• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum tamat pendidikan dasar dan pendidikan menegah. Hal tersebut disebabkan oleh kondisikondisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum tamat pendidikan dasar dan pendidikan menegah. Hal tersebut disebabkan oleh kondisikondisi"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyesuaian Diri Remaja Putus Sekolah 2.1.1. Pengertian Remaja Putus Sekolah

Remaja putus sekolah adalah remaja yang tidak dapat melakukan atau berhenti sekolah sebelum tamat pendidikan dasar dan pendidikan menegah. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi-kondisi khusus yang dialami remaja seperti, kurangnya perhatian sosial, kurangnya fasilitas fisik dan kurangnya kesempatan berprestasi.

Ketika remaja putus sekolah mengadakan hubungan dengan lingkungan sosial, mereka cenderung menampakkan sikap pendiam, mereka rendah diri, tertutup, cemas dan sulit untuk menjalani hubungan dengan orang lain. Interaksi yang terjadi kadang berdampak negative, misalkan melakukan pencurian, penyalahgunaan psikotropika dan seks bebas. Peranan remaja sangat dibutuhkan, baik oleh dirinya sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Maka sebagai remaja kita perlu mengetahui sebagai tugas yang akan di embannya. Tugas yang dihadapi remaja seperti : remaja diharapkan untuk mandiri, bagaimana berhubungan dengan lawan jenis dan bagaimana dia berinteraksi dengan masyarakat. Tugas tersebut pada periode tertentu dalam kehidupan remaja ada kalanya mengalami dan kegagalan. Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas akan menimbulkan rasa puas, senang dan bangga karena mendapatkan ujian dan akan memperlancar tugas berikutnya. Sebaliknya kegagalan akan menimbulkan kekecewaan, kesedihan dan mendapat celaan dari masyarkat serta menghambat tugas berikutnya.

Masa anak-anak merupakan tahapan penting dalam pembentukkan dasar-dasar kepribadian di kemudian hari. Masa dimana anak-anak dapat secara bebas menunjukan

(2)

kreativitasnya lalu dapat mengembangkan kemampuan menganalisa dan mengelola pola relasi sosial dalam hubungannya dengan kemampuan memecahkan berbagai jenis masalah yang dihadapi. Kemampuan tersebut akan berguna dikehidupannya di kemudian hari.

Pada masa sekarang ini pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer, pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan. Pada saat orang berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin, tetapi disisi lain ada sebagian masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan secara layak, baik dari tingkat dasar sampai pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu ada juga anggota masyarakat yang sudah dapat mengenyam pendidikan dasar namun pada akhirnya putus sekolah juga. Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang putus sekolah seperti keterbatasan dana pendidikan dalam kesulitan ekonomi, kekacauan dalam keluarga dan karena adanya faktor lingkungan (pergaulan).

Pemenuhan hak pendidikan tersebut diperoleh secara formal disekolah, secara informal melalui keluarga. Khususnya pendidikan formal tidak semua anak mendapatkan haknya karena dari kondisi-kondisi yang memungkinkan orang tuanya tidak dapat memenuhinya. Kemiskinan karena pendidikan orang tua rendah menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan keterlantaran pemenuhan hak anak dalam bidang pendidikan formal sehingga anak mengalami putus sekolah. Orang tua memiliki peranan dan dasar terhadap keberhasilan perkembangan anak.

Secara alami anak lahir dan dibesarkan dari keluarga, sejak lahir anak sudah dipengaruhi oleh lingkungan yang terdekat yaitu keluarga, akibat ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam membiayai sekolah sehingga anak menjadi putus sekolah. Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak menjadi tidak bersosialisasi dengan teman seusianya. Selain itu adalah karena pengaruh

(3)

temannya yang tidak sekolah atau pergaulan sehingga anak menjadi malas untuk melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya.

Selain itu keadaan status ekonomi keluarga dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup seorang anak, sehingga anak sering dilibatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga anak merasa terbebani dengan masalah ekonomi ini yang mengakibatkan anak lebih memilih membantu orang tuanya bekerja dibandingkan dengan melanjutkan sekolahnya.

Kurangnya perhatian orang tua cenderung akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar anak maka perhatiaan orang tua makin diperlukan, dengan cara dan variasi dan sesuai kemampuan. Kenakalan anak adalah salah satu penyebab kurangnya perhatian orang tua sehingga anak lebih memilih mengikuti pergaulan dengan anak-anak yang putus sekolah. Hubungan keluarga tidak harmonis juga dapat mengakibatkan anak menjadi putus sekolah. Hal ini dikarenakan perceraian dari orang tuanya, keadaan seperti ini yang merupakan dasar anak yang mengalami permasalahan yang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan anak mengalami putus sekolah.

Pendidikan dasar wajib yang dipilh Indonesia adalah 9 tahun yaitu pendidikan SD dan SMP, apabila dilihat dari umur mereka yang wajib sekolah adalah 7-15 tahun. Pendidikan merupakan hak yang sangat dasar bagi seorang anak. Hak yang wajib dipenuhi dengan kerja sama dari orang tua masyarakat dan pemerintah. Namun tidaklah mudah untuk merealisasikan pendidikan khususnya menuntaskan wajib belajar 9 tahun, karena pada kenyataannya masih banyak angka putus sekolah pada anak-anak.

(4)

Hal yang menyebabkan anak menjadi putus sekolah adalah disebabkan oleh faktor ekonomi, minat anak yang kurang, perhatian orang tua yang rendah, faktor budaya, fasilitas belajar yang kurang dalam belajar dan ketiadaan sarana.

Faktor pertama yang menyebabkan anak menjadi putus sekolah adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang dimaksudkan adalah ketidakmampuan keluarga si anak untuk membiayai segala proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah dalam satu jenjang tertentu. Walaupun pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun namun belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang direncanakan belum tersosialisai hingga kelevel bawah.

Konsep gratis belum jelas sasaran pembiayaannya oleh sekolah sehingga masih di anggap sebagai beban bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab, selain biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus mengeluarkan biaya untuk pakaian sekolah, uang pendaftaran, buku dan alat tulis lainnya, serta biaya transportasi atau akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut masih dianggap sebagai beban oleh orang tua sehingga membuat mereka enggan untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak putus sekolah sebagian besar adalah seorang petani, nelayan, buruh serta terdapat orang tua anak yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Perlu dikemukakan bahwa terdapat sejumlah anak yang putus sekolah di sebabkan ketiadaan orang tua. Jadi, anak tersebut putus sekolah Karena tidak adanya orang tua atau pihak yang mau membiayai sekolah si anak.

Faktor kedua yang menyebabkan anak putus sekolah adalah rendahnya atau kurangnya minat anak bersekolah, rendahnya anak dapat disebabkan oleh perhatiaan orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal dan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang dan akibat pengaruh dari lingkungan sekolahnya. Minat yang kurang, dapat disebabkan oleh pengaruh

(5)

lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat yang rendah diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan.

Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua. Rendahnya perhatian orang tua terhadap anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua yang mengakibatkan perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Banyak sekali anak yang putus sekolah ini diakibatkan karena keadaan dirumahnya, biasanya dialami pada masa SMP dan SMA, karena pada masa itu anak sedang mencari jati dirinya sendiri. Sehingga hal ini mengakibatkan anak menjadi sulit untuk dinasehati karena hubungan anak dan orang tua yang kurang harmonis.

Faktor keempat adalah ketiadaaan prsarana sekolah seperti gedung yang sudah tidak layak, biaya transportasi yang cukup mahal dikarenakan jarak rumah dan sekolah yang terkesan cukup jauh sehingga mengakibatkan anak menjadi malas sekolah dan akhirnya dia enggan untuk pergi ke sekolah kembali.

Faktor kelima yang menyebkan anak menjadi putus sekolah adalah fasilitas belajar yang kurang memadai. Keterbatasannya perangkat sekolah seperti alat, bahan dan media yang kurang memadai dibandingkan sekolah-sekolah pada umumnya.

Faktor keenam adalah faktor budaya. Faktor budaya yang dimaksudkan disini adalah terkait dengan kebiasaan masyarakat disekitarnya. Yaitu rendahnya kesadaran orang tua atau masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Mereka beranggapan tanpa sekolah pun anak-anak masih bisa hidup layak seperti anak-anak-anak-anak yang sekolah pada umunya. Oleh karena itu di desa jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat hidup layak maka kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam menentukan masa depan anaknya.

(6)

Kendala budaya pada umumnya merupakan pandangan masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak anak banyak rezeki membuat masyarakat di pedesaan lebih bnayka mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah diarahkan untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah.

Berdasarkan dari faktor-faktor diatas yang dijadikan peneliti sebagai acuan untuk membuat penelitian ini hanya dibutuhkan tiga faktor yaitu : faktor putus sekolah karena ekonomi, faktor putus sekolah karena kekacauan dalam keluarga lalu faktor putus sekolah karena tidak lagi memiliki minat untuk berprestasi. Peneliti hanya memilih 3 subyek dari banyaknya subjek yang ada. Hal ini dilakukan peneliti agar peneliti dapat mewawancarai secara lebih mendalam dan dapat menggali informasi lebih banyak lagi.

2.1.2 Pengertian Penyesuaian Diri

Manusia termasuk remaja, selalu mendambakan kondisi yang seimbang dalam hidupnya, yaitu adanya kesamaan antara tuntutan diri dan lingkungan sekitarnya. Dalam interaksi sosial seseorang menginginkan suasana yang mendukung secara psikis, sehingga kesejahteraan dan kebahagian lahir dan batin dapat tercapai. Kenyataan yang terjadi tidak semudah yang dibayangkan karena ada beberapa faktor yang berpengaruh diantaranya adalah proses penyesuaian diri.

Hariadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri. Dapatlah dikatakan bahwa penyesuaian diri itu merupakan suatu proses yang melibatkan respon mental, dalam hal ini termasuk di dalamnya kemampuan intelegensi dan kreatifitas. Penyesuaian diri merupakan ciri-ciri individu untuk bereaksi terhadap kebutuhan dan

(7)

tuntutan dari dalam dirinya sendiri maupun lingkungan di luar dirinya. Penyesuain diri dengan diri sendiri adalah bagaimana individu mempersepsikan dirinya sendiri, potensi-potensi yang dimiliki, konsep dirinya serta tingkat kepuasan akan hasil atau pengalaman-pengalaman yang diperolehnya. Schneider (dalam Yusuf, 2004) menyatakan bahwa penyesuaian diri mempunyai banyak arti antara lain : usaha untuk memelihara keseimbangan antara pemenuhan dan tuntutan lingkungan serta usaha untuk menyelaraskan hubungan individu dengan realitas. Ia memberikan batasan penyesuaian diri sebagai proses yang melibatkan respon mental dan perilaku dalam usaha-usaha mengatssi dorongan-dorongan dari dalam diri agar diproses kesesuaian tuntutan dalam diri dan lingkungan. Hal ini berarti penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan suatu kondisi sesuatu yang statis. Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Sebelumnya

Satmoko (2004) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi seseorang yang kontinyu dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dunianya sendiri. Ketiga faktor secara konsisten mempengaruhi seseorang dan hubungan ketiganya bersifat timbal balik, permasalahan-permasalahan yang muncul merupakan efek samping dari masalah tersebut. Sesuatu yang normal dan tidak dapat dihindarkan, meskipun demikian manusia mempunyai potensi untuk mengatasinya. Jadi penyesuaian diri merupakan suatu hal yang tidak akan pernah berhenti sampai manusia itu meninggal dunia.

(8)

Penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai usaha beradaptasi, konformitas terhadap hati nurani maupun normal sosial, serta perencanaan dan pengorganisasian respon dalam menghadapi konflik dan masalah. Penyesuaian diri didukung oleh adanya kematangan emosi yang menyebabkan individu mampu untuk memberikan respon secara tepat dalam segala situasi.

Menurut Hurlock (dalam, Gunarsa 2003) penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan, sehingga ia dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. Kondisi yang diperlakukan untuk mencapai penyesuaian diri yang baik yaitu bimbingan untuk membantu anak belajar menjadi realistis tentang diri dan kemampuannya serta bimbingan untuk belajar bersikap bagaimana cara yang akan membantu penerimaan sosial dan kasih sayang dari orang lain.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa penyesuaian diri merupakan aktivitas mental dan tingkah laku individu dalam menghadapi tuntutan baik dari dalam diri (sosial) demi memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan penuh rasa senang dan memuaskan. Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneider (dalam, Yusuf 2004) berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri merupakan adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konfornitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha pengusahaan (mastery).

Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku dengan daerah tersebut. Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma.

(9)

Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebgai usaha konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara normal, sosial, maupun emosional.

Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik, kesulitan, dan frustasi tidak terjadi. Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena tidak mampunya dalam menyesuaikan diri, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu peroses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu dengan lingkungannya. Atas dasar tersebut dapat diiberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

2.1.3. Mekanisme Penyesuaian Diri

Manusia dalam kehidupannya selalu berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan atau kebutuhan diri sendiri, dalam diri dan terhadap tekanan-tekanan dari luar sosialnya, hal ini memungkinkan manusia mempunyai kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri. Manusia

(10)

memiliki berbagai kebutuhan yang menuntut dipenuhi, manusia memiliki hasrat dan motivasi untuk memenuhi berbagai tuntutan tersebut, oleh karena itu manusia selalu berusaha mengadakan penyesuaian diri (Schneiders, 2004).

Berkaitan dengan itu, Chausan (2001) menyatakan bahwa manusia memiliki kapasitas untuk beradaptasi terhadap situasi-situasi yang baru. Manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya beradaptasi terhadap tuntutan fisik tetapi juga terhadap tekanan-tekanan sosialnya, Upaya manusia menyesuaikan diri baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan biasanya melakukan mekanisme penyesuaian diri. Menurut Chauchan (2001) mekanisme penyesuaian diri didefinisikan sebagai suatu cara pembiasaan mengatasi hambatan-hambatan, mencapai tujuan motivasi untuk memuaskan, menghilangkan frustasi dan memperhatikan keseimbangan. Schneiders (2004) mengatakan bahwa apa yang dimaksud dengan mekanisme penyesuaian diri adalah respon-respon yang mendalam, dengan tidak sengaja dan relatif permanen yang cenderung dikembangkan selama orang berusaha membuat penyesuaian diri terhadap dirinya dan lingkungannya.

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa hampir setiap orang melakukan mekanisme penyesuaian diri. Mekanisme penyesuaian diri dapat dilakukan dengan sadar untuk mendapatkan dan mempertahankan keseimbangan antara diri dan lingkungannya dan juga dapat terjadi dengan tidak disadari yaitu dengan suatu mekanisme pertahanan diri.

(11)

Usaha penyesuaian diri terhadap diri sendiri dan lingkungan yang dilakukan terhadap manusia dalam hidupnya adalah mencari-cari namun pada dasarnya usaha penyesuaian diri tersebut dapat digolongkan kedalam 3 jenis penyesuaian diri yaitu :

a. penyesuaian diri secara biologis, yaitu bahwa penyesuaian diri biologis manusia merupakan pergantian dasar dalam fungsi kehidupan dan ekuivalen dengan dinamika adaptasi

b. penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, merupakan aspek yang signifikan dengan penyesuaian diri dan psikologis. Penyesuaian diri sosial yang membuat perubahan dari satu situasi ke situasi lainnya.

c. Penyesuaian diri terhadap diri sendiri, yaitu penyesuaian diri yang memiliki banyak tantangan terhadap orang lain.

Schneiders (2004) berpendapat bahwa berdasarkan pada hubungan situasional respon maka penyesuaian diri dapat dikategorikan sebagai :

1. Penyesuaian diri secara personal adalah penyesuaian diri yang di arahakan pada diri sendiri. Penyesuaian diri secara personal dapat di jabarkan menjadi :

a. Penyesuaian diri fisik emosi. Seperti telah dikatakan pada bagian yang terdahulu bahwa penyesuaian diri itu melibatkan respon-respon fisik dan emosional, dengan demikian dalam penyesuaian diri kesehatan fisik ini merupakan kebutuhan pokok untuk mencapai penyesuaian diri yang sehat. Kesehatan fisik diperoleh dengan memperhatikan prinsip-prinsip, kesehatan fisik yaitu : istirahat yang cukup terjamin, kebiasaan-kebiasaan fisik yang teratur, latihan fisik dan rekreasi, diet yang tepat, control terhadap berat badan,

(12)

dikatakan oleh Schneiders (2004) bahwa kesehatan fisik berhubungan erat dengan kesehatan emosi. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian diri yaitu : a). edukasi Emosi, b). Kematangan Emosi, c). Control Emosi.

b. Penyesuaian diri seksual. Penyesuaian diri secara seksual merupakan kapasitas bereaksi terhadap realitas seksual (implus-implus, nafsu, pikiran, konflik, perustasi, perasaan bersalah dan perbedaan seks). Kematangan yang terintegrasi dan cara berdisiplin yang conform dengan tuntutan moralitas dan masyarakat. Kapasitas tersebut memiliki perasaan, sikap sehat yang berkenaan dengan seks, kemampuan menunda ekpresi seksual, orientasi heteroseksual yang adekuat, kontrol yang kuat dari pikiran dan perilaku, dan identifikasi diri yang sehat dengan satu peranan.

c. Penyesuian diri secara moral dan religius. Dikatakan bahwa moral adalah kapasitas untuk memenuhi kenutuhan moral kehidupan secara efektif yang bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam kehidupan yang baik dari individu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a). penerimaan introspeksi dan perkembangan nilai-nilai moral yang kontinyu yang didalamnya terdapat ide-ide yang semuanya untuk pertumbuhan dan kematangan, personal moralitas dan subyektif, b). integrasi implus-implus sensori, keinginan dan kebutuhan dengan prinsip dan nilai-nilai moral, c). aplikasi prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang konstan untuk resolusi konflik-konflik netral yang efektif dan reduksi tekanan-tekanan frustasi dan ekspresi tingkah laku yang sesungguhnya, d). integrasi nilai-nilai dan prinsip moral dengan nilai prinsip dan ide dapat secara efektif mampu diekpresikan dalam tingkah laku moral.

(13)

d. Penyesuaian diri secara sosial. Dikatakan oleh Scheineders bahwa rumah, sekolah dan masyarakat merupakan aspek khusus dalam kelompok sosial dan dengan demikian melibatkan pola-pola hubungan diantara kelompok tersebut dan saling terhubung secara integritas diantara ketiganya.

1. Penyesuaian diri terhadap rumah dan keluarga. Penyesuaian diri di rumah dan keluarga yang baik menekankan persyaratan yang pasti yaitu : a). hubungan yang sehat antara keluarga, perasaan yang jelek atau orang tua dan anak atau antara saudara kandung seperti benci terhadap disiplin orang tua. Permusuhan penyebab penyesuaian diri terhadap rumah menjadi sulit, b). Menerima otoritas orang tua anak-anak harus belajar displin dari orang tua, tidak hanya dibutuhkan tetapi secara actual diinginkan, dan studi empiris menyatakan bahwa sebagian besar anak yang ajusted secara adekuat adalah yang mempunyai sikap mengalah terhadap disiplin orang tua. c). kapasitas untuk mengambil tanggung jawab dan menerima pembatasan serta pelarangan. d). berubah membantu keluarga baik secara individual maupun kelompok berkuasa dengan sukses disekolah, tujuan vokasional aspirasi religius jasmani ekonomi rekreasi dan kesukaan.

1. Penyesuaian diri terhadap sekolah. Perhatian dan penerimaan, minat dan partisipasi pada fungsi dan aktifitas di sekolah. Manfaat hubungan dengan sekolah, guru dan konselor, penerimaan keterbatasan dan tanggung jawab, membantu sekolah untuk merealisasikan tujuan intrinsik dan ekstrinsik merupakan cara dari penyesuaian diri terhadap kehidupan sekolah dapat di realisasikan secara efektif.

(14)

2. Penyesuaian diri terhadap masyarakat. Kehidupan di masyarakat merupakan kelanjutan dari kehidupan keluarga. Penyesuaian sosial menandakan kapasitas untuk beraksi secara efektif dan sehat terhadap realitas. Adapun syarat-syaratnya adalah : a). mengenal dan menghormati secara benar orang lain di dalam masyarakat, b). berjalan terus dengan orang lain di dalam mengembangkan persahabatan yang abadi, c). interes dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain, d). berbuat kebajikan dengan amal dan altruism, e). respon terhadap nilai dan integrasi terhadap hukum, adat istiadat dan tradisi.

Berdasarkan pendapat Tailent (1978) dan Schneiders (1964) diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah penyesuaian diri personal dan penyesuaian diri sosial. Penelitian ini tidak mengikut sertakan aspek penyesuaian diri perkawinan dan penyesuaian diri jabatan, dengan pertimbangan bahwa subyek penelitian adalah Remaja Putus Sekolah yang tentu saja telah mempunyai pekerjaan dan belum berkeluarga.

2.1.5 Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1) Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa

(15)

benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Hal inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.

2) Penyesuaian Sosial

Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup Hubungan-hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh seorang individu.

Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu

(16)

untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.

Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

2.1.6. Karekter Penyesuaian Diri

Menurut Sariyanta, Made (2012) tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut, ada individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut ini akan di tinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.

(17)

a. Penyesuaian Diri Secara Positif

Menurut Sariyata, Made (2012), dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain :

1) Tidak melakukan adanya ketenangan emosional.

2) Tidak menunjukan adanya mekanisme-mekanisme psikologi. 3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.

4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri. 5) Mampu dalam belajar

6) Menghargai pengalaman.

Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:

1) Penyesuaian menghadapi masalah secara langsung.

2) Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). 3) Penyesuian dengan trial error atau coba-coba.

4) Penyesuian dengan substitusi (mencari pengganti). 5) Penyesuian diri dengan menggali kemampuan diri. 6) Penyesuaian diri dengan belajar.

Devina, Sarah (2010) menyebutkan beberapa ciri khas penyesuian diri yang sehat, yaitu :

1) Persepsi terhadap realita. Individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan mengintepretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan yang realistis sesuai dengan kemampuannya sehingga mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sama.

(18)

2) Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan. Mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress dan kecemasan berarti dalam hal ini individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang di alami. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan belajar untuk menceritakan stres dan kecemasan yang dirasakannya pada orang lain.

3) Gambaran diri yang positif. Gambaran yang berkaitan dengan penilaian individu tentang dirinya sendiri. Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik yang dinilai melalui penilaian pribadi maupun penilaian orang lain, sehingga individu dapat merasakan kenyamanan psikologis.

Menurut Hariyadi (2003), terdapat beberapa karakteristik penyesuaian diri yang positif, diantaranya :

1) kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima segala kelemahan-kelemahan yang dimilliki, kekurangan-kekurangan disamping kelebihan-kelebihannya. Hal ini bukan berarti bersikap pasif menerima keadaan yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan mengembangkan segenap bakat, potensi dan semakin mengembangkan potensi yang dimiliki.

2) kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri yang positif memiliki ketajaman dalam memandang realita, dan mampu

(19)

memperlakukan seuatu secara realitas dan wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

3) kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan yang objektif diluar dirinya. Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang agar tidak mudah menyia-yiakan kekuatan yang ada pada dirinya dan akan melakukan hal-hal yang lebih jauh diluar jangkuan kemampuannya.

4) Memiliki perasaan yang aman dan memadai. Dalam hal ini individu tidak lagi dirasai oleh rasa cemas atau ketakutan dalam hidupnya lagi sehingga tidak mudah untuk dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti bahwa orang tersebut mempunyai harga diri yang mantap, dirinya tidak lagi merasa terancam oleh lingkungan dimana ia berada, sehingga dapat menaruh kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menerima kenyataan bahwa keterbatasan maupun kekurangan yang dimiliki didalam lingkungannya.

5) Rasa hormat dan toleransi pada individu. Karakteristik ini ditandai oleh adanya pengertian dan penerimaan keadaan diluar dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan dan kekurangannya. Karakteristik ini ditandai oleh kemampuna bersikap dan dibicarakan atas dasar kenyataan yang sebenarnya, adapula kemauan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap prilakunya. 6) Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosional hal ini tercermin dalam

(20)

7) Mampu bertindak sesuai dengan aturan, serta selaras dengan hak dan kewajibannya. Individu mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpa adanya paksaan dalam setiap perilakunya.

b. Penyesuaian Diri yang Salah

Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah, yaitu:

1. Reaksi Bertahan (Defence Reaction). Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini yaitu:

1. Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan (dalam) untuk membenarkan tindakannya.

2. Represi, yaitu berusaha menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke dalam alam tidak sadar.

3. Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima.

4. “Sour Grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutar balikkan kenyataan. 2. Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction). Reaksi-reaksinya tampak pada perilaku:

a. Selalu membenarkan diri,

b. Mau berkuasa dalam setiap situasi, c. Mau memiliki segalanya,

d. Bersikap senang mengganggu orang lain,

3. Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction). Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut:

(21)

a. berfantasi, b. banyak tidur,

c. minum-minuman keras d. bunuh diri,

e. menjadi pecandu ganja, narkotika, dan seks bebas

2.1.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas dari lingkungannya. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial menuntut untuk mempunyai kemampuan penyesuaian diri dan akan selalu berusaha menyesuaikan diri terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak–anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan– perubahan dalam bentuk fisk dan psikis.

Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda – tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Penyesuaian diri pada diri remaja sangatlah penting dimana penyesuaian diri pada masa ini dapat menentukan sikap dan psikologi remaja pada masa yang akan datang, dimana jika remaja sulit atau tidak bisa menyesuaikan diri pada lingkungan dimana dia berada akan berdampak buruk pada perkembangan diri anak itu sendiri, baik pada masa penyesuaian atau pun pada masa yang akan datang.

(22)

Pentingnya memahami faktor faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:

a. Mengantisipasi berbagai masalah yang akan muncul dalam proses penyesuaian diri remaja baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

b. Mencegah berbagai pengaruh negatif yang menjadi kendala bagi perkembangan diri remaja.

Menurut Schneiders (dalam Gunarsa, 2003), setidaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:

1. kondisi fisik 2. Kepribadian 3. proses belajar 4. lingkungan

5. agama dan budaya

Faktor - faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah penentu penyesuaian diri yang meliputi faktor - faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi remaja secara bertahap.

Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dsb.

2. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.

(23)

3. Penentuan psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondinisian, penetuan diri, frustasi, dan konflik.

4. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah. 5. Penentuan cultural termasuk agama.

1. Kondisi Jasmaniah

Kondisi jasmaniah merupakan kondisi primer yang penting bagi proses penyesuaian diri (sistem saraf, kelenjar otot)

1. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam sistem syaraf, kelenjar dan otot menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku dan kepribadian.

2. Kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.

3. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani dan sebagainya.

2. Perkembangan Kematangan dan Penyesuaian Diri

1. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda–beda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola–pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual.

(24)

2. Pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi – kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.

3. Konflik dan Penyesuaian

Tanpa memperhatikan tipe–tipe konflik, mekanisme konflik secara essensial sama yaitu pertentangan antara motif–motif.

Konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan. 1. Lingkungan Sebagai Penentu Penyesuaian Diri

A. Rumah dan Keluarga

Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri. Faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Kerena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga.

Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat. B. Hubungan Orang Tua dan Anak

Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat dipengaruhi penyesuai diri antara lain :

1. Menerima (acceptance),

2. Menghukum dan disiplin yang berlebihan,

3. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan. 4. Penolakan.

(25)

5. Hubungan saudara yang penuh persahabatan, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik, sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.

C. Masyarakat

Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penguasaan diri. Kondisi studi menunjukan bahwa banyak gejala tingkah laku yang meyimpang bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah dikalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya. Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:

a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)

1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari 2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya

3) Pengangguran

4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan

b. Daerah Rawan (Gangguan Kamtibmas)

1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya 2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal

(26)

3) Kebut-kebutan

4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan 5) Perkosaan

Kondisi psikososial dari ketiga lingkungan di atas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.

D. Sekolah

Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana disekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak disekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.

2. Kultur dan Agama Sebagai Penentu Penyesuaian Diri

Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola penyesuaian diri. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di masjid dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama memberi tuntunan, konsep dan falsafah hidup yang meyakinkan dan benar. Oleh pemilikan semua ini orang akan memperoleh arti hidup, kemana tujuan hidup, apa yang dicari dalam hidup ini dan bagaimana ia harus berperan dalam hidup sehingga hidupnya di dunia tidak sia- sia.

C. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja

(27)

1) Hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.

Disini sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga (kondisi lingkunan keluarga)

Orang tua yang otoriter akan menghambat perkembangan penyesuaian diri remaja, begitu juga perlindungan orang tua yang berlebihan juga berakibat tidak baik. Perpindahan tempat juga memiliki pengaruh yang kuat.

2) Sekolah juga memiliki peranan/pengaruh yang kuat dalam dalam perkembangan jiwa remaja : Masalah-masalah remaja

Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugasnya dengan baik. Menurut Hurlock (2003) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugasnya, yaitu: 1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah,

sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.

2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.

Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.

(28)

Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional. Bellak (dalam kartono, 2000) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.

Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.

Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja. D. Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Masa remaja adalah masa dimana seorang remaja mencari jati dirinya. Masa remaja juga disebut masa emas (golden age). Namun, para remaja pada masa perkembangan dihadapkan dengan berbagai masalah, baik eksternal maupun internal. Masalah-masalah yang timbul pada

(29)

masa remaja harus bisa di pahami oleh seorang pendidik, agar remaja tidak mengalami kemunduran mental. Karena remaja yang tidak mendapatkan bimbingan pada masa remaja, Mereka akan cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma kehidupan. Pemecahan masalah tersebut bisa di selesaikan dengan mengaitkan masalah-masalah tersebut dengan pen-didikan, baik pendidikan formal ataupun non-formal.

Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas (identity confusion), sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.

Masa perkembangan remaja juga ditandai dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide pikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan. Mereka bersemangat untuk meraih keberhasilan. Oleh karena itu, mereka berlomba dan bersaing dengan orang lain guna membuktikan kemampuannya. Segala daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh dan diikuti. Sebab dengan keberhasilan itu, ia akan meningkatkan harkat dan martabat hidup mereka di mata orang lain.

Laju proses perkembangan perilaku dan pribadi remaja dipengaruhi oleh tiga faktor dominan ialah faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation), dan ling-kungan (environment): termasuk belajar dan latihan (training and learning). Ketiga faktor dominan

(30)

utama itu senantiasa bervariasiyang mungkin dapat menguntungkan, menghambat atau membatasi lajunya proses perkembangan tesebut.

Selain itu, perilaku remaja mengalami perubahan krisis aspek pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, dan menggunakan obat terlarang. Periode remaja seharusnya sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak berkembang sehingga mereka mampu berpikir multidimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Oleh karena itu, remaja sekarang harus bisa memilih-milih mana perilaku yang harus dilakukan, jangan sampai perilaku tersebut terjerumus ke dalam perilaku negative.

2.1.8 Tahap – Tahap Penyesuaian Diri A. Adaptif

Setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya bisa lebih lagi di setiap harinya. Untuk dapat hidup secara baik seseorang harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungannya. Dengan penyesuaian diri ini seseorang akan mengalami perubahan-perubahan ke

(31)

arah yang lebih baik lagi. Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya upaya untuk dapat menyesuaikan diri baik secara fisik maupun secara pasif. Seseorang yang aktif melakukan penyesuaian diri apabila terganggu keseimbangannya, yaitu antara kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu dia akan merespon dari tidak seimbang menjadi seimbang. Bentuk ketidakseimbangan yang dapat muncul yaitu menjadi bimbang atau ragu, gelisah, cemas, kecewa, frustasi dan pertentangan. Penyesuaian diri seseorang dengan lingkungannya di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : jenis kelamin, umur, motivasi, pengalaman serta kemampuan dalam memecahkan suatu masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian yaitu frustasi dan pertentangan.

1). Frustasi

Ada beberapa faktor penyebab frustasi. Pada umumnya frustasi dapat disebabkan karena: (1) Tertundanya pencapaian tujuan seseorang untuk sementara, atau untuk waktu yang tidak menentu. (2) Sesuatu yang menghambat apa yang sedang dilakukan. Faktor penghambat dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor interen dan faktor eksteren. Faktor interen yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Contoh faktor interen yaitu keadaan jasmani dan rohani. Sedangkan faktor eksteren yaitu semua faktor yang berasal dari luar dirinya, yang dapat berpengaruh positif atau negatif. Faktor eksteren terbagi lagi menjadi tiga yaitu dari lingkungan keluarga, dan sekolah.

2). Konflik

Konflik (pertentangan) dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan dalam diri individu. Salah satu contoh: ‘Seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan yang harus dipilih satu, atau beberapa diantaranya’. Seseorang yang mengalami konflik dan tidak segera diatasi, dapat menimbulkan gangguan perilaku. Beberapa contoh lain untuk situasi konflik yaitu,

(32)

a) Aproach-aproach yaitu Berhadapan dengan dua pilihan yang menarik

b) Avoidance-avoidance yaitu Berhadapan dengan dua pilihan yang tidak menarik.

c) Aproach-avoidance yaitu Berhadapan dengan satu pilihan yang menyenangkan dan satu pilihan yang tidak menyenagkan.

d) Double approach avoidance conflict yaitu banyak konflik dan sebagainya dalam menghadapi frustasi dan konflik.

Seseorang hendaknya memiliki kemampuan untuk menganalisa setiap stimulus. Dengan kemampuan yang dimilikinya ia dapat menyelesaikan msalahnya. Analisis dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari yang sangat sederhana (ringan) menuju ke yang kompleks (berat). Dengan demikian secara bertahap pula akan ditemukan keseimbangannya. Hal ini dapat dilakukan dengan penuh kesabaran. Frustasi dan konflik dapat diseimbangkan dengan berbagai cara yaitu dengan cara Trial dan error ( mencoba dan salah ) merupakan salah satu yang dapat membentuk kebiasaan dan mekanisme. Ada berbagai macam mekanisme penyesuaian yang dapat dilakukan yaitu :

1. Agresi yaitu menyerang obyek frustasi untuk mendapatkan kepuasan. 2. Menarik diri yaitu menarik diri atau menghindar dari suatu permasalahan. 3. Mimpi siang hari yaitu untuk mencapai kepuasan berkhayal.

4. Regresi merupakan reaksi frustasi yang Nampak pada anak-anak. 5. Rasionalisasi yaitu pembebasan akan suatu prilaku.

6. Represi yaitu sesuatu yang menimbulkan rasa bersalah.

7. Identifikasi yaitu mendapatkan rasa harga diri dengan menempatkan diri pada tokoh yang dikagumi.

8. Kompensasi yaitu sikap yang dapat mengarah ke positif dan negative.

(33)

B. Maladatif

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya maladaptif: (a) Sensitif terhadap kritik: Individu tidak bias merespon secara positif terhadap koreksi, juga tidak dapat mengkritisi diri sendiri. (b) Tidak mampu kompetisi: Individu hanya mau berkompetisi dengan kawan yang jelas dapat dikalahkan.

Referensi

Dokumen terkait

Vieraan kielen opiskelu, johon Harjanne (2006, s. 56) sisällyttää vieraan kielen harjoittelun (kuvio 2), on opiskelijan tavoitteista toimintaa ja opetuksen kautta oh-

Penelitian ini mengkaji struktur tegakan dan serapan karbon di Hutan Sekunder Tua (HST), Hutan Sekunder Muda (HSM), dan Hutan Belukar Tua (HBT) di Kawasan Lindung

Jadi ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan koneksi dan representasi matematik terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMK Negeri Bandung.. Adapun

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai pengaruh pendidikan gizi melalui media website terhadap pengetahuan gizi dan persepsi body image

Kegiatan Penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan infrastruktur Perkotaan (SPPIP) di Kota Cimahi pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kegiatan penyusunan

Dari beberapa pengertian dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam menerima informasi untuk dikembangkan menjadi

Sedangkan hasil analisis dengan Regresi Ganda didapatkan bahwa hubungan pengetahuan dan sikap bidan tentang penerapan standar antenatal care dengan jumlah kunjungan

Hasil penelitian didapatkan terapi relaksasi otot progresif menurunkan tekanan darah sistole sebesar 10,60 mmHg dan diastole sebesar 4 mmHg, sedangkan terapi