• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu yang tidak berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati, Jakarta. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa RSUP Fatmawati merupakan RS Badan Layanan Umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan, memiliki instalasi rawat ginjal, memiliki unit instalasi gizi, lokasi cukup strategis, mudah dijangkau dan merupakan RS pendidikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subyek

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penyakit ginjal rawat inap IRNA B RSUP Fatmawati. Pemilihan subyek dilakukan secara purposive sampling, berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Laki-laki dan wanita yang berusia 17-55 tahun, untuk memudahkan wawancara dan dapat menilai makanan yang disajikan secara rasional 2. Dalam keadaan sadar dan tidak mengalami gangguan kejiwaan sehingga

dapat berkomunikasi dengan baik

3. Telah dirawat dan sudah mendapat pelayanan makanan dari rumah sakit minimal selama 2 hari, sehingga subyek telah mengalami penyesuaian terhadap makanan yang disajikan dan dapat melakukan penilaian

4. Tidak diberikan makanan enteral 5. Bersedia di wawancara

Berdasarkan buku catatan pasien masuk, selama kurun waktu 3 bulan (April-Juni 2011), populasi penderita penyakit ginjal rawat inap IRNA B RSUP Fatmawati yaitu 86 orang. Berdasarkan data tersebut, perkiraan jumlah subyek dihitung menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

N = besar populasi n = besar subyek

d2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) N

n =

(2)

Berdasarkan hasil perhitungan, perkiraan jumlah subyek sebesar 46 orang. Sementara itu, dari populasi yang ada di RSUP Fatmawati, telah dipilih berdasarkan kriteria yaitu 52 orang. Selama penelitian berlangsung, diperoleh pasien yang memiliki data lengkap sejumlah 50 orang dan ditetapkan sebagai subyek. Penjelasan lanjut mengenai cara pemilihan subyek dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Penarikan subyek penelitian

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuisioner. Data primer yang dikumpulkan yaitu :

1. Karakteristik dan identitas subyek (nama, usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan status gizi), riwayat penyakit subyek (lama penyakit, ada tidaknya komplikasi, status perawatan penyakit dan lama perawatan di rumah sakit)

Kriteria :

* Penyakit ginjal be * L/P berusia 17-55 thn * Komunikasi baik * Telah dirawat min 2 hr * Tidak diberikan makanan enteral * Bersedia diwawancara

Pengunjung RSUP Fatmawati

Rawat Inap Rawat Jalan

Pasien Rawat Inap di IRNA B RSUP Fatmawati

Populasi pasien penyakit ginjal kronik di IRNA B (April – Juni 2011) = 86 orang

Calon subyek 52 orang

Subyek = 50 orang Perkiraan jumlah subyek = 46 orang Pasien yang memiliki data lengkap

(3)

2. Gambaran umum instalasi gizi RSUP Fatmawati, penyelenggaraan makanan dan jenis diet yang diberikan oleh RS

3. Data kebutuhan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) subyek

4. Data ketersediaan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dari makanan yang disajikan di rumah sakit dan tingkat ketersediaan

5. Konsumsi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) subyek serta tingkat konsumsi subyek terhadap kebutuhan dan ketersediaan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium)

6. Daya terima subyek terhadap makanan yang disajikan dirumah sakit yang meliputi warna, aroma, rasa (lauk dan sayuran), tekstur, bentuk, suhu, kebersihan alat, dan variasi menu.

7. Kontribusi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dari makanan luar rumah sakit dan atau infus rumah sakit

Data karakteristik, identitas, riwayat penyakit (jenis penyakit, lama penyakit, ada tidaknya komplikasi, status perawatan penyakit dan lama perawatan) diperoleh dengan wawancara menggunakan kuisioner. Data berat badan, tinggi badan diperoleh berdasarkan rekam medik. Berat badan subyek ditimbang menggunakan bathroom scale dan tinggi badan subyek diukur dengan microtoise. Data status gizi dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) mengacu pada WHO (1995) dalam Effendi (1998).

Data kebutuhan energi dan zat gizi (protein, zat besi, natrium) diperoleh dengan cara menghitung kebutuhan masing-masing subyek.

Data ketersediaan makanan yang disajikan RS dikumpulkan selama 3 hari. Ketersediaan makanan RS diperoleh dengan cara menimbang (foodweighing method) dan mencatat porsi (URT) makanan RS yang akan disajikan selama sehari yaitu makan pagi, siang, sore dan makan selingan.

Data konsumsi yang dikumpulkan meliputi konsumsi makanan RS, makanan luar rumah sakit dan infus.

Data konsumsi makanan RS dikumpulkan selama 3 hari. Konsumsi makanan RS diperoleh dengan cara menimbang berat makanan sisa dan mencatat jenis dan berat makanan sesuai standar porsi atau mengamati makanan yang habis dimakan. Apabila terdapat makanan sisa, data konsumsi didapatkan dengan cara menghitung ketersediaan dikurangi dengan berat

(4)

makanan yang tidak habis dimakan. Tetapi apabila makanan dari rumah sakit habis dimakan, maka data konsumsi sama dengan ketersediaan.

Data konsumsi makanan luar RS dikumpulkan selama 3 hari. Jenis makanan dan jumlah konsumsi diperoleh dengan cara recall (mengingat kembali).

Data konsumsi infus dikumpulkan selama 3 hari. Jenis infus dan kandungan zat gizi diketahui dengan melihat pada label infus. Jumlah konsumsi infus diperoleh dengan melihat rekam medik.

Data daya terima terhadap makanan RS dikumpulkan selama 3 hari dan dimulai minimal pada hari ke-2 subyek dirawat dan mendapatkan pelayanan dari instalasi gizi. Data daya terima diperoleh melalui pengisian kuisioner Uji Hedonik Skala Verbal dengan menanyakan penilaian inderawi terhadap sembilan atribut makanan yaitu warna, aroma, rasa (lauk dan sayuran), tekstur, bentuk, suhu, kebersihan alat, dan variasi menu.

Data kontribusi makanan luar rumah sakit diperoleh dengan cara me-recall masing-masing subyek. Data kontribusi yang berasal dari infus diperoleh melalui label informasi kandungan zat gizi yang terdapat pada infus tersebut. Pengambilan data kontribusi makanan luar rumah sakit dan infus dilakukan selama 3 hari subyek dirawat.

Data sekunder yang harus dikumpulkan yaitu gambaran umum RSUP Fatmawati (sejarah, tipe rumah sakit, visi, misi, tugas dan fungsi, pelayanan dan fasilitas, jumlah tenaga kerja, ruang perawatan dan kapasitas tempat tidur).

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data

Data tentang karakteristik subyek yang meliputi jenis kelamin, usia, status gizi, jenis diet yang diberikan, dan data riwayat penyakit ginjal subyek meliputi lama penyakit, ada tidaknya komplikasi, status perawatan penyakit dan lama perawatan di rumah sakit dikelompokkan atas beberapa kategori tertentu, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

(5)

Tabel 6 Jenis, kelompok dan kategori karakteristik subyek

Kebutuhan energi sehari subyek dihitung menggunakan rumus Total Daily Energy (TDE) yang mengacu pada Almatsier (2004).

Keterangan: TDE = Total Daily Energy FA = Faktor Aktivitas FI = Faktor Injuri

Angka Metablisme Basal (AMB) dihitung menggunakan dua rumus yaitu AMB berdasarkan Oxford Equation (WKNPG 2004) dan Rumus Cepat menurut Almatsier (2004). Berikut ini merupakan perhitungannya secara rinci :

Keterangan : BB = berat badan (kg)

Jenis Data Kelompok dan Kategori

1. Karakteristik subyek  Jenis Kelamin  Usia

 Status Gizi berdasarkan IMT (kg/m2) (HISOBI 2004, diacu dalam Tjokoprawiro 2006)

a. Laki-laki b. Perempuan

a. Remaja (17-19 tahun) b. Dewasa awal (20-45 tahun) c. Dewasa menengah (46-55 tahun) a. Kurus (<18.5)

b. Normal (18.5 – 22.9)

c. At Risk (23 – 24.9)

d. Obesitas I (25 – 29.9) e. Obesitas II (≥30.0)

2. Jenis diet yang diberikan a. Diet Rendah Protein (RP)

b. Diet Diabetes Melitus Rendah Protein (DMRP)

c. Diet Rendah Garam 3. Riwayat Penyakit Ginjal

 Lama Sakit (tahun)

 Ada tidaknya komplikasi  Status pernah dirawat  Lama dirawat di RS a. < 1 b. 1-5 c. 6-10 d. 11-15 e. > 15 a. Ada b. Tidak ada a. Pernah b. Tidak pernah a. 3 hari b. 4-7 hari c. >7 hari

TDE (Kal)= AMB (Kal) X FA X FI

Rumus AMBRumus Cepat:

AMB Pria (Kal) = 30 Kal x kg BB

(6)

Tabel 7 Rumus AMB berdasarkan Oxford equation

Jenis Kelamin Usia Rumus AMB Oxford Equation

Pria 17-18 thn (88.5-61.9U)+26.7B(FA)+903TB+25 19-29 thn (16.8B+498) 30-55 thn (16.0B+462) Wanita 17-18 thn (88.5-61.9U)+26.7B(FA)+903TB+25 19-29 thn (13.4B+517) 30-55 thn (9.59B+687)

Keterangan: U = usia (tahun), B = berat badan (kg), TB = tinggi badan (cm)

Penetapan faktor aktifitas (FA) dan faktor injuri (FI) menurut Hartono (2000), dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Faktor aktifitas (FA) dan faktor injuri (FI) untuk menetapkan kebutuhan energi orang sakit

No. Jenis Aktfitas Faktor

1 Tirah baring 1,2

2 Ambulasi 1.,3

No. Jenis Injuri Faktor

1 Demam, per 1oC 1,13 2 Infeksi sedang 1,2-1,3 3 Infeksi berat 1,4-1,5 4 Gagal hati 1,5 5 Stroke 1,1 6 Hipoglikemik 1,0

7 Gagal ginjal kronik (non-Doalisis) 1

8 Hemodialisis 1-1,05

9 Bedah elektif tanpa komplikasi 1,1 Sumber: Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono 2000)

Kebutuhan protein untuk subyek penyakit ginjal kronik, telah ditetapkan oleh RS. Jumlah kebutuhan protein subyek per hari yaitu 40 g. Penetapan kebutuhan protein tersebut mengacu pada Diet Rendah Protein III yang diberikan kepada pasien dengan penyakit ginjal (Almatsier 2004).

Kebutuhan zat besi mengacu pada angka kecukupan zat besi berdasarkan WKNPG (2004). Angka kecukupan zat besi untuk pria berusia 17-55 tahun adalah 13mg/hari. Angka kecukupan zat besi untuk wanita berusia 16-49 tahun yaitu 26 mg/hari dan usia 50-55 tahun sebesar 12 mg/hari.

Kebutuhan natrium mengacu pada rekomendasi konsumsi natrium harian bagi pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yaitu 3000 mg (Greene dan Thomas 2008).

Kebutuhan kalium mengacu pada rekomendasi konsumsi kalium harian bagi pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yaitu 2500 mg (Greene dan Thomas 2008).

Data ketersediaan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dihitung dengan weighing method (Suhardjo, Hardinsyah, & Riyadi 1988),

(7)

serta dianalisis menggunakan Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan (Hardinsyah dan Briawan 1994).

Tingkat ketersediaan energi dihitung dengan cara angka ketersediaan energi dibagi dengan kebutuhan energi kemudian dikalikan 100%.

Tingkat ketersediaan protein dihitung dengan cara angka ketersediaan protein dibagi dengan kebutuhan protein kemudian dikalikan 100%.

Tingkat ketersediaan zat besi dihitung dengan cara angka ketersediaan zat besi dibagi dengan angka kebutuhan zat besi yang mengacu pada AKG dalam WKNPG (2004) kemudian dikalikan 100%.

Tingkat ketersediaan natrium dihitung dengan cara angka ketersediaan natrium dibagi dengan kebutuhan natrium yang mengacu pada rekomendasi konsumsi natrium harian bagi pasien penderita gagal ginjal kronik (Greene dan Thomas 2008) kemudian dikalikan 100%.

Tingkat ketersediaan kalium dihitungan dengan cara angka ketersediaan kalium dibagi dengan kebutuhan kalium yang mengacu pada rekomendasi konsumsi kalium harian pasien penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis (Greene dan Thomas 2008) kemudian dikalikan 100%.

Tingkat ketersediaan energi dan protein dikategorikan menjadi tiga (Hardinsyah dan Briawan 1994), yaitu:

1. Defisit (<90% angka kebutuhan)

2. Normal (energi=90-110% angka kebutuhan, protein=90-120% angka kebutuhan)

3. Lebih (energi>110% angka kebutuhan, protein>120% angka kebutuhan) Konsumsi makanan RS dihitung dengan cara mengamati ada tidaknya sisa makanan yang disediakan rumah sakit. Apabila habis dimakan, maka konsumsi makanan RS sama dengan angka ketersediaan. Apabila terdapat sisa makanan, maka konsumsi subyek didapat dengan cara mengurangi angka ketersediaan dengan berat makanan yang tidak habis dimakan. Berat makanan

Tingkat Ketersediaan Energi = Jumlah Energi Makanan yang disajikan RS x 100% Kebutuhan Energi

Tingkat Ketersediaan Protein = Jumlah Protein Makanan yang disajikan RS x 100% Kebutuhan Protein

Tingkat Ketersediaan Zat Besi = Jumlah Zat Besi Makanan yang disajikan RS x 100%

Kebutuhan Zat Besi

Tingkat Ketersediaan Natrium = Jumlah Natrium Makanan yang disajikan RS x 100%

Kebutuhan Natrium

Tingkat Ketersediaan Kalium = Jumlah Kalium Makanan yang disajikan RS x 100% Kebutuhan Kalium

(8)

sisa yang tidak habis dimakan diketahui dengan menimbang langsung atau menggunakan pendekatan URT kemudian makanan yang habis dimakan maupun makanan sisa, dianalisis dengan Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan.

Tingkat konsumsi yang diamati yaitu tingkat konsumsi subyek terhadap ketersediaan dan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan.

Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dihitung dengan cara jumlah energi yang dikonsumsi dibagi dengan ketersediaan energi dari makanan RS kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan protein dihitung dengan cara jumlah protein yang dikonsumsi dibagi dengan ketersediaan protein dari makanan RS kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan zat besi dihitung dengan cara jumlah zat besi yang dikonsumsi dibagi dengan ketersediaan zat besi dari makanan RS kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan natrium dihitung dengan cara jumlah natrium yang dikonsumsi dibagi dengan ketersediaan natrium dari makanan RS kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan kalium dihitung dengan cara jumlah kalium yang dikonsumsi dibagi dengan ketersediaan kalium dari makanan RS kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain terhadap ketersediaan dikategorikan menjadi empat (Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996), yaitu:

1. Defisit tingkat berat (<70% angka ketersediaan) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan) 4. Normal (90-100% angka ketersediaan)

Tingkat Konsumsi Energi = Jumlah Energi Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Jumlah Energi Mkn. RS yang disajikan

Tingkat Konsumsi Protein = Jumlah Protein Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Jumlah Protein Mkn. RS yang disajikan

Tingkat Konsumsi Zat Besi = Jumlah Zat Besi Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Jumlah Zat Besi Mkn. RS yang disajikan

Tingkat Konsumsi Natrium = Jumlah Natrium Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Jumlah Natrium Mkn. RS yang disajikan

Tingkat Konsumsi Kalium = Jumlah Kalium Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Jumlah Kalium Mkn. RS yang disajikan

(9)

Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan energi dihitung dengan cara jumlah energi yang dikonsumsi dari makanan RS dibagi dengan kebutuhan energi kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan protein dihitung dengan cara jumlah protein yang dikonsumsi dari makanan RS dibagi dengan kebutuhan protein kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan zat besi dihitung dengan cara jumlah zat besi yang dikonsumsi dari makanan RS dibagi dengan kebutuhan zat besi kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan natrium dihitung dengan cara jumlah natrium yang dikonsumsi dari makanan RS dibagi dengan kebutuhan natrium kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan kalium dihitung dengan cara jumlah kalium yang dikonsumsi dari makanan RS dibagi dengan kebutuhan kalium kemudian dikalikan 100%.

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain terhadap kebutuhan dikategorikan menjadi lima (Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996), yaitu:

1. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) 4. Normal (90-119% angka kebutuhan)

5. Lebih (≥ 120% angka kebutuhan)

Klasifikasi tingkat ketersediaan dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dapat dilihat pada Tabel 9.

Tingkat Konsumsi Energi = Jumlah Energi Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan Energi

Tingkat Konsumsi Protein = Jumlah Protein Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan Protein

Tingkat Konsumsi Zat Besi = Jumlah Zat Besi Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan Zat Besi

Tingkat Konsumsi Natrium = Jumlah Natrium Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan Natrium

Tingkat Konsumsi Kalium = Jumlah Kalium Mkn. RS yang dikonsumsi x 100% Kebutuhan Kalium

(10)

Tabel 9 Jenis data dan klasifikasi ketersediaan, kebutuhan dan konsumsi

Jenis Data Klasifikasi

1. Tingkat ketersediaan energi- protein (Hardinsyah dan Briawan 1994)

a. Kurang (<90% angka kebutuhan)

b. Normal (energi=90-110% angka kebutuhan, protein=90-120% angka kebutuhan)

c. Lebih (energi>110% angka kebutuhan, protein>120% angka kebutuhan)

2. Tingkat ketersediaan natrium, zat besi dan kalium

a. Dibawah angka kebutuhan (%) b. Sesuai angka kebutuhan (%) c. Diatas angka kebutuhan (%) 3. Tingkat konsumsi terhadap

ketersediaan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium)(Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996)

a. Defisit tingkat berat (<70% angka ketersediaan)

b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan)

c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan)

d. Normal (90-100% angka ketersediaan) 4. Tingkat konsumsi terhadap

kebutuhan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996)

a. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan)

b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan)

c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan)

d. Normal (90-119% angka kebutuhan) e. Diatas angka kebutuhan (≥ 120% angka

kebutuhan)

Penilaian daya terima terhadap makanan yang disajikan rumah sakit diuji dengan Uji Hedonik Skala Verbal dengan menanyakan penilaian indrawi terhadap sembilan atribut makanan. Atribut makanan yaitu warna, aroma, rasa (lauk dan sayuran), tekstur, bentuk, suhu, kebersihan alat, dan variasi menu. Penilaian tingkat kesukaan masing-masing atribut makanan diukur dengan tiga skala, yaitu suka, biasa, dan tidak suka. Setiap jawaban pertanyaan jika menjawab tidak suka mendapatkan skor 1, jika menjawab biasa mendapatkan skor 2, jika menjawab suka mendapatkan skor 3 (Hardinsyah et al. 1989).Total nilai atribut makanan selama 3 hari dijumlahkan sehingga menghasilkan total nilai terendah yaitu 27 (1TS x 3hari x 9atribut) dan tertinggi 81 (3S x 3hari x 9atribut).

(11)

Tabel 10 Skor pengolahan data daya terima subyek terhadap makanan RS

No Penilaian Skor (Pagi/Siang/Malam)

Tidak Suka Biasa Suka

1 Warna 1 2 3 2 Aroma 1 2 3 3 Tekstur 1 2 3 4 Bentuk 1 2 3 5 Rasa Lauk 1 2 3 6 Rasa Sayur 1 2 3 7 Suhu 1 2 3 8 Variasi Menu 1 2 3 9 Kebersihan Alat 1 2 3 Total 9 18 27 Hari Pengamatan (3) 9 x 3 = 27 18 x 3 = 54 27 x 3 = 81 Nilai daya terima subyek terhadap makanan RS dihitung dengan cara nilai subyek dikurangi dengan nilai minimal (27) kemudian dibagi dengan hasil pengurangan antara nilai maksimal (81) dengan nilai minimal. Total nilai setiap atribut makanan tiap subyek dikonversikan sehingga berada pada rentang 0 hingga 100% menggunakan rumus (Sukandar, diacu dalam Primadhani 2006):

Daya terima (y) diklasifikasi menjadi tiga, yaitu: 1. Daya terima rendah apabila y < 25%

2. Daya terima sedang apabila 25% ≤ y ≥ 54% 3. Daya terima tinggi apabila y > 54%

Makanan luar RS yang dikonsumsi dihitung dengan mengkonversi jumlah makanan luar yang dikonsumsi (URT) dengan menggunakan nutrition fact dan Daftar Komposisi Bahan Makanan.

Infus yang dikonsumsi dihitung dengan cara mengalikan jumlah infus selama sehari dengan kandungan zat gizi yang terdapat pada label infus.

Kontribusi konsumsi makanan RS dihitung dengan cara konsumsi makanan RS dibagi dengan total konsumsi sehari (makanan RS+ makanan luar RS+infus).

Kontribusi konsumsi energi makanan RS dihitung dengan cara konsumsi energi makanan RS dibagi dengan total konsumsi energi sehari (makanan RS+makanan luar RS+ infus).

(nilai subyek – nilai minimal)

y = x 100%

(12)

Kontribusi konsumsi protein makanan RS dihitung dengan cara konsumsi protein makanan RS dibagi dengan total konsumsi protein sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi zat besi makanan RS dihitung dengan cara konsumsi zat besi makanan RS dibagi dengan total konsumsi zat besi sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi natrium makanan RS dihitung dengan cara konsumsi natrium makanan RS dibagi dengan total konsumsi natrium sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi kalium makanan RS dihitung dengan cara konsumsi kalium makanan RS dibagi dengan total konsumsi kalium sehari (makanan RS+makanan luar RS+infus).

Kontribusi konsumsi makanan luar RS dihitung dengan cara konsumsi makanan luar RS dibagi dengan total konsumsi sehari (makanan RS+ makanan luar RS+infus).

Kontribusi konsumsi energi makanan luar RS dihitung dengan cara konsumsi energi makanan luar RS dibagi dengan total konsumsi energi sehari (makanan RS+makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi protein makanan luar RS dihitung dengan cara konsumsi protein makanan luar RS dibagi dengan total konsumsi protein sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi zat besi makanan luar RS dihitung dengan cara konsumsi zat besi makanan luar RS dibagi dengan total konsumsi zat besi sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi natrium makanan luar RS dihitung dengan cara konsumsi natrium makanan luar RS dibagi dengan total konsumsi natrium sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi Kons. Energi Mkn. RS (%) = Kons. E Mkn. RS x 100%

Kons. E (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Protein Mkn. RS (%) = Kons. Prot. Mkn. RS x 100%

Kons. Prot (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Zat Besi Mkn. RS (%) = Kons. Fe Mkn. RS x 100%

Kons. Fe (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Natrium Mkn. RS (%) = Kons. Na Mkn. RS x 100%

Kons. Na (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Kalium Mkn. RS (%) = Kons. K Mkn. RS x 100%

(13)

Kontribusi konsumsi kalium makanan luar RS dihitung dengan cara konsumsi kalium makanan luar RS dibagi dengan total konsumsi kalium sehari (makanan RS+makanan luar RS+infus).

Kontribusi konsumsi infus dihitung dengan cara konsumsi infus dibagi dengan total konsumsi sehari (makanan RS+ makanan luar RS+infus).

Kontribusi konsumsi energi infus dihitung dengan cara konsumsi energi infus dibagi dengan total konsumsi energi sehari (makanan RS+makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi protein infus dihitung dengan cara konsumsi protein infus dibagi dengan total konsumsi protein sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi zat besi infus dihitung dengan cara konsumsi zat besi infus dibagi dengan total konsumsi zat besi sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi natrium infus dihitung dengan cara konsumsi natrium infus dibagi dengan total konsumsi natrium sehari (makanan RS+ makanan luar RS+ infus).

Kontribusi konsumsi kalium infus dihitung dengan cara konsumsi kalium infus dibagi dengan total konsumsi kalium sehari (makanan RS+makanan luar RS+infus).

Kontribusi Kons. Energi Mkn. Luar RS (%) = Kons. E Mkn. Luar RS x 100%

Kons. E (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Protein Mkn. Luar RS (%) = Kons. Prot. Mkn. Luar RS x 100%

Kons. Prot (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Zat Besi Mkn.Luar RS (%) = Kons. Fe Mkn. Luar RS x 100%

Kons. Fe (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Natrium Mkn. Luar RS (%) =Kons. Na Mkn. Luar RS x 100%

Kons. Na (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Kalium Mkn. Luar RS (%) = Kons. K Mkn. Luar RS x 100%

Kons. K (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Energi infus (%) = Kons. E infus x 100%

Kons. E (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Protein infus (%) = Kons. Prot. Infus x 100%

Kons. Prot (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Zat Besi infus (%) = Kons. Fe infus x 100%

Kons. Fe (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Natrium infus (%) = Kons. Na infus x 100%

Kons. Na (Mkn. RS + Mkn. Luar RS + Infus)

Kontribusi Kons. Kalium infus (%) = Kons. K infus x 100%

(14)

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistika deskriftif dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS 16.0 for Windows. Hubungan daya terima makanan RS dengan konsumsi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dianalisis melalui persentase tingkat konsumsi dengan persentase daya terima menggunakan uji korelasi Spearman melalui program SPSS 16.0 for Windows.

Definisi Operasional

Lama rawat adalah jumlah hari rawat subyek menjalani rawat inap di RS sampai saat wawancara

Penyelenggaraan makanan RS adalah serangkaian kegiatan perencanaan menu, pembelian, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pemorsian, distribusi, penyajian, dan pengolahan sisa bahan makanan maupun makanan pasien

Siklus menu adalah perputaran menu atau hidangan yang akan disajikan rumah sakit dalam jangka waktu tertentu

Makanan luar RS adalah makanan yang dikonsumsi subyek selain makanan yang disajikan RS

Makanan parenteral (infus) adalah makanan dalam bentuk formula parenteral yang diberikan RS kepada pasien

Konsumsi sehari adalah penjumlahan konsumsi energi dan zat gizi lain dari makanan RS, luar RS dan infus selama sehari

Standar porsi adalah porsi yang dihitung berdasarkan kebutuhan zat gizi bagi setiap orang sehari dan digunakan sebagai patokan kebutuhan zat gizi Ketersediaan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium)

adalah jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dari makanan RS untuk subyek ditiap kelas perawatan dalam satu hari Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium,

kalium) adalah jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) dari makanan yang disajikan RS untuk subyek selama satu hari Angka kebutuhan energi dan dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium,

kalium) adalah jumlah energi dan zat gizi (protein, zat besi, natrium, kalium) yang dibutuhkan oleh tubuh seseorang agar hidup sehat dan dapat melakukan fungsi fisiologis

(15)

Angka kecukupan energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) adalah jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) rata-rata yang dianjurkan untuk dikonsumsi agar hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis agar tercegah dari kekurangan atau defisiensi dan kelebihan zat gizi

Konsumsi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) adalah jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) yang dikonsumsi oleh subyek dalam waktu satu hari

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) terhadap ketersediaan adalah perbandingan jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) yang dikonsumsi dari RS terhadap jumlah energi dan zat gizi (protein, zat besi,natrium) dari makanan yang disajikan RS

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) terhadap kebutuhan adalah perbandingan jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) yang dikonsumsi dari RS terhadap jumlah energi dan zat gizi lain (protein, zat besi, natrium, kalium) yang dibutuhkan masing-masing subyek

Uji Hedonik adalah uji untuk menentukan tingkat kesukaan subyek terhadap makanan yang disajikan

Daya terima subyek adalah penilaian inderawi subyek terhadap sembilan unsur makanan. Unsur makanan tersebut meliputi warna, aroma, rasa (lauk dan sayuran), tekstur, bentuk, suhu, kebersihan alat, dan variasi menu

Warna makanan adalah reaksi atau tanggapan indera penglihatan subyek terhadap keserasian warna menu makanan yang disajikan

Aroma makanan adalah reaksi atau tanggapan indera pencium subyek terhadap bau yang ditimbulkan menu makanan yang disajikan

Rasa makanan adalah reaksi atau tanggapan indera pengecap subyek terhadap menu makanan yang disajikan

Tekstur makanan adalah struktur makanan yang dapat dirasakan didalam mulut Bentuk makanan adalah reaksi atau tanggapan indera penglihatan subyek

terhadap rupa menu makanan yang disajikan

(16)

Kebersihan alat makan adalah penampakan dari makanan yang disajikan yaitu tidak tercecer di baki, alat hidang yang bersih dan penempatan makanan yang rapih di baki

Variasi menu adalah keanekaragaman menu yang digunakan pada makanan RS

Gambar

Gambar 2 Penarikan subyek penelitian
Tabel 6 Jenis, kelompok dan kategori karakteristik subyek
Tabel 9 Jenis data dan klasifikasi ketersediaan, kebutuhan dan konsumsi

Referensi

Dokumen terkait

konsep surat izin penelitian 1 hari surat izin penelitian Jika pejabat tidak berada di tempat. Menulis dalam buku register dan

vandalisme yang dilakukan oleh mereka terutama pada saat proses kegiatan. pemebelajaran berlangsung merupakan perilaku yang salah dan

Evidence for common pathways comes from work on GAD 67 (Akbarian et al 1995), NMDA receptor (NMDAR) malfunction in relation to effects on both NMDAR and GABAergic neurons (Bergeron

Laki-laki bukan hanya mantan suami saja Tidak mendapat dukungan dari teman yang sama memiliki status janda Dulu memiliki teman yang terdekat Kehilangan kontak teman terdekat

Strategi Pelatihan Ansambel Perkusi Pada Komunitas United States of Bandung Percussion (USBP) di Bandung ...34a. Hasil Pelatihan Ansambel Perkusi Pada Komunitas United States

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan proporsi spermatozoa Y hasil pemisahan semen domba lokal dengan beberapa fraksi albumen telur dan lama penyimpanan

karena itu, perilaku hormat dan patuh ini harus diterapkan kepada siapa saja. Berikut adalah contoh perilaku hormat dan patuh kepada orang tua, guru dan anggota keluarga.. 3)