undang m enentukan bahwa para pihak harus tunduk dan patuh pada ke tentuan kontrak yang m ereka buat sebagaim ana tunduk dan dan patuh pada undang -undang. A pabila ada pihak yang m elanggar ke tentuan da n persyaratan di dalam kontrak da pat dike nakan sanksi

seperti juga pe langgaran terhada p undang -unda ng.6 Kekuatan kontrak selaya knya

undang-unda ng ini dike nal denga n asas pacta sunt servanda.7

Menurut Grotius Adagium ”pacta sunt servanda” adalah salah satu asas hukum yang terpenting. Penggunaan asas ini tidak tak terbata s karena setiap pelaksanaan perjanjian harus didasarka n pa da asas keadilan seperti tel ah ditentuka n dalam Pasal 1338 a yat (3) K itab Undang-Undang H ukum Perdata yang

selanjutnya disebut KUHPerdata.8 Asas ini m enega skan bahwa janji itu m engika t.

Dengan adanya janji tim bul kem auan ba gai para pihak untuk sa ling berprestasi, serta ada kem auan untuk sa ling m engikatkan diri. Kewajiban kontraktua l tersebut m enjadi sum ber bagi para pihak untuk secara bebas m enentuka n kehe ndak tersebut denga n sega la akiba t hukum nya. Berdasarkan kehendak terse but, para pihak secara bebas m em pertem ukan kehenda k m asing -m asing. Kehendak para pihak inilah yang m enja di dasar kontrak. Terjadinya perb uatan hukum itu

ditentuka n berdasarkan kata sepa kat.9

6

Johanes Gunawan, 2003, “Reorientasi Huk um Kon trak D i Indonesia ”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No 6, Hlm 48

7

Lengkapnya adalah pacta servanda sunt. M akna asalnya adalah bahwa kata sepakat itu tidak perlu diru muskan dalam bentuk sumpah, perbuatan, formalitas tertentu agar perjanjian itu mengikat. Lihat Sudikno M ertokusumo (I), Op Cit, Hlm 112

8

Henry P. Pangabean, 2010, Penyalahgunaan Keada an (M isbruik Van Omstandigheden ) Sebagai Alasan (baru) Pembatalan Perjanjian , Liberty, Yogyakata, Hlm 19

9

(5)

Dengan adanya konse nsus dari para piha k itu, m aka kesepakatan itu m enim bulka n kekua tan perjanjian seba gaim ana layaknya undang -undang (pac ta sunt serv anda). Apa yang dinyataka n sese orang dalam suatu hubu ngan m enja di hukum bagi m ereka. Asas inilah yang m enjadi ke kuatan m engikatnya perjanjian. Ini bukan kewa jiban m oral, tetapi juga kewajiban hukum yang pelaksa naannya wajib ditaati.10

Selain itu konsensus atau ke sepakatan adala h cikal baka l lahirnya sebuah kontrak a taupun perjanjian. Denga n asas konsensualism e, perjanjia n dika takan telah la hir jika ada kata sepakat a tau perse suaian kehendak dari para pihak yang m em buat perjanjian tersebut. O lehnya itu dapa t dikatakan bahwa tidak ada kata sepakat, tida k ada kontrak.

M enurut Sube kti, asa s konsensualism e m em iliki arti penting untuk m elahirkan perjanjian. Denga n dicapainya kata se pakat m engenai ha l -hal pokok dari perjanjian tersebut, perjanjian sudah lahir. Dengan perkataan la in, perjanjian

sudah lahir pada saat terjadinya konsensus atau kata sepakat.11

Diam bilnya asa s konsensualism e tersebut yang berarti perka taan yang m engikat dan m enurut Egge ns hal itu a dalah tuntutan kesusilaan ( zedelijk eis). Asas konsensualism e tersebut m enurut Eggens m erupa kan puncak peningkatan m artabat m anusia yang disim pulkan dari pepa tah “ een m an een man, een woord een word.” Pepatah itu m enyataka n bahwa dileta kkannya kepercayaan pada

10

Ibid.

11

(6)

perkataannya, orang itu ditingkatkan m artabatnya ya ng tertinggi se bagai m anusia.12

Berdasarkan asas konsensua lism e itu, dianut paham bahwa sum ber ke wajiban kontraktual ada lah bertem unya kehe ndak ( convergence of wills) atau konsensus

para pihak yang m em buat kontrak.13.

M enurut Hartkam p dan Tillem a dalam K hairandy, c iri khas ya ng pa ling penting dari suatu kontrak a dalah a danya ke sepakatan bersam a para pihak. Kesepakatan bersam a ini bukan hanya m erupa kan karakteristik dalam pem buatan kontrak, tetapi hal itu pe nting sebagai suatu niat yang diungk apkan kepada pihak lain. Di sam ping itu, sangat m ungkin suatu kontrak yang sah dibuat tanpa adanya

kesepakatan bersam a.14

Bahwa tidak se orang pun terika t pada kontrak sepanjang tida k dila kukan a tas dasar piliha n beba s untuk m elakukan sesua tu. Dari sinila h k em udian dianut dogm a bahwa kewajiban da lam kontrak hanya dapa t diciptakan oleh m aksud atau kehendak para pihak. Kontrak secara eksklusif m erupakan kehendak bebas dari para pihak yang m em bua t perjanjian. Dari situ doktrin m endasar yang m elekat pada kebeba bsan berkontrak ada lah ba hwa kontrak itu dila hirkan ex nihilo, yakni

12

Ibid., Hlm 6.

13

Ridwan Khairandy (I), 2013, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta , Hlm 90.

14

Arthur S. Hartkamp and M arianne M .M . Tillema, 1993, Contract Law in the Netherlands Deventer, Kluwer. Dikutip o leh Ridwan Khairan dy (II), 2004, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm 33.

(7)

kontrak sebagai perwujudan ke bebasan ke hendak ( free will) para pihak yang

m em buat kontrak. 15

Dengan dem ikian, kontrak harus dida sarkan pada sepakat para pihak yang m engadakan kontrak atau perjanjian. Kata sepakat harus dibentuk berdasarkan kehendak beba s dan sua sana yang beba s pula. Kesepaka tan dalam pem bentukan perjanjian seharusnya merupakan kesepakatan yang “bulat” dan merupakan kesepakatan yang sa ling m enguntungkan para pihak. Sehingga ke sepakatan yang “bulat” adalah hasil bertemunya kehendak bebas, posisi yang seimbang, dan dalam suasana yang m erdeka seperti terliha t pada gam bar dibawah ini.

Gam bar 1. Kesepakatan Bulat

Secara historis Johanes Gunawan m engem uka kan bahwa asas kebeba san

berkontra k m eliputi lim a m acam kebebasan yaitu:16

15

Ibid, Hlm 84 – 85.

16

(8)

a) Kebebasan para pihak untuk m enutup atau tidak m enutup kontrak b) Kebebasan m enentukan dengan siapa para piha k akan m enutup kontrak, c) Kebebasan para pihak m enentuka n bentuk kontrak,

d) Kebebasan para pihak m enentuka n isi kontra k,

e) Kebebasan para pihak m enentuka n cara penutupan kontrak,

Asas kebe basan berkontrak yang terkandung dalam Pasal 1338 KU HPerdata m em ang m em berikan kebebasan bagi para piha k untuk m em buat jenis dan isi kontrak apa saja, nam un kebe basan itu bukanlah tanpa batasan sam a sekali. Kebebasan berkontrak m em ang sering m enim bulkan ketidak adilan dikarenakan m em butuhka n posisi tawar (bargaining position) ya ng berim bang dari para pihak yang m enutup sebuah perjanjian. Seringkali posisi tawar ya ng tid a k seim bang m enyebabkan pihak de ngan posisi tawar yang le bih tinggi m endiktekan kem auannya kepada pihak lawan janjinya.

Selain itu juga dida lam praktik, seringka li ke sepakatan m erupakan hasil paksaan, kekeliruan, ata u penipuan. Kesepakata n m em ang terjadi, tetapi di dalam kesepakatan m isa lnya m engandung unsur penipuan atau paksaan. Kesepa katan

yang dem ikian m engandung cacat kehenda k.17

Cacat kehendak (wilsgebreken atau de fect of c onse nt) adalah kecacatan dalam pem bentukan kata sepakat dalam suatu kontrak a tau perjanjian. Cacat kehe ndak ini ada lah tidak sem purna nya kata sepakat. A pabila kese pakatan m engandung cacat kehendak, m em ang tam pak adanya kata sepaka t, tetapi kata se pakat itu

17

(9)

dibentuk tidak berdasar kehendak bebas. Cacat kehendak ini terjadi pada periode

atau fase prakontrak.18

Sehubungan dengan hal itu Pa sal 1321 K UHPerdata m enyebutkan , “tiada sepakat yang sa h apabila sepaka t itu diberika n karena kekhilafan, atau diperolehnya karena paksaan atau penipuan”. Dengan demikian faktor-faktor yang m enyebabkan terjadinya cacat kehendak sebagaim ana disebutkan da lam Pasal 1321 K UHPerdata tersebut m eliputi:ke sesatan atau ke khilafan ( dwaling); pa ksaan (dwang atau bedreiging); dan penipuan (bedrog).

Faktor pe nyebab terja dinya cacat ke hendak yang disebutkan oleh Pasal 1321 KUHPerdata tersebut dinam akan faktor cacat kehenda k yang klasik. Selain faktor cacat kehendak ya ng dim aksud Pasal 1321 KUHPerdata tersebut, seiring de ngan perkem bangan hukum perda ta di dalam praktik peradilan sebagaim a na tercerm in dari yurisprude nsi dikenal pula bentuk faktor penyebab terjadinya cacat kehendak yang keem pat, yakni pe nyalahgunaan keadaan ( misbruik van omstandigheden atau undue influence).

Penyalahgunaan kea daan seba gai faktor penyebab cacat kehe ndak ini be lum diatur secara jelas da lam KUHP perdata. Penyalahgunaan keadaaan ini m erupakan doktrin yang justru buka n berasal dari c ivil law, seperti hukum Belanda yang m enjadi kibla t hukum perdata di Indonesia. Penyalahgunaan keadaan a dalah m erupakan doktrin/ajaran yang m uncul pertam a kali di Inggris seba gai ne gara dengan sistem hukum yang berlandaskan pada comm on law sy stem pada abad ke-15 dengan istilah undue influence. Doktrin ini se benarnya m erupaka n perluasan

18

(10)

dari power of equity bagi penga dila n untuk m engintervensi suatu perjanjian yang di dalam nya terdapa t suatu pe nyalahgunaan posisi yang tidak seim bang diantara para piha k. Ajaran ini m ulai berkem bang secara signifikan dan diguna kan se bagai

dasar pertim banga n hakim di Inggris pada abad ke -19.19

Pada perkem bangannya doktrin ini dikem bangkan oleh hakim di pengadilan dalam perkara-perkara yang didalam nya terdapat ke dudukan para pihak yang bersengke ta tida k setara, dalam artian salah sa tu pihak m em iliki kuasa yang lebih besar terhadap pihak lain. Penyalahgunaa n keadaan terjadi m anakala seseorang di dalam sua tu perjanjian dipe ngaruhi oleh sua tu hal yang m enghala nginya untuk m elakukan penilaian (judgment) ya ng bebas dari pihak lainnya, sehingga ia tidak dapat m engam bil putusan yang inde penden.

Van Dunne m enyatakan bahwa penyala hgunaan keadaan tersebut dapa t

terjadi karena keunggulan ekonom i m aupun karena ke jiwaan.20 Pihak yang

m em iliki keduduka n khusus itu m engam bil keuntungan secara tidak pantas dari pihak yang la innya yang le bih lem ah. Ha l terse but dilakukan tanp a adanya paksaan atau penipuan. Di sini terdapat ketidakse im bangan hubungan proses terjadinya kontrak. Ajaran penyala hgunaan keadaan ini seyogyanya hadir guna m em astikan ba hwa berba gai ke unggulan para pihak baik secara ekonom is m aupun psikologis atas pihak la in tidak disalahgunaka n.

19

Ridwan Khairandy (I), Op Cit, Hlm 227

20

J.M. van Dunne dan Gr van der Burgt, “Penyalahgunaan Keadaan”, M ateri Kursus Hukum Perikatan bagian III, terjemahan S udikno M ertokusumo, Ke rjasama Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dan Proyek Hukum Perdata Ind onesia, Semarang 22 Agustus, Hlm 16 - 27.

(11)

Setelah itu hakim -hakim di pengadilan Belanda pun turut m engguna kan ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van om standighede n) sebagai dasar pertim banga n oleh hakim untuk m em utus batalnya suatu perjanjian di pe ngadilan dan kem udian berkem bang m enjadi yurisprudensi. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van om standighede n atau undue influe nce) m erupakan bentuk cacat kehendak ya ng baru dalam sistem hukum kontrak hukum Belanda. Kini doktrin penyalahgunaan keadaan ini di dalam Buku III P asal 44 ayat 1/4 Nederland Burgerlijk W etboek (bia sa dise but sebagai N iuwe BW , BW Baru) yang menegaskan bahwa “suatu perjanjian (perbuatan hukum) dapat dibatalkan jika adanya ancam an (bedreigeng), tipuan (bedrog), dan penyalahgunaan keadaan

(misbruik van o mstandigheden).21

Di Indonesia, ajaran penyala hgunaan keadaan ini belum a da pengaturannya dalam KUHPerdata, tetapi ajaran ini telah diterim a dalam yurisprudensi se bagai bentuk cacat kehendak ya ng keem pat. Pencantum an penyalahgunaan keadaan dalam Niuwe BW ini diprediksi akan turut m ewarnai perkem bangan hukum perjanjia n di Indonesia.

Penyalahgunaan keadaan ini dapat m engakibatkan sua tu perjanjian tidak m em punyai kekuata n hukum , ka lau perjanjian itu diadakan dengan bertolak dari suatu penye bab ya ng bertentangan dengan m oralitas ya ng baik dan penggunaan keadaan yang m engakibatkan pihak lawa n tidak da pat m engam bil putusan yang bersifat independe n.

21

Lihat 3;44 lid 1 NBW . Dalam bahasa Belanda berbunyi: “Een rechtshandeling is vernietigbaar, wanner zij door bedreiging, d oor berdog of door m isbruik van omstand igheden is tostandgekomen.”

(12)

Batalnya suatu perjanjian karena penyala hgunaan keadaan sam a seka li tidak m utlak adanya satu taraf tertentu ata u sa tu bentuk tertentu dari hal yang m erugikan itu. Dirugikannya salah satu dari pihak -pihak hanya m erupakan salah satu dari faktor-faktor ya ng di sam ping sem ua ke terangan -ke terangan lain se perti sifat dari keadaan-keadaan yang digunakan cara berlangsungnya pengg unaan itu dan hubungan antara pihak-pihak m ene ntukan apaka h perja njia n itu bertolak sa tu

sebab yang berte ntanga n dengan m oralitas yang baik.22

Dalam perkem bangan hukum khususnya dalam praktik peradilan di Indonesia adanya penyalahgunaa n keadaan dapat dijadikan alasan untuk m em batalkan sua tu perjanjia n, m eskipun hal ini secara tegas tida k diatur dalam KUHPerdata, khususnya dalam Pasal-Pasa l yang m enyebutka n tentang alasan-ala san keba talan yaitu Pasa l 1322 te ntang kekhilafan, Pasal 1323 tenta ng paksaan dan Pasa l 1328 tentang penipuan, sebagai alasa n pem batalan perjanjian.

Berkem bangnya ajaran penyala hgunaan keadaan di Indone sia te lah didukung oleh beberapa putusan hakim m elalui lem baga peradilan yang m em berikan pertim banga n dalam sua tu se ngketa perdata m engenai perjanjian antara penggugat dengan tergugat di m ana berdasarkan fakta -fakta yang terungkap di persida ngan perjanjia n tersebut telah dinilai tida k adil, sehingga m erugikan pihak yang posisinya lem ah.

Salah satu kasus yang m enjadi sorota n publik ada lah Putusan M ahkam ah Agung Republik Indonesia N p. 3431 K/Pdt/1985 pada tanggal 4 M aret 1987 dalam kasus yang terkenal dengan sebutan “kasus buku pen siun.” Kasus ini

22

(13)

m em bahas klausula dalam perjanjian pinjam m em injam yang berisi bahwa si berutang, se orang purnawirawa n, dike nai bunga se besar 10 % setiap bulannya dan juga harus m enyerahkan buku pem ba yaran dana pensiun m iliknya se bagai jam inan hutang. Purnawirawa n tersebut digugat ke pengadilan karena tidak m am pu m em bayar hutang beserta bunganya.

Pengadila n Negeri m aupun Pengadilan T inggi sam a -sam a m engabulkan gugatan tersebut, nam un seba liknya M ahkam ah Agung Republik Indonesia dalam Putusan Kasasi m em batalkan putusan Pengadilan Negeri sekaligus Pengadilan Tinggi tersebut. Hakim M ahkam ah Agung dalam pertim banga nnya berpendapat bahwa perjanjian pinjam m em injam dengan bunga 10 %, m aupun klausula penyerahan buku pembayaran dana pensiun sebagai “jaminan” terse but adalah bertentangan dengan kepatutan da n keadilan, m enginga t purnawirawan tersebut tidak berpe nghasilan lain.

Dari pertim bangan tersebut da patla h terlihat bahwa secara tida k langsung, pengadilan pada tingkata n kasasi te lah m enerapkan ajaran penyalahgun aan keadaan, baik m engenai unsur kerugian m ateriil m aupun m engena i unsur penyalahgunaan keadaan yang terjadi.

Ajaran m engenai penyalahgunaan keadaan tersebut m erupa kan hal yang relatif baru di Indonesia, sehingga di dalam penerapannya m asih m enim bulkan sejum lah perm asalahan, m isalnya m enyangkut keberadaan ajaran terse but, karena penyalahgunaan keadaan ini m em ang belum diatur da lam KUHPerdata. Selain itu

(14)

m asalah yang tim bul kem udian juga berkaitan de ngan sta ndar untuk m enentukan adanya penyalahgunaan keadaa n tersebut.

Perm asalahan lain ya ng tim bul dalam penerapan a jaran penya lahgunaan keadaan tersebut juga adalah bagaim ana ata u apa tolok ukurnya seseorang telah m elakukan penya lahgunaan keadaan terse but. Ukuran itulah yang se benarnya dapat m enja di dasar ba gi hakim dalam m enerapkan doktrin tersebut. Di dalam undang-unda ng di Belanda sendiri belum ada tolok ukurnya, sehingga dalam keadaan dem ikian hakim harus m em bangun tolok ukur tersebut dalam putusan -putusannya.

B. Rumusan M asalah

Selanjutnya sehubungan dengan uraian pada la tar belakang m asalah di atas, m aka disini penulis m em buat suatu rum usan m asalah sebaga i berikut:

1. Apakah indikator atau tolok ukur ada nya penyalahgunaan keadaan dalam sebuah perjanjian?

2. Bagaim ana pertim bangan yang digunakan hakim dalam m em utus perjanjia n yang m engandung unsur penyalahgunaan kea daan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk m engetahui dan m engana lisis m engena i tolok ukur atau indikator dalam m enilai sebuah perja njia n yang m enga ndung unsur penyalahgunaan keadaan.

(15)

2. Untuk m engetahui dan m engana lisis m engenai landasa n hukum serta pertim banga n ya ng digunaka n oleh hakim dalam m em utus perjanjian yang didalam nya terdapat unsur penya lahgunaan keadaan.

D. M anfaat Penelitian

1. Sescara teoritis, hasil penelitia n ini dapat digunakan seba ga i m asukan ba gi penyusunan pem baruan KU HPerdata atau Hukum K ontrak Na sional di Indonesia, khususnya berkaitan de ngan konse p penya lahgunaan keadaan dalam perjanjian.

2. Secara praktis, hasil pene litian ini dapat pula digunaka n para hakim untuk

m em bangun serta m enentukan tolok ukur dan indikasi adanya

penyalahgunaan keadaan.

E. K easlian Penelitian

Dalam penelusuran kepustakaan yang dila kuka n, penulis m enem ukan skripsi yang juga m engangkat tem a tenta ng penya lahgunaan keadaan yaitu skripsi yang

disusun oleh Nabiyla Risfa Izzati23. Pem bahasan Penelitian ini tertuju pada

perjanjia n kerja yang m engandung unsur penyalahgunaan keadaan serta penyelesa ian hubungan industrial ata s kontrak yang m enga ndung unsur penyalahgunaan keadaan berikut pencegahan terjadinya penya lahgunaa n keadaan dalam pem buatan perjanjian kerja.

23

Nabiyla Risfa Izzati, 2014, “Analisis Yuridis Penyalahgunaan Keadaan (Undue Influence) Dalam PerjanjianKe rja Anta ra Pengusaha dan Pekerja” , Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah M ada Yogyakarta.

(16)

Selanjutnya ada pula tesis terkait dengan pe nyalahgunaan keadaan yang

ditulis ole h Yuni A khadiyah.24 Pem bahasan Penelitian ini m em bahas be berapa

rum usan m asalah yakni: a). Bagaim ana putusan Pengadilan negeri Yogya karta terhadap m asalah yang m engandung unsur penyala hgunaan keadaan?, b). Bagaim ana kewenangan dan tanggung jawab notaris terhadap akta yang m engandung unsur penyelahgunaan keadaan, serta c). Apa tolok ukur yang dijadikan pedom an hakim da lam m engam bil kepu tusa n yang berkaitan de ngan akta notaris tentang perjanjian yang m engandung unsur penyala hgunaan keadaan? Dalam pem bahasannya te sis ini juga tidak m em bangun tolok ukur yang digunakan untuk m enila i sebuah perjanjian yang m enga ndung unsur penyalahgunaan keadaan. Penelitian dalam pe nulisan tesis ini le bih m em bahas tentang kewenangan dan tanggung jawa b notaris terhadap akta yang m engandung unsur penyelahgunaan keadaan. Pada ba gian tolok ukur, tesis ini hanya m em bahas tolok ukur penya lahgunaan keadaan secara abstrak dengan m engurai bahwa tolok ukur penyaahgunaan adalah adanya keunggulan secara psikologis m aupun ekonom is tanpa m em bangun tolok ukur atau ukuran secara konkrit.

Penulis m em fokuskan pe nelitian m engena i tolok ukur atau indika tor sebuah perjanjia n m engan dung unsur penya lahgunaan keadaan serta bagaim ana pertim banga n ha kim dalam m em utus perjanjian yang m engandung unsur penyalahgunaan keadaan da lam perjanjian.

24

Yuni Akhadiyah, 2007, “Tolok ukur yang dijadikan pedoman hakim dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan akta notaris ten tang perjanji an yang mengandung unsur penyalahgunaah keadaan (undue influence)” , Tesis, M agister Kenotariatan Universitas Gadjah M ada.

(17)

Penelitia n ini dilakuka n dengan itikad baik dan m enjunjung tinggi orisina litas sesuai dengan etika akadem ik dengan tida k m elakukan plagiasi ataupun keja hatan akadem ik lainnya. Apa bila diluar penge tahuan penulis ternyata telah ada penelitian serupa, m aka diharapka n penelitian ini dapa t m elengka pi pene litian sebelum nya serta m enam bah literatur dan kha sana h ilm u hukum khususnya dibidang hukum perdata.

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dengan data IKONOS memperlihatkan bahwa batas permukaan air danau dengan memperhatikan sebaran vegetasi air menggunakan komposit RGB (Red: NIR+SWIR, Green: NIR,

Permainan ini memiliki elemen seperti karakter dan status yang macam dan jumlahnya berbeda dengan permainan lainnya, sehingga akan berpengaruh pada gameplay yang

telah diproduksi profil baja yang ekonomis Flange) dan "Structural Tees". Karena itu telah diproduksi profil baja yang ekonomis Flange) dan "Structural Tees". Karena

a. Variabel dependen merupakan jenis atau tipe variable yang dijelaskan atau dipengaruhi independen adalah agency cost. Variabel independen merupakan jenis atau tipe variable

Munculnya banyak pengusaha-pengusaha muda membuat sektor UMKM menjadi komoditi yang menjanjikan Akan tetapi, terdapat banyak hambatan dalam perkembangan usahanya

Faktor penting misalnya ketersediaan infrastruktur, software (lotus note yang mempunyai fasilitas untuk learning space), materi ajar dalam bentuk e-cource yang

Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan implementasi dari kebijakan-kebijakan tersebut, dibentuklah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Luwu Utara

Dengan demikian, ketiga-tiga sajak yang terpilih iaitu “Harimau Luka’, ‘Hantu Menyambut Merdeka’ dan ‘Milah Anak Maksum’ telah dapat melihat seni artistik