POLA SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TUTUPAN LAMUN DI DESA
TELUK BAKAU KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
Mirta Apip Dipapio
Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH
Chandra Joei Koenawan
1Dosen Jurusan Ilmu Keluatan, FIKP UMRAH
Fadhliyah Idris
2Dosen Jurusan Ilmu Keluatan, FIKP UMRAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik Sedimen berdasarkan
tutupan Lamun. Penelitian ini di Lakukan pada Bulan September 2015 Sampai Januari 2016 di
wilayah pesisir perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. Dengan tutupan total Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau adalah
sebesar 49,4%. Dengan kondisi penutupan yang kurang kaya atau kurang sehat. Sebaran tekstur
sedimen terdiri dari 3 kelompok tekstur sedimen diantaranya Gravelly Mud, Gravelly Muddy
Sand, dan Slightly Gravelly Mudy Sand di dominansi oleh Gravelly Mud yaitu jenis sedimen
lumpur krikil. Jenis sedimen lumpur krikil (Gravelly Mud) memiliki tutupan lamun kurang kaya
atau kurang sehat dibandingkan jenis substrat lainnya dari hasil tersebut komposisi tutupan
lamun kurang kaya atau kurang sehat. Menunjukan bahwa jenis sedimen ini kurang baik bagi
kehidupan Lamun.
ABSTRACT
This study aims to investigate the characteristics of Sediment based Seagrass cover. This
study Perform the Month September 2015 until January 2016 in the coastal marine area Teluk
Bakau District of Gunung Kijang Bintan regency of Riau Islands province. With a total Seagrass
cover in the waters of Teluk Bakau is 49.4%. Closing conditions that are less wealthy or less
healthy. Distribution of sediment texture consists of 3 groups including Gravelly sediment
texture Mud, Muddy Gravelly Sand, and Slightly mudy Gravelly Gravelly Sand in dominance by
Mud is mud gravel sediment type. Mud sediment type gravels (Gravelly Mud) has seagrass cover
less wealthy or less healthy than other types of substrates from these results the composition of
seagrass cover less wealthy or less healthy. Show that the types of sediment is not good for the
life of Seagrass.
I. PENDAHULUAN
Keberadaan sedimen pada suatu perairan, baik itu perairan dangkal maupun dalam memiliki arti penting. Fungsi nya memberikan dampak ekologis maupun fisik, misal sebagai tempat hidup dan mencari makan organisme. Sedimen di laut membentuk sub lapisan yang kemudian memisah menurut komposisi, bentuk, ukuran, kerapatan dan cara pengendapan. Sedimen yang masuk ke laut adalah dasar laut, massa daratan yang masuk lewat sungai, dan udara, serta erosi pantai (Arhat, Widada, & Saputro, 2014).
Proses sedimentasi yang terjadi di
lingkungan khususnya lingkungan perairan laut akan merubah pola interaksi antara faktor biotik dan abiotik, hal ini akan menciptakan kondisi alam yang
berbeda dari sebelum berlangsungnya proses
tersebut. Besarnya peranan sedimentologi terhadap perubahan ekosistem laut dan sebaliknya fenomena alam yang mampu mempengaruhi karakteristik sedimen laut, maka pola saling mempengaruhi antara sedimen dengan lingkungan di mana sedimen itu terbentuk (Rifardi, 2012).
Sepanjan gpasir timur Pulau Bintan Telah Di tetapkan Sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah ( KKLD ) yang dimulai dari perairan laut pesisir timur Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Timur dan Wilayah Perairan laut Kepulauan Tambelan. Kawasan Konservasi Laut
Daerah Kabupaten Bintan sebagaimana telah
disahkan oleh Bupati Bintan. Secara keseluruhan kawasan konservasi lautnya mempunyai luas 472.905 hektar (Surat Keputusan Bupati Bintan, Nomor 36/VIII/2007).
Dari tingginya aktifitas tersebut membuat peneliti ingin mengetahui bentuk karakter sedimen
yang ada di Desa Teluk Bakau, dimana tingginya aktifitas sedimentasi maka akan mengganggu aktifitas ekosistem disekeliling kawasan tersebut dan menurunkan tingkat penangkapan ikan maupun biota yang ada di perairan Desa Teluk Bakau.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sedimen didefinisikan sebagai material material yang berasal dariperombakan batuan yang lebih tua atau material yang berasal dari proses weathering batuan dan diteransfortasikan oleh air, udara dan es, atau material yang diendapkan oleh proses-proses yang terjadi secara alami seperti
precitifasi secara kimia atau sekresi oleh
organisme,kemudian membentuk suatu lapisan pada permukaan bumi (Rifardi dalam Idham 2014). Berdasarakan asalnya sedimen dibagi menjadi 3 macam yaitu: 1) sedimen lithogeneus ialah sedimen yang berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat, 2) sedimen biogenous ialah sedimen yang berasal dari sisa rangka organisme hidup juga akan membentuk endapan-endapan halus yang dinamakan ooze yang mengendap jauh dari pantai ke arah laut dan 3) sedimen hydrogenous yakni sedimen yang dibentuk dari hasil reaksi kimia dari air laut ( Hutabarat dan Evans, dalam putra, dalam Robby A, 2014).
Frdiedman dalam Mukminin (2009) sedimen adalah kerak bumi yang ditransfortasikan dari suatu tempat ketempat lain baik secara vertikal maupun secara horizontal. Menurut rifardi (2008) ukuran butiran sedimen dapat menjelaskan hal – hal berikut : 1) menggambarkan daerah asal sedimen, 2) perbedaan hal – hal berikut : 3) ketahanan partikel dari bermacam – macam komposisi terhadap proses wethering, erosi, dan transportasi serta 4) jenis proses
yang berperan dalam transportasi dan deposisi
sedimen.
Austin dalam Mukminin (2009)
menyatakan bahwa sedimen pesisir umumnya terdeposit pada paparan benua dan disepanjang pasir pantai di daerah intertidal. Sedangkan laut dalam, pasir hanya terdapat sebagian kecil dari 10 % dari jumlah komponen yang terdapat disana dan pada daerah ini didominansi oleh sedimen lumpur.
Berdasarkan diameter butiran, wenworth
dalamRifardi dalam Munandar R.K (2014) membagi
sedimen sebagai berikut : Boulders (bantuan) dengan diameter butiran lebih besar dari 256 mm, gravel (kerikil) diameter 2 sampai 256 mm, very coarse
sand (pasir sangat kasar) diameter 1 sampai 2 mm, coarse sand (pasir kasar) 0,5 sampai 1 mm, fine sand
(pasir halus) diameter 0,125 sampai 0,5 mm, very fine
sand (pasir sangat halus) diameter 0,0625 sampai
0,125, silt (lumpur) diameter lebih kecil dari 0,00625 sampai 0,125, silt (lumpur) diameter 0,002 sampai 0,00625 dan dissolvet material (bahan – bahan terlarut) diameter lebih kecil dari 0,0005 mm. Pada suatu kawasan terutama perairan, tidak ada sedimen dasar yang hanya terdiri satu tipe substrat saja, melainkan terdiri dari tiga fraksi yaitu pasir, lumpur, dan liat (Michael dalam Zulkifli Hasan et. Al 2007).
III. METODE
Penelitian akan dilakukan pada bulan september2015 sampai januari 2016 di wilayah pesisir perairan Desa Teluk Bakau, yang meliputi pengambilan sample sedimen sebanyak 109 titik, dan pengukuran kualitas perairan di perairan desa Teluk
Bakau Kecamatan Gunung Kijang Provinsi
Kepulauan Riau.Sedangkan analisis sedimen
dilakukan di laboraturium Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Gambar Peta Lokasi Penelitian
(Sumber : Digitasi Peta Base Map Bintan, Software ArcGIS V.10.1 )
B. Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Bahan dan alat yang digunakan dalam
penelitian.
No Alat Kegunaan
1 Alat Tulis Mencatat Hasil Yang Diperoleh
2 Multitester Mengukur Kualitas perairan
3 Saltmeter Mengukur salinitas
4 Current drouge Mengukur Kecepatan arus
5 GPS Menentukan titik kordinat
6 Ekcman grap Mengambil sedimen dasar
7 Saringan tujuh tingkat Mengukur fraksi sedimen
8 Plot 50x50 Untuk menentukan luasan tutupan lamun
9 Kamera Dokumentasi
10 Stopwatch Mengukur waktu arus
12 Tabung ukur 2000 ml Mengukur butiran lumpur
13 Timbangan analitik Menimbang sample sedimen
14 Pipet Volumetrik 20
Ml Untuk menganalisis lumpur
15 Kantong plastik Untuk tempat sample sedimen
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Kegunaan
1 Kantong plastik Tempat mengisi sampel sedimen dasar
2 Kertas label Memberikan pada sampel
3 Tissue Untuk membersihkan peralatan
4 Aquadest Untuk Kalibrasi Alat dan membilas alat
5 Alumunium F Oil Wadah Sampel Sedimen yang dikeringkan
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, data yang diperoleh berupa data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dilapangan itu sendiri. Kemudian dianalisis
dilaboraturium ilmu kelautan dan perikanan
UMRAH, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan lokasi wilayah penelitian. Untuk selanjutnya data diolah dan dibahas secara deskriptif.
D. Prosedur Penelitian 1. Penentuan Titik sampling
Pengukuran dilakukan dilapangan dan di lab ilmu kelautan dan perikanan UMRAH dan penentuan titik sampling ditentukan dengan cara sistematic Sampling With Random Shart dengan bantuan software VSP V.7 (Visual Sampling Plan) yaitu proses pengambilan titik samplenya sudah ditentukan
dengan cara Sistematik yaitu jumlah posisi sample yang hendak diambil di daerah penelitian.
2. Sampling Sedimen Permukaan
Pengambilan sedimen permukaan dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama Eckman Grab sampler, dengan menggunakan boat kecil Eckman Grap Sampler ini dapat di turunkan dan dinaikan dengan tangan. Pengambilan sampel sedimen dengan Eckman Grap Sampler dapat dilakukan dengan cara menurunkannya secara perlahan dari atas boat agar supaya posisi grap tetap berdiri sewaktu sampai pada permukaan dasar perairan. Pada saat penurunan alat, arah dan kecepatan arus harus diperhitungkan supaya tetap konstan (tetap) pada posisi titik sampling. Sedimen yang terambil dimasukan ke dalam kantong sampel yang telah disiapkan kemudian diberi tanda atau label dan disimpan pada box ice (kotak es) agar terhindar dari kerusakan dan agar dapat di analisis di laboraturium.
3. Pengukuran Parameter Perairan
Pengukuran parameter perairan yang
meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, kecerahan dan derajat keasaman (pH). Parameter ini diukur pada perairan permukaan masing-masing pada saat
pengambilan sampel. Tujuannya adalah
menggambarkan kondisi perairan pada saat
dilaksanakannya penelitian.
a. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan ditempat
pengambilan sample sedimen dipermukaan perairan. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan multitester (YK 2005 WA). Pengukuran suhu dilaakukan dengan cara menghidupkan multitester
dengan menekan tombol “ON” Kemudian pasang probe pada posisi untuk pengukuran suhu. Kemudian celupkan probe ke perairan, seluruh bagian dari probe harus tercelup kedalam air yang diukur, setelah itu didiamkan beberapa menit sampai dapat dipastikan angka yang ditunjukan pada layar berada kondisi tidak bergerak (stabil) kemudian nilai suhu ditunjukan pada layar sebelah kiri bawah multitester.
b. Salinitas
Mengukur salinitas dengan menggunakan refraktometer. Sampel air laut diteteskan pada kaca refraktometer diarahkan kesumber cahaya untuk mempermudah kita melihat hasilnya. Sebelum dilakukan pengukuran refraktometer terlebih dulu dikalibrasi dengan menggunakan aquadest yang diteteskan pada kaca refraktometer. Setelah itu air aquadest dikeringkan dengan tissue lembut yang ditaruh pada air kaca refraktometer yang lama kelamaan air pada kaca akan terserap oleh tissue tersebut.
c. Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus diukur dengan menggunakan alat current drouge yang diikat tali sepanjang 5 meter dan stopwatch. Kemudian current drouge diletakan pada permukaan perairan pada titik yang telah ditentukan dan dibiarkan tali menegang kemudian stopwatch diberhentikan, ukur jarak tempuh current drouge tersebut dalam satuan waktu yaitu meter per detik (m/det) dari jarak awal diletakan. Waktupengukuran kecepatan arus ini dilakukan ketika pasang dan surut, nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus :
V = S/t Keterangan : V : Kecepatan arus (cm/det)
S : Jarak tali menegang (cm) t : Waktu tali sampai menegang (det)
d. Drajat Keasaman (pH)
Pada pengukuran pH dengan
menggunakanalat multimeter cara menggunakannya memasang kabel PH meter pada digital,lalu setting dengan cara klik mode sampai muncul pH,kemudian nilai buffer harus empat (4) klik, hold dan rect secara bersamaan,klik enter 2 kali, jika sudah,buka tutup pada alat pH kemudian dicelupkan di perairan lalu amati hasil pada digital kemudian catat.
E. Analisis Sampel 1. Sedimen Permukaan
Hasil dari metode ini menggunakan saringan bertingkat pengayakan kering dimana prosedur pelaksanaan pengayakan kering sebagai berikut :
Sampel yang didapat dari lapangan dikeringkan menggunakan oven.
Setelah sampel kering ditimbang berat awal. Setelah mengetahui berat awal sampel
kemudian timbang berat tiap tingkatan ayakan untuk mengetahui berat kosong tiap ayakan.
Setelah mengetahui berat setiap berat ayakan, susun kembali ayakan kemudian mulai mengayak sampel demi sampel yang telah di keringkan.
Timbang setiap ayakan beserta sedimen yang tertinggal kemudian catat hasil nya.
3. Lumpur
Secara umum populasi lumpur dianalisis
proporsi masing-masing kelas ukuran yang ada dalam populasi. Prosedur pelaksanaan dengan metode ini sebagai berikut:
Masukan air kedalam tabung 1000ml. Masukan hasil ayakan terahir kedalam
tabung.
Setelah itu aduk dengan menggunakan sebatang stick selama 4menit.
Setelah selesai diaduk selama 4 menit, letakan Tabung silinder pada meja datar dan langsung hidupkan stopwatch.
Ambil larutan dari tabung silinder dengan menggunakan pipet yang bervolume 20 ml. Pada pipet harus diberi tanda sesuai
kedalaman pengambilan pada tabung
silinder (10 dan 20 cm).
Ambil larutan dari tabung silinder setelah 4 menit sebanyak 20 ml pada kedalaman 10 cm untuk partikel lumpur Ø5.
Setelah 15 menit ambil larutan dari tabung silinder dengan kedalaman 10 cm sebanyak 20 ml untuk Ø6.
Ambil sebanyak 20 ml pada kedalaman 20 cm setelah 30 menit untuk ukuran Ø7. Tunggu selama 2 jam, ambil sebanyak 20 ml
pada kedalaman 20 cmuntuk partikel lumpur Ø > 7.
Keringkan sampel dari hasil pemipetan
dengan suhu 105 0C selama 24 jam.
Timbang cawan yang telah kering bersama dengan residu sedimennya.
3. Statistika Sedimen Permukaan
Hasil dari metode pengayakan kering dan
pipet digabungkan dan didapatnkan diameter rata-rata atau mine size (Ø), koofesien sorting (ᵹ1), skewnss
(SK 1) yang diperoleh dari metode grafik menurut (Rifardi 2008). Perhitungan nilai tersebut didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a. Diameter rata-rata (Mz) = Ø16 + Ø50 + Ø84 3 Klasifikasi : Ø1 : coarse sand (pasir kasar) Ø2 : medium sand (pasir menengah)
Ø3 : fine sand (pasir
halus)
Ø4 : very fine sand
(pasir sangat halus)
Ø5 : coarse silt
(lumpur kasar)
Ø6 : medium silt (
lumpur menengah)
Ø7 : fine silt (lumpur
halus)
Ø8 : very fine silt
(lumpur sangat halus)
>Ø8 : clay (liat)
b. Sorting (ᵹ1) = Ø84 – Ø16 + Ø95 – Ø5
4 6,6 Klasifikasi :
<0,25Ø : very well sorted (terpilih sangat baik)
0,35 – 0,50Ø : well sorted
0,50 – 0,71Ø : moderately well sorted (terpilah)
0,71 – 1,0Ø : moderately
sorted (terpilah sedang)
1,0 – 2,0Ø : poorly sorted
(terpilah buruk )
>2,0 Ø : very poorly
sorted (terpilah sangat buruk)
c. Skewness (SK1) = Ø16 + Ø 84 - 2Ø50 + Ø5+Ø95 – 2 Ø50 2(Ø84 – Ø16) 2(Ø95 – Ø5) Klasifikasi : + 1,0 s.d + 0,3 : very fine skewed
+ 0,3 s.d + 0,1 : fine skewed
+ 0,1 s.d – 0,1 : near symmitrical
+ 0,1 s.d – 0,3 : coarse skewel
> - 0,3 : very coarse skewed
d. Kurtosis (KG) = Ø95-Ø5
2,44 (Ø75-Ø5)
4. Pengamatan Luasan Tutupan Lamun
Pengamatan lamun di lapangan meliputi pengukuran persen penutupan lamun. Pengamatan ini di batasi hanya pada transek kuadrat dan pengamatan dilakukan dengan cara menelusuri wilayah/snorkeling di permukaan air mengikuti sebaran titik sampling.
Unit sampling dalam penelitian ini adalah kuadrat dengan ukuran 0.25 m2 (0.5 m X 0.5 m), metode pengambilan data berpedoman sepenuhnya pada KepmenLH No.200 Tahun 2004. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode dimulai pada daerah surut terendah sampai daerah subtidal.
Gambar 4. Metode petak contoh untuk pengambilan data lamun
Tabel 4. Luas area penutupan lamun berdasar kelas kehadiran jenis
Kelas Luas Area Penutupan % Penutupan Area %Titik Tengah(M) 5 1/2- penuh 50 – 100 75 4 1/4 – 1/2 25 – 50 37,5 3 1/8 – 1/4 12,5 – 25 18,75 2 1/16 - 1/8 6,25 – 12,5 9,38 1 <1/16 < 6,25 3,13 0 Tidak Ada 0 0
Sumber: (Lampiran III Kepmen LH Nomor 200
Tahun 2004).
5. Pengambilan data peta sebaran sedimen menggunakan software ESRI
ArcGis 9.2 ArcMap.
Pengambilan data peta sebaran sedimen menggunakan sofware ESRI ArcGis 9.2 ArcMap. Prosedur pelaksanaan dengan metode ini sebagai berikut (john O’malley, 2007) :
Masukan data file ccb_db.shp ke frame aktif ArcMap.
Atur ulang semua nilai kerikil, pasir, lumpur dan tanah ,iat dari -99 ke nol.
Tambahkan kolom lemgpunf yang
“hilang” kedalam tabel atribut
Tambahkan nilai lempung yang hilang kedalam tabel atribut meggunakan Field Calculator dengan persamaan berikut “lempung = tanah liat”. Ketika komputasi nya selesai, cek hasil untuk mencari nilai keliru lempung tsb dan hapus catatan yang salah dari tabel atribut.
Untuk mengecek nilai negatif lempung, klik kanan pada kolom lempung dan pilih "Sort Ascending".
Klasifikasi sediemen menggunakan klik pada Feature -> Modified Shepard Sediment Classification tool. pilih kolom yg sesuai dari kerikil, pasir, lumpur dan tanahliat dari lalu klik OK
untuk mempersiapkan kumpulan data untuk gridding, beberapa minor sebelum memproses dan validasi data telah dilakukan catatan atribut lapangan di ccb_db.shp memiliki nilai yg di setel hingga -99. nilai ini diatur oleh pembuat data set ini untuk mengindikasikan
ketiadaan data yg valid, apakah
diobservasi atau dikomputasi, untuk segala bidang. sebagai bagian dari data preparasi, nilai -99 diubah menjadi nol (0).
kumpulan data ccb_db.shp berisi
persentase kerikil, pasir, lumpur dan tanah liat tapi bukan nilai lempung yg diperlukan. untuk menghasilkan nilai
lempung yg diperlukan, lempung
dikalkulasikan sebagai lempung =
lumpur - tanah liat.
untuk memastikan hanya sampel yg mencerminkan surficial sedimen yg
dimasukkan, kumpulan data ini
dipertanyakan untuk mengekstrak
sampel-sampel dengan "Top Sampel" dikedalaman hingga 0 meter.
pemprosesan data selanjutnya untuk memastikan persentase kerikil, pasir, lempung dan tanah liat dengan total antara 99 dan 101 persen. catatan data yg tidak mencapai nilai toleransi ini dieliminasi dari kumpulan data. total toleransi dari 99 dan 101 persen diambil dari program SEDCLASS.
Lalu kumpulan data di proses untuk mengurangi kelebihan poin dengan tujuan untuk mengeliminasi catatan dengan sampel yg kelebihan di lokasi yg sama. nilai data untuk lokasi yg diberikan dirata-ratakan dan membuat satu catatan data baru.
Lalu poin kumpulan data terakhir di gridded untuk memproduksi empat lapisan individual raster dari persentase kerikil, pasir, lempung dan tanah liat. lalu empat lapisan data raster ini
digabungkan menggunakan USGS
ArcMap Sediment Classification tool untuk memnghasilkan kumpulan data raster sedimen yg diklasifikasi.
Setelah memiliki data yang telah disiapkan buat bidang baru 100pct dan
LatLong di table atribut. Bidang-bidang
ini akan digunakan di pre-proses untuk memvalidasi dan mengeliminasi catatan yg terduplikasi sebelum proses akhir. Kumpulkan bidang baru tersebut, 100pct dan LatLong, dengan nilai menggunakan "Field Calculator".
Ambil poin yg dengan SAMPLETOP = 0. ini akan mengeliminasi sampel yg diambil dari inti dan akan memastikan hanya sampel yg surficial yg digunakan
di kalkulasi. bidang 100pct
dikalkulasikan berdasarkan nilai dari SAMPLETOP = 0. pilih poin data menggunakan bidang atribut 100pct dimana 100pct adalah >=99 dan <=101. buat lapisan data baru dari fitur yg dipilih. total toleransi 99 hingga 101
persen diambil dari SEDCLASS
program.
Buang poin yg terduplikasi dengan meringkas data pada bidang LatLong. bidang LatLong mewakili garis lintang dan garis bujur lokasi catatan di peta. meringkas tabel LatLong bisa merata-ratakan nilai sedimen dimana terdapat poin ganda. Untuk menjaga lokasi poin, ambil nilai terkecil dari garis lintang dan garis bujur untuk menghindari eror. Tambahkan tabel ringkasan ccb_summ di Table of Contents pilih Display XY Data. tambahkan poin data untuk membuat data lapisan permukaan dari kerikil, pasir, lempung dan tanah liat. Klik pada Modified Shepard Sediment Classification Tool. lalu pilih lapisan data yg ingin dianalisa pada jendela yg timbul. masukkan nama output dan destinasi untuk layer baru tsb lalu klik OK. untuk Input Gravel Raster pilih Graveln, untuk input Sand Raster pilih Sandn, untuk input Silt Raster Pilih Siltn, untuk input Clay Raster pilih Clayn,
untuk output modified shepard raster masukkan nama yg anda inginkan klik OK
Ketika Classification Tool telah selesai, pengguna dapat menyimbolkan nila-nilai
data termasuk r_mshepard.lyr atau
r_mfolk.lyr file layer.modifikasi peta dengan menambahkan judul, legenda, bar skala dan panah utara.
F. Analisi Data
Sampel sedimen permukaan dasar perairan dianalisis untuk memperoleh data ukuran butiran sedimen, data ini menentukan parameter statistik sedimen. Hasil analisis ukuran butiran digunakan untuk menentukan ukuran kelas masing-masing sub-populasi sedimen berdasarkan shepard triangel (shepard dalam Rifardi, 2012). Perhitungan analisis fraksi sedimen dan analisis statistik sedimen
menggunakan analsisi perhitungan sederhana
Ms.Exel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Perairan Desa Teluk
Bakau
Perairan Desa Teluk Bakau saat ini dimanfaatkan sebagai aktifitas masyarakat seperti Pemukiman, tempat sandar kelong, dan kawasan ekowisata. Dilain sisi perairan Desa Teluk Bakau merupakan alur pelayaran yang setiap hari terjadi pelayaran sehingga memiliki beban dan tekanan terhadap lingkungan aktifitas kelautan yang diduga
akan mempengaruhi faktor sedimen tersebut.
Dampak yang ditimbulkan adalah penambahan pasokan sedimen yang cukup merugikan bagi wilayah pesisir disekitar Desa Teluk Bakau tersebut,
sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan
sedimen antara yang ada dilamun dan tidak dilamun. Bagaimana karakteristik sedimen dasar perairan Desa Teluk Bakau serta pola sebaran sedimen yang ada dilamun.
B. Tutupan Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau
Hasil pengamatan tutupan lamun
berdasarkan cover area yang tertutupi oleh lamun dengan estimasi nilai dalam persentase (%). Dari semua titik sampling diketahui bahwa nilai tutupannya berbeda-beda dan memiliki karakteristik yang berbeda.Hasil analisa tutupan lamun secara lengkap dapat dilihat pada peta tutupan seperti pada gambar.
Gambar. Peta Tutupan Lamun di perairan Teluk Bakau
Dari peta diatas dapat dilihat bahwa nilai tutupan jenis lamun terbagi menjadi beberapa kelas tutupan mulai dari 2% - hingga 90%. Namun dapat dilihat bahwa dominan tutupan lamun di perairan Teluk Bakau antara 38 – 54%. Secara keseluruhan rata-rata tutupan lamun diketahui sebesar 49,4%. Status padang lamun menurut Kepmen LH nomor 200 Tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun berdasarkan penutupannya dibagi atas tiga kriteria yaitu kaya/sehat, kurang kaya/kurang sehat, dan miskin.
Status padang lamun menurut Kepmen LH nomor 200 tahun 2004 dapat dilihat pada tabel.
Tabel. Status padang lamun menurut Kepmen LH
nomor 200 tahun 2004
Status Kondisi Penutupan (%)
Baik Kaya/Sehat > 60
Rusak Kurang kaya/Kurang
sehat 30 – 59,9
Rusak Miskin < 29, 9
Sumber: Kep Men LH (2004)
Dari hasil pengukuran rata-rata tutupan padang lamun, dan dibandingkan dengan kondisi penentuan status padang lamun menurut KepMen LH (2004) bahwa kondisi lamun diperairan Desa Teluk Bakau tergolong memiliki tutupan yang kurang kaya/kurang sehat dengan nilai kisaran tutupan antara 30 – 59,9 %. Menurut Poedjirahajoe, dkk (2013) Rendahnya angka penutupan di pesisir umumnya diduga karena pantai semakin ramai dikunjungi wisatawan dan tingginya kegiatan kapal-kapal nelayan di kawasan padang lamun, sehingga kekeruhan perairan meningkat, seperti diketahui
bahwa kekeruhan menghambat terjadinya
fotosintesis. Hal ini juga terjadi di perairan Desa Teluk Bakau yang selalu padat dengan aktifitas perkapalannya.Dari hasil interpretasi data di dalam gambar peta tutupan lamun, bahwa area yang memiliki tutupan tinggi antara 73 – 90% adalah area yang terletak pada bagian tanjung.Diasumsikan terjadi penumpukan dan penumpukan sedimen di
area tersebut, disebabkan oleh arus yang
memusatpada area tersebut. Arus akan membawa partikel sedimen halus dan kemudian menumpuknya pada suatu tempat dan mempengaruhi komposisi sedimennya.
Perairan Desa Teluk Bakau telah lama ditetapkan sebagai kawasan perlindungan laut daerah melalui COREMAP menjadi kawasan perlindungan padang lamun. Kebijakan ini diambil tidak terlepas dari keanekaragaman jenis lamun yang berlimpah pada perairan Desa tersebut. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Arifa (2013) perairan Desa Teluk Bakau dijumpai 5 jenis diantaranya
Syringodium isoetifolium, Enhallus accoroides, Thalassia hemprichii, Halodule pinifolia, dan Halodule uninervisdengan tutupan total untuk semua
jenis mencapai47,96%.
C. Kondisi Sedimen di Perairan Desa Teluk Bakau
Data analisis sedimen di perairan Teluk Bakau terdiri dari jenis fraksi, diameter rata-rata ukuran sedimen, pemilahan sedimen, kurtosis, dan skewness hasil analisisnya dapat dilihat pada sub bab berikut :
1. Fraksi Sedimen
Dari hasil pengolahan data sedimen
menggunakan software gradistat sediment
diperoleh segitiga shepard untuk fraksi sedimen sperti pada gambar.
San Mu Grave 8 30 5 Tra 1 1:9 Sand:Mud 9:1 Grave Gra Mud dy Mu dd y Gravel Gravelly Slightly Slightly Slightly
Mu Sandy Muddy Sand
Slightly Gravelly Sandy
Gambar. Fraksi Sedimen berdasarkan Shepard Triangle
Dari segitiga sheppard sedimen dapat terlihat bahwa jenis fraksi sedimen di perairanTeluk Bakau terdiri dari bebrapa kelompok fraksi sedimen diantaranya gravelly mud (lumpur berkerikil),
Gravelly muddy sand (pasir lumpur dengan campuran
kerikil), serta slightly gravelly muddy sand
(campuran pasir lumpur kerikil dan lanai).Namun dapat dilihat bahwa jenis fraksi yang dominan pada perairan Teluk Bakau adalah gravelly mud (lumpur berkerikil).Adanya komposisi sedimen halus yaitu lumpur sangat mendukung kehidupan lamun di perairan Teluk Bakau. Sedimen ini berasal dari hasil pelakukan dan dekomposisi serasah daun lamun serta aktifitas permukiman yang dibawa oleh arus air menuju ke pesisir pantai hingga batas zona yang dihidupi oleh lamun. Sedimen halus sangat mendukung lamun, baik untuk unsur hara maupun system pemekaran perakarannya.
Menurut beberapa ahli bahwa Padang lamun dapat hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari 40% endapan lumpur. Kebutuhan substrat yang paling utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan
kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen
mencakup 2 hal, yaitu: (1) pelindung tanaman dari arus laut, (2) tempat pengolahan dan pemasok nutrien (Dahuri, 2003). Pada ekosistem padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat lumpur berpasir yang tebal. Syarat utama substrat yang dikehendaki oleh lamun adalah kedalaman sedimen, karena dapat membentuk perairan yang lebih stabil, serta dapat menjamin pasokan nutrien ke tumbuhan lamun (Tuo. A, 2011).
Dari hasil analsisi fraksi sedimen diatas, selanjutnya adalah melakukan transformasi data yang dituangkan dalam bentuk peta secaran sedimen di area lamun perairan Desa Teluk Bakau. Hasilnya akan dilihat komposisi sedimen pada setiap area yang diamati. Untuk lebih jelasnya, hasil transformasi data fraksi sedimen dapat dilihat pada peta seperti pada gambar.
Gambar.Fraksi Sedimen pada area lamun perairan
Desa Teluk Bakau
Dapat dilihat dari gambar peta sebaran jenis sedimen di perairan Teluk Bakau terdiri dari 3 jenis sedimen yakni Gravelly (kerikil), clayey sand (pasir berlumpur) dan sand silt clay (lumpur lanai campuran pasir). Namun diketahui bahwa kondisinya dominan pada jenis sedimen kasar yakni gravelly sedimen (kerikil) sdangkan jenis sedimen halus clayey sand (pasir berlumpur) dan sand silt clay (lumpur lanai campuran pasir) hanya tersebar pada bagian tanjung. Komposisi sedimen yang hampir merata pada jenis sedimen kasar ini diduga karena kondisi arus dan gelombang yang kuat sehingga sedimen yang halus akan mudah terbawa tersebar ke area lain. Jenis sedimen yang kasar juga dipengaruhi oleh banyaknya pecahan – pecahan karang serta bekas cangkang biota yang telah mati sehingga mengakibatkan kondisi sedimennya cenderung kasar.
Pada bagian tanjung jenis sediment mengalami perbedaan komposisi yanglebih halus. Hal ini bias terjadi karena adanya pengumpulan arah arus di wilayah tersebut. Pada lokasi tersebut arah arus laut cenderung lurus kearah pantai sehingga
terjadi turbulensi yang tinggi menyebabkan
penumpukan sedimen pada wilayah tesebut.
Sedangkan pada wilayah tanjung, arusnya bergerak bebas sehingga dapat mengangkut sedimen menyebar luas ke titik lain. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Wisha (2015) bahwa Distribusi kulitas perairan terutama untuk sebaran sedimen tersuspensi bahwa pengaruh arus pasang surut mempengaruhisebaran kualitas perairan, dalam hal ini diwakili olehdata sebaran TSS, hal ini diindikasikanbahwa pada wilayah dengan endapan sedimen yang tinggi (diwakili dengan TSS) tingkat turbulensi di daerah tersebut juga cenderung tinggi.
2. Diameter Rata-rata (Mean Size)
Diameter rata-raya sedimen di perairan Teluk Bakau terklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok diantaranya gravelly mud (lumpur
pasiran), Gravelly Muddy Sand (pasir lumpur campuran kerikil), serta Slightly Gravelly Muddy Sand (pasir lumpur kerikil sedikit lanai). Namun secara keseluruhan dominan pada jenis sedimen kasar yakni gravelly mud (lumpur pasiran). Sesuai dengan analisis menggunakan peta yang dibahas sebelumnya bahwa jenis sedimen yang dominan adalah sedimen kasar yakni gravelly sedimen. Untuk nilai partikelnya dominan pada jenis very fine gravel yang berarti ukuran butir sedimen di perairan teluk bakau termasuk jenis kerikil halus.
3. Pemilahan Sedimen (Sorting)
Klasifikasi jenis sorting dominan pada satu klasifikasi yaitu Very Poorly Sorted (terpilah sangat buruk). Dari hasil ini mencirikan bahwa komposisi
sedimen di perairan Teluk Bakau tersusun dengan besar ukuran butiransedimen yang tidak sama, artinya ada dominan satu jenis sedimen. Seperti yang diketahui bahwa jenis sedimen yang dominan tersebut adalah berbutir kasar yakni gravelly sedimen,yang menyatakan bahwa jenis sedimen di perairan tersebut kasar. Menurut Daulay (2014) Sorting adalah metode pemilahan keseragaman
distribusi ukuran butir yakni peyortirannya.
Penyortiran dapat menunjukkan batas ukuran butir, tipe pengendapan, karakteristik arus pengendapan, serta lamanya waktu pengendapan dari suatu populasi sedimen. Secara umum ada 2 kelompok utama yaitu
Well sorted sediment (terpilah baik) adalah suatu
lingkungan pengendapan sedimen disusun oleh besar butir relatif sama, mengidentifikasikan tingkat kestabilan arus pada perairan tersebut cukup stabil. Sebaliknya jika Poorly sorted sediment (terpilah buruk), maka kekuatan arus pada perairan tersebut tidak stabil, artinya pada kondisi waktu tertentu terjadi arus dengan kekuatan yang besar dan berubah dalam kondisi lain melemah kembali.
4. Kurtosis
Klasifikasi kurtosis terdiri dari Very
Platykurtic, Platykurtic,dan Mesokurtic, namun
domain pada jenis kurtosis Very Platykurtic.Rifardi (2012) mengatakan bahwa Kurtosis mengukur puncak dari kurva dan berhubungan dengan penyebaran distribusi normal. Bila kurva distribusi normal tidak terlalu runcing atau tidak terlalu datar disebut mesokurtic. Kurva yang runcing disebut leptokurtic, menandakan adanya ukuran sedimen tertentu yang mendominansi pada distribusi sedimen di daerah tersebut. Sedangkan untuk kurva yang datar disebut platikurtic, artinya distribusi ukuran sedimen
pada daerah tersebut sama. Hasil tersebut
sedimen pada titik-titik sampling pengamatan relatif
sama, meskipun ada beberapa titik yang
menunjukkan kurva Leptokurtic yang mencirikan adanya perbedaan ukuran butiran sedimen pada titik tersebut, dibandingkan dengan titik-titik lainnya.
5. Skewness
Di lokasi penelitian nilai skewness yaitu symmetrical dan fine skewed, namun dominan pada jenis skewness symmetrical manandakan bahwa ukuran butir sedimen tersusun dari sedimen berbutir kasar dan sedimen berbutir halus. Seperti hasil penelitian oleh Supriadi, (2015) mengatakan bahwa Skewness mencirikan ke arah mana dominan ukuran butir dari suatu populasi tersebut, mungkin simetri, condong ke arah sedimen berbutir kasar atau condong ke arah berbutir halus. Sehingga skewness dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimentasi. Nilai skewness positif menunjukkan suatu populasi
sedimen condong berbutir halus, sebaliknya
skewness negatif menunjukkan populasi sedimen condong berbutir kasar.
D. Tutupan Lamun berdasarkan Jenis Sedimen
Setelah mengetahui tingkat tutupan lamun serta ukuran partikel sedimen di perairan Desa Teluk Bakau, maka akan dilakukan perbandingan antara tutupan lamun berdasarkan karakteristik sedimennya. Hasil ini akan menerangkan secara jelas tutupan lamun yang paling tinggi akan cenderung terjadi pada
ukuran butir sedimen tertentu. Untuk
menggambarkan perbandingan tersebut, maka
disajikan dalam bentuk peta.Data sedimen
digambarkan dengan pendekatan klasifikasi tekstur secara umum, sedangkan data tutupan lamun ditentukan berdasarkan luas area tutupan (dalam persentase).Hasil pengolahan data citra pemetaan
antara jenis sedimen berdasarkan tutupan lamun dapat dilihat pada gambar.
Gambar. Peta Tekstur Sedimen dan Persentase Tutupan Lamun
Tingkat tutupan lamun berdasarkan jenis sedimen diperoleh hasil bahwa pada jenis sedimen
Clayey sand (pasir berlumpur) rata-rata tutupan
lamunnya sebesar 20%, dan pada jenis sedimen sand
silt clay (lumpur lanai berpasir) tingkat tutupan
lamun rata-ratanya sebesar 52,22%, dan pada jenis substrat yang dominan yaitu Gravelly (kerikil) rata-rata tutupan lamunnya sebesar 46,5%. Dari hasil tersebut mencirikan bahwa pada jenis sedimen yang lebih halus tutupan area lamunnya juga semakin besar. Dengan demikian, faktor ukuran butiran sangat menentukan kehidupan lamun terlebih lagi pada area dengan sedimen halus memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Wood (1987) dalam Siddik (2012), yang mengatakan bahwa pada sedimen yang halus kandungan bahan organik tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding dengan kondisi substrat yang kasar. Namun secara keseluruhan, kondisi
substrat masih layak bagi kehidupan dan
pertumbuhan lamun karena umumnya lamun dapat tumbuh pada berbagai macam tipe substrat.
Menurut Supriharyono, (2007)Hampir semua tipe substrat atau dasar perairan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan lamun, dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun pada ekosistem padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat pasir berlumpur yang tebal. Tipe substrat pada stasiun penelitian ditemukan mulai dari substrat lumpur hingga pasir. Tipe substrat tersebut masih sesuai untuk pertumbuhan lamun yang hidup pada tipe substrat yang beragam mulai dari lumpur hingga bebatuan.
E. Parameter Oseanografi Perairan Desa Teluk Bakau
Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi parameter fisika dan kimia yaitu suhu, salinitas, arus, kekeruhan, serta derajat keasaman yang hasilnya dapat dilihat pada tabel.
Parameter Satuan Hasil Pengukuran Rata - Rata Kep Men Lamun Suhu oC 30,2 28 - 30 Salinitas oo/ o 33,7 33 – 34 Arus m/s 0.10 - PH - 8,12 7 - 8,5
Tabel. Pengamatan Parameter Perairan
Sumber : Data Primer tahun 2016 1. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada perairan Teluk bakau rata-rata suhu di perairan
tersebut sebesar30,20C. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa kondisi perairan masih dalam keadaan yang sesuai untuk kehidupan lamun meskipun leih tinggi dibandingkan baku mutu optimal, namun masih dapat ditolelir oleh lamun. Mengingat menurut KEPMEN LH No. 51 (2004)
mengatakan kisaran nilai suhu yang baik bagi kehidupan lamun antara 28 – 30 0C.
Menurut Nybakken, (1992) Kisaran suhu optimal
untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu
optimum antara 25°-35°C dan pada saat cahaya penuh. Pengaruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu mempengaruhi proses fisiologi seperti fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Glynn, (1968); Lobban,
(1993), dalam Supriharyono, (2009) Pada kondisi
cahaya yang cukup, kebanyakan lamun memiliki suhu optimal untuk berfotosintesis sekitar 25 -350C, walaupun lamun dapat hidup pada suhu mencapai 40
0
C pada daereah tropis, namun pada kondisi tersebut daun lamun mulai menunjukkan kematian walaupun rhizomanya tidak terpengaruh. Pada suhu dibawah 20
0C sebagian besar lamun yang hidup di daerah tropis
akan mulai mengalami kematian daun.
2. Salinitas
Salinitas rata-rata di perairan Desa Teluk Baka sebesar 33,70/00. Menurut KEPMEN LH No. 51
(2004) mengatakan kisaran nilai salinitas yang baik bagi kehidupan lamun antara 30-340/00. Dengan
demikian menunjukkan bahaw nilai salinitas layak dengan kehidupan lamun karena msih dalam kisaran baku mutu yang diharapkan.Menurut Dahuri (2003) nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 350/00. Berdasarkan hasil tersebut, kondisi
salinitas melebihi batas optimal yang ditentukan, namun kehidupan lamun masih dalam kondisi baik. Kondisi tersebut diperkirakan bahwa lamun memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas. Didukung oleh pendapat Supriharyono, (2009) toleransi terhadap salinitas sangat bervariasi diantara spesies lamun, lamun lebih cenderung toleran terhadap salinitas/Euryhaline. Tingginya salinitas diakibatkan
karena kurangnya asupan air tawar ke perairan karena lokasi penelitian merupakan perairan laut ditambah lagi dengan kondisi panas yang cukup terik.
Menurut pendapat Dahuri (2003) spesies lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 10-400/00. Salah atu
faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai. Namun, Secara umum salinitas yang optimum untuk pertumbuhan lamun adalah berkisar
antara 25 – 350/00 (Zieman, 1975 dalam
Supriharyono, 2009).
3. Arus Permukaan
Arus perairan Teluk Bakau rata-rata mencapai 0.10 m/s. Dilihat dari kondisi arus permukaan perairan, maka arus pada lokasi penelitian tidak cukup kuat namun cukup untuk mendukung
terjadinya fotosintesis alami dari lamun.
Dikemukakan bahwa laju fotosintesis optimum bagi kehidupan lamun terjadi pada kecepatan arus antara
0.025-0.064m/s (Supriharyono,2007). Dengan
demikian arus yang ada di perairan DesaTeluk Bakau cukup sesuai bagi mendukung terjadinya fotosintesi oleh lamun, namun jika dilihat dari kerapatan jenis lamun yang tidak terlalu tinggi disebabkan karena optimalnya kegiatan perikanan pada area lamun
sehingga secara terus-menerus akan merusak
komunitas lamun di Desa Teluk Bakau.
4. Derajat Keasaman
Kondisi Derajat Keasamanpada lokasi penelitian tergolong kedalam kondisi yang normal. Rata-rata derajat keasaman di perairan Teluk Bakau sebesar 8,12. Besaran pH berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yangasam
sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH = 7 disebut sebagai netral
(Kordi, 2007). Secara keseluruhan kondisi Derajat Keasaman masih sesuai untuk kehidupan lamun. Mengacu pada KEPMEN LH (2004) Mengatakan bahwa kisaran Derajat Keasaman optimal untuk kehidupan lamun berkisar antara 7 – 8,5. Menurut
Effendi, (2003) Nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokomiawi perairan, pada kisaran pH < 4.00, segian besar tumbuhan akuatik akan mati karena tidak dapat bertoleransi pada pH rendah.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara keseluruhan rata-rata tutupan lamun
diperairan Desa Teluk Bakau diketahui sebesar 49,4% tergolong tingkat tutupan yang sedang (kurang kaya/kurang sehat)
2. Sebaran jenis sedimen di perairan Teluk
Bakau terdiri dari 3 jenis sedimen yakni Gravelly (kerikil), clayey sand (pasir berlumpur) dan sand silt clay (lumpur lanai campuran pasir). Namun diketahui bahwa kondisinya dominan pada jenis sedimen kasar yakni gravelly sedimen (kerikil).
3. Tingkat tutupan lamun berdasarkan jenis
sedimen diperoleh hasil bahwa pada jenis sedimen Clayey sand (pasir berlumpur) rata-rata tutupan lamunnya sebesar 20%, dan pada jenis sedimen sand silt clay (lumpur lanai berpasir) tingkat tutupan lamun
rata-ratanya sebesar 52,22%, dan pada jenis substrat yang dominan yaitu Gravelly (kerikil) rata-rata tutupan lamunnya sebesar 46,5%. Dari hasil tersebut mencirikan bahwa pada jenis sedimen yang lebih halus tutupan area lamunnya juga semakin besar.
B. Saran
Diharapkan dapat terus menjaga
keberlangsungan hidup komunitas lamun sebagai habitat bagi biota ekonomis sehingga kebutuhan masyarakat akan protein kelautan dapat terpenuhi. Perlu bagi masyarakat, akedemisi, pemerintah untuk berperan dalam meningkatkan kegiatan dan evaluasi pengelolaan padang lamun berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Arhat, P. Widada, S. & Saputra, S. (2014). Studi Sedimen Dasar Dan Kondisi
Arus do Perairan Keling Kabupaten Jepara. Jurnal Oseanografi. 683-689
Arjenggi, EK. 2014. Karateristik, Sedimen Permukaan Dasar Di Perairan
Kelurahan Tarempa Barat Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. 50 hal. (Tidak diterbitkan)
Gosari, J & Haris,A. 2012. Studi kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, Vol. 22 (3) 156-162
Idham. 2014. Studi Sedimentasi di Perairan Pulau Dompak Kecamatan Bukit
Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Fakultas Ilmu
Kelautan dan perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. 104 hal. (tidak diterbitkan)
Mukminin, A. 2009. Proses Sedimentasi di Perairan Pantai Dompak Kecamatan
Bukit Bestari Profinsi Kepulauan Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau. 60. Hal (tidak diterbitkan)
Munandar, K. 2014, Karekteristik Sedimen Perairan Desa Tanjung Momongan
Kecamatan Kepulauan Anambas. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Univesitas Maritim Raja Ali Haji. 59 hal (tidak diterbitkan)
Robby, A. 2014. Sedimentasi diperairan Tepi Laut Kota Tanjungpinang Provinsi
Kepulauan riau. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Maritim Raja Ali Haji. 117 hal (tidak diterbitkan)
Rifardi, 2008. Tekstur Sedimen sampling Dan Analisis. Universitas Riau Press.
Rifardi, 2012. Ekologi sedimen laut modern. Edisi revisi. Pekanbaru. UNRI Press.
Wicaksono, G. 2012. Struktur Vegetasi dan Kerapatan Jenis Lamun di Perairan
Kepulauan Karimun Jawa Kabupaten Jepara. Jurnal of marine research,1-7
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar ilmu kelautan . PT Gramedia Widiasrana. Jakarta
O’malley j.2007. U.S geogologicalsurvey, reston, virginia.