• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAJAAN BOLANGO PADA MASA IBRAHIM DUAWULU PERIODE REZKI DESMITA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAJAAN BOLANGO PADA MASA IBRAHIM DUAWULU PERIODE REZKI DESMITA NIM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Wisuda Program S1 Pendidikan Sejarah Pada Fakultas Ilmu Sosial

Oleh

REZKI DESMITA

NIM. 231 411 091

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

PROGRAM S1 PENDIDIKAN SEJARAH

(2)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│2

PERSETUJUAN JURNAL ILMIAH

Artikel hasil penelitian mahasiswa: Nama : Rezki Desmita

NIM : 231 411 091

Prodi : S1- Pendidikan Sejarah Fakultas : Ilmu Sosial

Judul Artikel Ilmiah : Kerajaan Bolango pada Masa Ibrahim Duawulu Periode 1772

Jurnal ilmiah di atas merupakan intisari dari Skripsi berjudul: Kerajaan Bolango

pada Masa Ibrahim Duawulu Periode 1752-1772

Telah diperiksa sesuai pedoman penulisan jurnal ilmiah pada program studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo dan telah disetujui:

Gorontalo, 11- Juli- 2015

Dra. Hj. Trisnowaty Tuahunse, M.Pd Sutrisno Mohammad, S.Pd, M.Pd NIP. 19501121 198602 2 000 NIP. 19740121 200801 1 006

(3)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│3

KERAJAAN BOLANGO

PADA MASA IBRAHIM DUAWULU PERIODE 1752-1772

1

Rezki Desmita, 2Trisnowaty Tuahunse, 3Sutrisno Mohamad

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, 2.3Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo

e-mail: rezkidesmita@gmail.com

ABSTRAK

Hasil penelitian berbagai scop kajian diatas adalah: 1). Sistem pemerintahan yang terdapat pada kerajaan Bolango dipimpin seorang raja. Raja pertama kerajaan Bolango di Tapa adalah raja Datau (1482-1535) dan telah tergabung dalam ikatan persaudaraan

Limo lo pohalaa di Gorontalo. Setelah kepemimpinannya kerajaan Bolango mengalami

kekosongan kekuasaan, nanti pada saat kepemimpinan raja Ibrahim Duawulu barulah eksistensi kerajaan Bolango kembali terlihat. 2). Sosial budaya masyarakat Bolango pada masa kerajaan terutama pra-Islam, terbagi ke dalam golongan stratifikasi sosial yakni Olongia (Raja-raja dan keturunannya), Wali-wali (para pejabat dan pembesar Istana yang diangkat oleh raja beserta keturunannya), Tuangolipu (rakyat atau penduduk kerajaan dan keturunannya), dan Wato (pelayan-pelayan Istana beserta keturunannya). 3). Masuknya Islam di kerajaan Bolango pada tahun 1535 atau lima tahun sebelum kepemimpinan raja Datau berakhir. Proses penyebaran Islam terus dilakukan dengan cara penyampaian dakwah dan pendidikan oleh para ulama atau Aulia yang ada di Gorontalo. 4). Masuknya kolonial Belanda di kerajaan Gorontalo turut mempengaruhi kerajaan Bolango yang tak hanya memonopoli perdagangan namun mewajibkan mayarakat untuk menyerahkan upeti emas, yang bila dijumlahkan kedalam nilai real sejumlah 75 real kepada kolonial Belanda. 5). Peranan raja Ibrahim Duawulu dalam menyebarkan Islam dikenal sangat getol sehingga raja yang dikenal sebagai raja Hubulo ini mendapat gelar sebagai Aulia Salihin. Perlawanan pada masa raja Hubulo juga sangat dikenal karena kebencian sang raja kepada kolonial Belanda yang ingin mengkristenisasi masyarakat Bolango. Perlawanan yang terus berlanjut membuat sebagian besar masyarakat kerajaan Bolango mengungsi ke Pinolosian, dari yang ±2000

(4)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│4

jiwa, tinggal 500 jiwa. Ketidakrelaan raja atas kebijakan kolonial Belanda yang diterapkan oleh raja Gorontalo, maka diputuskan untuk keluar dari ikatan Limo lo

pohalaa pada tahun 1861, yang pada saat itu dibawah pimpinan Abdullatif bin

Muhammad Saleh Tilangohula Wadipalapa. Dengan demikian berakhirlah eksistensi kerajaan Bolango di Gorontalo.

(5)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│5

ABSTRACT

Scop research results of various studies above are: 1). Government system contained in Bolango kingdom led by a king. The first king of the kingdom Bolango in Tapa is king Datau (1482-1535) and has been incorporated in the bond of brotherhood Limo lo Pohalaa in Gorontalo. After the royal leadership Bolango experiencing a vacuum of power, later on when the leadership of the king Ibrahim Duawulu then the existence of the kingdom Bolango back visible. 2). Bolango social culture, especially during the pre-Islamic kingdoms, divided into the categories of social stratification that Olongia (Kings and their descendants), trustees (officials and magistrates are appointed by the king's palace and his descendants), Tuangolipu (public or residents kingdoms and descendants), and Wato (palace servants and their descendents). 3). Introduction of Islam in the kingdom Bolango in 1535 or five years before the leadership of the king Datau ends. The process of the spread of Islam continues to be done by way of delivering propaganda and education by clerics or Aulia in Gorontalo. 4). The entry of Dutch colonial empire empire Bolango Gorontalo influences which not only monopolize the trade, but require society to submit tribute of gold, which when added together into a real estate value of 75 to the colonial Dutch. 5). Ibrahim king Duawulu role in spreading Islam known to be very keen that the king is known as the king of this Hubulo was awarded Salihin Aulia. Resistance at the time of the king Hubulo also very known for his hostility to the Dutch king who wanted Christianization Bolango society. Continued resistance makes most people to flee to Pinolosian Bolango kingdom, of which ± 2000 people, live 500 inhabitants. The unwillingness of the king over the Dutch colonial policy implemented by the king of Gorontalo, it was decided to get out of the bond Limo lo Pohalaa in 1861, which at that time under the leadership of Muhammad Saleh bin Abdullatif Tilangohula Wadipalapa. Thus ending the existence of the kingdom Bolango in Gorontalo.

(6)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│6

PENGANTAR

Kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di Gorontalo pada abad ke-18 masih dalam tatanan pemerintahan kerajaan. Seorang pemimpin yang dinobatkan sebagai raja sudah pasti seorang pemimpin yang memiliki karisma dalam kepemimpinan, bijaksana, dan ulet bekerja. Sehingga, sifat pemimpin yang demikian selalu mempunyai daya tarik dalam segala hal, inilah mengapa pada saat itu rakyat sangat tunduk kepada raja. Contoh karismatik seorang raja ialah saat raja tersebut memeluk agama Islam, saat rakyatnya mengetahui hal tersebut dengan berbondong-bondong mereka pun ikut meyakini dan memeluk agama yang sama dengan sang raja. Tidak heran, kepemimpinan seorang raja dalam suatu kerajaan yang dikuasainya sangat berpengaruh terhadap kejayaan dan perkembangan kerajaan, hingga akhirnya berhasil tercatat dalam sejarah yang selalu dikenang dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Sebagaimana terdapat di daerah lain yang tersebar diberbagai pulau di Nusantara, Gorontalo adalah wilayah kerajaan-kerajaan tradisonal yang memiliki pertumbuhan besar baik secara ekonomi maupun politik. Kerajaan-kerajaannya juga berhasil membangun sebuah kerjasama dengan kerajaan-kerajaan tradisional yang ada di Timur Nusantara. Hasil dari keraja sama antar kerajaan tersebut berhasil membawa Gorontalo ke arah perubahan besar, dalam membentuk kultur lokal melalui nilai-nilai islam yang hingga kini menjadi identitas Gorontalo. Yang didasari dari perjalanan Raja Amai dalam menjalin kerjasama dengan kerajaan yang ada di Teluk Tomini, salah satunya kerajaan Palasa. Saat kunjungan ke kerajaan tersebut selain berhasil menjalin kerjasama, Raja Amai juga mempersunting putri dari sang Raja Palasa yang saat itu telah memeluk agama Islam, sehingga yang menjadi syarat diterimanya lamaran tersebut Raja Amai dan rakyatnya yang ada di kerajaan Gorontalo harus memeluk agama Islam, serta segala adat istiadat yang berlaku harus benafaskan nilai-nilai islam.

Ada lima kerajaan yang sangat dikenal di Gorontalo, yakni kerajaan Gorontalo, kerajaan Limboto, kerajaan Suwawa, Kerajaan Atinggola, dan kerajaan

(7)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│7

Bolango. Kelima kerajaan tersebut terikat dalam satu kualisi yang dikenal dengan

Limo lo Pohalaa― persekutuan lima kerajaan. Bagi kerajaan Bolango, yang

merupakan fokus penulisan, merupakan kerajaan yang berdiri di Tapa, raja yang sangat dikenal sepanjang perjalanan kerajaan Bolango adalah Raja Ibrahim Duawulu. Di kalangan masyarakat luas, khususnya kerajaan Tapa pada waktu itu,Ibrahim Duawulu lebih dikenal dengan nama Hubulo, sedangkan bagi para Kolonial Belanda menyebut beliau dengan nama Gobel, karena pada saat itu lidah orang-orang Belanda kesulitan menyebutkan Hubulo, sehingga mereka menyebut dengan panggilan Gobel (baca Hobel). Saat Raja Hubulo memimpin kerajaan Bolango dari tahun 1752 sampai 1772. Dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, akan dilihat bagaimana eksistensi kerajaan Bolango selama kepemimpinan Raja Hubulo. Raja Hubulo yang kerap kali lebih akrab di kalangan masyarakat dan Gobel yang menjadi nama panggilan beliau oleh orang-orang Belanda, menyebabkan nama Ibrahim Duawulu yang merupakan nama asli beliau tidak begitu dikenal di tengah masyarakat. Sampai dengan sekarang, Gobel telah menjadi marga paling besar yang ada di Gorontalo. Pada masa kepemimpinan Raja Hubulo, Gorontalo telah dibawah kekuasaan Kolonial Belanda, selain itu Raja Hubulo juga dikenal sebagai Aulia― peneyebar Islam di Gorontalo.

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penulisan terbagi atas scope kajian, scope spasial, dan scope

temporal. Scope kajian disini menunjukan pada bidang historis atau yang akan dikaji

dalam penulisan ini adalah Kerajaan Bolango Pada Masa Ibrahim Duawulu. Secara umum mencakup sistem pemerintahan kerajaan, sosial budaya masyarakat, masuknya agama Islam di kerajaan, masuknya kolonial Belanda, dan lebih khususnya pada saat kepemimpinan raja Ibrahim Duawulu berupa perannya dalam menyebarkan ajaran islam, perlawanan terhadap kolonial Belanda, serta peniggalan semasa raja Ibrahim Duawulu.

Scope Spasial menunjuk pada tempat yang menjadi Objek penelitian yaitu di

Gorontalo, tepatnya di Kabupaten Bone Bolango, kecamatan Tapa, desa Kramat. Dengan adanya batasan tempat ini maka akan lebih mudah untuk mengetahui

(8)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│8

gambaran, serta mendapatkan data-data penelitian yang sesuai, akurat, dan lebih dapat dipercaya kebenarannya. Sedangkan pada Aspek Temporal menunjukkan batasan waktu, dimana dalam penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan Kerajaan Bolango Pada Masa Ibrahim Duawulu pada tahun 1752 sampai 1772. TINJAUAN PUSTAKA

Buku yang ditulis oleh Farha Daulima dan Dr. Hi. Medi Botutihe, tetang

Limo Pohala di Daerah Gorotalo yang diterbitkan LSM “Mbu‟I Bungale” di

Gorontalo pada tahun 2006. Dikemukakan dalam buku tersebut bahwa sebagian suku Pidodotiya di Bangio Suwawa berindah ke Dumoga dan Bolaang Mongondow. Kelompok suku yang bermukim di Mongondow kemudian dikenal dengan sebutan Bolango. Kemudian, pada masa pemerintahan Raja Datau saat menjadi raja Kerajaan Bolango, wilayah kerajaan Bolango yang dihuni oleh bangsa Bolango di Gorontalo berada di wilayah Tapa. Kerajaan Bolango, khususnya bangsa Bolango memiliki hubungan erat dengan kerajaan Limboto serta kerajaan Gorontalo, yang akhirnya melahirkan sebuah kerajaan Bolango bagi bangsa Bolango di Tapa. Setelah dilakukan tinjauan, yang terdapat di dalam buku ini hanyalah nama-nama raja yang pernah berkuasa di kerajaan Bolango, proses masa pemerintahannya tidak disinggung, apalagi pada masa pemerintahan Ibrahim Duawulu. Sehingga, dari hasil penelitian terdahulu yang ada pada buku ini akan dijadikan bahan rujukan untuk melihat perkembangan kerajaan Bolango terdahulu, serta sebagai gambaran awal kerajaan Bolango sebelum akhirnya sampai pada pemerintahan Raja Ibrahim Duawulu.

PENDEKATAN

Penulisan sejarah ini merupakan sejarah yang bersifat lokal. Dalam penulisan ini menggunakan teori sosial dan teori kepemimpinan. Adapun pendekatannya menggunakan sosial-historis, yang mana dalam penelitian ini mengkaji mengenai kejadian masa lampau yang berkenaan dengan sistem sosial yang ada di tengah masyarakat, serta peranan seorang pemimpin bagi eksistensi sebuah perjalanan sejarah suatu kerajaan.

(9)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│9

Seorang pemimpin sangat identik dengan wewenang penuh yang dimilikinya. Max Weber membagi wewenang menjadi tiga kategori, yaitu wewenang tradisional, karismatik, dan rasional legal. Wewenang tradisional adalah wewenang berdasarkan kepercayaan di antara anggota masyarakat pada tradisi lama dan menganggap bahwa kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu wajar dan patut dihormati. Wewenang karismatik adalah wewenang berdasarkan kepercayaan anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistik atau religiusitas seorang pemimpin. Sementara itu, wewenang rasional-legal adalah wewenang berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpin. Dari teori wewenang diatas, bila disesuaikan dengan kepemimpinan di zaman kerajaan khususnya pada kerajaan Bolango, wewenang yang dimiliki seoarang raja adalah wewenang Karismatik, yang memang sudah melekat pada tradisi masyarakat pada saat itu.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah, yang mencakup aspek Heuristik, dalam tahap ini, demi kelengkapan data dan sumber sejarah untuk penulisan, dilakukan pencarian data dengan mengunjungi tempat-tempat yang menyimpan arsip atau sumber yang dapat diambil dan dijadikan acuan referensi, seperti Perpustakaan dan Arsip Daerah yang ada di Kota Gorontalo, disini peneliti menemukan beberapa sumber sekunder berupa buku, yang ditulis oleh para peneliti terdahulu seperti buku Joni Aprianto, Basri Amin, dan Hasanuddin, yang terutama buku tersebut sangat relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, sebagai bahan kajian dan tinjauan pustaka.

Tahap selanjutnya adalah Kritik, Sebagaimana dalam sebuah metode kritik sumber, terdapat dua macam yaitu kritik eksteren dan kritik interen. Melalui kritik eksteren ini akan dilakukan sebuah kritik melalui beberapa pertnayaan mendasar terhadap sumber sejarah, yaitu tenggang waktu dalam pembuatan sumber tersebut (kapan?), berikut tempat pembuatan naskah atau sumber tersebut (dimana?), kemudian orang yang membuat naskah tersebut (siapa?), selanjutnya bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber (analisis bahan?), misalnya apabila sumber

(10)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│10

tersebut berupa tulisan maka yang dilihat adalah jenis kertas yang dipakai dalam penulisan tersebut. Dan yang terakhir adalah penentuan keaslian sumber tersebut. Sesuai dengan metode eksteren dapat dituliskan beberapa bukti keaslian arsip, yakni pembuatan atau penulisan dari arsip tersebut sekitar tahun 1800-an, serta dilengkapi dengan bukti stempel sebuah perusahaan kertas pertama di Indonesia milik Belanda yang bernama Javasche Boekhandel & Drukkerij yang berangka tahun 1904. Tempat penulisan arsip tersebut di Gorontalo yang di tulis oleh leluhur bapak Idris Ntoma, yang sekarang memegang naskah arsip tersebut, dan diwariskan secara turun temurun oleh keluarga beliau. Dalam analisis bahan yang dipakai menggunakan kertas dengan tekstur tebal berwarna kekuningan, dan sekarang kertas tersebut terlihat mulai lapuk, sehingga dalam membolak-balikan kertas tersebut harus hati-hati agar tidak rusak. Sehingga, dari berbagai proses penelitian, pengamatan, serta wawancara langsung atau disebut dengan tahap kritik eksteren mengenai arsip, dapat disimpulkan bahwa arsip tersebut benar-benar asli.

Tahap Interpretasi, merupakan pengelompokkan dan penafsiran fakta-fakta sejarah yang saling berhubungan yang diperoleh dalam bentuk penjelasan terhadap fakta tersebut dengan sesubyektif mungkin. Dari beberapa sumber yang telah ditemukan, terdapat hubungan yang berkaitan satu sama lain, apabila dilihat dari tinjauan kronologis masing-masing menjelaskan tentang perjalanan panjang masa lalu Gorontalo yang tak luput dari pengaruh-pengaruh bangsa lain seperti saat masuknya kolonial Belanda, dan mendirikan kongsi dagang hingga menimbulkan

monopoly perdagangan dan berujung pada perlawanan masyarakat Gorontalo.

Kemudian untuk bahasan kerajaan Bolango sendiri, juga sangat berkaitan mengenai kronologi yang menjelaskan tentang hubunngan kerajaaan Bolango dengan kerajaan-kerajaan lainya yang ada di Gorontalo, seperti kerajaan Limboto, kerajaan Gorontalo, kerajaan Suwawa, dan Kerajaan Atinggola, sebelum akhirnya kerajaan Boalemo bergabung kedalam persekutuan yang disebut Limo lo Pohalaa.

Tahap akhir adalah Historiografi, atau penulisan sejarah yang telah melalui analisis kritis sehingga menjadi suatu penulisan yang utuh. Berdirinya kerajaan Bolango di Gorontalo berawal dari cucu raja Pangidato, yang bernama Datau. Pada

(11)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│11

tahun 1482 utusan dari kerajaan Limboto datang menemui raja Pangidato, yang berkuasa saat itu di kerajaan Bolango yang ada di Bolaang Mongondow, untuk menjemput tiga cucu sang raja. Salah satunya bernama Datau, yang kemudian menikah dengan adik Ntihedu raja Gorontalo. Setelah pernikahan tersebut, raja Ntihedu memberikan wilayah Tapa untuk Datau, sehingga dibangunlah sebuah kerajaan untuk bangsa Bolango di Gorontalo dan Datau menjadi raja Pertamanya. Yang menjadi pembahasan dalam penulisan ini hanyalah kerajaan Bolango yang ada di Gorontalo. Adapun latarbelakang kerajaan Bolango sebelum berada di Gorontalo, referensinya mengenai hal tersebut sangan minim, dan sangat sedikit disinggung pada setiap sumber atau data yang telah ditemukan. Sehingga, pembahasan mengenai kerajaaan Bolango yang ada di Bolaang Mongondow hanya akan dibahas sedikitnya saja demi melengkapi kesempurnaan tulisan ini, serta sebagai pendukung dalam perjalanan sejarah kearajaan Bolango.

KERAJAAN BOLANGO DALAM LANDSCHAPE ABAD KE-18

Batas wilayah kerajaan Bolango secara politik, dapat dilihat dari awal terbentuknya kerajaan, yang merupakan dibawah kekuasaan kerajaan Gorontalo, selain itu kerajaan Bolango juga memiliki ikatan dengan Limo lo Pohalaa. sehingga batas wilayah secara spesifik berada di Tapa. Kerajaan Bolango sendiri, berasal dari suku Pidodotiya yang memiliki teritori dan hubungan geneologis antara Atinggola, Bintauna, Kaidipan Besar, dan Bolang Uki, sehingga terlihat mirip dan memiliki bahasa yang sama. Namun, selanjutnya masing-masing telah mengalami kemajuan dan membentuk kerajaan sendiri.

Saat itu kerajaan Bolango belum mengetahui batasan-batasan wilayah mereka. Secara khusus, kerajaan Bolango terletak di daerah Tapa, wilayah Tapa sebagian besar dataran rendah, di sebelah barat terdapat bukit yang disebut bukit Kramat, karena dibukit tersebut tempat raja Bolango dimakamkan pada tahun 1793, selain itu sebelum bukit tersebut muncul awalnya merupakan danau yang jadi tempat pemancingan raja Hubulo semasa hidupnya Wilayah Tapa memiliki dua sungai yang disebut Polanggua dan Kuala Tonino yang merupakan anak sungai dari sungai Bolango. Pada masa kerajaan, permukiman warga lebih dominan terdapat di

(12)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│12

sekitar sungai. Selain itu dimasa lalunya sebagian wilayah Gorontalo merupakan lautan, sehingga tidak banyak yang tahu bahwa peradaban pertama Gorontalo di dataran tinggi Pinogu, namun karena beriringnya waktu lautan tersebut mulai surut hingga membentuk daratan yang cukup luas, dan telah menjadi permukiman bagi warga.

SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN BOLANGO

Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut Pohalaa. Kerajaan Bolango merupakan salah satu kerajaan yang tergabung dalam persekutuan Limo lo pohalaa di Gorontalo. Latar belakang lahirnya kerajaan Bolango karena adanya suku Pidodotiya yang ada di Suwawa, Atinggola, Bintauna, Kaudipan besar, Bolaang Uki, berpindah ke Bolaang Mongondow, yang kemudian dikenal dengan sebutan Bolango. Kemudian orang-orang Bolango tersebut mendirikan kerajaan, dengan raja berturut-turut yakni Wintune (1320-1350), Dotulong (1350-1381), Mogolaingo I (1381-1390), Taniagu (1390-1415), Nasyuma (1415-1425), dan Tinthingiyo (1425-1981).

Pada akhir masa kepemimpinan Raja Tinthingiyo merupakan awal dimulainya persekutuan Limo lo pohalaa di Gorontalo, karena pada saat pertemuan pertama dalam pembentukan Limo lo pohalaa Raja Tingthingiyo adalah Raja Bolango yang hadir saat itu, tepatnya pada Tahun 1481. Sejak pertemuan itu, sistem pemerintahan kerajaan Bolango akan sama sebagaimana dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Gorontalo. Meski pun Bolango berdiri di luar daerah Gorontalo, namun rasa persaudaraan yang telah tertanam diantara mereka, menjadikan kerajaan Bolango sebagai bagian dari ikatan kekeluargaan atau persaudaraan lima kerajaan. Pada tahun 1482, lahirlah kerajaan Bolango di Gorontalo tepatnya di Tapa bagi suku Bolango yang ada di wilayah ini, dengan raja pertamanya raja Datau.

(13)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│13

MASUKNYA ISLAM DI BOLANGO

Adapun keunikan awal masuknya Islam di Gorontalo adalah melalui perkawinan. Namun bukan pernikahan yang dilakukan oleh pedagang muslim yang datang ke Gorontalo lalu meminang penduduk asli Gorontalo, seperti yang terjadi di Sumatera. Tetapi, pernikahan yang terjadi adalah antara Raja Amai dengan Owutango, putri raja Palasa yang memang sudah lebih dulu memeluk agama Islam.

Masjid Hunto merupakan salah satu rumah ibadah tertua di Gorontalo. umurnya sekitar 520 tahun. Di masjid ini terdapat sebuah sumur dan beduk yang usianya sama dengan umur masjid tersebut. Hunto Sultan Amai ini adalah Masjid yang didirikan pada tahun 899 H bertepatan 1495 M.

Islamisasi yang terjadi di wilayah Gorontalo, secara umum telah menjadi awal dari pengislaman untuk seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di Gorontalo, termasuk kerajaan Bolango. Namun, bila ditinjau dari kurun waktu terbentuknya kerajaan Bolango di Tapa, Islam belum masuk di Gorontalo. Pada tahun 1530 Islam menjadi agama resmi di wilayah Gorontalo, artinya Islam sudah ada di kerajaan Bolango, lima tahun sebelum raja Datau diangkat menjadi raja di kerajaan Limboto kala itu pada tahun 1535. Perkembangan Islam di kerajaan Bolango sangat pesat ketika hadirnya salah seorang aulia di Tapa, yakni Ibrahim Duawulu atau yang di kenal dengan Hubulo. Tersebarluasnya Islam di jazirah Gorontalo tidak lepas dari peran para aulia.

MASA PEMERINTAHAN IBRAHIM DUAWULU (1752-1772)

Kepemimpinan raja Ibrahim Duawulu atau raja Bolango berlangsung pada tahun 1752-1772, pada masa inilah eksistensi kongsi dagang milik Belanda masih berlangsung pesat. Monopoli perdagangan terus digencarkan dengan mewajibkan setiap kerajaan yang ada di wilayah Gorontalo untuk membayar pajak, adapun jenis pajak yang dibebankan pada kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Gorontalo adalah kewajiban penyerahan emas yang telah ditentukan dalam perjanjian, namun setiap kerajaan dalam menyerahkan emas tersebut dengan jumlah yang berbeda-beda, khusus untuk kerajaan Bolango dengan hitungan nilai real,dibebankan sebanyak 75 real.

(14)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│14

Meski selalu mendapatkan perlawanan dari rakyat serta penolakkan dari raja-raja yang ada di wilayah Gorontalo, seperti pada masa raja Eyato yang melakukan perlawanan hingga kolonial Belanda menangkap dan mengasingkannya. Penolakkan dan perlawanan tersebut bukan akhir dari rencana kolonial Belanda untuk meneruskan penyiaran agama Kristen Protestan. Tindakan kolonial Belanda ini semakin memperkuat perlawanan dari raja Bolango dan rakyatnya.

Sebagai pemimpin di kerajaan Bolango, raja Ibrahim Duawulu tetap mempertahankan apa yang telah menjadi ikrar adat dan hukum yang berlaku sejak dulu di tanah Gorontalo, tidak peduli ancaman atau kecaman dari pihak manapun, termasuk dari petinggi kerajaan-kerajaan yang terikat dalam Limo lo pohalaa. Selain melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda, raja Ibrahim Duawulu juga aktif sebagai penyebar Islam di kerajaan Bolango. Peranan sebagai seorang Aulia sekaligus raja ini memudahkan Ibrahim Duawulu untuk mengambil kebijakan dalam menghadapi tantangan untuk melawan kolonial Belanda yang juga tengah berpacuh menyebarkan agama Kristen. Berbagai usaha dilakukan oleh raja Bolango untuk menghentikan penyebaran agama Kristen di Kerajaan Bolango, dengan cara menyebarkan dan terus-menerus mengajarkan nilai-nilai Islam pada rakyat. Dengan menanamkan nilai Islam pada rakyanya membuat rakyat kerajaan Bolango tidak mudah dipengaruhi oleh ajaran Kristen, bahkan ketika sudah tidak sanggup lagi melakukan perlawanan, raja Bolango memutuskan untuk menyuruh sebagian rakyatnya mengungsi dan keluar dari wilayah kerajaan Bolango. Perlawanan yang terus berlanjut, menjadikan kerajaan Bolango mundur dan keluar dari ikatan Limo lo

Pohalaa, secara resmi kedudukan kerajaan Bolango digantikan oleh kerajaan

Boalemo pada tahun 1861.

Selain berperan sebagai raja, Ibrahim Duawulu juga sebagai Aulia. Sikapnya yang begitu getol dalam penyebaran Islam ini menjadikannya sebagai seorang Aulia di Gorontalo dengan gelar Aulia Salihin. Adapun gelar yang diberikan kepada Ibrahim Duawulu diperoleh dari Sultan Ternate, yang juga membawa pengaruh keislaman di Gorontalo. Peran Ibrahim Duawulu dalam menyebarkan Islam sama di kerajaan Bolango sama halnya seperti yang dilakukan para ulama pada umumnya,

(15)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│15

menyampaikan syiar Islam melalui dakwah dan pendidikan kepada seluruh rakyatnya di daratan Bolango. Terlebih Ibrahim Duawulu juga sebagai raja di kerajaan Bolango, sehingga mudah saja bagi sang Aulia untuk mengajak rakyatnya untuk taat dan menjaga keyakinannya agar tetap berada dalam lingkup Islam.

Peranan sebagai seorang Aulia sekaligus raja ini memudahkan Ibrahim Duawulu untuk mengambil kebijakan dalam menghadapi tantangan untuk melawan kolonial Belanda yang juga tengah berpacuh menyebarkan agama Kristen. Berbagai usaha dilakukan oleh raja Bolango untuk menghentikan penyebaran agama Kristen di Kerajaan Bolango, dengan cara menyebarkan dan terus-menerus mengajarkan nilai-nilai Islam pada rakyat. Dengan menanamkan nilai Islam pada rakyanya membuat rakyat kerajaan Bolango tidak mudah dipengaruhi oleh ajaran Kristen, bahkan ketika sudah tidak sanggup lagi melakukan perlawanan, raja Bolango memutuskan untuk menyuruh sebagian rakyatnya mengungsi dan keluar dari wilayah kerajaan Bolango.

PENINGGALAN IBRAHIM DUAWULU

Kepemimpinan dalam kurun waktu 10 tahun sebagai seorang raja Bolango dan juga sebagai aulia tentu saja terdapat beberapa peninggalan yang menjadi warisan bagi kerajaan Bolango beserta rakyatnya, khususnya bagi masyarakat Tapa sekarang. Salah satu yang menjadi peninggalan Ibrahim Duawulu atau Hubulo tersebut adalah Turunani. Tradisi Turunani merupakan karya seni yang betujuan untuk hiburan, iringan untuk tarian, dan juga sebagai sarana ritual yang dimaksudkan untuk menambah keberkahan atas doa kepada yang Maha kuasa. Raja Hubulo sendiri merupakan Aulia yang sangat getol dalam menyebarkan agama Islam di kerajaan Gorontalo, sehingga beliau menciptakan suatu tradisi seni yang memiliki beberapa fungsi yang bertujuan untuk ibadah.

Selain Turnunani, peninggalan raja Hubulo lainnya adalah Dikili, sebuah tradisi lisan yang menyampaikan tentang kisah Nabi Muhammad Saw dalam peristiwa Isra dan Mi‟raj, sehingga Dikili ini selalu dikumandangkan saat hari peringatan maulid Nabi Saw, yang hingga kini masih terus dijaga dan dilestarikan dengan baik oleh seluruh mayarakat Gorontalo. Pembacaan Dikili ini membawa

(16)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│16

dampak positif bagi yang mendengarkan, selain mendapatkan ilmu bagi yang mengetahui bahasa Gorontalo, juga terdapat nilai spiritual yang tertuang dalam setiap lantunannya.

SIMPULAN

Sekitar 533 tahun yang lalu pernah tercatat dalam sejarah sebuah kerajaan yang memiliki eksistensi yang cukup berpengaruh dalam masa kerajaan di wilayah Gorontalo, kerajaan Bolango dengan raja Datau sebagai raja pertamanya. Terbukti dengan persekutuan yang dibangun bersama empat kerajaan besar yang ada di Gorontalo, yang dikenal dengan Limo lo pohalaa (persaudaraan lima kerajaan). Kerajaan Bolango berdiri pada tahun ±1482, kemudian mengalami masa kekosongan kekuasaan dari tahun 1535-1752, yakni saat raja Datau diangkat menjadi raja Limboto bagian selatan pada tahun 1535. Selanjutnya eksistensinya sempat tenggalam dan kembali bangkit ketika masa kepemimpinan raja Ibrahim Duawulu atau raja Hubulo, yang disebut pula dengan Gobel pada tahun 1752.

Daratan Gorontalo mengalami proses islamisasi pada abad ke-15 yang dibawah oleh Sultan Amai berkat pernikahannya dengan Putri Owutango, anak raja Palasa yang sudah lebih dulu memeluk agama Islam. Islam masuk di kerajaan Bolango terhitung sejak lima tahun sebelum raja Datau, raja pertama kerajaan Bolango di Gorontalo diangkat sebagai raja Limboto bagian selatan. Adapun ulama yang dikenal sangat getol dalam penyebaran Islam di Gorontalo dikenal dengan

Aulia, salah satu aulia yang sangat berjasa dalam penyebaran Islam di kerajaan

Bolango adalah Ibrahim Duawulu atau raja Hubulo dengan gelar Aulia Salihin. Gorontalo saat itu pula menjadi pusat persebaran agama Islam tepatnya di Tili lo

Hunto atau Masjid Sultan Amai sekarang.

Kolonial Belanda masuk di Gorontalo pada tahun 1677, dan mulai melakukan pendekatan kepada petinggi-petinggi kerajaan yang pada akhirnya membangun sebuah kantor dagang dan gudang penyimpanan pada tahun 1705. Tidak hanya memonopoli perdagangan, kolonial Belanda juga mulai mengitervensi pemerintahan kerajaan, terutama kerajaan yang membawa pengaruh besar bagi

(17)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│17

kerajaan lainnya yang ada di wilayah Gorontalo, yakni kerajaan-kerajaan yang terikat dalam Limo lo pohala, termasuk juga kerajaan Bolango.

Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh kolonial Belanda tesebut menuai penolakkan dan kecaman dari raja Hubulo. Raja Hubulo sebagai raja Kerajaan Bolango sangat tidak rela bila harus dipimpin dan dikendalikan oleh kolonial Belanda. Terlebih, saat itu kolonial Belanda tidak hanya memonopoli perdagangan, mengintervensi pemerintahan kerajaan, namun juga membawa misi Kristenisasi terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Gorontalo. Sebagai kerajaan yang sudah memiliki keyakinan dan telah tertanam nilai-nilai Islam didalamnya dalam kurun waktu yang sudah cukup lama, tentu saja tidak mudah untuk dipengaruhi. Penolakkan dan perlawanan dari kerajaan Bolango tidak menurunkan semangat kolonial Belanda, sehingga sebagian besar rakyat kerajaan Bolango mengungsi ke Pinolosian, Sulawesi Utara. Berbagai usaha yang dilakukan oleh raja Hubulo, dengan terus menyebarkan dakwah. Sekitar tahun 1860 kerajaan Bolango hilang dan tidak lagi memiliki eksistensi yang kuat, sehingga pada tahun 1861 secara resmi kedudukan kerajaan Bolango dalam Limo lo pohalaa digantikan oleh kerajaan Boalemo. Perjuangan raja Hubulo ini meninggalkan sebuah tradisi seni yang bermakna spiritual seperti Turunani dan Dikili, yang hingga saat ini masih terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Gorontalo.

(18)

Fakultas Ilmu Sosial UNG│18

DAFTAR PUSTAKA

Arsip:

Arsip Silsilah raja dan keturunan para raja di Gorontalo milik keluarga Idris Ntoma. 1904. Gorontalo. Hlm. 150

Buku:

A. Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: ombak. 2012. Islamisasi dan Perkembangan kerajaan-kerajaan

Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak

Bambang Budi Utomo, 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta: Direktorat Geografi Sejarah.

Basri Amin, 2012. Memori Gorontalo. Yogyakarta: Ombak

Basri Amin dan Hassanudin. 2012. Gorontalo Dalam Dinamika Sejarah Masa

Kolonial. Yogyakarta: Ombak.

Harto Juwono dan Yosephine Hutagalung. 2005. Limo Lo Pohala (Sejarah

Kerajaan Gorontalo). Yogyakarta: Ombak

Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Joni Apriyanto. 2012. Sejarah Gorontalo Modern. Yogyakarta: Ombak

J. Bastiaans, Persekutuan Limbotto dan Gorontalo, dalam Taufik Abdullah (ed).

Sejarah Lokal di Indonesia. 2010. Yogyakarta: Gadja Mada University Press

Medi Botutihe dan Farha Daulima. 2006. Mengenal Perkembangan Limo lo

Pohalaa di Daerah Gorontalo. Gorontalo: LSM „Mbu‟I Bungale‟

Wirawan, 2003. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan. Jakarta: Uhamka Press

Interview:

Wawancara H. Yamin Husain, SE tanggal 21 Mei 2015 di Tapa. Wawncara Idris Ntoma, tanggal 23 Mei 2015 di Tapa.

Referensi

Dokumen terkait