• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan magnet permanen adalah : a. Hydraulic press (Hydraulic Jack).

Berfungsi untuk menekan pada proses cold compaction sampel yang telah dimasukan kedalam cetakan dengan kekuatan tekanan tertentu dengan kapasitas tekanan sampai dengan 100 ton (700 kg/cm2).

b. Cylindrical furnace (Stanton Rendcroft max temp 1500 oC).

Berfungsi untuk tempat pembakaran sampel dalam proses sintering, dengan kapasitas sintering sampai dengan 1500 oC.

c. Ayakan dengan ukuran 0.038 mm atau sama dengan 38 µm atau ekivalen 400 Mesh.

Berfungsi untuk memisahkan butiran sesuai dengan yang dibutuhkan. d. Cetakan sample terbuat dari besi

Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak berupa sampel uji silinder, dengan dengan dimensi diameter x tinggi = 2,39 cm x 3,86 cm.

e. Neraca digital (Sartorius Analytic Digital AC210P)

Berfungsi untuk menimbang massa sampel dengan ketelitian 0,0000001 g. f. Gelas ukur (Pyrex 1000 ml).

Berfungsi untuk mengukur volume dari bahan baku. g. Magnetic stirrer (Thermolyne Cimarec 2).

Berfungsi sebagai alat untuk mengaduk sampel agar serbuk logam Al dan partikel SiC tercampur secara homogen atau bahan baku lainnya.

h. Pengaduk magnet bar.

Berfungsi sebagai mixer atau pengaduk bahan baku dalam bentuk larutan. i. XRD (X-Ray Diffraction).

Berfungsi untuk mengetahui struktur kristal dari sampel. j. Filter Paper

(2)

k. Oven

Berfungsi untuk mengeringkan endapan. l. Cawan Mortar

Berfungsi untuk menghaluskan endapan yang sudah dikeringkan sehingga berbentuk serbuk.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. BaCl2.2H2O (Barium Chloride dihydrate).

Berfungsi sebagai bahan baku yang digunakan untuk membuat magnet permanen BaO.6Fe2O3.

b. FeCl3.6H2O (Iron Chloride hexahydrate)

Berfungsi sebagai bahan baku yang digunakan untuk membuat magnet permanen BaO.6Fe2O3.

c. Ammonia solution 25% GR

Berfungsi untuk mengendapkan larutan. d. Air (H2O)

Berfungsi sebagai medium pencampur larutan dengan kualitas standar air minum.

e. Poly vinyl Alcohol (PVA) Berfungsi sebagai perekat.

(3)

3.2 Diagram Alir Penelitian

3.2.1 Diagram Alir Pembuatan Magnet Permanen BaO.6Fe2O3

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pembuatan Magnet Permanen BaO.6Fe2O3

3.3 Variabel Eksperimen BaCl2 FeCl3 Chemical Treatment (Cooprecipitation) Pengering (Suhu 70oC, 24 jam) Penggerusan Pengayakan Serbuk Kalsinasi (850oC), 2 Jam

Penggerusan Serbuk BaO6Fe2O3

Cetak (Tekanan 70 kg/cm2) Sintering (900,950,1000,1050, dan 1100oC) Pellet BaO6Fe2O3 Magnetisasi Magnet Permanen BaO6Fe2O3 Karakterisasi : • Densitas • Porositas • XRD • Sifat Magnet H2O 300 ml dan ammonia 300 ml Analisis Data Hasil / Laporan Penelitian Poly vinyl Alcohol

(4)

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel dari penelitian ini adalah suhu sintering yang mulai dari suhu 900, 950, 1000, 1050 dan 1100 0C dengan waktu tahan (holding time) selama 2 jam.

3.3.2 Variabel Percobaan yang Diuji

Variabel yang digunakan dalam percobaan ini adalah : a. Sifat Fisis.

-Densitas (Density). -Porositas (Porosity). b. Analisa Struktur Kristal

- XRD (X-Ray Diffraction) c. Sifat Magnet.

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan magnet permanen Ba-Hexa Ferrite (BaO.6Fe2O3) dengan metode koopresipitasi dan karakterisasinya dimulai dengan

pencampuran bahan baku, proses kalsinasi, pembuatan sampel uji, sintering, dan pengujian.

3.4.1. Pencampuran bahan baku

Untuk membuat magnet keramik BaO.6Fe2O3 disediakan bahan baku yang

dibutuhkan yaitu BaCl2 dan FeCl3. Bahan baku tersebut ditimbang sesuai dengan

massa yang di butuhkan yaitu dengan perbandingan 1 : 6. Proses pencampuran yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan proses kimia basah (wet chemical process).

Pada bahan baku dicampur aquadest sebanyak 300 ml dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer hingga larut sempurna. Selanjutnya ditambahkan ammonia sebanyak 300 ml secara perlahan-lahan hingga larutan benar-benar larut.

(5)

Kemudian larutan dibiarkan hingga benar-benar mengendap. Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dikeringkan didalam oven pada suhu 70oC selama 24 jam. Bahan baku yang telah kering dihaluskan dengan menggunakan mortar hingga lolos ayakan 400 mesh.

3.4.2 Proses Kalsinasi

Sampel yang berbentuk serbuk kemudian dikalsinasi dengan variasi suhu 900oC selama 2 jam. Proses kalsinasi ini dilakukan untuk mendapatkan serbuk keramik yang dengan ukuran yang optimum serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase Kristal.

3.4.3 Pembuatan Sampel Uji

Serbuk yang telah dikalsinasi kemudian dihaluskan lagi dengan menggunakan mortar yang selanjutnya diberi perekat poly vinyl alcohol (PVA) yang berfungsi untuk merekatkan serbuk.

Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara dry pressing (cetak kering) menggunakan hydraulic press kapasitas 100 ton. Sebelum sampel dimasukkan ke dalam cetakan, dinding cetakan terlebuh dahulu dilapisi (diolesi) dengan pelumas agar mempermudah proses kompaksi (penekanan), serbuk 6 gr dimasukkan ke dalam cetakan dan dilakukan penekanan (kompaksi) sebesar 70 kg/cm2. Proses kompaksi ditahan selama 5 menit untuk memperoleh sampel dengan kekuatan yang mencukupi agar mudah dikeluarkan dari cetakan dan tidak hancur pada saat dipegang. Hasil pencetakannya berupa pellet yang diameter 22 mm, dan tebal 6 mm.

3.4.5 Sintering

Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik.

Melalui proses sintgering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor

(6)

yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel.

Proses sintering pada magnet keramik BaO6Fe2O3 dilakukan dengan cara

pemanasan sampel dalam tungku listrik (furnace) dengan variasi suhu 900, 950, 1000,1050dan 1100oC yang ditahan selama 2 jam

3.5. Pengujian

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : Densitas, Porositas, Analisa Mikrostruktur, dan Sifat Magnet.

3.5.1. Sifat fisis

3.5.1.1. Densitas dan Porositas

Tujuan dilakukannya pengujian densitas dan Porositas adalah untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan hukum Archimedes. Pengukuran densitas dan porositas dapat dilakukan secara bersamaan. Pelaksanaannya mengacu pada standar ASTM C. 373 – 72. Prosedur kerja untuk menentukan besarnya bulk densitas (g/cm3) suatu bahan berbentuk pellet sebagai berikut:

a. Pellet yang telah disinter direbus selama 10 jam, dilap permukaanya hingga kering dan ditimbang massa basahnya (Mb).

b. Timbang massa kawat penggantung (Mkw).

c. Tuangkan air kira-kira dari volume beaker glass dan letakkan tiang penyangga sampel diatas neraca.

d. Pellet diikatkan dengan kawat penggentung dan ditimbang massanya (Mg). e. Pellet dikeringkan didalam oven pada suhu 100oC, selama 12 jam dan timbang

massanya (Mk) 3.5.2. Sifat Magnet

Untuk karaterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses magnetisasi pada bahan sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki

(7)

sifat magnetic yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam kumparan magnetic, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (µ) kecil.

Gambar 3.2. kurva histerisis

Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histerisis seperti pada gambar 3.2, dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), dan koersivitas (Hc). Apabila suatu bahan magnet yang berada dalam keadaan dimagnetisasi (B=0), diberi medan magnet luar H yang membesar secara kontinu akan mencapai titik maksimum pada titik A (garis OA). Harga B pada saat itu adalah Bs (magnetisasi jenuh). Jika medan magnet luar ini diturunkan secara kontinu, maka kurva B-H tidak mengikuti garis OA tetapi mengikuti garis AB. Pada saat H berharga 0 maka induksi magnet B akan mempunyai harga Br (induksi magnet remanen). Untuk mengembalikan B menjadi 0 diperlukan medan negatif –Hc (gaya koersifitas) di titik C. jika medan magnet diturunkan terusmaka akan dicapai titik induksi magnet jenuh negatif (-Bs) pada titik D. jika medan negative H dibalik maka kurva akan mengikuti garis DEFA, sampai mencapai harga Bs lagi, sehingga diperoleh kurva histerisis.

Untuk mengukur sifat-sifat magnet tersebut biasanya alat yang digunakan yaitu Vibrating Sample Magnetometer (VSM), Alat VSM merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetic bahan. Dengan alat ini

(8)

akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis.

Semua bahan mempunyai momen magnetic jika ditempatkan dalam medan magnetic. Momen magnetic per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara prinsip ada dua metode mengukur besar magnetisasi tersebut, yaitu metode induksi (induction method) dan metode gaya (force method). Pada metode induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metode gaya pengukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam gradient medan magnet. VSM adalah salah satu alat ulur magnetisasi yang bekerja berdasarkan metode induksi (Mujamilah et al., 2000). Pada metode ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksi/menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick-up atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini. Dengan memakai hokum Biot-Savart untuk sistem medan dipole, tegangan induksi diberikan sebagai :

V ∝ Afm G(x,y,z) Dimana:

A : amplitude getaran cuplikan, f : frekuansi getaran cuplikan, m : momen magnetik,

G(x,y,z) : fungsi sensitivistas, yang ditunjukkan adanya kebergantungan sinyal pada posisi cuplikan dalam system kumparan

Selanjutnya sinyal AC ini akan dibaca oleh rangkaian pre-amp dan Lock-in amplifier. Frekuensi dari Lock-in amplifier diset sama dengan frekuensi getaran sinyal referensi dari pengontrol getaran cuplikan. Lock-in amplifier ini akan membaca sinyal tegangan dari kumparan yang sefasa dengan sinyal referensi. Kumparan pengambil biasanya dirangkai berpasangan dengan kondisi lilitan yang berlawanan. Hal ini untuk menghindari terbacanya sinyal yang berasal dari selain cuplikan,misalnya dari akibat

(9)

adanya perubahan medan magnet luar itu sendiri. selanjutnya dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali computer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu.

3.5.3. Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction)

X-Ray Diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2 ) dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.

Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel x yang belum diketahui strukturya. Sampel ditempatkan pada titik focus hamburan sinar-X yaitu tepat ditengah-tengah plate yang digunakan sebagai tempat yaitu sebuah plat tipis yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel (pellet) dengan perekat pada sisi baliknya.

θ θ

2

Gambar 3.2. Skema Alat Uji XRD

Secara umum prinsip kerja XRD ditunjukkan oleh gambar 3.9 berikut:

1. Generator tegangan tinggi (A) berfungsi sebagai catu daya sumber sinar-X (B). 2. Sampel berbentuk pellet (C) diletakkan diatas tatakan (D) yang dapat diatur.

(10)

3. Berkas sinar-X didifraksikan oleh sampel dan difokuskan melewati celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah (F). Apabila sampel berputar sebesar 2 maka alat pencacah berputar sebesar .

4. Intensitas difraksi sinar-X direkam dalam bentuk kurva terhadap jarak antara bidang d.

Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standar. Data standar dapat diperoleh melalui Joint Committee of Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan hanawalt.

(11)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Fisik

Sifat fisik yang diamati dalam penelitian pembuatan Ba-Hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 dengan metode koorpresipitasi sebagai magnet permanen meliputi

pengukuran densitas dan porositas. 4.1.1 Densitas dan Porositas

Dari hasil pengukuran densitas dan porositas untuk magnet permanen barium heksaferit yang telah disinterring pada suhu 900oC – 1100oC dengan interval 50oC yang masing-masing pada suhu tersebut ditahan selama 2 jam ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16 yang mengacu pada standart pengujian ASTM C 373 (Lampiran E) dengan menggunakan metode Archimedes. Perhitungan untuk untuk menentukan nilai densitas dan porositas sebagai berikut:

Kode sampel I sintering (Tabel 4.1) = 6,2792 g = 5,7284 g = 5,5361 g = 1,3409 g = 1 g/cm3 a. Densitas

(12)

b. Porositas

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel pengukuran nilai densitas dan porositas sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Densitas dan Porositas Kode Sampel Suhu Sintering (oC) Mkw (gram) Mb (gram) Mg (gram) Mk (gram) Densitas (g/cm3) Porositas (%) I 900 1.3409 6.2792 5.7282 5.5361 2.93 39.28 II 950 1.3409 6.18904 5.7978 5.6011 3.23 33.98 III 1000 1.3409 6.3166 5.9819 5.7587 3.44 33.29 IV 1050 1.3409 5.90874 5.6843 5.4167 3.46 31.44 V 1100 1.3409 7.609 7.0959 7.0859 3.82 28.22

Dari tabel 4.1 , dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas dan porositas terhadap perubahan suhu sintering seperti gambar dibawah ini

3.82 2.93 3.23 3.44 3.46 39.28 33.98 33.29 31.44 28.22 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 900 950 1000 1050 1100 Suhu Sintering (oC) D en sit as ( g /c m 3 ) 25 30 35 40 P o ro si ta s (% ) Referensi 5.3

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Densitas dan Porositas terhadap perubahan Suhu Sintering

Densitas Porositas

(13)

Dari gambar 4.1. tampak bahwa nilai densitas naik dengan naiknya suhu sintering dari 900oC sampai 1100oC. Adanya peningkatan densitas ini menunjukkan terjadinya proses pemadatan akibat pengaruh sintering dan pada suhu 1100oC yang tertinggi. Nilai densitas magnet permanen yang dibuat dipengaruhi oleh tingkat kemurnian bahan baku, ukuran butiran, homogenitas campuran bahan baku dan proses sintering. Hal ini terjadi karena terjadi difusi atom pada bagian titik kontak partikel. Pada saat pemberian energi panas di dalam furnace sama artinya dengan memberi energi aktivasi pada atom penyusun bahan tersebut, sehingga dengan adanya energi aktivasi menyebabkan atom penyusun bahan akan bervibrasi kemudian melepaskan ikatannya dan bergerak ke posisi baru atau berpindah ke kisi yang lain, proses tersebut sering disebut dengan proses difusi. Sehingga semakin tinggi suhu sintering, semakin banyak atom-atom yang mempunyai energi yang sama atau melebihi energi aktivasi untuk dapat tersebar dari posisinya dan bergerak menuju ke tempat-tempat kekosongan (Vacant Site) yang menyebabkan proses pemadatan dan penghilangan pori semakin cepat (Efendi dkk,2003).

Nilai densitas juga dipengaruhi oleh tingkat kemurnian bahan baku. Pada saat proses pencampuran dimungkinkan masuknya pengotor dalam bahan baku. Karena pengotor dan bahan secara mikro tidak dapat bersatu, sehingga mengakibatkan terjadinya jarak atom (terjadinya rongga) antara bahan dan pengotor, akibatnya volume bahan menjadi bertambah. Bertambahnya volume mengakibatkan turunnya nilai densitas (Billah,2006).

Besarnya nilai densitas berkisar antara 2,93 – 3,82 g/cm3. Seperti yang terlihat

pada tabel 4.1 di bawah ini. Nilai densitas tertinggi adalah pada 3,82 g/cm3, yaitu pada

kondisi suhu sintering 1100oC. menurut literatur (Prihatin, Sujito. 2005) nilai densitas untuk magnet Barium Ferit yaitu 5,3 g/cm3. Bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh adalah 72% dari nilai teoritis.

Nilai porositas terendah diperoleh pada suhu 1100oC, yaitu 28,22%. Suhu

sintering berbanding terbalik dengan porositas sampel. Jika temperatur sintering ditingkatkan, maka porositasnya menurun. Hal ini disebabkan karena sintering membuat pori-pori sampel mengecil dan merapat

(14)

4.2. Analisa Struktur Kristal

Analisa struktur kristal Ba-Hexa Ferrite (BaO.6Fe2O3) dilakukan dengan

menggunakan alat X-Ray Diffractometer (XRD) yang bertujuan untuk mengamati fase-fase yang terbentuk pada sampel uji setelah proses sintering dalam pembuatan magnet permanen Barium Heksa Ferit.

4.2.1. XRD (X-Ray Diffraction)

Hasil analisa XRD diperlihatkan pada gambar 4.2, gambar 4.3, dan gambar 4.4.

Gambar 4.2. Pola XRD untuk sampel yang disinterring pada suhu 900oC

Pada gambar 4.2 diatas menunjukkan pola XRD untuk sampel yang disintering pada suhu 900oC. Ternyata, dari gambar memperlihatkan bahwa terdapat 2 fasa yaitu, fasa dominan BaO6Fe2O3 dan juga fasa minor yaitu Fe2O3. Fasa BaO6Fe2O3 yang

terbentuk pada suhu sintering 900oC ini diperkirakan sebanyak 60,99% dan fasa minor Fe2O3 sebanyak 39,01%. Dimana diketahui bahwa fasa minor Fe2O3 ini masih bersifat

soft magnetic. Yang berarti bahwa sifat kemagnetan dari sampel ini masih lemah.

-50 0 50 100 150 200 250 0 20 40 60 80 100 2 Theta In te n s it a s BaO.6Fe2O3 Fe2O3

(15)

Gambar 4.3. Pola XRD untuk sampel yang disinterring pada suhu 950oC

Gambar 4.4. Pola XRD untuk sampel yang disinterring pada suhu 1000oC

Gambar 4.5. Pola XRD untuk sampel yang disinterring pada suhu 1050oC

-50 0 50 100 150 200 250 0 20 40 60 80 100 2 Theta In te n sit as BaO6Fe2O3 Fe2O3 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 2 Theta In te n sit as BaO6Fe2O3 Fe2O3 0 50 100 150 200 250 0 20 40 60 80 100 2 Theta In te n s it a s BaO.6Fe2O3 Fe2O3

(16)

Demikian pula terlihat Pada gambar 4.3, 4.4, dan 4.5 diatas menunjukkan pola XRD untuk sampel yang disintering pada suhu 950oC, 1000oC dan 1050oC. Ternyata, dari masing-masing gambar juga memperlihatkan terdapat 2 fasa yang sama dengan pola XRD untuk sampel yang disintering pada suhu 1000oC yaitu, fasa dominan BaO6Fe2O3 dan juga fasa minor yaitu Fe2O3. Yang membedakan pola difraksi pada

masing-masing sampel adalah meningkatnya pembentukan fasa dominan BaO6Fe2O3

dan terlihat untuk fasa minor Fe2O3 terbentuk lebih sedikit pada setiap kenaikan suhu

sintering. Untuk sampel yang disintering pada suhu 950oC fasa dominan BaO6Fe2O3

terbentuk sebanyak 63,89% dan untuk fasa minor Fe2O3 sebanyak 36,11%. Untuk

suhu sintering 1000oC, fasa BaO6Fe

2O3 sebanyak 65,05% dan fasa Fe2O3 sebanyak

34,95%, dan pada suhu sintering 1050oC, fasa BaO6Fe2O3 adalah sebanyak 83,11%

dan fasa Fe2O3 adalahsebanyak 16,89%

Gambar 4.6. Pola XRD untuk sampel yang disinterring pada suhu 1100oC Sedangkan pada sampel yang disintering pada suhu 1100oC terbentuk fasa tunggal yaitu BaO6Fe2O3. Jadi, semakin meningkatnya suhu sintering maka terjadi

peningkatan pada perubahan mikrostruktur seperti pertumbuhan butir (grain growth), pengurangan pori dan pemadatan yang diikuti kenaikkan densitasnya.

Dari ketiga gambar pola XRD tersebut maka dapat dihitung % kristalisasi dari setiap fasa yang terbentuk dengan menggunakan persamaan 2.14. Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat tabel perhitungan % kristalisasi sebagai berikut:

-50 0 50 100 150 200 250 300 350 0 20 40 60 80 100 2 Theta In te n s it a s BaO.6Fe2O3

(17)

Tabel 4.2 Hasil perhitungan % Kritasisasi

Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu sintering maka fasa yang terbentuk juga semakin baik.

Dari tabel 4.2 , dapat dibuat grafik pengaruh suhu sintering terhadap pembentukan fasa seperti gambar dibawah ini:

Gambar 4.7 Pengaruh suhu sintering terhadap pembentukan fasa.

4.3. Sifat Magnet

Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histerisis di bawah ini, dari kurva tersebut dapat diketahui besarnya induksi remanen (Br), dan koersivitas (Hc). Kode Sampel Suhu Sintering (oC) Fasa BaO6Fe2O3 (%) Fasa Fe2O3 (%) I 900 60,99 39,01 II 950 63,89 36,11 III 1000 65,05 34,95 IV 1050 83,11 16,89 V 1100 100 0 60.99 63.89 65.05 83.11 100 16.89 0 39.01 36.11 34.95 0 20 40 60 80 100 120 900 950 1000 1050 1100 Suhu Sintering (oC) K rit alis as i ( % ) BaO6Fe2O3 Fe2O3

(18)

Pada gambar 4.8. diatas menunjukkan kurva histerisis untuk sampel uji pada kondisi 900oC. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Kurva [BH] sampel A

memiliki lebar kurva yang sempit. Adanya penyempitan lebar kurva [BH] disebabkan pada sampel B struktur kristalnya tidak hanya BaO.6Fe2O3 saja tetapi ada Fe2O3,

dimana fasa Fe2O3 bersifat cenderung bersifat soft magnetic, oleh karena itu lebar

kurva [BH] menyempit. Nilai -Hc yang diperoleh yaitu 429 Oersted. Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan literature yang memiliki nilai koersivitas sebesar 1457 Oersted, atau sekitar 29,44% dari nilai teoritis.[Moulson A.J, et all., 1985].

Sedangkan nilai remanensi yang diperoleh yaitu 886,48 Gauss. Nilai ini juga jauh lebih kecil dari nilai remanensi pada literature yaitu sebesar 2000 Gauss, atau sekitar 44,32% dari nilai teoritis. Hal ini terjadi karena nilai remanensi (Br) dipengaruhi oleh densitas magnet. Nilai Br yang diperoleh setelah magnetisasi ditentukan oleh besarnya nilai induksi saturasi (Bs) yang sebanding dengan magnetisasi saturasi (Ms) melalui hubungan Bs = µo.Ms. besarnya magnetisasi

saturasi ini dipengaruhi langsung atau berbanding lurus oleh densitas melalui hubungan Ms = Ns.µBNo.ρ/A, dimana ρ adalah densitas (Efendi dkk,2003).

Gambar 4.8 Kurva Histeris pada suhu sintering 900oC

886.48 -429 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 H (Oersted) B ( G au ss)

(19)

Gambar 4.9. Kurva Histeris pada suhu sintering 950oC

Gambar 4.10 Kurva Histeris pada suhu sintering 1000oC

1321.46 -718 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 H (Oersted) B ( G auss) 913.25 -473 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 H (Oersted) B ( G a u s s )

(20)

Pada gambar 4.9, 4.10, dan 4.11 diatas menunjukkan kurva histerisis untuk sampel uji pada kondisi 950, 1000, dan 1050oC. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Kurva [BH] masing-masing sampel memiliki lebar kurva yang lebih lebar dari sampel I. Nilai –Hc untuk masing-masing sampel adalah 473, 718 dan 771 Oersted. Sedangkan nilai Br untuk masing-maing sampel yaitu 913,25; 1321,46 dan 1486,88 Gauss. Maka dapat dilihat seiring dengan meningkatnya suhu sintering maka nilai koersivitas dan remanensinya juga meningkat. Untuk magnet permanen , kurva [BH] semakin lebar akan semakin baik karena gaya koersivitasnya akan semakin besar.

-771 1486.88 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 H (Oersted) B ( G au ss )

(21)

Pada gambar 4.12 menunjukkan kurva histerisis untuk sampel uji pada kondisi 1100oC. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa Nilai koersivitas (Hc) yang diperoleh pada sampel ini lebih besar daripada sampel I, yaitu 892 Oersted. jika dibandingkan dengan nilai koersivitas pada literature sampel C masih nilai koersivitas lebih rendah, yaitu 61,22% dari nilai teoritis. Sedangkan nilai remanensi (Br) yang diperoleh yaitu 1802.76 Gauss. Nilai ini jauh lebih besar daripada nilai remanensi pada sampel I. Hal ini dikarenakan pada sampel V, struktur kristal yang terbentuk adalah single phase atau fasa tunggal. Dimana fasa yang terbentuk tersebut yaitu BaO.6Fe2O3 yang berarti bahwa telah terbentuknya Hard magnetic pada suhu sintering

1100oC. sehingga memiliki kurva [BH] yang jauh lebih lebar Jadi, faktor struktur

kristal memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap sifat-sifat magnet permanen. Dan bila dibandingkan dengan nilai remanensi dari literature sampel C sudah hampir mendekati nilai teoritis dengan persentase 90,13%. Namun masih lebihrendah dibandingkan dengan referensi, hal ini kemungkinan sampel C masih ada pori dan terlihat nilai densitasnya masih lebih rendah dibandingkan referensi. Bila densitas dapat meningkat mendekati teoritis maka kemungkinan nilai remanensinya akan naik. -892 1802.76 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 H (Oersted) B ( G a u ss )

(22)

Nilai Hc juga dipengaruhi oleh kemurnian bahan baku, dan ukuran Kristal yang berperan dalam menghambat pergerakan dinding domain. Semakin kecil ukuran kristal berarti semakin banyak batas antar kristal dan semakin banyak penghalang pergerakan dinding domain sehingga ketahanan terhadap medan demagnetisasi semakin besar yang berarti harga Hc semakin tinggi. Sebaliknya semakin besar ukuran Kristal, dinding domain makin mudah bergerak sehingga ketahanan terhadap medan magnet demagnetisasi semakin kecil yang berarti harga Hc semakin kecil.

Dari Kelima Gambar Kurva Histeris tersebut maka dapat dibuat tabel hasil pengujian Sifat Magnet sebagai berikut ini :

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sifat Magnet

Kode Sampel Suhu Sintering (oC) Medan Koersivitas, -Hc (Oersted) Remanensi,Br (Gauss) I 900 429 886,48 II 950 473 913,46 III 1000 718 1321,46 IV 1050 771 1486,88 V 1100 892 1802,76

Gambar 4.13. Kurva Histerisis untuk Produk Pasaran 2673.51 -900 -20000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 20000 -15000 -10000 -5000 0 5000 10000 15000 H (Oersted) B (G au ss )

(23)

Gambar 4.13 diatas menunjukkan kurva histerisis untuk ferit produk pasaran yang berasal dari PT. Magne Sumitomo, cilegon, Banten. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Kurva [BH] untuk ferit produk pasaran memiliki lebar kurva yang lebih lebar dari sampel V. Ferit pasaran ini memiliki nilai koersivitas sebesar 900 Oersted dan nilai remanensi sebesar 2673,51 Gauss.

Nilai ini memang lebih besar dari nilai koersivitas dan remanensi untuk sampel I sampai V. Namun, bila dibandingkan dengan sampel V memang nilai koersivitas pada sampel produk pasaran lebih besar dari sampel V, hanya saja perbedaannya tidak terlalu jauh. Sedangkan nilai remanensi sampel C jauh lebih rendah daripada sampel produk pasaran. Hal ini dikarenakan sampel ferit produk pasaran ini diproses dengan cara anisotropi yaitu pada pembentukkan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu. Sedangkan untuk pembuatan sampel I sampai V proses pembentukannya dilakukan dengan cara isotrop dimana pada proses pembentukkan arah domain magnet partikel-partikelnya masih acak. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi [Moulson A.J, et all., 1985].

Maka dapat disimpulkan bahwa, Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar (Efendi dkk,2003).

Semakin tinggi nilai remanen (Br) suatu bahan, semakin kuat pula sifat kemagnetannya. Induksi remanen yang tinggi diperlukan dalam penelitian ini untuk menghasilkan hard magnet yang baik. Untuk mendapatkan nilai remanen yang tinggi kerapatan bahan haruslah tinggi (Idayanti,2002).

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pembuatan magnet permanen Ba-hexa Ferrite (BaO.6Fe2O3)

melalui metode koopresipitasi dan karakterisasinya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Proses sintering memberikan peranan yang sangat penting dalam meningkatkan sifat fisik ( densitas dan porositas), struktur mikro dan sifat magnet. Semakin tinggi suhu sintering maka densitas, porositas, sifat magnet, dan struktur mikro yang dihasilkan semakin baik.

2. Dari hasil pengujian sifat fisik nilai densitas berkisar antara 2,93 g/cm3 sampai 3,82 g/cm3, porositas berkisar antara 28,22% sampai 39,28%. Kondisi yang

terbaik diperoleh pada suhu sintering 1100oC, dengan nilai densitas tertinggi yaitu 3,82 g/cm3 dan nilai porositas terendah yaitu 28,21%.

3. Dari hasil analisa struktur kristal XRD (X-Ray Diffraction), fasa tunggal BaO.6Fe2O3 terbentuk pada suhu sintering 1100oC. sedangkan pada suhu 900

sampai 1050oC terdapat dua fasa yang terbentuk yaitu fasa dominan

BaO.6Fe2O3 dan fasa minor Fe2O3.

4.

Dari hasil Pengukuran sifat magnetik berdasarkan kurva histerisis B - H (B – H Curve) diperoleh nilai koersivitas (-Hc) berkisar antara 429 Oersted sampai 892 Oersted, nilai Remanensi berkisar antara 886,48 sampai 1802,76 Gauss. sedangkan koersivitas dan remanensi yang tertinggi yaitu 892 Oertsed dan 1802,76 Gauss yaitu pada kondisi suhu sintering 1100oC.

(25)

5.2. Saran

Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan magnet permanen Ba-hexa Ferrite (BaO.6Fe2O3) disarankan:

1. Sebaiknya meningkatkan suhu sintering hingga mencapai 1300oC.

2. Sebaiknya melakukan pembuatan magnet permanen Ba-hexa Ferrite (BaO.6Fe2O3) dengan variasi komposisi (mole ratio).

Gambar

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pembuatan Magnet Permanen BaO.6Fe 2 O 3
Gambar 3.2. kurva histerisis
Gambar 3.2. Skema Alat Uji XRD
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Densitas dan Porositas  terhadap perubahan Suhu Sintering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana 2 subjek penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini, perilaku academic engagement yang paling tampak menonjol mengalami peningkatan bagi LMR adalah pada AE3

dan ia segan untuk belajar, peserta didik tersebut tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran tersebut. Kesiapan juga termasuk faktor yang mempengaruhi kesulitan

Dalam pelaksanaan suatu program, kadangkala terdapat penyebaran tanggung jawab diantara beberapa unit kerja maupun instansi. Sehingga dibutuhkan adanya koordinasi dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan dinoflagellata pada lamun di setiap stasiun dan mengetahui hubungan konsentrasi nitrat dan fosfat terhadap

UJI KEKUATAN LASAN SPOT WELDING DENGAN METODE KOMBINASI KETEBALAN PLAT SAMBUNGAN (STUDI KASUS PADA MATERIAL STAINLESS STEEL

Penelitian Clikeman and Henning (2000) mengenai sosialisasi kode etik profesi pada mahasiswa akuntansi menunjukkan bahwa mahasiswa akuntansi memiliki sikap yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Penulis selama membuat aplikasi E-KGB ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa aplikasi ini dapat membantu staff

Pada pengukuran produktivitas menggunakan metode Objective Matrix (OMAX).digunakan 7 kriteria dengan d ata output yaitu banyaknya barang yang dihasilkan, data produk