• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KEEFEKTIFAN BAHAN PELINDUNG ALAMI DALAM MEMPERTAHANKAN VIRULENSI Spodoptera exigua NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SeNPV)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KEEFEKTIFAN BAHAN PELINDUNG ALAMI DALAM MEMPERTAHANKAN VIRULENSI Spodoptera exigua NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SeNPV)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KEEFEKTIFAN BAHAN PELINDUNG ALAMI DALAM

MEMPERTAHANKAN VIRULENSI Spodoptera exigua

NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SeNPV)

The Effectiveness of Natural Protectant to Maintain the Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV) Infectivity

Abstrak

Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) merupakan patogen ulatgrayak bawang (UGB) yang sangat potensial untuk dijadikan bioinsektisida. Salah satu kelemahan dari SeNPV dalam mengendalikan UGB di lapangan adalah mudah terdegradasi oleh paparan ultraviolet (UV). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyinaran sinar matahari terhadap virulensi SeNPV dan mendapatkan bahan pelindung alami terhadap UV matahari yang mampu mempertahankan virulensi SeNPV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyinaran sinar matahari mempengaruhi virulensi SeNPV. Penambahan 1 % arang tempurung kelapa, jelaga, arang sekam, tepung bengkuang, molase, filtrat bengkuang, filtrat kunyit dan filtrat teh hijau mampu melindungi partikel SeNPV dari paparan sinar UV matahari. Filtrat bengkuang direkomendasikan menjadi pelindung alami SeNPV, sebab penambahan 5% atau lebih mampu mempertahankan virulensi SeNPV dengan baik.

Kata Kunci : Spodoptera exigua, S. exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV), UV protektan, virulensi

(2)

Abstract

Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) is an entomophathogenic virus of onion caterpillar. One of the major constraint to the use of Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV) for biocontrol of onion caterpillar is its sensitivity to ultraviolet (UV) degradation. The purposes of this research were to determine the effect of sunlight exposure on the virulence of SeNPV and to find out the effective natural UV protectant to maintain the SeNPV virulence. The results showed that the sunlight radiation affects the SeNPV infectivity. Addition of 1% of coconut shell charcoal, lampblack, husk charcoal, yam flour, molasses, yam filtrate, turmeric filtrate and green tea filtrate to the SeNPV suspension were found to be effective as UV protectant. All materials tested are considered potential as natural UV protectant in the formulation of SeNPV-based biopesticides. Yam bean filtrate is recommended as natural UV protectant, as it provided nearly 100% UV protection for SeNPV.

Keywords: Spodoptera exigua, S. exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV), UV protectant, infectivity

Pendahuluan

Nucleopolyhedrovirus (NPV) telah lama digunakan sebagai agens hayati untuk mengendalikan berbagai jenis hama tanaman (Federici dalam Hall & Julius 1999; Monobrullah 2003; Goulson et al. 2003; Martinez et al. 2004; Mondragon et al. 2007). Virus yang tergolong Baculovirus ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu spesifik inang, ramah lingkungan, efektif untuk mengendalikan hama yang sudah resisten terhadap pestisida, persisten pada tanaman dan tanah serta dapat dipadukan dengan teknologi pengendalian yang lainnya (Young 1989; Adams & Bonami 1991; Lacey et al. 2001; Barrett et al. dalam Koul & Dhaliwal 2002; Takatsuka & Kunimi 2002; Armenta et al. 2003). Akan tetapi di samping beberapa keunggulan tersebut, Baculovirus juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan utama yang berpengaruh dalam upaya pengembangan virus ini menjadi bioinsektisida adalah mudah terdegradasi oleh sinar ultraviolet (UV) dari matahari (Greigo et al. 1985;

(3)

Mishra 1998; Koul & Dhaliwal 2002; McIntosh et al. 2004; Mondragon et al. 2007; Mehrvar et al. 2008).

Penelitian untuk mempertahankan persistensi virus patogen serangga terhadap paparan sinar ultraviolet (UV) telah dilakukan, antara lain: penambahan pencerah flourescen pada Spodoptera frugiperda nucleopolyhedrovirus (SfNPV) (Hamm et al. 1994; Martinez et al. 2003; Mondragon et al. 2007), Lymantria dispar NPV (LdNPV) (Dougherty et al. 1996), S. exigua NPV (SeNPV) (Kao et al. 1991; Murillo et al. 2003; Lasa et al. 2007), penambahan Titanium dioksida (TiO2) pada Helicoverpa zea nucleopolyhedrovirus (HzNPV) ( Farrar et al. 2004), penambahan oksida besi (iron oxide) pada Homona magnanima granulovirus (HomaGV) (Asano 2005), penambahan Congo red dan Tinopal LPW pada L. dispar NPV (LdMNPV) (Shapiro & Shepard 2008), penambahan adjuvan pada H. armigera NPV (HaNPV) (Mehrvar et al. 2008), penambahan ekstrak teh hijau pada S. exigua NPV (SeNPV) (Shapiro et al. 2008) dan penambahan ekstrak teh hitam, lignin, kopi dan coklat pada SeNPV (El Salamouny et al. 2009a, 2009b).

Di antara bahan-bahan yang telah diketahui efektif dapat melindungi partikel virus dari paparan sinar UV, pencerah optik merupakan bahan yang paling intensif diteliti dan telah digunakan dalam formulasi bioinsektisida NPV. Monobrullah (2003) melaporkan bahwa penggunaan pencerah optik tidak hanya dapat melindungi partikel virus dari paparan sinar UV matahari sehingga dapat mencegah terjadinya inaktifasi, tetapi juga dapat meningkatkan mortalitas larva (menurunkan nilai LC50) dan dapat mempercepat kematian larva (menurunkan nilai LT50). Hasil penelitian laboratorium oleh Martinez et al. (2000) menunjukkan bahwa Tinopal LPW (1%) dapat menurunkan nilai LC50 dari S. frugiperda NPV terhadap larva instar 2 dari 82,1 POB/mm2 menjadi 0,71 POBs/mm2. Sementara itu Shapiro (2000) menyatakan bahwa penambahan Tinopal LPW (1%) dapat mengurangi 130 kali lipat LC50 dari SeMNPV pada S. exigua dan AcMNPV pada Autographa californica, bahkan dapat menurunkan sampai 300 kali lipat LC50 dari AfMNPV pada Anagrapha fakcifera. Demikian juga Lasa et al. (2007) melaporkan bahwa penggunaan leucophor AP 0.1%

(4)

dan 1% dapat secara signifikan meningkatkan prevalensi larva S. exigua yang terinfeksi SeMNPV dengan nilai potensi relatif berturut-turut 25,02 dan 5.731.

Penggunaan UV protektan kimia sintetik ini meskipun telah terbukti dapat mempertahankan virulensi virus patogen serangga, akan tetapi diketahui ada indikasi berdampak negatif terhadap serangga berguna, pertumbuhan tanaman dan menjadi cemaran lingkungan (Goulson et al. 2000; Goulson et al. 2003). Tinopal CBS (0,1% dan 1%) dapat menurunkan populasi polinator dan lebah penyerbuk (Goulson et al. 2000), dan Tinopal CBS 5% dapat menurunkan pertumbuhan tanaman jagung hingga 25%, bahkan Tinopal CBS 1% dapat menurunkan pertumbuhan tanaman barley antara 30-40% (Goulson et al. 2003). Di samping itu menurut Martinez et al. (2000) penggunaan Tinopal LPW 1% akan menambah biaya pengendalian hama yang signifikan dibandingkan dengan penggunaan insektisida kimia.

Oleh karena pengaruh radiasi UV dari sinar matahari ini sangat besar terhadap penurunan keefektifan SeNPV di lapangan, sementara bahan-bahan protektan kimiawi berpotensi menimbulkan dampak negatif, maka perlu dicari bahan protektan alami yang lebih ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran sinar matahari terhadap virulensi S. exigua NPV (SeNPV) dan mendapatkan bahan-bahan pelindung (UV protectant) alami yang efektif mampu mempertahankan virulensi SeNPV.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan April 2010 sampai Maret 2011 di Laboratorium Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Bogor.

(5)

Pengaruh Lama Penyinaran Sinar Matahari Terhadap Virulensi SeNPV

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan pakan buatan pada wadah plastik. Perlakuan yang diujikan adalah penyinaran sinar matahari selama 15, 30, 60, 90 dan 120 menit. Dalam penelitian ini dibuat 2 jenis kontrol, yaitu kontrol positif berupa perlakuan SeNPV tanpa penjemuran dan kontrol negatif (pengoreksi) yaitu tanpa perlakuan SeNPV dan tanpa penjemuran.

Perlakuan menggunakan metode kontaminasi pakan (Hunter-Fujita et al. 1998). Suspensi dengan konsentrasi 1,13 x 108 POB/ml diteteskan dengan menggunakan pipet kecil pada permukaan pakan buatan, kemudian dijemur di bawah sinar matahari langsung yang dimulai sejak pukul 10.00 pagi (rata-rata intensitas sinar UV di atas

2.000 μW/cm2) dengan lama penyinaran sesuai perlakuan. Setelah diberi perlakuan dimasukan ke dalam masing-masing wadah tersebut 1 ekor larva S. exigua instar 3 hasil perbanyakan di laboratorium. Masing-masing perlakuan menggunakan 30 ekor larva dan diulang sebanyak 3 kali.

Variabel yang diamati adalah kematian serangga uji yang terinfeksi virus sampai semua serangga uji pada kontrol negatif menjadi pupa. Persentase mortalitas dihitung berdasarkan rumus Abbott (1925), yaitu :

Pt = Po – Pk x 100% 100 – Pk

Dimana Pt : Persentase kematian larva terkoreksi Po : Persentase kematian larva yang diamati Pk : Persentase kematian larva pada kontrol.

Untuk menilai pengaruh lama penyinaran terhadap virulensi SeNPV digunakan rumus persentase aktivitas tersisa dari asalnya (percent original activity remaining/ OAR) (Kao et al. 1991; Mehrvar et al. 2009) dengan rumus:

OAR (%) = % Mortalitas inang setelah penyinaran x 100 % Mortalitas inang tanpa penyinaran

(6)

Pengujian Bahan Pelindung Alami Berbentuk Tepung

Bahan pelindung terhadap UV alami berbentuk tepung yang digunakan adalah 1) arang sekam, 2) arang tempurung kelapa, 3) jelaga, 4) talk dan 5) aci bengkuang (Pachyrrhizus erosus); kontrol yang digunakan adalah 1) hanya SeNPV dengan penjemuran (kontrol negatif), 2) hanya SeNPV tanpa penjemuran (kontrol positif) dan 3) Aquades (kontrol pengoreksi).

Masing-masing 1 gram bahan pelindung alami berbentuk tepung yang diuji dibuat suspensi dalam 10 ml aquades dengan cara pengadukan (w/v). Kemudian suspensi tersebut diambil sebanyak 1 ml dan ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi dengan masing-masing 9 ml suspensi virus dengan konsentrasi 1.13 x 108 POB/ml, sehingga konsentrasi bahan dalam suspensi menjadi 1%. Campuran tersebut diaduk dengan baik sehingga semua bahan dipastikan bercampur secara merata. Suspensi kemudian diteteskan dengan menggunakan pipet kecil pada permukaan pakan buatan dalam wadah. Kemudian dijemur selama 30 menit di bawah sinar matahari langsung pada pukul 12.30 – 13.00 ( intensitas UV berkisar antara 3.000 – 4.000 μM/cm2). Setiap perlakuan masing-masing digunakan 30 wadah plastik dan diulang sebanyak 4 kali. Setelah dijemur, kemudian dimasukan pada masing-masing wadah tersebut larva instar 3 secara individual dan ditempatkan pada tempat yang terlindung sinar matahari langsung.

Variabel yang diamati adalah 1) mortalitas serangga uji dari waktu perlakuan sampai 6 hari setelah perlakuan (HSP), 2) waktu kematian serangga uji, dan 3) aktifitas makan serangga uji. Persentase mortalitas terkoreksi dihitung berdasarkan rumus Abbott (1925), sedangkan keefektifan bahan-bahan yang diuji dalam melindungi partikel virus dari paparan sinar UV dihitung dengan menggunakan rumus efesiensi relatif (ER) (Mehrvar et al. 2008). Untuk menilai pengaruh penyinaran terhadap virulensi SeNPV digunakan rumus original activity remaining (OAR%) (Kao et al. 1991; Mehrvar et al. 2009).

(7)

Pengujian Bahan Pelindung Alami Berbentuk Cair

Bahan pelindung alami cair yang digunakan adalah: (1) molase, (2) filtrat teh hijau, (3) filtrat kunyit dan (4) filtrat bengkuang; kontrol yang digunakan adalah: (1) hanya SeNPV dengan penjemuran (kontrol negatif), (2) hanya SeNPV tanpa penjemuran (kontrol positif) dan (3) Aquades (kontrol pengoreksi).

Masing-masing 1 ml molase, air rebusan teh hijau, air perasan kunyit dan air perasan umbi bengkuang diencerkan 10 kali dengan aquades (v/v). Kemudian larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi dengan masing-masing 9 ml suspensi virus dengan konsentrasi 1.13 x 108 POB/ml, sehingga konsentrasi bahan dalam suspensi menjadi 1%. Campuran tersebut diaduk dengan baik sehingga semua bahan dipastikan bercampur secara merata. Suspensi kemudian diiteteskan dengan menggunakan pipet kecil pada permukaan pakan buatan dalam wadah plastik. Kemudian dijemur selama 30 menit di bawah sinar matahari langsung pada pukul 12.30 – 13.00 (intensitas UV berkisar antara 3.000 – 4.000 μM/cm2). Setiap perlakuan masing-masing digunakan 30 wadah plastik (30 ekor larva instar 3) dan diulang sebanyak 4 kali. Setelah dijemur, kemudian dimasukan pada masing-masing wadah tersebut larva instar 3 secara individual dan ditempatkan pada tempat yang terlindung sinar matahari langsung.

Variabel yang diamati adalah; (1) mortalitas serangga uji dari waktu perlakuan sampai 6 hari setelah perlakuan (HSP), (2) waktu kematian serangga uji, dan (3) aktifitas makan serangga uji. Persentase mortalitas terkoreksi dihitung berdasarkan rumus Abbott (1925) dan keefektifan bahan-bahan pelindung dihitung dengan menggunakan rumus efesiensi relative (ER) (Mehrvar et al. 2008). Untuk menilai pengaruh penyinaran terhadap virulensi SeNPV digunakan rumus original activity remaining (OAR%) (Kao et al. 1991; Mehrvar et al. 2009).

(8)

Pengaruh Bahan Pelindung terhadap UV terhadap Aktifitas Makan UGB

Penelitian untuk mengetahui pengaruh pelindung terhadap UV alami terhadap aktifitas makan UGB menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan pakan buatan pada wadah plastik. Bahan yang digunakan adalah 1) arang sekam, 2) arang tempurung kelapa, 3) jelaga, 4) talk dan 5) aci bengkuang, 6) molase, 7) filtrat teh hijau, 8) filtrat kunyit dan 9) filtrat bengkuang, 10) hanya SeNPV, dan 11) Aquades. Masing-masing 9 ml suspensi SeNPV dengan konsentrasi 1.13 x 108POB/ml ditambah dengan masing-masing 1 ml larutan atau suspensi bahan yang akan diujikan sehingga konsentrasi bahan dalam larutan menjadi 1%. Pengujian dilakukan dengan metode kontaminasi pakan (Hunter-Fujita et al. 1998). Setiap perlakuan menggunakan 30 larva instar 3 dan diulang 3 kali. Variabel yang diamati adalah jumlah UGB yang aktif makan.

Penentuan Konsentrasi Filtrat Bengkuang sebagai Pelindung Alami SeNPV

Perlakuan untuk menentukan konsentrasi filtrat bengkuang yang efesien melindungi SeNPV dari paparan sinar ultraviolet matahati menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan metode kontaminasi pakan (Hunter-Fujita et al. 1998). Konsentrasi filtrat bengkuang yang digunakan adalah: 1%, 5%, 10%, 15% dan 20% dari larutan total yang berisi polihedra SeNPV hasil pemurnian. Kontrol yang digunakan adalah: (1) hanya SeNPV dengan penjemuran (kontrol negatif), (2) hanya SeNPV tanpa penjemuran (kontrol positif) dan (3) Aquades (pengoreksi).

Masing-masing 10 ml suspensi virus dengan konsentrasi 1.13 x 108 POB/ml ditambah dengan masing-masing 0, 0.1, 0.5, 1, 1,5 dan 2 ml filtrat bengkuang sehingga konsentrasi bahan dalam suspensi menjadi 1%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Campuran tersebut diaduk dengan baik sehingga semua bahan dipastikan bercampur secara merata. Suspensi kemudian diteteskan dengan menggunakan pipet kecil pada permukaan pakan buatan dalam wadah plastik. Kemudian dijemur selama 30 menit di bawah sinar matahari langsung pada pukul 11.30 – 12.00 (intensitas UV berkisar

(9)

antara 2.000 – 3.000 μM/cm2). Setiap perlakuan masing-masing digunakan 30 wadah plastik dan diulang sebanyak 3 kali. Setelah dijemur, kemudian dimasukan pada masing-masing wadah tersebut larva UGB instar 3 secara individual dan ditempatkan pada tempat yang terlindung sinar matahari langsung.

Variabel yang diamati adalah mortalitas serangga uji dari waktu perlakuan sampai 6 hari setelah perlakuan (HSP) dan waktu kematian serangga uji. Persentase mortalitas terkoreksi dihitung berdasarkan rumus Abbott (1925) dan keefektifan filtrat bengkuang dalam melindungi partikel virus dari paparan sinar UV dihitung dengan menggunakan rumus efesiensi relative (ER) (Mehrvar et al. 2008). Untuk menilai pengaruh penyinaran terhadap virulensi SeNPV digunakan rumus original activity remaining (OAR%) (Kao et al. 1991; Mehrvar et al. 2009).

Analisis Data

Semua data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SAS. Apabila terdapat perbedaan diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata α = 0,05.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Lama Penyinaran Sinar Matahari Terhadap Virulensi SeNPV

Hasil pengukuran terhadap intensitas sinar ultraviolet (UV) menggunakan pengukur UV 290 – 390 nm (UV 340 Lutron) saat udara cerah dan cahaya matahari terik di Bogor pada 10 hari selama bulan Februari 2011, diperoleh data seperti pada Gambar 5.1. Mulai pukul 09.00 sampai dengan pukul 14.00 intensitas cahaya UV dari sinar matahari dinilai tinggi, karena rata-rata lebih besar dari 2000 μW/cm2, dan tertinggi terjadi antara pukul 11.00 sampai 12.00. Hunter-Fujita et al. (1998) menyatakan bahwa sebagian besar sinar UV mengenai permukaan bumi antara pukul 09.00 – 15.00 waktu lokal.

(10)

Gambar 5.1. Rata-rata intensitas sinar UV dari sinar matahari saat udara cerah di Bogor

Semakin lama waktu penjemuran, semakin sedikit persentase UGB yang mati terinfeksi virus (Gambar 5.2). Rata-rata persentase mortalitas UGB yang terinfeksi SeNPV setelah penjemuran selama 15 sampai 120 menit berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 5.1). Akan tetapi pengaruh antar perlakuan penjemuran selama 15, 30 dan 60 menit, yang ditunjukkan dengan persentase mortalitas berturut-turut 46.49%, 42.49% dan 38.33%,ketiganya tidak berbeda nyata. Penurunan virulensi SeNPV akibat paparan sinar matahari diukur dengan nilai aktifitas sisa dari aktifitas aslinya atau original activity remaining (OAR). Dengan kata lain penurunan aktifitas SeNPV adalah nilai OAR kontrol dikurangi nilai OAR perlakuan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penjemuran selama 15, 30, 60, 90 dan 120 menit dapat menurunkan aktifitas SeNPV berturut-turut sebesar 21,85%, 28,58%, 35,57%, 50,97% dan 77,98%. 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 08 .0 0 08 .1 5 08 .3 0 08 .4 5 09 .0 0 09 .1 5 09 .3 0 09 .4 5 10 .0 0 10 .1 5 10 .3 0 10 .4 5 11 .0 0 11 .1 5 11 .3 0 11 .4 5 12 .0 0 12 .1 5 12 .3 0 12 .4 5 13 .0 0 13 .1 5 13 .3 0 13 .4 5 14 .0 0 In te n si ta s si n a r U V ( μ W/ cm 2 ) Waktu (WIB)

(11)

0 10 20 30 40 50 60 70 1 M o rt al it as U GB i n st ar 3 (% ) Tanpa penjemuran 15 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

Gambar 5.2. Pengaruh lama penjemuran terhadap virulensi SeNPV

Sinar matahari terdiri dari UV-C (200-280 nm), UV-B (280-320 nm) UV-A (320-390 nm), sinar tampak (390-780 nm) dan infra merah (lebih dari 780 nm) (Hunter-Fujita et al. 1998; Asmaa et al. 2009). Terjadinya penurunan aktifitas SeNPV setelah penjemuran langsung di bawah sinar matahari disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet (UV) (Young 2000), terutama UV-B (280-320 nm) dan UV-A (320-400 nm) (Griego et al. 1985; Martignoni & Iwai 1985). Menurut Hunter-Fujita et al. (1998) radiasi sinar UV dari sinar matahari dapat menginduksi perubahan molekuler pada DNA yang berakibat pada penghambatan sintesis DNA normal dan terjadinya mutasi. Tingkat penurunan virulensi SeNPV dipengaruhi oleh berapa lama partikel virus terpapar sinar matahari dan berapa banyak intensitas sinar UV mengenai partikel tersebut. Hasil penelitian Mehrvar et al. (2008) yang menguji pengaruh waktu dan konsentrasi intensitas sinar matahari terhadap aktifitas Helicoverpa armigera NPV (HaNPV) menunjukkan bahwa semakin lama penyinaran dan semakin tinggi konsentrasi intensitas sinar matahari yang digunakan, maka semakin cepat HaNPV menjadi tidak aktif. Hasil penelitian Trizelia (2005) menunjukkan bahwa penyinaran sinar UV selama 15 menit menurunkan daya kecambah konidia Beauveria bassiana secara nyata dan waktu penyinaran 45 menit menyebabkan daya kecambah semua isolat B. bassiana hilang.

2 3 4 5

Hari setelah inokulasi

Tanpa penjemuran 15 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

Gambar 5.2. Pengaruh lama penjemuran terhadap virulensi SeNPV

Sinar matahari terdiri dari UV-C (200-280 nm), UV-B (280-320 nm) UV-A (320-390 nm), sinar tampak (390-780 nm) dan infra merah (lebih dari 780 nm) (Hunter-Fujita et al. 1998; Asmaa et al. 2009). Terjadinya penurunan aktifitas SeNPV setelah penjemuran langsung di bawah sinar matahari disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet (UV) (Young 2000), terutama UV-B (280-320 nm) dan UV-A (320-400 nm) (Griego et al. 1985; Martignoni & Iwai 1985). Menurut Hunter-Fujita et al. (1998) radiasi sinar UV dari sinar matahari dapat menginduksi perubahan molekuler pada DNA yang berakibat pada penghambatan sintesis DNA normal dan terjadinya mutasi. Tingkat penurunan virulensi SeNPV dipengaruhi oleh berapa lama partikel virus terpapar sinar matahari dan berapa banyak intensitas sinar UV mengenai partikel tersebut. Hasil penelitian Mehrvar et al. (2008) yang menguji pengaruh waktu dan konsentrasi intensitas sinar matahari terhadap aktifitas Helicoverpa armigera NPV (HaNPV) menunjukkan bahwa semakin lama penyinaran dan semakin tinggi konsentrasi intensitas sinar matahari yang digunakan, maka semakin cepat HaNPV menjadi tidak aktif. Hasil penelitian Trizelia (2005) menunjukkan bahwa penyinaran sinar UV selama 15 menit menurunkan daya kecambah konidia Beauveria bassiana secara nyata dan waktu penyinaran 45 menit menyebabkan daya kecambah semua isolat B. bassiana hilang.

6

Gambar 5.2. Pengaruh lama penjemuran terhadap virulensi SeNPV

Sinar matahari terdiri dari UV-C (200-280 nm), UV-B (280-320 nm) UV-A (320-390 nm), sinar tampak (390-780 nm) dan infra merah (lebih dari 780 nm) (Hunter-Fujita et al. 1998; Asmaa et al. 2009). Terjadinya penurunan aktifitas SeNPV setelah penjemuran langsung di bawah sinar matahari disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet (UV) (Young 2000), terutama UV-B (280-320 nm) dan UV-A (320-400 nm) (Griego et al. 1985; Martignoni & Iwai 1985). Menurut Hunter-Fujita et al. (1998) radiasi sinar UV dari sinar matahari dapat menginduksi perubahan molekuler pada DNA yang berakibat pada penghambatan sintesis DNA normal dan terjadinya mutasi. Tingkat penurunan virulensi SeNPV dipengaruhi oleh berapa lama partikel virus terpapar sinar matahari dan berapa banyak intensitas sinar UV mengenai partikel tersebut. Hasil penelitian Mehrvar et al. (2008) yang menguji pengaruh waktu dan konsentrasi intensitas sinar matahari terhadap aktifitas Helicoverpa armigera NPV (HaNPV) menunjukkan bahwa semakin lama penyinaran dan semakin tinggi konsentrasi intensitas sinar matahari yang digunakan, maka semakin cepat HaNPV menjadi tidak aktif. Hasil penelitian Trizelia (2005) menunjukkan bahwa penyinaran sinar UV selama 15 menit menurunkan daya kecambah konidia Beauveria bassiana secara nyata dan waktu penyinaran 45 menit menyebabkan daya kecambah semua isolat B. bassiana hilang.

(12)

Tabel 5.1. Pengaruh waktu penjemuran terhadap virulensi SeNPV

Penjemuran (menit) Mortalitas (%)a,b OAR (%)c

0 15 30 60 90 120 59,49 + 6,54 a 46,49 + 7,86 b 42,49 + 6,62 b 38,33 + 1,44 bc 29,17 + 7,22 cd 16,67 + 6,45 d 100 78,15 71,42 64,43 49,03 28,02

aMortalitas terkoreksi pada pengamatan hari ke-6 setelah perlakuan b

Rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji Duncan, α = 0,05).

cPersentasi Original activity remaining

Keefektifan Bahan Pelindung Alami terhadap UV Berbentuk Tepung

Sampai pengamatan hari ke-4 setelah perlakuan (HSP), pengaruh bahan pelindung alami terhadap UV berbentuk tepung yang diuji yaitu: arang sekam, arang tempurung kelapa, jelaga, talk dan tepung bengkuang tidak berbeda nyata dengan perlakuan SeNPV dijemur (kontrol negatif). Akan tetapi hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa 4 jenis dari bahan pelindung alami terhadap UV berbentuk tepung yang diuji dapat melindungi sebagian partikel SeNPV dari paparan UV matahari (Tabel 5.2). Pada pengamatan hari ke-5 dan ke-6 setelah perlakuan terlihat bahwa arang sekam dan jelaga efektif melindungi partikel virus dari paparan sinar UV, dengan rata-rata mortalitas, masing-masing: arang sekam (48,55% dan 55,92%) dan jelaga (47,37% dan 56,48%) yang secara statistik berbeda nyata dengan kontrol negatif (34,63% dan 38,47%). Arang tempurung dan aci bengkuang juga memiliki potensi sebagai pelindung alami terhadap UV dengan persentase mortalitas larva S. exigua masing-masing sebesar 57,47 % dan 49,65% yang berbeda nyata dengan kontrol negatif yaitu 38,47%. Sedangkan talk tidak dapat melindungi partikel virus dari paparan sinar UV, karena selama pengamatan pengaruhnya tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif.

(13)

Tabel 5.2. Rata-rata persentase mortalitas S. exigua terkoreksi setelah perlakuan pelindung terhadap UV berbentuk tepung

Perlakuan Mortalitas kumulatif (%)a

Hari setelah inokulasi

3 4 5 6 Arang sekam 5,46 + 5,73 b 18,28 + 10,85 b 48,55 + 6,43 b 55,92 + 6,15 b Arang tempurung 15,88 + 2,41 a 18,76 + 2,77 b 35,44 + 8,48 c 57,47 + 8,68 b Jelaga 9,14 + 3,25 ab 18,27 + 8,58 b 47,37 + 7,19 b 56,48 + 6,81 b Talk 10,58 + 0,19 ab 10,58 + 7,10 b 33,94 + 5,15 c 44,69 + 5,74 cd Tepung bengkuang 7,53 + 6,49 b 9,20 + 4,85 b 32,73 + 2,86 c 49,65 + 2,79 bc Kontrol negative 11,51 + 5,41 ab 16,04 + 4,54 b 34,63 + 9,74 c 38,47 + 5,19 d Kontrol positif 10,14 + 3,99 ab 38,46 + 7,92 a 65,73 + 7,92 a 71,13 + 6,68 a a

Rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji Duncan, α = 0,05).

Dari nilai original activity remaining (OAR) pada Tabel 5.3 terlihat bahwa perlakuan penjemuran selama 30 menit dapat menurunkan virulensi SeNPV hampir separuhnya. Perlakuan bahan-bahan pelindung alami terhadap UV ternyata dapat menghambat penurunan kinerja SeNPV. Efesiensi relatif (ER) dari bahan-bahan tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.3: arang tempurung, jelaga, arang sekam dan tepung bengkuang nilai efesiensinya berturut-turut 1,49, 1,47, 1,45 dan 1,29 yang berbeda nyata dengan kontrol negatif. Hanya satu bahan yang memiliki nilai ER tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif, yaitu talk.

Di antara 5 jenis bahan yang diuji, jelaga lampu (1%) telah diteliti sebelumnya oleh Mehrvar et al. (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jelaga lampu (1%) memiliki nilai ER sebesar 1.6 yang hampir sama dengan hasil penelitian ini yaitu 1.47. Arang tempurung, jelaga dan arang sekam merupakan bahan karbon aktif yang dapat menyerap sinar UV. Menurut Hunter-Fujita et al. (1998) beberapa material berwarna hitam seperti karbon aktif dapat menyerap cahaya (absorbant) mulai dari inframerah sampai UV. Hasil penelitian Ignoffo et al. (1991) diketahui bahwa karbon aktif merupakan bahan yang dapat memberikan perlindungan paling baik terhadap HzSNPV dari paparan sinar UV. Semua bahan UV protektan alami

(14)

berbentuk tepung yang diuji terbukti mampu melindungi partikel SeNPV dari paparan sinar UV.

Tabel 5.3. Nilai OAR dan ER bahan pelindung terhadap UV berbentuk tepung

Perlakuan OAR (%) Efesiensi Relatif (ER)a

Kontrol negatif 54,08 1,00 d Talk 62,83 1,16 cd Tepung bengkuang 69,80 1,29 bc Arang sekam 78,62 1,45 b Jelaga 79,40 1,47 b Arang tempurung 80,79 1,49 b Kontrol positif 100,00 1,85 a a

Rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan

beda nyata (Uji Duncan, α = 0,05).

Keefektifan Bahan Pelindung Berbentuk Cair

Semua bahan pelindung alami berbentuk cair yang diuji berpotensi sebagai pelindung terhadap UV (Tabel 5.4). Rata-rata mortalitas UGB pada perlakuan semua bahan yang diuji berbeda nyata dengan kontrol negatif pada hari ke-5 dan ke-6 setelah perlakuan. Bahkan rata-rata mortalitas serangga uji pada hari ke-5 dan ke-6 untuk perlakuan filtrat bengkuang (52,27 % dan 57,85 %) dan molase (51,44% dan 57,91%), keduanya tidak berbeda nyata secara statistik dengan kontrol positif yaitu (60,55% dan 67,13%). Sementara itu mortalitas serangga uji setelah perlakuan filtrat kunyit pada pengamatan hari ke-5 dan ke-6 adalah 43,65% dan 49,64% serta filtrat teh hijau sebesar 38,44% dan 41,44%, berbeda nyata dengan kontrol negatif yaitu 26,54 % dan 29,42%.

Dari nilai OAR terlihat bahwa, penjemuran selama 30 menit pada penelitian ini menurunkan virulensi SeNPV lebih dari separuhnya. Akan tetapi bahan-bahan yang diuji ternyata mampu melindungi partikel virus terhadap paparan sinar UV matahari dan mempertahankan virulensinya. Berdasarkan nilai ER seperti terlihat

(15)

pada Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa molase, filtrat bengkuang, filtrat kunyit dan filtrat teh hijau secara efesien dapat melindungi partikel SeNPV dari paparan sinar UV matahari. Hal itu terlihat dari nilai ER yang berbeda nyata dengan kontrol negatif.

Tabel 5.4. Rata-rata persentase mortalitas S. exigua setelah perlakuan pelindung terhadap UV berbentuk cair

Perlakuan Mortalitas kumulatif (%)a

Hari setelah inokulasi

3 4 5 6

Molase 6,67 + 4,71 a 24,17 + 14,24 a 51,44 + 7,16 ab 57,91 + 10,45 ab Filtrat teh hijau 3,33 + 0,00 a 15,83 + 1,67 a 38,44 + 8,59 bc 41,44 + 10,08 c Filtrat kunyit 9,17 + 7,39 a 23,33 + 9,43 a 43,65 + 7,35 b 49,64 + 5,77 bc Filtrat bengkuang 8,33 + 7,93 a 27,50 + 15,00 a 52,27 + 8,48 ab 57,85 + 4,82 ab Kontrol negatif 2,50 + 3,19 a 16,67 + 11,86 a 26,54 + 9,70 c 29,42 + 7,57 d Kontrol positif 10,83 + 7,39 a 36,67 + 23,73 a 60,55 + 7,89 a 67,13 + 6,66 a

a

Rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (UjiDuncan, α = 0,05).

Tabel 5.5. Efisiensi bahan-bahan pelindung terhadap UV berbentuk cair

Perlakuan OAR (%) ERa

Kontrol negatif 42,83 1,00 d

Filtrat teh hijau 61,73 1,41 c

Filtrat kunyit 73,94 1,69 bc

Filtrat bengkuang 86,18 1,97 ab

Molase 86,27 1,97 ab

Kontrol positif 100,00 2,28 a

a Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji Duncan, α = 0,05).

Hasil penelitian Mehrvar et al. (2008) menunjukkan bahwa molase 5% dan turmeric 2% memiliki nilai ER berturut-turut sebesar 1,8 dan 1.6. Sedangkan Shapiro et al. (2008) melaporkan bahwa filtrat teh hijau Camellia sinensis (1%) yang

(16)

ditambahkan pada Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeMNPV) dapat melindungi virus dari paparan sinar UVB selama 30 menit di Laboratorium. Berdasarkan standar Mehrvar et al. (2008), keempat bahan yang diuji terkategori baik untuk dijadikan sebagai UV protektan alami karena memiliki nilai ER sekitar 1.5 atau lebih.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tanaman bengkuang, baik dalam bentuk tepung umbi maupun filtratnya sangat baik untuk dijadikan bahan pelindung terhadap UV bagi SeNPV. Tarigan et al. (2008) melaporkan bahwa tanaman bengkuang mengandung alkaloid dan saponin. Menurut Vickery & Vickery (1981) saponin memiliki ciri khas yaitu menjadi busa jika bercampur air sehingga dapat berfungsi sebagai bahan penurun tegangan permukaan. Cara kerja bahan dari bengkuang ini diduga mirip dengan deterjen dan pencerah optik yang telah dikaji secara intensif sebagai UV protektan. Menurut Hunter-Fujita et al. (1998) pencerah optik seperti Blancophor BBH, Leucophor BS dan Tinopal bekerja sebagai pemantul cahaya (reflectant).

Bahan lain yang potensial untuk dijadikan sebagai UV protektan alami adalah filtrat kunyit yang biasa dijadikan bahan pewarna dan perekat alami. Berdasarkan hasil analisis Tarigan et al. (2008) diketahui bahwa tanaman kunyit mengandung flavonoid disamping alkaloid, triterpenoid dan tanin. Metabolit sekunder yang dominan berperan dalam melindungi partikel virus dari paparan sinar UV adalah flavonoid. Hal tersebut didasarkan pada fungsi flavonoid komplek yang terkandung dalam bahan tanaman yang telah diketahui sebagai bahan ketahanan terhadap ultraviolet B (UV-B, radiasi 280 – 315 nm) (Katagiri et al. 2002) dan mampu menyerap sinar UV (UV absorber) (Martin et al. 2003). Hasil penelitian Kootstra (1994) menunjukkan bahwa flavonoid yang diekstrak dari kulit apel dapat melindungi DNA dari kerusakan yang diinduksi oleh sinar UV.

Selain flavonoid, curcumin (C2H2OO6) juga merupakan bagian yang paling penting untuk melakukan aktifitas biologi kunyit (Naz et al. 2010). Dari beberapa hasil penelitian terhadap curcumin diketahui bahwa bahan tersebut dapat melindungi kerusakan sel akibat sinar ultraviolet (Im & Maliakel 2007). Fleisher (2009)

(17)

melaporkan bahwa curcumin juga memiliki kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit akibat cahaya matahari. Lebih lanjut Araujo et al. (1999) dan Pandey & Katiyar (2010) mengemukakan bahwa curcumin memiliki berbagai fungsi, antara lain: anti-inflammatory, antioksidan, anti karsinogenik, anti mutagenik, anti koagulan, anti fertilitas, anti bakteri dan anti fungi.

Bahan yang dapat menahan atau menyerap sinar UV dapat mempertahankan persistensi virus setelah diaplikasikan di lapangan. Hal itu sangat penting agar virus yang diaplikasikan pada daun dapat terjaga virulensinya dalam mengendalikan hama inang (Mehrvar et al. 2008).

Pengaruh Bahan Pelindung terhadap UV pada Aktifitas Makan UGB

Hasil penelitian terhadap pengaruh penambahan bahan pelindung alami terhadap UV pada aktifitas makan UGB di laboratorium terlihat dalam Gambar 5.3. Bahan-bahan pelindung terhadap UV yang diujikan ternyata tidak mempengaruhi perilaku makan UGB sama sekali. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase larva UGB aktif makan pada pakan buatan yang telah ditambah dengan 1% bahan yang diuji, semuanya tidak berbeda nyata dengan kontrol pengoreksi (air).

(18)

Gambar 5. 3. Pengaruh bahan pelindung alami terhadap aktifitas makan UGB

Penentuan Konsentrasi Filtrat Bengkuang Protektan Alami SeNPV

Penambahan filtrat bengkuang secara signifikan dapat mempertahankan virulensi SeNPV. Hal itu terlihat dari persentasi mortalitas UGB terinfeksi SeNPV pada semua perlakuan konsentrasi filtrat bengkuang berbeda nyata dengan kontrol negatif (SeNPV dengan penjemuran). Bahkan akibat penambahan filtrat bengkuang 5% atau lebih, mortalitas UGB tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (SeNPV tanpa penjemuran) (Tabel 5.6).

Keefektifan filtrat bengkuang dalam mempertahankan virulensi SeNPV dapat dilihat dari nilai original activity remaining (OAR). Penurunan aktifitas SeNPV akibat penjemuran selama 30 menit adalah nilai OAR kontrol positif dikurangi nilai OAR kontrol negatif, yaitu sebesar 42,83%. Penurunan virulensi tersebut semakin kecil dengan semakin besarnya konsentrasi filtrat bengkuang yang ditambahkan, masing-masing menjadi 25,31% pada perlakuan 1%, dan hanya berkurang berturut-Gambar 5. 3. Pengaruh bahan pelindung alami terhadap aktifitas makan UGB

Penentuan Konsentrasi Filtrat Bengkuang Protektan Alami SeNPV

Penambahan filtrat bengkuang secara signifikan dapat mempertahankan virulensi SeNPV. Hal itu terlihat dari persentasi mortalitas UGB terinfeksi SeNPV pada semua perlakuan konsentrasi filtrat bengkuang berbeda nyata dengan kontrol negatif (SeNPV dengan penjemuran). Bahkan akibat penambahan filtrat bengkuang 5% atau lebih, mortalitas UGB tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (SeNPV tanpa penjemuran) (Tabel 5.6).

Keefektifan filtrat bengkuang dalam mempertahankan virulensi SeNPV dapat dilihat dari nilai original activity remaining (OAR). Penurunan aktifitas SeNPV akibat penjemuran selama 30 menit adalah nilai OAR kontrol positif dikurangi nilai OAR kontrol negatif, yaitu sebesar 42,83%. Penurunan virulensi tersebut semakin kecil dengan semakin besarnya konsentrasi filtrat bengkuang yang ditambahkan, masing-masing menjadi 25,31% pada perlakuan 1%, dan hanya berkurang berturut-Gambar 5. 3. Pengaruh bahan pelindung alami terhadap aktifitas makan UGB

Penentuan Konsentrasi Filtrat Bengkuang Protektan Alami SeNPV

Penambahan filtrat bengkuang secara signifikan dapat mempertahankan virulensi SeNPV. Hal itu terlihat dari persentasi mortalitas UGB terinfeksi SeNPV pada semua perlakuan konsentrasi filtrat bengkuang berbeda nyata dengan kontrol negatif (SeNPV dengan penjemuran). Bahkan akibat penambahan filtrat bengkuang 5% atau lebih, mortalitas UGB tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (SeNPV tanpa penjemuran) (Tabel 5.6).

Keefektifan filtrat bengkuang dalam mempertahankan virulensi SeNPV dapat dilihat dari nilai original activity remaining (OAR). Penurunan aktifitas SeNPV akibat penjemuran selama 30 menit adalah nilai OAR kontrol positif dikurangi nilai OAR kontrol negatif, yaitu sebesar 42,83%. Penurunan virulensi tersebut semakin kecil dengan semakin besarnya konsentrasi filtrat bengkuang yang ditambahkan, masing-masing menjadi 25,31% pada perlakuan 1%, dan hanya berkurang

(19)

berturut-turut 7,07%, 4,09%, 6,6% dan 3,51% pada penambahan 5%, 10%, 15% dan 20%. Nilai efisiensi relatif (ER) perlakuan filtrat bengkuang semuanya > 1, hal ini mengindikasikan bahwa filtrat bengkuang berpotensi sebagai pelindung terhadap UV. Tabel 5.6. juga menunjukkan bahwa penambahan filtrat bengkuang 5% atau lebih mampu mempertahankan virulensi SeNPV secara penuh. Persentase akumulasi mortalitas UGB terinfeksi SeNPV sampai hari ke-5 dan ke-6 pengamatan berkisar antara 70% sampai 80% dan tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. Oleh karena itu konsentrasi 5% filtrat bengkuang dinilai sudah cukup untuk digunakan sebagai UV protektan alami SeNPV.

(20)

Tabel 5.6. Keefektifan filtrat bengkuang dalam melindungi SeNPV dari paparan UV matahari

Keterangan :

1. Konsentrasi SeNPV 1,13 x 109POB/ml; penjemuran selama 30 menit pada pukul 11.00 – 11.30; intensitas sinar UV antara 2.000 –

3.000 μW/cm2

2. Rataan mortalitas terkoreksi + standar deviasi

3. Rataan pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji Duncan, α = 0,05)

4. Aktifitas tersisa (Original activity remaining) 5. Eficiency relative

Perlakuan1 Filtrat bengkuang (%)

Mortalitas (%)2,3hari ke- OAR4

(%) ER 5 3 4 5 6 SeNPV dijemur 0 4,64 + 1,96 bc 24,60 + 8,70 ab 43,45 + 6,76 b 45,76 + 8,36 c 57,17 1,00 1 1,11 + 1,92 c 8,66 + 3,29 b 47,41 + 7,13 b 59,78 + 7,15 b 74,69 1,31 5 7,38 + 3,55 abc 32,06 + 16,05 ab 63,94 + 11,24 a 74,38 + 5,33 a 92,93 1,63 10 10,79 + 5,60 ab 31,68 + 13,35 ab 63,57 + 4,68 a 76,77 + 6,23 a 95,91 1,68 15 14,74 + 6,62 a 37,70 + 11,99 a 63,39 + 3,76 a 74,76 + 1,95 a 93,40 1,63 20 12,77 + 1,78 ab 46,34 + 15,92 a 68,62 + 4,68 a 77,23 + 3,43 a 96,49 1,69

(21)

Kesimpulan

Penyinaran matahari berpengaruh terhadap virulensi SeNPV. Semakin lama waktu penyinaran semakin menurun virulensinya. Penambahan arang tempurung, jelaga, arang sekam, tepung bengkuang, molase, filtrat bengkuang, filtrat kunyit dan filtrat teh hijau masing-masing 1% mampu mempertahankan virulensi SeNPV. Filtrat bengkuang merupakan kandidat pelindung SeNPV terhadap UV matahari yang efektif mempertahankan virulensinya.

Daftar Pustaka

Abbott WS. 1925. A method of computing the effectiveness of insecticide. J Econ Entomol 18; 265-267.

Adams JR and JR Bonami. 1991. Atlas of Invertebrata Viruses. CRC Press: Boca Raton, Florida. 684 p.

Araujo MCP, da Lus Diaz F, Kronka SN, Takahashi CS. 1999. Effects of turmeric and its active principle, curcumin, on bleomycin-induced chromosome aberrations in Chinese hamster ovary cells. Gen Mol Biol 22;3: 407-413. Armenta R, Mertinez AM, Chapman JW, Magallanes R, Goulson D, Caballero P,

Cave RD, Cisneros J, Valle J, Castillejos V, Penagos DI, Garcia LF, William T. 2003. Impact of a nucleopolyhedrovirus bioinsecticide and selected synthetic insecticides on the abundance of insect natural enemies on maize in Southern Mexico. J Econ Entomol 96;3: 649-661.

Asano S. 2005. Ultraviolet protection of a granulovirus product using iron oxide. Appl Entomol Zool 40;2: 359-364.

Asmaa Z, El-Sharkawey, Rageei M, Sabbour MM, Afaf AA, Abdel-Latif H, Muhamed A, Samy R. 2009. Laboratory evaluation of antioxidants as UV-protectants for Bacillus thuringiensis against potato tuber moth larvae. Australian J Basic Appl Sci 3;2: 358-370.

Barret JW, Primavera M, Retnakaran A, Arif B, Palli SR. 2002. Aspects of nucleopolyhedrovirus pathogenesis in lepidopteran larvae In Koul O and Dhaliwal GS. Microbial Biopesticides. Taylor & Francis. London and New York. 205- 238.

(22)

Dougherty EM, Guthrie KP, Shapiro M. 1996. Optical brighteners provide baculovirus activity enhancement and UV radiation protection. Biocon 7;4: 71-74.

El Salamouny S, Shapiro M, Ling K, Shepard BM. 2009a. Black tea and lignin as ultraviolet protectants for the beet armyworm nucleopolyhedrovirus. J Entomol Sci 44;1:50-58.

El Salamouny S, Ranwala D, Shapiro M, Shepard BM, Farrar BR. 2009b. Tea, coffee, and cocoa as ultraviolet radiation protectants for the beet armyworm nucleopolyhedrovirus. J Econ Entomol 102;5:1767-1773.

Farrar RR Jr, Shapiro M, javaid I. 2004. Photostabilized titanium dioxide and a

fluorescent brightener as adjuvants for a nucleopolyhedrovirus. BioControl

48;4: 543-560.

Federici BA. 1999. Naturally occurring baculoviruses for insect pest control. In Hall FR, Julius JM. 1998. Biopesticides Use and Delivery. Humana Press. Totowa, New Jersey.

Fleisher M. 2009. Nutritional support for ultraviolet protection, aging skin, rosacea and other dermatological concerns. http://cpmedical.net/articles.aspx. [27

Januari 2010]

Goulson D, Martinez AM, Huges WHO, Williams T. 2000. Effect of optical brighteners used in biopesticide formulations on the behavior of pollinators. Biol Cont 19;3: 232-236.

Goulson D, Derwent LC, Penagos DI, Williams T. 2003. Effect of optical brighteners included in biopesticide formulations on the growth of crops. Agric Ecos Environ 93: 235-240.

Griego VM, Martignoni ME, Claycomb AE. 1985. Inactivation of nuclear polyhedrosis virus (baculovirus subgroup A) by monochromatic UV radiation. Appl Environ Microbiol 49;3: 709-710.

Hamm JJ, Chandler LD, Sumner HR. 1994. Field tests with fluorescent brightener to enhance infectivity of fall armyworm (Lepidoptera: Noctuidae) nuclear polyhedrosis virus. Florida Entomologist 77;4: 425-434.

Hunter-Fujita FR, Entwistle RF, Evans HF, Crook NE. 1998. Insect Viruses and Pest Management. John Wiley & Sons, Inc., 605 Third Avenue, New York, USA. 620 p.

(23)

Ignoffo CM, Shasha BS, Shapiro. 1991. Sunlight ultraviolet protection of Heliothis nuclear polyhedrosis virus through starch-encapsulation technology. J Invert Pathol 57: 134-136.

Im KK, Maliakel BP. 2007. Curcumin: a natural yellow pigment with great potential. AgroFOOD industry hi-tech Anno 18;5.

Kao SS, Hsia WT, Huang LH. 1991. Effectiveness of adjuvants for nuclear polyhedrosis virus against the beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae). Chinese J Entomol 11;4:330-334.

Katagiri Y, Hashidoko Y, Tahara S. 2002. Localization of flavanoids in the yellow lupin seedlings and their UV-B-absorbing potential. Z. Naturforsch 57c: 811-816.

Kootstra A. 1994. Protection from UV-B-induced DNA damage by flavanoids. Plant Mol Biol 26: 771-774.

Koul O, Dhaliwal GS. 2002. Microbial Biopesticides. Taylor & Francis. London and New York.

Lacey LA, Frutos R, Kaya HK, Vail P. 2001. Insect pathogens as biological control agents: do they have a future?. Biol Cont 21: 230-248.

Lasa R, Ruiz-Portero C, Alcazar MD, Belda JE, Caballero P, William T. 2007. Efficacy of optical brightener formulations of Spodoptera exigua multiple nucleopolyhedrovirus (SeMNPV) as a biological in greenhouse of Southern Spain. Biol Cont 40: 89-96.

Martin HD, Beutner S, Frixel S, Bloedorn B, Blanco H, Mayer B, Galvez AP, Ruck C, Schmidt M, Sell S, Hoffmann T, Noack P, Schuelke I, Kiesendahl N, Scherrers R, Sies H, Stahl W, Ernst H, Haremza S, Walsh R. 2003. Modified flavanoids aa strong photoprotecting UV-absorbers and antioxidants. Chemische Vereniging 1: 288-291.

Martignoni ME, Iwai PJ. 1985. Laboratory evaluation of new ultraviolet absorbers for protection of Douglas-fir Tussock moth (Lepidoptera: Lymantriidae) baculovirus. J Econ Entomol 78: 982-987.

Martinez AM, Goulson D, Chapman JW, Caballero P, Cave RD, Williams T. 2000. Is it feasible to use optical brightener technology with a baculovirus bioinsecticide for resource-poor maize farmers in Mesoamerica? Bio Cont 17: 174-181.

(24)

Martinez AM, Simon O, Williams T, Caballero P. 2003. Effect of optical brighteners on the insecticidal activity of a nucleopolyhedrovirus in three instars of Spodoptera frugiperda. Ent Exp App 109: 139-146.

Martinez AM, Caballero P, Williams T. 2004. Effect of an optical brightener on the development, body weight and sex ratio of Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae). Biocon Sci Tech 14; 2: 193-200.

McIntosh AH, Grasela JJ, Lua L, Braunagel SC. 2004. Demonstration of the effects of fluorescent proteins in baculoviruses exposed to ultraviolet light

inactivation. J Insect Sci 4:31. 9 pp.

Mehrvar A, Rabindra RJ, Veenakumari K, Narabenchi GB. 2008. Evaluation of adjuvants for increased of HearNPV against Helicoverpa armigera (Hubner) using suntest machine. J Biol Sci 1-8.

Mehrvar A. 2009. Persistence of different geographical isolates of Helicoverpa armigera nucleopolyhedrovirus in two types of soils under different conditions. J Biol Sci 9;3: 264-267.

Mishra S. 1998. Baculoviruses as biopesticides. http://www.ias.ac.in/currsci/

nov251998/articles18.htm. [ Desember 2009]

Mondragon G, Pineda S, Martinez A, Martinez AM. 2007. Optical brightener Tinopal C1101 as an ultraviolet protectant for a nucleopolyhedrovirus. Commun Agric Appl Biol Sci 72;3: 543-547.

Monobrullah Md. 2003. Optical brighteners-pathogenicity enhancers of entomopathogenic viruses. Current Sci 84;5 :640 – 645.

Murillo R, Lasa R, Goulson D, Williams T, Munoz D, Caballero P. 2003. Effect of tinopal LPW on the insecticidal properties and genetic stability of the nucleopolyhedrovirus of Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae). J Econ Entomol 96;6 : 841-846.

Naz S, Jabeen S, Ilyas S, Manzoor F, Aslam F, Ali A. 2010 Antibacterial activity of Curcuma longa varieties against different strains of bacteria. Pak J Bot 42;1: 455-462.

Pandey A, Katiyar SK. 2010. Determination and comparison of the curcuminoid pigments in tumeric genotipes (Curcuma domestica Val) by high-performance liquid chromatography. Int J Pharm Pharm Sci 2;4: 125-127.

(25)

Shapiro M. 2000. Enhancement in activity of homologous and heterologous baculoviruses infectious to beet armyworm (Lepidoptera: Noctuidae) by an optical brightener. J Econ Entomol 93;3: 572-576.

Shapiro M, Salamouny SE, Shepard BM. 2008. Green tea extracts as ultraviolet protectants for the beet armyworm, Spodoptera exigua, nucleopolyhedrovirus. Biocon Sci Tech 18: 591-603.

Shapiro M, Shepard BM. 2008. Relative efficacies of congo red and tinopal LPW on the activity of the gypsy moth (Lepidoptera: Lymantriidae) nucleopolyhedrovirus and cypovirus. J Agric Urban Entomol 25;4: 233-243. Takatsuka J, Kunimi Y. 2002. Lethal effects of Spodoptera exigua

nucleopoly-hedrovirus isolated in Shiga Prefecture, Japan, on larvae of the beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae). Appl Entomol Zool 37;1: 93–101.

Tarigan J Br, Zuhro CF, Sihotang H. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di Kecamatan Medan Baru. J Biol Sumatera 3: 1-6.

Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes): keragaman genetic, karakterisasi fisiologis, dan virulensinya terhadap Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. 125 h.

Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. The Macmillan Press. 335 p.

Young SY. 1989. Problems associated with the production and use of viral pesticides. Mem Inst Oswaldo Cruz 84; III: 67-73.

Young SY. 2000. Persistanceof viruses in the environment. www.agctr.lsu.edu/s265/

Gambar

Gambar  5.1.  Rata-rata  intensitas  sinar  UV  dari  sinar  matahari  saat  udara  cerah  di Bogor
Gambar 5.2.  Pengaruh lama penjemuran terhadap virulensi SeNPV
Tabel 5.2. Rata-rata persentase mortalitas S. exigua terkoreksi setelah perlakuan pelindung terhadap UV berbentuk tepung
Tabel 5.3. Nilai OAR dan ER bahan pelindung terhadap UV berbentuk tepung Perlakuan OAR (%) Efesiensi Relatif (ER) a
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok kognitif perilaku dapat digunakan untuk menurunkan kecenderungan menarik diri (withdrawl)

Pada masa yang sama terdapat juga pendapat bahawa Sejarah Melayu turut ditulis oleh seorang lagi tokoh dari istana Johor iaitu Raja Bongsu atau Raja Abdullah, adinda kepada Sultan

 percobaan ini ini yaitu yaitu menganalisis menganalisis macam-mavam macam-mavam sampel sampel air air ( ( air air dalam dalam bak, bak, air air laut,dan

Digunakan sebagai energi pengganti. SALINAN sesuai dengan aslinya Sekretaris Direktorat Jenderal u.b.. berdasarkan Surat Perintah Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai

Dari analisis tersebut dihasilkan: (a) media yang cocok diigunakan sebagai alat visualisasi konsep abstrak dan dapat meningkatkan motivasi peserta didik adalah

Maka dengan ini, kami Pokja IV ULP Kota Makassar menyatakan LELANG GAGAL untuk. paket pekerjaan Belanja Modal Pembangunan Jalan Lingkungan

Berdasarkan usia, nilai persentase tingkat afektif pada kategori tinggi lebih banyak diberikan oleh responden dalam kelompok usia di bawah 20 tahun (50%)

Luwu Utara Tahun 2016 5 Kepala Seksi Statistik Produksi mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang statistik produksi, melakukan penyiapan dokumen dan bahan