LEVELLING 1
LEVELLING 1
PENGUKURAN SIPAT DATAR
PENGUKURAN SIPAT DATAR
SalmaniSalmani, ST, MS, MT, ST, MS, MT
2010
2010
PENGUKURAN BEDA TINGGI
DENGAN ALAT SIPAT DATAR
(PPD)
• Jika dua titik mempunyai ketinggian yang
berbeda, dikatakan mempunyai beda tinggi.
• Beda tinggi dapat diukur dengan cara sipat
datar adalah suatu cara penentuan tinggi
relatif dari beberapa titik-titik di atas datum
atau di bawah suatu bidang acuan tersebut.
• Pada kenyataannya pengukuran beda tinggi
adalah menentukan jarak vertikal dari titik
tersebut dengan garis penyipat datar alat yg
ditempatkan di atas statif.
Dari gambar dapat dilihat : tinggi titik A di atas datum
adalah : 1.500-0.750 = 0.750 m, dan tinggi titik C adalah :
1.500 – 1.050 = 0.450 m di atas dcatum.
Datum disini diambil bidang khayal mendatar yang melalui
patok B.
Cara pengukuran
• Alat dipasang mendatar dan kesalahan-kesalahan dapat dihilangkan.
• Rambu ukur dipasang tegak di atas titik dibelakang dan muka alat. • Pengukur mengarahkan teropong alat ke rambu ukur dan
menggunakan tromol p[engatur fokus lensa bayangan rambu ukur dijelaskan.
• Mengghilangkan faralaks, diafrahma harus dijelaskan, bayangan benang silang akan dapat menunjukan bacaan pada rambu ukur dan bila menggerakan mata ke atas dan kebawah bacaan benang silang pd rambu tidak berubah.
• Pengukur harus melepaskan tangannya dari statif dan alat. • Kenaikan setiap 10mm dihitung dan milimeter akhir ditaksir. • Hasil pembacaan yg lengkap kemudian dibukukan, untuk mengecek
hasil pengukuran pada rambu diulang dan dicocokan dengan buku ukur.
• Rambu ukur kemudian langsung dipindahkan ke tempat berikutnya kemudian dilakukan pengukuran secara berulang dan berlanjut sampai di akhir titik pengukuran.
Pengukuran beda tinggi antara dua
titik
• Titik A dan titik B adalah dua titik yang
berjarak kira-kira 60m yang ditentukan beda
tingginya.
• Alat dipasang kira2 ditengah-tengah antara
dua titik tersebut, kemudian alat diatur,
pertama kali pembacaan dilakukan pada
rambu yang dipasang tegak di titik A, hasil
pembacaan diperoleh 2.500m
• Rambu kemudian dipindahkan dan dipasang
tegak dititik B, dan dilakukan pembacaan
untuk kedua kalinya, hasil diperoleh 0.500m
• Dari skets di atas jelas bahwa titik B lebih tinggi. 2.500
– 0.500 = 2.000 dari titik A, dengan perkataan lain
permukaan tanah naik dari titik A ke titik B setinggi 2
meter.
• Pada contoh jika tinggi permukaan tanah di A adalah
95.400m di atas datum, maka ketinggian titik B di atas
datum dapat ditentukan dengan menambah kenaikan
2m dari A, sehingga titik B menjadi 95.400 + 2.000 =
97.400m.
• Cara ini merupakan dasar untuk menentukan
ketinggian titik-titik selanjutnya, karena dengan
menggunakan prinsip diatas cara ini lebih mudah
dimengerti.
• Pada umumnya dimana titik-titik diatas datum
diperoleh dari pembacaan pada rambu ukur yang
ditempatkan pada titik-titik tersebut. Kemudian
dikurangi dengan pembacaan rambu berikutnya yang
ditempatkan diatas titik yang diketahui ketinggiannya
di atas datum.
• Ketinggian titik yang tidak diketahui dapat ditentukan
dengan menjumlahkan kenaikan dari permukaan
tanah atau mengurankan penurunan permukaan tanah
dari titik yg diketahui ketinggiannya.
PEMBUKUAN DAN HITUNGAN
HASIL PEMBACAAN
Semua data pengukuran sipat datar harus dicatat pada
buku seperti :
• Pada setiap alat pembacaan pertamadilakukan ke rambu belakang. Arah bidikan ke A merupakan arah rambu belakang dan hasil pembacaan diperoleh 2.500 ditulis pada kolom “rambu belakang”. Arah bidikan terakhir disebut arah”rambu muka”. Pada contoh arah rambu muka adalah arah B dan hasil pembacaan 0.500 ditulis pada kolom “rambu muka”
• Keadaan naik atau turun dari permukaan tanah ditentukan oleh hasil perhitungan, dalam hal ini selalu diambil selisih bacaan antara rambu pertama dengan rambu kedua. Jika hasilnya positif artinya permukaan tanah naik dan sebaliknya jika hasilnya negatif permukaan tanah akan turun.
Pada contoh :
Bacaan pada rambu belakang “A” = 2.500 Bacaan pada rambu muka “B” = 0.500 Selisih bacaan (A – B) = +2.00 Permukaan tanah naik dari A ke B
• Pada pengukuran sipat datar biasanya
dihitung ketinggian titik diatas datum. Jika
tinggi titik A = 95.400 m diatas datum, pada
daftar dimasukan pada kolom tinggi dengan
baris “A”.
• Ketinggian titik “B” merupakan penjumlahan
aljabar dari tinggi titik A dengan
memperlihatkan keadaan naik atau turun dari
A ke B.
Tinggi titik A
= 95.400 m
Naik dari A ke B= +2.000 m
Tinggi titik B
= 97.400 m
Pelaksanaan pengukuran
• Bila dua buah titik A dan B mempunyai
jarak yang cukup jauh dan mempunyai
kemiringan, maka untuk menentukan beda
tingginya diperlukan lebih dari satu
pengukuran alat sipat datar
• Misal titik A dan titik B kira-kira berjarak
250 meter. Ketinggian titik A adalah
23.900 m dan ketinggian titik B akan
ditentukan.
•
Alat dipasang kira-kira 40 m dari A
(kedudukan 1), dan bacaan pada rambu
belakang diperoleh 4.200 m.
•
Rambu ukur dipindahkan ke titik berikutnya
yang kira-kira berjarak 40 m dari alat dan
bacaan ke rambu muka diperoleh 0.700 m.
Bacaan rambu belakang ke A = 4.200
Bacaan rambu muka ke X
= 0.700
Beda tinggi dari A ke X
=+3.500
(naik)
Tinggi titik A
= 23.900
Beda tinggi dari A ke X
=+3.500
(naik)
Tinggi titik X
= 27.400
Pengisian formulir dan hitungan
ketinggian yang ditulis pada baris 1 dan 2
Rambu belakan g Rambu tengah Rambu muka Naik Turu n Ketinggian Jara k Keterangan Baris 1 4.200 23.900 A perm T Baris 2 4.150 0.700 3.500 27.400 X ttk bantuBaris 3 0.550 3.600 31.000 Y titik bantu
Baris 4
Tidak ada bacaan pada rambu yang dapat diambil diluar titik X sebab garis bidikan akan berjalan sepanjang jalur pada permukaan tanah.
Alat sipat datar dipindahkan ke kedudukan 2. kemudian dibaca lagi pada rambu dengan X sebagai rambu belakang, hasil pembacaan pada rambu belakang diperoleh 4.150 dan bacaan tsb di catat pd kolom rambu belakang. Hasil tsb hrs ditulis pada baris 2, sebab baris ini menunjukan jalur X.
Rambu dipindahkan kemuka (Y) dan diambil
sebagai rambu muka. Hasil bacaan diperoleh
0.500 dan ditulis pada formulir di baris 3 pada
kolom rambu muka.
Ketinggian titik Y dapat dihitung :
Bacaan rambu belakang ke X
= 4.150
Bacaan rambu muka ke Y
= 0.550
Beda tinggi dari X ke Y
=+3.600 (naik)
Tinggi titik X
= 27.400
Beda tinggi dari X ke Y
=+3.600 (naik)
Tinggi titik Y
= 31.000
• Perlu diperhatikan bahwa pengisian formulir dan
hitungan dari alat ke 2 sama seperti pada
pengaturan pertama dan sesungguhnya semua
hitungan beda tinggi ditentukan oleh kecermatan
dari pengukur.
• Jika pengukuran masih belum selesai, maka
pengukuran dilanjutkan dari Y dan alat
dipindahkan pada posisi 3
• Rambu yang dipasang di Y digunakan sbg rambu
belakang, hasilnya diperoleh 2.500, dan rambu
muka adalah B dgn bacaan 3.700.
Hitungan tinggi titik B dapat dihitung dari :
Bacaan rambu belakang ke Y = 2.500
Bacaan rambu muka ke B
= 3.700
Beda tinggi dari Y ke B
=-1.200
(turun)
Tinggi titik Y
= 31.000
Beda tinggi dari Y ke B
=-1.200
Tinggi titik B
= 29.000
• Titik-titik X dan Y adalah titik-titik dimana
keduanya dapat bertindak sebagai rambu
belakang, kedudukan alat dapat berubah antara
rambu muka dan rambu belakang dan titik-titik tsb
disebut “titik-titik pembantu”
• Penulisan titik-titik pembantu pada formulir sering
tidak dituliskan.
• Dan pada pelaksanaan pengukuran hitungan
harus diperiksa terutama dalam operasi
hitungannya, baris 5, 6 dan 7 merupakan
baris-baris kontrol hitungan.
• Ketinggian titik akhir = tinggi titik awal + semua
beda tinggi naik – semua beda tinggi turun.
Pengisian formulir dan hitungan
ketinggian yang lengkap :
Rambu belakan g Rambu tengah Rambu muka Naik Turu n Ketinggian Jara k Keterangan Baris 1 4.200 23.900 A perm Tnh Baris 2 4.150 0.700 3.500 27.400 X ttk bantu
Baris 3 2.500 0.550 3.600 31.000 Y titik bantu
Baris 4 3.700 1.20 0 29.800 B perm Tnh Baris 5 10.850 4.950 7.100 1.20 0 29.800 Baris 6 -4.950 -1.200 -23.900 Baris 7 =5.900 =5.900 =5.900
SIPAT DATAR BERANTAI
SIPAT DATAR BERANTAI
Salmani
Salmani
, ST, MS, MT
, ST, MS, MT
2010
2010
PENGUKURAN SIPAT DATAR
PENGUKURAN SIPAT DATAR
BERANTAI
BERANTAI
• Jika titik-titik yang akan ditentukan tingginya itu banyak,
cara pengukurannya biasanya disebut sipat datar berantai.
• Akan ditentukan ketinggian dari ke enam titik-titik dari A
sampai F.
• Alat dipasang dan diatur dengan tepat dan bidikan
diarahkan ke A. jika A ini sbg arah awal dari pengukuran, tentunya A bertindak sebagai rambu belakang yg hasil bacaannya dicatat pada kolom rambu belakang.
• Titik-titik B, C, D, dan E merupakan bidikan selanjutnya
dan betakhir di titik F.
• Titik F sbg arah bidikan terakhir didefinisikan sbg rambu
muka.
• Pembacaan rambu B, C, D dan E merupakan bacaan
rambu tengah antara rambu pertama dan rambu terakhir.
PENGUKURAN SIPAT DATAR
PENGUKURAN SIPAT DATAR
BERANTAI
BERANTAI
Hasil pembacaan rambu B, C, D dan E ditulis
pada kolom rambu tengah, seperti terlihat
pada tabel formulir berikut ini.
Formulir
Formulir
Sipat
Sipat
Datar
Datar
Berantai
Berantai
Rambu Belakan g Rambu Tengah Rambu
Muka Naik Turun Tinggi
Titik Jarak Keter
0.510 107.52 0 A perm T 3.720 3.210 104.31 0 B pilar 1 0.920 2.800 107.11 0 C pilar 2 0.920 107.11 0 D pilar 3 2.560 1.640 105.47 0 E pilar 4 2.220 0.340 105.81 0 F pilar 5 0.510 2.220 3.140 4.850 105.81 0 -2.220 -4.850 -107.52 0 -1.710 -1.710 -.710
Naik turunnya permukaan tanah antara keduatitikdari A ke B, B ke C, C ke D dan seterusnya dapat dilihat dari :
Naik turunnya permukaan tanah antara keduatitikdari A ke B, B ke C, C ke D dan seterusnya dapat dilihat dari :
Rambu Belakang A = 0.510
Rambu Tengah B = 3.720
Beda tinggi A – B = - 3.210 (turun) Rambu Belakang B = 3.720
Rambu Tengah C = 0.920
Beda tinggi B – C = + 2.800 (naik) Rambu Belakang C = 0.920
Rambu Tengah D = 0.920
Beda tinggi C – C = 0.000 Rambu Belakang D = 0.920
Rambu Tengah E = 2.560
Beda tinggi A – B = - 1.640 (turun) Rambu Belakang E = 2.560
Rambu Tengah F = 2.220
Sebagai Kontrol :
Jumlah bacaan Rambu Belakang (hanya satu)
=0.510
Jumlah bacaan Rambu muka
(hanya satu)
=2.220
Beda tinggi
= -
1.710
(turun)
Jumlah kenaikan Beda tinggi
(2.800 + 0.340)=3.140
Jumlah penurunan Beda tinggi
(3.210 + 1.640)=
4.850
Beda tinggi
= -
1.710
(turun)
Kontrol hitungan pada tiap kedudukan dapat ditulis pada kolom tinggi titik. Sebagai contoh hitungan ketinggian titik-titik dapat diperoleh dari penjumlahan
atau pengurangan secara aljabar biasa sesuai dengan naik atau turunnya permukaan tanah: Tinggi titik A = 107.520 - Turun (3.210) dari A ke B = 104.310 + Naik (2.800) dari B ke C = 107.110 Mendatar dari C ke D = 107.110 - Turun (1.640) dari D ke E = 105.470 + Naik ( 0.340 ) dari E ke F = 105.810
Kontrol ti nggi titik akhir = 105.810
Tinggi titik awal =-107.520
Beda tinggi = - 1.710
Sketsa berikut memperlihatkan suatu daerah dimana ketinggian diperlukan sepanjang titik-titik garis batas :
Didaerah tersebut terdapat 2 titik pilar (BM).
• Sket sepanjang jalur menggambarkan jalannya
pengukuran sipat datar memanjang yg terdiri dari
beberapa penempatan alat ukur.
• Pada setiap penempatan alat ukur sipat datar dan
satu penempatan dengan lainnya dihubungkan oleh
titik pindah, dalam hal ini titik C, F dan I.
• Bila kita melakukan dgn cara ketinggian garis bidik,
maka bacaan kemuka dan ke belakang pada setiap
titik pindah, tdk pernah dikurangkan satu sama lain.
• Bacaan ke muka hanyalah menyatakan akhir dari
suatu pengukuran sipat datar dan bacaan ke
belakang merupakan awal dari pengukuran
berikutnya.
Formulir
Formulir
Sipat
Sipat
Datar
Datar
Berantai
Berantai
Rambu Belakang
Rambu Tengah
Rambu
Muka Naik Turun Tinggi Titik Keter 2.510 100.000 Pilar I 2.260 0.250 100.250 Patok A 1.990 0.270 100.520 Patok B 3.210 1.420 0.570 101.090 Bak kontrol C. 2.850 0.360 101.450 Bak kontrol D 2.400 0.450 101.900 Patok E 1.600 1.800 102.500 Bak kontrol F 1.450 0.150 102.650 Patok G 1.500 0.050 102.600 Patok H 0.720 1.660 0.160 102.440 Patok bangn. I 0.840 0.120 102.320 Bak kontrol J. 0.810 0.030 102.350 Bak kontrol K. 0.620 0.190 102.540 Pilar II 8.040 5.500 2.870 0.330 102.540 -5.500 -0.330 -100.000 2.540 2.540 2.540
Sipat Datar Tertutup
• Bila titik BM 2 tidak diketahui ketinggiannya, maka
pengukuran sipat datar harus dilanjutkan sampai kembali ke titik BM 1. Cara ini disebut sebagai sipat datar tertutup.
• Misalnya dari pengukuran sipat datar untuk mencari
kemiringan suatu lapisan batuan pada tiga titik pemboran (A, B dan C).
• Titik-titik bor tersebut berada pada satu garis dengan
jarak masing-masing 50 meter. Kedalaman titik-titik adalah : titik A =14.230 m; titik B=9.730 m; dan C=6.680m
• Hitung :
a. Ketinggian permukaan titik-titik Bor b. Ketinggian dari lapisan batuan c. Kemiringan dari lapisan batuan
Tabel pengukuran sipat datar
BS
IS
FS
Naik
Turu
n
Ketin
ggia
n
Jarak
catat
an
3.260
134.5
10
Pilar
1
2.710
0.130
CP
0.920
0
Titik
bor A
3.420
50
Titik
bor B
1.900
4.470
100
Titik
bor C
3.270
134.5
10
Pilar
1
Hitungan Ketinggian titik-titik bor
BS IS FS Naik Turun Ktinggi an Jara k catata n 3.260 134.510 Pilar 1 2.710 0.130 3.130 137.640 CP 0.920 1.790 139.430 0 Titik bor A 3.420 2.500 136.930 50 Titik bor B 1.900 4.470 1.050 136.880 100 Titik bor C 3.270 1.370 134.510 Pilar 1 7.870 7.870 4.720 4.720 134.510 -7.780 -4.720 -134.510 0.000 0.000 0.000
Ketinggian dari lapisan batu pada beberapa titik bor,
diperoleh dari pengurangan kedalaman titik bor dan
ketinggian permukaan.
Titik bor A Titik bor B Titik bor C
Ketinggian permukaan
139.430 136.930 135.880
Kedalaman - 14.230 - 9.730 - 6.680
Ketinggian lapisan 125.200 127.200 129.200
Kemiringan lapisan antara titik A dan B adalah hasil pembagian antara beda tinggi dengan jaraknya yaitu 50 m.
Tinggi titik A=125.200m, tinggi titik B=127.200m, beda tinggi AB=+2.000m Jarak AB=50.000m. Kemiringan=2 m dalam 50m=1m dalam 25m naik dari A ke B. dengan cara yang sama didapat pula kemiringan untuk B ke C.