• Tidak ada hasil yang ditemukan

portofolio bedah borang internship dumai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "portofolio bedah borang internship dumai"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Nama Peserta : dr. Mica Febiyanti Nama Wahana : RSUD Kota Dumai Topik : Appendisitis Akut

Tanggal (Kasus) : 14 Juli 2014

Nama Pasien : Tn. T No. RM

Tanggal Presentasi : Februari 2015 Nama Pendamping : dr. Asmawati dan dr. Rita Novery. Tempat Presentasi : RSUD Kota Dumai

Objektif Presentasi

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi : Laki-laki 23 tahun, nyeri perut kanan bawah, Mc Burney (+), PSOAS sign (+), Rovsing sign (+), Obturaror Sign Leukosit 13.000 □ Tujuan : Penegakan diagnosa appendisitis akut

Bahan Bahasan: □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

(2)

Data Pasien : Nama: Tn. T 23 tahun Nomor Registrasi:

Nama RS : RSUD Kota Dumai Terdaftar Sejak : 14 Juli 2014

Data utama untuk bahan diskusi : 1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Appendisitis Akut / Nyeri perut kanan bawah sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam (+), mual (+), muntah (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan nyeri McBurney, Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+)

2. Riwayat Pengobatan :

Pasien sering mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dijual bebas di warung bila timbul gejala sakit perut atau sakit kepala. 3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :

Riwayat hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu. Pasien tidak berobat teratur, hanya berobat jika ada keluhan. Riwayat TD tertinggi 200/100 mmHg. Riwayat DM tidak diketahui.

4. Riwayat Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.. 5. Riwayat Pekerjaan :

Pasien adalah mahasiswa 6. Riwayat Kebiasaan :

Pasien sering makan makanan yang dijual di warung dekat kampus Makan tidak teratur

Daftar Pustaka :

De Jong, Wim. 2004. Apendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi II. Hal 640- 645. Jakarta: EGC.

(3)

1. Subyektif

- Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu.

- Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri terasa semakin hebat sejak 1 hari ini.

- Demam ada sejak 3 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat.

- Nafsu makan berkurang semenjak sakit. - Mual tidak ada, muntah tidak ada. - Riwayat sakit maag tidak ada.

- BAB tidak ada sejak 2 hari yang lalu. - BAK tidak ada kelainan.

- Pasien sering mengkonsumsi obat Antalgin bila sakit kepala atau sakit perut.

2. Objektif

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : tampak sakit sedang  Kesadaran : CMC

 Tekanan Darah : 110/70 mmHg  Nadi : 88x/menit  Frekuensi Nafas : 22 x/ menit  Suhu : 37,90 C

Status Internus

 Kepala : Tidak ada kelainan

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik  Kulit : Turgor kulit baik

(4)

 Thoraks o Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Vesikuler, rhonki , wheezing -/-o Jantung

Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat

Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada  Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+), Psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskuler (-),

Tidak teraba massa di perut kanan bawah Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal  Ekstremitas : Refilling capiller baik

Laboratorium: Tanggal 14 Juli 2014  Hb : 13,1 gr/dl  Leukosit : 13.000/mm3  Trombosit : 270.000/mm3  Hematokrit : 51, 6%  CT : 4 ‘  BT : 2’  Ureum : 8 mg/dl  Kreatinin : 1,0 mg/dl  GDR : 112 mg/dl  Gol. Darah : A

(5)

 SGOT 35  SGPT 20

3. Assessment Definisi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks vermiformis, penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti hiperplasia jaringan limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid tissue (GALT), tumor, parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur barium dari pemeriksaan radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam perjalanan penyakit appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman yang ada dalam lumen apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti kuman E.coli, Klebsiella,

Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll.

Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup yang disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan pada saat bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini mengakibatkan bendungan aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh dinding appendiks.

Patogenesis

Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami iritasi baru mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya akibat distensi dari appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha menghilangkan sumbatan lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium kataral atau akut fokal. Jika reaksi peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya proses supuratif akibat ekspansi kuman ke dinding disebut appendisitis supurativa. Stadium selanjutnya bila telah terdapat daerah yang mengalami gangren makan disebut appendisitis akut stadium gangrenosa, yang jika tidak dilakukan pertolongan akan menjadi appendisitis perforasi.

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses penyembuhannya, sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar pusar berulang, secara patologi stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium supuratif – gangrenosa atau mikroperforasi akibat adanya daya tahan tubuh yang baik yang salah satu tandanya adanya proses pendindingan dari appendiks yang meradang oleh omentum (walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi di kanan bawah yang disebut appendisitis infiltrat.

(6)

Manifestasi Klinis

Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.

Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Pemeriksaan Fisik

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney. Nyeri lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri tekan pada arah jam11. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks letak retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas.

Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebannyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.

Diagnosis

Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan diagnosa appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score.

(7)

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan penilaian Alvarado score:

Migration of pain : 1 Anorexia : 1 Nausea/vomiting : -RLQ tenderness : 2 Rebound : 1 Elevated temperatur : 1 Leukocytosis : 2 Left shift : -Total points : 8

(8)

Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini kemungkinan besar menderita Appendisitis akut.

Penatalaksanaan

Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi

Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis : - Puasakan

- Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.

- Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.

- Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy

- Perawatan appendicitis tanpa operasi

Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi

- Rujuk ke dokter spesialis bedah. - Antibiotika preoperative

Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Prognosis

Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per 100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan produk darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan sebelum bedah dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah 0,06%. Angka kematian keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%-peningkatan 50 kali

(9)

lipat. Tingkat kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah sekitar 15% peningkatan lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.

4.Plan

Diagnosis : upaya diagnosis sudah optimal dinilai dari penelusuran anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah diagnosis Appendisitis akut.

DIAGNOSIS KERJA Appendisitis Akut

TERAPI

- IVFD Rl 20 gtt/i

- Inj Ranitidin 1 amp / 12 J - Inj Ketorolac 1 amp / 12 J

- Puasa  rencana Operasi Appendictomy Emergency Follow Up Post Operasi

- Immobilisasi

- Puasa hingga BU (+) - Awasi Vital Sign

- Kateter

Terapi

- IVFD Rl 20 gtt/i

- Inj Ceftriaxone 1 amp / 12 Jam - Inj Ranitidin 1 amp / 12 Jam

- Inj Ketorolac 30 mg 1 amp / 12 jam\

Follow up hari 2

S: Demam (-), Muntah (-), Nyeri bekas Luka (+), Flatus(+) O: KU = sedang, Kes = CMC

Kulit : teraba hangat

(10)

Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

A: Post Appendectomy H+2 P: IVFD Rl 20 gtt/i

- Inj Ceftriaxone 1 amp / 12 Jam - Inj Ranitidin 1 amp / 12 Jam

- Inj Ketorolac 30 mg 1 amp / 12 jam - Aff Kateter

Follow up hari 3

S: Demam (-), Muntah (-), Nyeri bekas Luka (+), Kembung (-) O: KU = sedang, Kes = CMC

Kulit : teraba hangat

Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

A: Post Appendectomy H+3 P: IVFD Rl 20 gtt/i

- Inj Ceftriaxone 1 amp / 12 Jam - Inj Ranitidin 1 amp / 12 Jam

- Inj Ketorolac 30 mg 1 amp / 12 jam

Follow up hari 4

S: Demam (-), Muntah (-), Nyeri bekas Luka (+), Kembung (-) O: KU = sedang, Kes = CMC

Kulit : teraba hangat

Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-)

A: Post Appendectomy H+4 P: Mobilisasi aktif

Diet MB Boleh pulang

(11)

Obat pulang : Ciprofloxacin 2x500 mg Ranitidin 2x1 tab

Referensi

Dokumen terkait