• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. 1"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Negara merupakan suatu bentuk kehidupan yang besar dengan jumlah anggota yang banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group.1 Dengan banyaknya masyarakat yang ada dalam suatu negara maka rentan akan menimbulkan suatu konflik didalamnya. Sehingga dibutuhkan suatu peraturan perundang-undang yang diharapkan peraturan perundang-undang tersebut dapat membatasi masyarakat dalam melakukan aktifitasnya. Dengan demikian akan muncul kebiasaan-kebiasaan masyarakat taat akan hukum. Karena pada hakikatnya hukum menganut kebiasaan-kebiasaaan manusia selama tinggal di suatu negara.

Hukum pada dasarnya membatasi agar seseorang tidak berperilaku sewenang-wenang, dengan hukum pula yang menjadikan masayarakat dalam suatu negara terlindungi dari ancaman yang dapat merugikan dan merampas hak asasinya. Permasalahan yang terjadi di negara Indonesia selalu mengalami perkembangan dan perubahan dengan seiring kemajuan zaman. Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan menjadikan pemerintah mau tidak mau harus membuat suatu peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul dalam suatu masyarakat.

Pada dasarnya hukum berlaku bagi setiap orang tanpa terkecuali, sehingga hukum tidak memandang status sosial yang ada dalam suatu negara. Hukum diterapkan kepada semua lapisan masyarakat dengan demikian berimplikasi pada seseorang yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku dalam suatu negara maka seseoranng tersebut dapat dikenai dengan pidana.

1 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik,

(2)

Menurut Profesor Doktor W. L. G. Lemaire hukum pidana terdiri dari norma-norma keharusan dan larangan yang telah dikaitkan dengan sanksi berupa hukuman dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.2

Sebagai salah satu hukum yang berlaku di Indonesia hukum pidana terkait dengan segala hal yang menyangkut mengenai perilaku setiap warga negara di Indonesia. Dengan berlakunya hukum pidana di Indonesia maka norma-norma yang berlaku dalam masyarakat akan selalu ditaati karena didalam hukum pidana terdapat sanksi-sanksi bagi pelaku tindak pidana. Hukum pidana mengandung ketentuan-ketentuan tentang penderitaan yang dialami bagi pelaku tindak pidana apabila sebuah tindak pidana benar-benar dilakukan dengan sengaja oleh pelaku.

Suatu perilaku dapat dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan apabila akibat hukum dari perilaku tersebut dilarang dalam ketentuan dari peraturan perundang-undangan tersebut. Perilaku kriminal termasuk perilaku yang bertentangan terhadap hukum pidana yang merupakan kajian dari ilmu Kriminologi. Perilaku kriminal dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai contoh kekerasan. Di Indonesia perilaku kekerasan sudah banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat bisa saja terlibat dalam suatu tindakan kekerasan.

Kekerasan dapat dilakukan secara fisik maupun psikis. Perilaku kekerasan dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga negara mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari tindakan diskriminasi maupun gangguan lain yang dapat merugikan anak.Berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) (selanjutnya disebut

2 P.A.F. Lamintang & Franciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika,

(3)

UUD 1945) bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi”.

Apabila membaca pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Maka dari itu status anak dalam hukum belum cakap untuk bertanggung jawab atas perbutan yang bertentangan dengan hukum. Anak masih membutuhkan pengarahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya karena pola pikir anak masih berubah-ubah dengan pengaruh orang lain, lingkungan sekitar dan lingkungan keluarga. Dengan demikian anak mendapatkan perlindungan hukum sejak dalam kandungan karena secara otomatis negara menjamin dan memberikan perlindungan terhadap anak sekalipun anak tersebut masih dalam kandungan. Berdasarkan konvensi hak anak yang disetujui oleh majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa:

Negara-negara peserta berusaha untuk menjamin bahwa akan mendapat perlindungan dan perawatan seperti yang diperlukan bagi kesejahteraannya, dengan memperhatikan hak-hak dan tanggung jawab orangtuanya, wali atau perorangan lainnya yang secara hukum bertanggung jawab atas anak itu, dan untuk tujuan ini, akan mengambil semua langkah legislatif dan administratif yang tepat.

Peran anak didalam keluarga sangat tergantung dari kedua orang tuanya. Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu :

1) Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi : perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.

(4)

2) Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi : perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, dan bidang pendidikan.3

Menurut Santrock, perkembangan emosi dan sosial anak tidak terlepas peran dari faktor-faktor keluarga, relasi anak dengan teman sebayanya, dan kualitas bermain yang dilakukan bersama teman sebayanya.4 Maka dari itu anak akan sangat mudah terpengaruh oleh berbagai suasana dan keadaan didalam keluarga maupun di luar keluarga. Di dalam lingkungan pendidikan seperti sekolah anak merupakan tanggung jawab seorang guru pendidik untuk mendapatkan pendidikan dan mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.5

Kesadaran diri anak yang terus tumbuh terkait dengan kemampuan dirinya untuk merasakan tentang emosi yang semakin luas. Perkembangan emosional mereka pada masa kanak-kanak awal memungkinkan mereka untuk mencoba memahami reaksi emosional orang lain dan untuk mulai belajar mengendalikan emosi mereka sendiri.6 Dengan berbagai macam pengendalian diri dari seorang anak, maka anak akan selalu mencoba hal-hal baru yang dirasa belum pernah dia coba selama hidupnya. Tanggungjawab orang tua lah yang dibutuhkan untuk mengarahkan anak-anaknya agar anak-anaknya dapat berperilaku yang baik. Kehidupan anak akan sangat bergantung dari kedua orang tuanya dalam memberikan bimbingan serta arahan untuk kemajuan anak. Orang tua dapat bertindak sebagai pengatur peluang kontak sosial remaja dengan kawan-kawan sebaya, kawan-kawan lain, dan orang-orang dewasa.7

3 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 34. 4

Crisriana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak, Prenada Media, Jakarta, 2012, h. 213.

5 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 33. 6 John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak, Salemba Humanika, Jakarta, 2009, h. 89. 7 John W. Santrock, Remaja, Erlangga, Jakarta, 2002, h. 13.

(5)

Pada hakekatnya seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi tumbuh kembang anak tersebut. Dengan pendidikan yang layak tersebut maka seorang anak akan membentuk pola pikir yang sehat dalam bidang pendidikan formal maupun informal. Dalam sistem pendidikan di Indonesia memiliki fungsi untuk membentuk karakter dari peserta didik sebagaimana yang termuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan berbagai macam latar belakang siswa yang berbeda maka timbul perilaku kenakalan anak yang bisa menimbulkan dampak negatif terhadap fisik dan psikis anak. Menurut

Soedjono Dirdjosisworo kenakalan anak mencakup 3 pengertian, yaitu :

a. Perbuatan yang dilakukan orang dewasa merupakan tindak pidana (kejahatan), akan tetapi bila dilakukan oleh anak-anak belum dewasa dinamakan delinquency seperti pencurian, perampokan, dan pembunuhan.

b. Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang menimbulkan keonaran seperti kebut-kebutan, perkelahian kelompok, dan sebagainya.

c. Anak-anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan, seperti anak-anak terlantar, yatim piatu, dan sebagainya, yang jika dibiarkan berkeliaran dapat berkembang menjadi orang-orang jahat.8

Salah satu perilaku kenakalan anak di lingkungan sekolah adalah Bullying. Bullying berasal dari bahasa Inggris yaitu “bully” yang artinya menggertak atau menggangu. Menurut

(6)

Echols dan Hassan perilaku mereka bisa mengganggu secara fisik atau emosional.9 Perilaku ini dapat dikategorikan menjadi suatu perilaku kekerasan terhadap anak dalam lingkungan pendidikan yaitu sekolah seperti yang termuat dalam Pasal 1 Angka 15a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa kekerasan adalah: “Setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum”.

Pelaku kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah dapat berasal dari individu ataupun kelompok orang yang memiliki alasan sebab tertentu untuk melakukan perilaku tersebut. Dalam kaitannya terhadap perilaku Bullying bahwa perilaku Bullying memberikan suatu akibat yang merugikan terhadap anak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Perilaku Bullying akan berdampak pada perkembangan fisik dan psikis dari anak. Pelaku Bullying dapat saja melakukan dengan kehendak mereka oleh pihak korban namun korban dari perilaku Bullying tersebut belum tentu akan kuat menghadapi perilaku-perilaku Bullying yang dialami oleh korban secara terus menerus. Pada dasarnya seorang anak memiliki kekuatan fisik dan mental yang lebih lemah dibandingkan orang yang sudah dewasa. Sebagai contoh apabila seorang anak berada dalam lingkungan yang baru maka secara tidak langsung anak tersebut akan mulai beradaptasi menyesuaikan suasana keadaan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian terhadap lingkungan yang baru membutuhkan waktu yang bermacam-macam tergantung dari pola pikir masing-masing anak.

9Cynantia Rachmijati, “Bullying Dalam Dunia Pendidikan”, STKIP Siliwang, 2015 diakses dari

http://cynantia-rachmijati.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/2015/01/jurnal-bullying-dalam-dunia-pendidikan/, dikunjungi pada tanggal 07 September 2015 pukul 20.15.

(7)

Melihat dalam realita yang terjadi saat ini banyak perilaku anak yang menyimpang dilingkungan Sekolah Dasar (selanjutnya disebut SD). Pada dasarnya SD merupakan tempat untuk belajar bagi anak, disamping itu sekolah dasar memiliki fungsi membentuk karakter serta membentuk perilaku seorang anak menjadi lebih baik. Selain itu, lingkungan sekolah juga merupakan tempat untuk mengembangan perilaku anak, fisik serta mental anak dengan dibekali ilmu dan akhlak yang akan membentuk anak agar menjadi manusia yang bermartabat. Tetapi melihat pada kenyataan yang terjadi pada saat ini di lingkungan SD malah dijadikan tempat untuk melakukan perilaku kekerasan Bullying. Maka dari itu perlu adanya ketentuan hukum mengenai perilaku Bullying di lingkungan SD dengan tujuan agar di lingkungan SD dapat melaksanakan kegiatan pendidikan dengan baik.

Dengan demikian dari hasil penelitian di 3 (tiga) SD yaitu SDN mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga mengungkapkan bahwa dari 3 SD tersebut terjadi perilaku Bullying. Saat terjadinya perilaku tersebut pihak sekolah ikut berperan memberikan penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying tersebut diantaranya adalah :

Hasil Wawancara di SDN Mangunsari 03 Salatiga

Terdapat melakukan wawancara di SDN Mangunsari 03 Salatiga mengenai bentuk penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying yang dilakukan oleh SD apabila terjadi perilaku Bullying di dalam lingkungan SD diantaranya guru memberikan nasehat kepada siswa yang bersangkutan agar perilaku Bullying tidak terjadi lagi serta memberikan nasehat untuk tidak saling mengejek dan saling mengucilkan antar sesama. Pihak sekolah mengharapkan anak dalam bersosialisasi dengan teman-temannya dapat menjaga kerukunan bersama. Selain itu guru juga memberikan mediasi kepada orang tua dari kedua belah pihak serta anak yang bersangkutan

(8)

untuk mencari solusi terbaik, namun orang tua tidak ikut campur secara penuh, karena ini merupakan masalah anak. Untuk sanksi yang diberikan dari pihak sekolah kepada pihak yang bersangkutan yaitu berupa teguran dan peringatan agar tidak diulangi lagi. Apabila pihak yang bersangkutan mengulangi perbuatan tersebut maka pihak sekolah memberikan sanksi yang lebih tegas kepada pihak yang bersangkutan yaitu berupa nilai sikap pelaku tersebut menjadi jelek pada bidang studi PKN.10

Hasil Wawancara di SDN Blotongan 03 Salatiga

Sedangkan untuk hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada Kepala Sekolah SDN Blotongan 03 Salatiga bahwa pada tahun 2008 terdapat insiden meninggalnya seorang siswa yang terjadi di SD tersebut yang disebabkan karena ketidaksengajaan seorang siswa sebagai pelaku bercanda dengan temannya yang tidak lain adalah korban. Pihak sekolah memberikan tindakan pertama ketika terjadi kasus tersebut melakukan perlindungan dan tanggungjawab terhadap pelaku dan korban. Saat korban pingsan pihak sekolah langsung membawa ke Puskesmas namun dalam perjalanan menuju Puskesmas nyawa korban tidak dapat tertolong lagi. Sedangkan bentuk pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pelaku, pihak sekolah melakukan pendampingan selama proses perkara. Pihak sekolah juga mengklarifikasi kronologi kejadian kepada Polisi, wartawan, Dinas Pendidikan Kota Salatiga serta warga sekitar untuk memberikan suasana yang aman dan kondusif.

Dalam hal dikaitkan dengan peran sekolah dalam kasus diatas, pihak sekolah disini menjadi mediator antara pihak pelaku, pihak korban serta pihak terkait untuk dilakukan mediasi secara kekeluargaan mengingat bahwa sebagaimana dalam ketentuanPasal 4 Undang-Undang

(9)

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Maka dengan demikian anak tidak dapat dipidana karena kasus tersebut merupakan suatu ketidaksengajaan yang dilakukan oleh pelaku. Bentuk dari pertanggungjawaban dari pihak sekolah dan pihak pelaku terhadap korban yaitu dengan memberikan santunan bantuan kepada korban seperti biaya pemakaman dan juga peringatan 7 (tujuh) hari kematian korban.11

Hasil Wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga

Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga mengenai penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying dari pihak sekolah apabila terjadi suatu perilaku Bullying yang terjadi di sekolah tersebut diantaranya bentuk peran sekolah dengan memberikan pengawasan dan perlindungan bagi siswa baik itu korban maupun pelaku supaya tidak terjadi perilaku Bullying di lingkungan sekolah dasar demi kelancaran proses belajar. Selain itu pihak sekolah juga melakukan tindakan pertama saat terjadi perilaku Bullying dengan melakukan interogasi kronologi kejadian untuk mengetahui awal mula penyebab perilaku Bullying, serta melakukan perlindungan bagi korban dan pelaku agar tercipta suasana yang kondusif.12

Dari peran ke-3 SD di atas yang telah dilakukan mengenai penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying yang pernah terjadi di sekolah tersebut maka Dinas Pendidikan Kota Salatiga mengetahui informasi dari sebagian SD yang pernah terjadi perilaku Bullying di 3 (tiga) SD tersebut. Karena dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan di 3

11Wawancara dengan Kepala Sekolah SD N Blotongan 03 Salatiga, Salatiga, 9 November 2015. 12 Wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga, Salatiga, 7 November 2015.

(10)

(tiga) SD tersebut hanya ada 1 (satu) SD yang mana informasi kejadian Bullying sampai ke Dinas Pendidikan kota Salatiga yaitu di SD Blotongan 03 Salatiga karena pada SD tersebut hingga berakibat kematian seorang siswa.

Sedangkan dari 2 (dua) SD yaitu SDN Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Salatiga 08 Salatiga telah dapat menyelesaikan perkara dalam lingkup sekolah dasar dan tidak perlu melapor ke Dinas Pendidikan kota Salatiga karena masalah yang terjadi dapat diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak sekolah sendiri.

Dengan demikian Dinas Pendidikan kota Salatiga tidak mengetahui adanya suatu perilaku Bullying yang terjadi di sekolah tersebut. Sehingga Dinas pendidikan kota Salatiga tidak dapat menjalankan tugasnya sepenuhnya karena tidak adanya hubungan kerjasama yang baik antara Dinas dengan pihak sekolah itu sendiri. Dengan tidak adanya kerjasama inilah yang akan menimbulkan adanya perilaku Bullying secara terus menerus.

Perilaku Bullying dalam lingkungan sekolah dapat mengakibatkan anak tidak dapat mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dan bermartabat karena dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan memiliki tujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.13

Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadang kala sama dengan kejahatan yang dilakukan orang dewasa, tidak berarti sanksi yang diberikan juga sama. Anak

(11)

tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami proses pengembangan fisik, mental, psikis, dan sosial, menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki orang dewasa.14

Dengan munculnya perilaku Bullying sering kali masyarakat atau orang tua masih menganggap hal sepele dan wajar saat dilakukan oleh seorang anak. Padahal perilaku ini termasuk dalam kategori perilaku kekeraan anak. Dengan demikian orang tua serta masayarakat kurang memperhatikan adanya ketentuan hukum yang melarang adanya perilaku Bullying. Maka berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, Penulis bermaksud menulis skripsi dengan judul “PENANGANAN DAN PENANGGULANGAN PERILAKU BULLYING

DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR DI KOTA SALATIGA”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka disusun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

Bagaimana upaya penanganan dan penanggulangan dari perilaku Bullying di sekolah dasar oleh Dinas Pendidikan dan beberapa sekolah dasar di kota Salatiga?

3. Tujuan

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang akan dituju dalam skripsi ini yaitu :

1. Untuk mengetahui kasus posisi yang terjadi karena adanya perilaku Bullying di beberapa sekolah dasar di kota Salatiga;

2. Untuk mengetahui bentuk penanganan perilaku Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dasar oleh pihak sekolah.

(12)

3. Untuk mengetahui penanggulangan dari perilaku Bullying di sekolah dasar oleh Dinas Pendidikan kota salatiga

4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis.

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan perilaku anak khususnya Bullying di dalam lingkungan sekolah, serta peran dari pihak sekolah dalam menanggulangi perilaku Bullying.Sehingga skripsi ini dapat menjadi referensi bagi pembaca sekaligus menjadi bahan kajian ilmiah bagi para mahasiswa Fakultas Hukum dan para praktisi hukum.

b. Manfaat Praktis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pihak atau instansi yang terkait terhadap perilaku Bullying sebagai kekerasan anak di sekolah dan juga dalam penelitian ini diharapkandapat meminimalisir terjadinya Bullying di lingkungan sekolah.

5. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Purposive Sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif.15 Dengan demikian penulis melakukan wawancara dengan mencari data di Dinas Pendidikan kota Salatiga SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN

15 http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-teknik-purposive-sampling-menurut-para-ahli/ diakses pada

(13)

Blotongan 03 Salatiga. Ketiga SD tersebut merupakan sampel data populasi SD yang pernah terjadi perilaku Bullying di sekolah tersebut. Karena tujuan penulis melakukan wawancara dengan pengambilan sampel di beberapa SD tersebut untuk dapat mengambil data yang nantinya akan berkaitan dengan permasalahan dan tujuan tulisan ini.

b. Pendekatan Hukum.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan Socio-Legal Research. Dalam penelitian sosiolegal hukum dikaitkan dengan masalah sosial yang terjadi di SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 8 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga mengenai tindakan Bullying yang pernah terjadi di sekolah tersebut. Dalam penelitian ini peraturan yang berlaku di Indonesia akan di kaitkan dengan penerapan dari ketentuan peraturan tersebut berdasarkan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat.

c. Lokasi penelitian.

Dalam melakukan penelitian skripsi ini penulis menggunakan lokasi penelitian di Dinas Pendidikan kota Salatiga, SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga.

d. Bahan Hukum.

Menggunakan Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undanganan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau putusan hakim.16 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

(14)

c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. d. Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata

Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga

Selain itu juga menggunakan Bahan Non-hukum.17 Bahan Non-hukum dapat berupa buku-buku mengenai ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

e. Pengumpulan Data.

Dalam pengumpulan data dalam penelitian ini Penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya.18 Dalam data primer penulis menggunakan teknik wawancara (interview). Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.19 Penulis melakukan wawancara dengan Dinas Pendidikan Kota Salatiga, pihak sekolah SDN Blotongan 03 Salatiga, SDN Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Salatiga 08 Salatiga.

Dalam penggunaan Data Sekunder penulis menggunakan teknik pengumpulan data atau data yang diperoleh dari suatu organisasi atau perorangan yang berasal dari pihak lain yang pernah mengumpulkan dan mengolah sebelumnya.

17

Ibid., h. 181

18J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2003, h. 2. 19Ibid., h. 144.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian penelitin ini bertujuan untuk (1) Menganalisis keberadaan tugas dan kewenangan desa pakraman multietnik dan multiagama di daerah pariwisata Provinsi

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Garba dan Namo (2013) yang meneliti pertumbuhan dan produksi beberapa varietas jagung dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan

Data dan perhitungan uji kualitas minyak goreng bekas

Penggunaan Teknik Permainan Abc-König Untuk Meningkatkan Penguasaan Kosakata Dalam Pembelajaran Bahasa Jerman.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Limbah udang mengandung Karatenoid dalam bentuk astaxanthin yang berfungsi member efek warna kuning telur lebih bagus dan menghambat produksi peroksida, serta

Menyatakan dengan sesungguhn ya bahwa skripsi yang berjudul: ” Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Jember Dalam Pembelian Kartu

PERTAMA : Terhitung mulai tanggal 28 Desember 2001, berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi tahun pelajaran 2009-2010 kepala TK ‘Aisyiyah Pameungpeuk mengangkat

Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository