• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Genangan merupakan kondisi suatu kawasan yang terpenuhi oleh air akibat tidak terdapat drainase untuk menyalurkan air tersebut keluar kawasan (Kusumadewi, Djakfar, & Bisri, 2012). Genangan juga dapat diartikan sebagai kumpulan air yang tertahan dan berhenti mengalir di tempat-tempat yang justru bukan merupakan badan air. Hal ini berbeda dengan definisi banjir yaitu fenomena alam dengan kondisi kelebihan air pada jaringan drainase yang tidak dapat menampung air tersebut di suatu daerah tertentu (Pane & Eddy, 2011). Banjir ini memicu timbulnya genangan yang merugikan sehingga kedua hal tersebut saling berkaitan.

Kawasan genangan dipandang sebagai salah satu penyebab permasalahan konflik kepentingan dan kebutuhan antara manusia dan air. Kepentingan ini lah yang menjadi keputusan manusia kemudian ikut berpengaruh selain faktor fisik dalam memanfaatkan dan mengelola lahan (Dibyosaputro & Widiyanto, 1995). Konflik yang dapat dirasakan diantaranya konflik pemangku kepentingan tata ruang bangunan dengan tata ruang air, dan konflik antara penataan ruang dengan pengelolaan sumber daya air. Konflik pertama secara nyata dapat dilihat yaitu adanya pendirian bangunan tidak diikuti penataan saluran air maupun arahnya. Kondisi yang baik seharusnya aliran diarahkan menuju badan air dengan kondisi air selalu menuju ke tempat yang lebih rendah. Kondisi konflik kedua yaitu penataan ruang cenderung berdasar pendekatan wilayah administrasi. Pengelolaan sumber daya air justru dibutuhkan dengan pendekatan pendekatan unit daerah aliran sungai (DAS) (Kodoate & Sjarief, 2005). DAS memiliki unsur-unsur utama yang terdiri atas sumber daya alam tanah, air, dan vegetasi serta sumber daya manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumber daya alam tersebut (Caesari, 2006). Permasalahan konflik ini merupakan bentuk konsekuensi logis dari rantai perkembangan kota yaitu terjadinya alih fungsi lahan atau perubahan fungsi lahan

(2)

2 (Catanase & Snyder, 1996). Perubahan lahan yang terjadi didorong dari tuntutan penyediaan sarana dan prasarana. Perubahan lahan di perkotaan cenderung ke arah penutupan lahan yang kedap air. Kondisi kedap air justru berakibat bermasalahnya keseimbangan hidrologi (Harisuseno, et al., 2013). Saluran drainase yang diharapkan mampu menyalurkan air buangan atau air limpasan ke sungai menjadi terganggu bahkan menimbulkan genangan (Soemarto, 1995).

Bentuk kontrol terkait sistem drainase perkotaan dapat dilakukan dengan mengamati secara detil faktor-faktor yang benar berpengaruh. Tingkat keberhasilan dari evaluasi dan pengelolaan ini sangat ditentukan oleh ketepatan dan ketelitian masukan (Dharmawati, Darmadi, & Sudira, 2002). Selain itu, kualitas masukan sangat diperhatikan seperti data-data aktual di lapangan dan data hidrologi menjadi penyusun dalam strategi pengelolaan. Salah satu indikator kinerja pengelolaan yang dapat diukur antara lain kondisi saluran drainase beserta informasi kapasitas debit dan titik-titik genangan aktual yang tercatat (Wesli, 2008). Pertimbangan aspek penting terutama terhadap ketersediaan data untuk kepentingan evaluasi pengelolaan ini dilakukan dengan cara membuat kawasan-kawasan yang berpotensi menjadi genangan secara spasial (Qomariyah, Saido, & Dhinarto, 2007). Dengan demikian metode yang digunakan yaitu menggunakan bentuk analisis hubungan sederhana untuk melihat hubungan antara genangan banjir dengan karakteristik fisik kawasan.

Karakteristik fisik kawasan di setiap kejadian genangan apabila diperhatikan secara detil jumlah kepadatan dan arah aliran air yang disebabkan oleh hujan tidak lepas dari pengaruh morfologi. Adanya perbedaan kemiringan topografi menyebabkan gaya gravitasi terhadap air bekerja lebih besar pada lereng yang besar untuk mengarahkan ke bawah atau ke tempat lebih rendah. Hal tersebut juga dijelaskan pada teori arah pengaliran sungai secara makro (Morisawa, 1985) menyebutkan Perbedaan pola aliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan, topografi. Selain itu, morfologi juga membentuk sebagai wadah atau basin untuk mengumpulkan air pada titik atau lokasi tertentu karena tidak ada outlet. Curah hujan secara geografis akan memiliki

(3)

3 nilai sebaran yang berbeda pada satu wilayah dengan wilayah lainnya oleh karena itu pembuatan peta hujan akan sangat mendukung masukan penelitian ini. Dengan demikian lereng atau topografi menjadi salah satu faktor fisik diikuti pemanfaatan lahan secara aktual dipermukaan dan hujan sebagai sumber air yang mengisi untuk menguatkan hubungan bersama faktor drainase teknis.

Daerah penelitian yang digunakan merupakan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) yang berada pada Kota Yogyakarta, sebagian Kabupaten Sleman, sebagian Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan Perkotaan Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki batas didasarkan atas aglomerasi perkembangan perkotaan yaitu fisik bangunan, jumlah penduduk atau kepadatan, dan perilaku masyarakat di dalamnya. Daerah ini memiliki kondisi yang relatif datar berupa dataran aluvial yang berasal dari kegiatan vulkanis muda. Bencana banjir dan genangan mengancam kehidupan masyarakat di daerah yang tidak memiliki saluran drainase, dan daerah cekungan. Sempitnya wilayah dan tingginya kebutuhan ruang hidup akibat semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk khususnya penduduk urban, berpotensi adanya permukiman liar di lahan yang seharusnya bukan untuk tempat tinggal. Hal ini diperkirakan berimbas pada ancaman banjir dan genangan yang semakin tinggi. Kondisi ini diakui oleh Kepala Bidang Pengairan dan Drainase Permukiman Sarana dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta dalam (Wicaksono, 2014) menyebutkan bahwa beberapa talud pengaman sungai di dalam kawasan perkotaan penuh dari ujung sampai pangkal. Selain itu, infrastruktur masih buruk dalam penanganannya terutama pada saluran drainase menuju sungai. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan karakteristik fisik kawasan termasuk sistem drainase perkotaan terhadap kejadian genangan banjir.

1.2. Rumusan Penelitian

Kajian hidrologi mengenai genangan dan banjir saat ini menjadi topik dan perhatian khusus dari berbagai kalangan dengan skala nasional. Kondisi hidrologi suatu daerah sangat erat kaitannya dengan produktivitas lahan. Dinamika perubahan penggunaan lahan saat ini terutama kawasan kota yang berkembang

(4)

4 pesat justru menyampingkan aspek aspek lingkungan terutama dalam hal hidrologi atau drainase. Dinamika tersebut tentunya akan menentukan kondisi lingkungan fisik di suatu tempat yaitu topografi, infrastruktur saluran drainase, dan penggunaan lahan atau penutup lahan. Hal tersebut nantinya berimbas pada daerah resapan yang semakin berkurang. Manusia menjadi faktor yang ikut berpengaruh selain faktor fisik dalam memanfaatkan dan mengelola lahan. Keinginan manusia yang sulit untuk diprediksi mengakibatkan dinamika perubahan akan terus berlanjut.

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tipe iklim tropis. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia mempunyai periode musim hujan selama kurang lebih enam bulan dan curah hujan yang tinggi. Kondisi fisik dan iklim tersebut akan mengakibatkan limpasan yang mungkin tidak dapat ditampung oleh semua saluran drainase. Besarnya limpasan akan memicu terjadinya kawasan rawan genangan dan banjir. Daerah yang tergenang akan berakibat menurunnya produktivitas lahan dan merugikan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya. Penataan ruang pada kawasan terbangun menjadi hal mendasar yang sangat penting.

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan lingkup batasan daerah yaitu Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Penelitian ini juga tidak terlepas dari analisis keruangan melalui unit daerah aliran sungai (DAS) dimana daerah ini merupakan satu kesatuan ekosistem sebagai dasar skala prioritas evaluasi saluran drainase. Komponen yang dikaji dalam KPY yaitu daerah cekungan dan tata guna lahan sebagai output potensi genangan yang dihasilkan. Komponen ini yang akan dikuantifikasikan sebagai dasar pertimbangan evaluasi saluran drainase. Survei evaluasi menjadi bentuk metode yang digunakan untuk menduga genangan suatu daerah. Metode ini akan lebih baik apabila di kontrol oleh variabel penggunaan lahan karena genangan tidak terjadi pada daerah yang bukan merupakan badan air. Dengan demikian dasar pemahaman tersebut menjadi pertimbangan analisis pengaruh fisik terhadap genangan selain faktor teknis sistem drainase. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(5)

5 Pertanyaan Penelitian

1) Bagaimana distribusi dan karakteristik genangan banjir secara spasial di kawasan lokasi studi?

2) Bagaiman hubungan matriks faktor karakteristik fisik kawasan terhadap genangan banjir di daerah penelitian bermasalah?

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut penelitian ini memiliki judul yaitu Hubungan Genangan Banjir dengan Karakteristik Fisik Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

1.3. Tujuan Penelitian

1) Mengetahui sebaran dan karakteristik genangan banjir di lokasi studi 2) Mengetahui hubungan matriks karakteristik fisik kawasan dengan genangan

di daerah penelitian yang bermasalah 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui kondisi karakteristik fisik kawasan pada daerah penelitian yang berpengaruh pada karakteristik permukaan dan sistem drainase sehingga menjadi acuan konservasi mencegah terjadinya kerusakan akibat genangan. Selain itu, nilai hubungan dapat digunakan untuk analisis skala prioritas penanganan sehingga prioritas ini menjadi bentuk kegiatan perbaikan yang efektif dan tepat. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat baik dalam bidang ilmu pengetahuan secara umum dan secara khusus pengembangan ilmu hidrologi.

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi terkait genangan pada lokasi studi. Dengan demikian, penelitian ini bisa menjadi dasar pengelolaan untuk pengembangan karakteristik fisik wilayah dan memberi gambaran pentingnya konservasi air permukaan terutama dalam hal tata guna lahan. Secara praktis, dapat memberikan informasi baru kepada pemerintah dan masyarakat dimana lokasi genangan banjir di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

(6)

6 1.5. Telaah Pustaka

1.5.1. Genangan dan Banjir

Genangan merupakan kumpulan air yang berhenti mengalir karena tidak adanya saluran untuk melakukan perpindahan ke tempat yang lebih rendah seperti yang terpampang pada Gambar 1.1 dan sebab kondisi tanah yang sudah jenuh (Kusumadewi, Djakfar, & Bisri, 2012). Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan oleh pengaruh tindakan manusia diantaranya perubahan tata guna lahan, pembuangan sampah, kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase, perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat, penurunan tanah, tidak berfungsinya sistem drainase lahan, bendung dan bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir. Sebab lain yaitu secara alami diantaranya erosi dan sedimentasi, curah hujan, pengaruh fisiografi/geofisik sungai, kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah, drainase lahan (Kodoate & Sjarief, 2005).

Gambar 1.1. Foto Genangan Eksisting yang Terjadi di Depan Kampus UNY Bulan Februari 2014 (Jogloabang, 2014)

Banjir sangat dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan sebagai faktor utama dibandingkan dengan yang lainnya (Kodoate & Sjarief, 2005). Terdapat dua pendekatan dalam pengendalian banjir dan genangan air (Cifor, 2002).

(7)

7 1) Pengendalian Struktural (Pengendalian terhadap banjir) dilakukan melalui kegiatan rekayasa teknis, terutama dalam penyediaan prasarana dan sarana serta penanggulangan banjir.

2) Pengendalian Non Struktural (Pengendalian terhadap Pemanfaatan Ruang). Dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi akibat bencana banjir, baik korban jiwa maupun materi, yang dilakukan melalui pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing, penataan sistem permukiman, sistem peringatan dini, mekanisme perijinan, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pembatasan (limitasi) pemanfaatan lahan dalam rangka mempertahankan keseimbangan ekosistem.

1.5.2. Drainase

Sistem drainase diartikan sebagai suatu jaringan bangunan air yang terhubung berfungsi sebagai wadah transport pergerakan air untuk mengurangi dan membuang air ketika suatu kawasan kelebihan air. Berdasar posisinya yang ditinjau dari hulu sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters) (Kusumadewi, Djakfar, & Bisri, 2012).

Sampai saat ini perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air secepatnya mengalir dan seminimal mungkin menggenangi daerah layanan. Tapi dengan semakin timpangnya perimbangan air (pemakaian dan ketersediaan) maka diperlukan suatu perancangan drainase yang berfilosofi bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus berasas pada konservasi air (Sunjoto, 1987).

Pengertian drainase pada subbab sebelumnya kemudian drainase dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya (Putri, 2011) yaitu sebagai berikut:

1) Drainase Alamiah; drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan

(8)

8 air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

2) Drainase Buatan; drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan lain sebagainya. Adapun bentuk-bentuk geometris saluran drainase yang sering ditemui di lapangan ditunjukkan oleh Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran (Chow, 1959) 1.5.3. Tinjauan Tata Ruang Air

Perkembangan kota yang terus bergerak hingga ke bentuk yang besar memiliki kecenderungan ke arah luar ke segala arah. Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena itu akan ada pola lingkaran yang berlapis lapis dengan daerah pusat sebagai intinya (Yunus, 1999).

Tata ruang air menjadi fokus terhadap bagaimana menata ruang daratan dengan memberikan tempat secara tepat bagi air untuk dapat masuk secara maksimal ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Kapasitas run off air menjadi minimal sebagai tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai hal ini maka bidang resapan air baik di hulu dan hilir harus memadai. Tata ruang air sebagai wujud struktur ruang air dan pola ruang air. Struktur ruang air adalah susunan pusat-pusat sumber daya air dan sistem infrastruktur keairan yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan

(9)

9 fungsional. Selain itu, struktur ruang air diperlukan adanya sistem infrastruktur dengan dasar air hujan yang jatuh di suatu wilayah terutama perkotaan harus secepat-cepatnya dibuang atau dialirkan ke sungai dan seterusnya menuju ke laut (Maryono, 2000).

Selanjutnya menurut Maryono (2000), sistem drainase perkotaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam sistem dan ditambah dengan pengendalian banjir (food control), sistem tersebut adalah:

1) Sistem Jaringan Drainase Utama (Major Urban Drainage System), berfungsi mengumpulkan aliran air hujan dari minor drainase sistem untuk diteruskan ke badan air atau flood control (sungai yang melalui daerah pemerintahan kota dan kabupaten, seperti: waduk, rawa-rawa, sungai dan muara laut untuk kota-kota ditepi pantai).

2) Drainase Lokal (Minor Urban Drainage System), adalah jaringan drainase yang melayani bagian-bagian khusus perkotaan seperti kawasan real estate, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan perkampungan, kawasan komplek-komplek, perumahan dan lain-lain.

3) Struktur saluran, secara hierarki drainase perkotaan mulai dari yang paling hulu akan terdiri dari: saluran kuarter/saluran kolektor jaringan drainase lokal, saluran tersier, saluran sekunder dan saluran primer seperti terlihat pada Gambar 1.3 dan secara detil sistem saluran yang ada di KPY terlihat pada Gambar 1.4.

Keterangan: 1. Saluran Primer; 2. Saluran Sekunder; 3. Saluran Tersier; 4. Kuarter; 5. Batas Daerah Pengaliran

(10)

10 Gambar 1.4. Peta Jaringan Infrastruktur Drainase dan Irigasi di KPY, DIY

(11)

11 Pola ruang air adalah distribusi peruntukan ruang air dalam suatu wilayah. Peruntukan ruang dibagi dua yaitu untuk fungsi lindung sumber daya air (daerah konservasi) dan untuk fungsi budi daya sumber daya air (pendayagunaan sumber daya air). Tata ruang air juga diartikan yaitu suatu kesatuan daerah atau kawasan tata air yang terbentuk secara alamiah di mana air tertangkap (berasal dari curah hujan) dan akan mengalir dari daerah tersebut menuju ke anak sungai dan sungai yang bersangkutan (Kodoate & Sjarief, 2005).

1.5.4. Daerah Aliran Sungai

DAS adalah kawasan di atas permukaan bumi dengan konfigurasi tertentu membentuk sistem pengaliran. Sistem pengaliran DAS terdiri dari satu sungai utama (main stream) dan beberapa anak cabangnya (tributaries), yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan mengalirkan air melalui satu keluaran (outlet) (Soewarno, 1995). Sistem konfigurasi permukaan bumi dan pengaliran dengan satu outlet dalam DAS. DAS juga dapat dikatakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung/pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik atau stasiun yang ditinjau (Triatmodjo, 2008).

Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah (Sari, 2011).

1.5.5. Limpasan Permukaan

Aliran permukaan (overland flow) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir dia atas permukaan tanah sebagai aliran run off menuju ke sungai, danau, dan laut (Arsyad, 2006). Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air tanah dalam proses infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Terdapat bagian air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir dan atau telah jenuh

(12)

12 kemudian air tersebut keluar ke permukaan tanah lagi atau tidak dapat masuk karena kejenuhan akibat jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi tersebut kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke arah topografi yang lebih rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu elemen meteorologi dan elemen sifat fisik daerah pengaliran (Takeda & Sosrodarsono, 1993). Elemen meteorologi meliputi jenis presipitasi, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan dalam daerah pengaliran, sedangkan elemen sifat fisik daerah pengaliran meliputi tata guna lahan (land use), jenis tanah, dan kondisi topografi daerah pengaliran (catchment). Genangan disebabkan hampir semua permukaan tanah tertutup dengan lapisan kedap air, kesadaran masyarakat yang minim serta sebagian jalan/gang tidak memiliki saluran drainase (Suparmanto, Bisri, & Suketi, 2012).

1.5.6. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap sumber daya lahan, baik yang sifatnya tetap (permanen) atau merupakan daur (cyclic) yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebendaan maupun kejiwaan (spiritual) (Sitorus, 1989). Penggunaan lahan sangat mempengaruhi aliran permukaan. Penggunaan lahan merupakan kondisi permukaan yang tampak kemudian akan mempengaruhi tingkat perbandingan air yang membentuk limpasan dengan jumlah hujan total yang terjadi.

1.5.7. Topografi

Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk di dalamnya adalah perbedaan kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, dan posisi lereng. Topografi merupakan salah satu faktor pembentuk tanah. Topografi dalam proses pembentukan tanah mempengaruhi: (1) jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh massa tanah, (2) dalamnya air tanah, (3) besarnya erosi, (4) arah gerakan air berikut bahan terlarut di dalamnya dari satu tempat ke tempat lain (Hardjowigeno, 1993).

(13)

13 1.5.8. Hujan

Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi di dalamnya (Bayong, 2004). Metode yang dapat digunakan dalam menganalisis curah hujan tersebut terdiri dari metode aritmatika, metode poligon thiessen, dan metode isohyet.

1.5.9. Pengertian Tabulasi Silang (Crosstabs)

Analisis tabulasi silang (crosstabs) adalah metode analisis yang paling sederhana tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar variabel. Selain itu melihat data-data yang didapatkan pada penelitian ini, metode ini cocok digunakan dan memperhatikan sifat yang ada pada data. Oleh karena itu, ada beberapa prinsip sederhana yang perlu diperhatikan dalam menyusun tabel silang agar hubungan antara variabel tampak dengan jelas. Untuk itu maka dalam analisis crosstabs digunakan analisis statistik yaitu Chi Kuadrat (Chi-Square) yang disimbolkan dengan .

Metode analisis ini digunakan untuk menguji korelasi antara variabel dalam tabel kontingensi sehingga diketahui apakah proporsi dari dua (2) peubah terjadi karena kebutuhan atau karena adanya asosiasi. Pengujian metode ini cukup sederhana dan mudah dihitung dari hasil tabel silang. Dalam analisis tabel silang, peneliti menggunakan distribusi frekuensi pada sel-sel dalam tabel sebagai dasar untuk menyimpulkan hubungan antara variabel-variabel penelitian sehingga dengan demikian dapat dengan mudah melihat keterkaitan hubungan antara dua variabel. Dengan demikian, analisis crosstab merupakan suatu metode analisis statistik yang digunakan untuk melihat keterkaitan/hubungan antara dua variabel dengan menggunakan chi-square. Atas dasar inilah yang kemudian dinilai bahwa

(14)

14 analisis crosstabs dapat mengambarkan keterkaitan hubungan dalam penelitian ini mengenai keterkaitan antara variabel-variabel karakteristik pergerakan dengan maksud bekerja.

1.6. Penelitian Sebelumnya

Bambang Sriyanto (2002) melakukan penelitian di Kota Surabaya terkait perancangan sistem drainase berbasis sistem informasi. Identifikasi basis data dan software untuk mengelola basis data di daerah penelitian menjadi tujuan penelitian ini. Tujuan tersebut dapat berkembang kemudian menjadi perancangan sistem informasi drainase di Kota Surabaya. Hasil identifikasi pada tujuan pertama menunjukkan adanya dua jenis basis data yang telah dikembangkan di daerah penelitian. Basis data pertama bersifat umum dan kurang lengkap sedangkan basis data kedua sudah memadai hingga ke struktur basis data dan tata letak data sudah baik karena pengelolaannya sudah hingga pada tahap program ArcView. Adanya beberapa kekurangan basis data yang ada harus dilakukan pengembangan dan perbaikan struktur data untuk kepentingan hubungan dengan kenampakan lain. Hasil yang dicapai penelitian ini yaitu pengembangan sistem informasi drainase menggunakan penggabungan pemanfaatan software Visual Basic dan ArcView.

Siti Qomariyah dkk (2007) dengan penelitian berjudul Kajian Genangan Banjir Saluran Drainase Dengan Bantuan Sistem Informasi Geografi. Penelitian ini mengkaji saluran drainase di Kota Surakarta untuk merefleksikan genangan yang terjadi akibat luapan dari saluran drainase yang ada. Kemampuan SIG digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini didukung kegiatan survei lapangan untuk memperoleh data primer seperti dimensi saluran dan endapan sedimen yang ada di saluran. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu permasalahan yang terjadi yaitu genangan yang terjadi Kali Jenes yang ada di Kota Surakarta dapat diketahui penyebabnya. Oleh karena itu beberapa masukan yang dapat diberikan oleh peneliti terhadap permasalahan genangan yaitu pengerukan sedimen di dalam saluran. Sedimen masih menjadi penyebab atau masalah utama ketika terjadi hujan akan menghasilkan limpasan yang besar karena tersumbat sedimen tersebut. Hal ini

(15)

15 dibantu survei sedangkan SIG akan membantu evaluasi saluran pada pendekatan ruang atau lokasi saluran berada.

Evi Septiana Pana dkk (2010) melakukan pengembangan simulasi aliran air pada saluran drainase kota menggunakan pemodelan Network Flow. Sistem ini menggunakan data kontur tanah, data curah hujan, data jaringan sungai serta saluran/selokan. Metode ini dapat memprediksi arah aliran air. Analisis hidrologis dijelaskan pertama kali untuk memperoleh nilai debit rencana dan kapasitas saluran. Kapasitas saluran selanjutnya akan digunakan sebagai nilai kapasitas dalam network flow saluran drainase, sedangkan debit rencana digunakan sebagai faktor pembanding dengan kapasitas saluran untuk menyatakan terjadi genangan banjir atau tidak di wilayah penelitian. Hasil penelitian ini yaitu kondisi saluran eksisting tidak mampu menampung sama sekali terhadap debit rencana/banjir yang mungkin terjadi.

Siti Qomariyah, Agus Saido, dan Beni Dhianarto (2012) mengangkat permasalahan banjir yang terjadi di Kabupaten Sampang melihat dari kondisi jumlah air yang masuk ke dalam daerah Kota Sampang cukup besar. Adapun cakupan atau satuan wilayah yang digunakan adalah daerah aliran sungai (DAS). DAS yang ada di kabupaten ini diantaranya DAS Klampis, DAS Jelgung, DAS Kamoning. Penelitian ini kemudian dilakukan menggunakan pemodelan simulasi banjir dengan metode yang dikenal sebagai Gridded Surface Subsurface Hydrologic Analysis (GSSHA). Bahan dan data yang digunakan diantaranya menggunakan Qmorph, DEM-SRTM, Peta Tanah, penampang sungai dan data lapangan. Hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan berupa data debit puncak, waktu debit puncak, dan volume banjir yang diprediksi. Beberapa sub DAS yang ada di daerah kajian (Kabupaten Sampang) didapatkan total debit puncak yang dihasilkan melalui metode penelitian ini yaitu sebesar 174059,10 m3/detik.

Sebagai bahan perbandingan selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Arum Puspitorukmi (2011) mengenai evaluasi kapasitas saluran drainase dalam luasan satu jalan arteri yaitu Jalan Kaliurang di Yogyakarta. Metode yang

(16)

16 digunakan yaitu secara kuantitatif menghubungkan nilai volume kapasitas saluran drainase terhadap model hujan rancangan. Secara parsial variabel yang paling besar memberikan pengaruh yaitu hujan rancangan itu sendiri. Hal ini menjadi faktor fisik alam yang ada di daerah kajian memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Hasil yang yang didapat pada penelitian ini yaitu masih sebagian besar belum mampu menerima atau menampung limpasan maksimum yang terjadi akibat hujan turun (hasil model hujan rancangan) di daerah tersebut.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Diah Ayu Kusumadewi, Ludfi Djakfar dan Bisri (2012) dengan judul Arahan Spasial Teknologi Drainase untuk Mereduksi Genangan di Sub Daerah Aliran Sungai Watu Bagian Hilir. Penelitian ini didasarkan atas sejumlah genangan yang sering terjadi di Sungai Watu Bagian Hilir kemudian akan diberikan arahan untuk mereduksi kejadian tersebut. Metode yang digunakan yaitu deskriptif melalui analisis penggunaan lahan, analisis resapan air, analisis laju limpasan permukaan, dan analisis sistem drainase. Data yang digunakan data eksisting tahun 2010 dan rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang 2010-2030. Hasil penelitian sesuai kajian teorinya didapatkan solusi arahan yang tepat didasarkan atas sistem eko-drainase atau drainase ramah lingkungan. Sistem eko-drainase tersebut diantaranya (1) Pemisahan antara saluran drainase yang mengalirkan air limbah rumah tangga dengan saluran drainase air hujan, (2) Pembuatan sumur resapan individu pada koridor jalan utama, (3) Pembuatan sumur resapan kolektif pada bangunan dengan kepadatan tinggi, dan (4) Membuat kolam resapan bagi perumahan formal pada topografi cekungan.

Berdasarkan sumber-sumber penelitian dan jurnal tersebut sebelumnya yang kemudian telah diringkas pada Tabel 1.1. diketahui bahwa beberapa peneliti belum sepenuhnya menjelaskan lebih lanjut tentang hubungan genangan banjir dengan karakteristik fisik kawasan sebagai bentuk evaluasi penanganan sistem drainase di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

(17)

17 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Sekarang

No Peneliti Lokasi, Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

1 Bambang Sriyanto Kota Surabaya, 2002 Perencanaan Sistem Informasi Drainase Mengembangkan atau merancang Sistem Informasi Drainase di daerah penelitian

Kuantitatif, menggunakan

software dan inventarisasi

basis data drainase

Penilaian infrastruktur Proyek

Surabaya Drainase Master Plan dan

fungsi aplikatif

2

Siti Qomariyah, Agus Saido, dan Beni Dhianarto Kali Jenes Surakarta, 2007 Kajian Genangan Banjir Saluran Drainase dengan Bantuan GIS

Merefleksikan genangan yang terjadi akibat luapan air dari saluran drainase yang

ada

Kuantitatif, Olah data dengan SIG: DAS, tata guna

lahan, topografi, dan nilai C

Penerapan aplikasi SIG untuk membentuk evaluasi dan menghitung panjang saluran drainase 3 Evi Septiana Saluran Drainase Sistem Wonorejo, 2010 Pengembangan Simulasi Aliran Air Pada Saluran

Drainase Kota

Mengetahui distribusi aliran air di saluran drainase saat terjadinya hujan dan nilai kapasitas dalam network flow

saluran drainase

Kuantitatif, Rancangan

network flow jaringan

drainase, Routing aliran air dengan algoritma Ford

Fulkerson dan push relabel Penilaian kemampuan kondisi saluran eksisting untuk menampung

(18)

18

No Peneliti Lokasi, Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

4

Nanik Suryo, Junita Monika, dan Dini Oktavia

DAS di Kabupaten Sampang, 2012 Model Simulasi Banjir Menggunakan Data Pengindraan Jauh

Memprediksi banjir yang meliputi kedalaman dan kecepatan, analisis banjir

analisis infiltrasi, serta pemodelan aliran permukaan

Kuantitatif, Gridded Surface

Subsurface Hydrologic Analysis (GSSHA)

Hasil model simulasi banjir dan analisis debit aliran daerah

kajian 5 Arum Puspitorukmi Jalan Kaliurang-Sungai Code, 2011 Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase Jalan Arteri Mengevaluasi kemampuan saluran drainase terhadap besar

limpasan maksimum hujan dengan hujan rancangan

Kuantitatif, Evaluasi kapasitas saluran drainase

dengan hubungan model hujan rancangan

Kapasitas saluran pada daerah penelitian sebagian besar tidak mampu menampung limpasan 6 Diah Ayu Kusumadewi, Ludfi Djakfar dan Bisri Di Sub Daerah Aliran Sungai Watu Bagian Hilir,2012 Arahan Spasial Teknologi Drainase Untuk Mereduksi Genangan Menganalisis arahan spasial teknologi drainase untuk

mengurangi genangan tanpa menghambat pembangunan

Deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang

diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan

keadaan objek penelitian

Arahan spasial teknologi drainase

untuk mereduksi genangan: pengelompokan saluran, sumur dan

kolam resapan 7 Novan Dwiky Adimas Kawasan Perkotaan Yogyakarta, 2015 Hubungan Genangan Banjir Dengan Karakteristik Fisik Kawasan Perkotaan Yogyakarta

Mengetahui kondisi eksisting drainase, distribusi genangan,

dan hubungan keduanya

Kuantitatif, Evaluasi saluran drainase yang dianalisis hubungan dengan faktor

teknis dan fisik

(19)

19 1.7. Kerangka Pemikiran Teoritik

Genangan merupakan bentuk permasalahan yang sering ditemui dalam kawasan perkotaan akibat kurangnya perhatian tentang tata guna air. Beberapa faktor fisik kawasan yang berpengaruh terhadap genangan dapat disederhanakan setidaknya menjadi tiga pokok, yaitu yang pertama fisik drainase teknis, kedua fisik lahan, kemudian fisik iklim (hujan). Faktor fisik drainase teknis menjadi bagian dapat menimbulkan adanya genangan banjir karena kondisi saluran itu sendiri. Tidak semua kawasan memiliki saluran atau beberapa kawasan memiliki saluran tetapi tidak tepat baik secara volume atau arahnya sehingga tidak bisa menampung dan menyalurkan air ke saluran utama. Faktor kedua disebabkan secara fisik lahan, yaitu kondisi lereng dan penggunaan lahan pada unit sistem area tertentu. Faktor ini menyebabkan pemusatan air karena pergerakan air ke tempat yang lebih rendah. Kondisi lahan yang cenderung kedap atau tanah yang mudah jenuh menyebabkan air tidak dapat meresap sehingga terjadilah kumpulan air di suatu kawasan tersebut. Hal ini yang dapat terkait yaitu limpasan permukaan yang tinggi dari akumulasi hujan. Faktor kedua ini juga bisa dikatakan kondisi wadah atau diibaratkan cawan pada suatu area untuk menampung air dilihat secara garis besar fisik pada permukaannya. Terakhir yaitu fisik iklim itu sendiri sebagai sumber air yang turun sebagai hujan kemudian melimpas pada jumlah tertentu. Perbedaan jumlah air satu kawasan dengan yang lain memiliki sebaran dan karakteristiknya masing-masing.

Sistem area genangan yang telah diidentifikasi dan dianalisis melalui pendekatan GIS secara spasial kemudian dijadikan dasar analisis berikutnya. Sistem pendekatan ini membantu institusi mengawasi dan memonitoring karakteristik genangan dengan basis dan dasar sistem area genangan (buffer). Parameter-paramter yang berhasil dikumpulkan dan diolah kemudian akan membantu mengidentifikasi sebaran dan proses pemetaan karakteristik genangan banjir yang ada di KPY dimana keakuratannya masih diterima dalam rentang waktu tertentu dan membantu menganalisis secara deskriptif dalam pembuatan matriks hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Hubungan variabel-variabel karakteristik yang berpengaruh terhadap genangan akan dijadikan untuk

(20)

20 melakukan arahan dan rekomendasi pelaksanaan pengembangan karakteristik kawasan. Dasar evaluasi penelitian ini mencoba untuk mereduksi kawasan yang bermasalah terhadap saluran drainase untuk mengantisipasi kawasan padat dan topografi cekungan berpotensi menjadi genangan.

Berdasarkan telaah yang telah dirumuskan sebelumnya maka kerangka pemikiran teori yang dilakukan pada penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.5.

Gambar

Gambar 1.1. Foto Genangan Eksisting yang Terjadi di Depan Kampus UNY Bulan  Februari 2014 (Jogloabang, 2014)
Gambar 1.2. Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran (Chow, 1959)
Gambar 1.3. Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran (Maryono, 2000)
Gambar 1.5. Kerangka pemikiran teoritik

Referensi

Dokumen terkait

HARYADI SUYUTI.. LAMPIRAN II : PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan jenis tanaman dalam penyerapan logam berat Pb udara di Jalan dengan tujuan untuk mengetahui

Media yang akan dirancang akan berbentuk seperangkat media, yang terdiri atas: buku cerita bergambar, buku instruksi origami, kertas origami, stiker serta kertas

Program PUP akan memberikan dampak terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program Pendewasaan

Setelah mengamati contoh gambar poster, yang dikirimkan guru melalui WAG siswa mampu membuat poster tentang cara melestarikan tumbuhan dan hewan dengan tepat. KEGIATAN

Hal menarik dari sebaran lamun di perairan Teluk Toli-Toli yaitu rata-rata persentase tutupan lamun 68,6 % lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi di perairan Tanjung

Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa pelayanan tingkat desa di Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan yang menyatakan “Baik” apabila diklasifikasikan berdasarkan jenis

1) Membantu meningkatkan penghasilan dan kemakmuran khususnya anggota dan masyarakat pada umumnya. 2) Membantu meningkatkan kemampuan usaha, baik perorangan maupun masyarakat.