• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan metode kehilangan berat. Dalam metode ini berat awal sampel baja karbon ditimbang, lalu dicelupkan ke dalam medium korosif NaCl 1% dengan cara digantung menggunakan benang, dan dialirkan udara terus menerus ke dalam medium sambil dikocok menggunakan multy shacker selama waktu pencelupan. Percobaan dilakukan pada tekanan tetap dan suhu kamar.

Setelah kurun waktu tertentu, sampel dikeluarkan dan dibersihkan dengan asam oksalat 0.1 M dan akuades serta dibilas dengan aseton. Setelah kering, berat akhir sampel ditimbang, kemudian selisih berat awal dan berat akhir baja karbon dihitung. Selisih berat baja karbon merupakan indikator korosi baja karbon.

4.1.1 Hubungan Korosi dan Waktu Paparan

Pengaruh waktu paparan terhadap laju korosi baja karbon dalam medium uji dapat diketahui dengan cara memvariasikan lama paparan sampel baja karbon dalam medium uji. Hasilnya menunjukkan bahwa makin lama paparan, maka berat baja karbon makin berkurang. Artinya baja karbon yang terkorosi semakin banyak karena sebagian baja karbon berubah menjadi ion Fe2+ yang larut dalam medium uji seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.1

(2)

Tabel 4.1 Hubungan durasi paparan dengan pengurangan berat baja karbon dalam larutan NaCl 1% tanpa inhibitor pada suhu kamar

Lama paparan (hari) Kehilangan berat (gram) 1 0.0284 2 0.0435 3 0.0520 4 0.0579 5 0.0710 6 0.0973

Gambar 4.1 Hubungan durasi paparan terhadap pengurangan berat

Indikasi lain bahwa baja karbon telah terkorosi adalah adanya perubahan warna medium uji serta adanya endapan pada dasar sel elektrokimia. Pada satu jam pertama pengukuran korosi berlangsung, medium uji yang sudah berisi baja karbon mulai berubah warna menjadi agak kuning. Dalam kurun satu hari medium uji makin kuning dan pada hari ke-6 warna kuning semakin pekat dan terbetuk endapan berwarna kuning kecoklat-coklatan. Perubahan warna medium menjadi kuning mengindikasikan bahwa baja karbon dalam medium uji sudah berubah menjadi ion-ion besi. Proses perubahan baja karbon tersebut dapat dinyatakan sebagai peristiwa korosi.

(3)

Gambar 4.2 Uji korosi weight loss

Oleh karena kandungan baja karbon terbesar adalah besi, maka reaksi yang terjadi pada anoda adalah reaksi oksidasi logam besi menjadi bentuk ionnya sebagaimana reaksi berikut:

Fe Fe2+ + 2e

-Elektron yang dihasilkan digunakan untuk mengubah ion hidrogen dalam medium uji menjadi gas hidrogen pada reaksi katodik.

H+ + 2e- H2

Disamping itu, karena pengukuran dilakukan dalam media yang mengandung gas oksigen dari udara, maka selain reduksi ion hidrogen juga terjadi reduksi gas oksigen menurut reaksi:

O2 + 4H2O + 4e- OH

-Adanya pengurangan berat dan perubahan warna dalam medium uji menunjukan bahwa baja karbon/besi tersebut berubah menjadi ion Fe2+ dan bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)2. Tahapan proses korosi ini

ditunjukkan melalui persamaan reaksi berikut:

(4)

Dengan adanya oksigen yang melimpah dalam media uji yang jenuh dengan udara, maka ion-ion Fe2+ dapat teroksidasi kembali ke tingkat yang lebih tinggi membentuk ion Fe3+. Ion-ion Fe3+ bereaksi gas oksigen dan molekul-molekul air membentuk oksida besi atau karat melalui persamaan berikut:

Fe(OH)2 + O2 +H2O Fe2O3 .nH2O

Karat yang terbentuk tidak larut dalam air tetapi membentuk endapan berwarna kecoklat-coklatan pada dasar sel elektrokimia.

Oleh karena warna larutan dalam sel elektrokimia menjadi kuning, sementara Fe(OH)3 tidak larut dalam air, maka diduga dalam larutan terjadi

adsorpsi ion-ion Fe3+ oleh molekul-molekul Fe(OH)3 pada permukaannnya

membentuk koloid berupa sol Fe(OH)3 berwarna kuning. Dengan kata lain, warna

kuning dalam sel elektrokimia adalah suatu koloid berupa sol Fe(OH)3. Untuk

mengetahui laju korosi baja karbon dalam media uji ditentukan melalui persamaan (2.1).

Gambar 4.3 Grafik hubungan Lama pencelupan baja karbon pada medium uji terhadap laju Korosi

(5)

Makin lama durasi paparan baja karbon dalam media uji mengakibatkan laju korosi makin menurun. Hal ini disebabkan produk korosi Fe(OH)2 dapat menutupi

permukaan baja karbon membentuk lapisan pasif pada sisi katodik sehingga mempengaruhi rekasi reduksi yang terjadi di katoda. Apabila reaksi di katoda terhambat, maka reaksi oksidasi besi di anoda juga terhambat, sebab proses korosi merupakan reaksi elektrokimia, dimana laju oksidasi di anoda sebanding dengan laju reduksi di katoda. Dengan demikian, apabila reaksi di salah satu sisi katoda ataupun anoda terhambat maka proses korosi baja karbon terhambat, yang pada gilirannya laju korosi baja karbon berkurang sejalan dengan makin lamanya durasi paparan baja karbon dalam media uji.

4.1.2 Potensi Tanin sebagai Inhibitor Korosi dalam Lingkungan Udara Untuk mengetahui potensi tanin sebagai inhibitor baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan pengujian menggunakan metoda kehilangan berat pada tekanan tetap dan suhu kamar dengan lama paparan baja karbon adalah 3 hari. Penentuan lama paparan ini didasarkan pada kehilangan berat baja karbon dalam media uji yang optimum. Walaupun kurun waktu 4 hari juga tergolong optimum, tetapi perbedaan kehilangan berat baja karbon dengan kurun waktu 3 hari tidak terlalu signifikan, sehingga ditetapkan lama paparan baja karbon dalam media yang mengandung tanin adalah 3 hari.

Variasi konsentrasi tanin yang ditambahkan adalah 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kehilangan berat baja karbon menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi tanin yang ditambahkan ke

(6)

dalam media uji. Hal ini dapat diartikan bahwa penambahan tanin dapat menghambat korosi pada baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara.

Tabel 4.2 Uji korosi baja karbon dengan dan tanpa inhibitor pada suhu 250C dengan waktu pengujian 72 jam

Konsentrasi inhibitor (ppm) Kehilangan Berat (gram) Laju Korosi (mm/th) 0 0.0690 7.2091 20 0.0580 6.0598 40 0.0500 5.2240 60 0.0600 3.1344 80 0.0310 2.6120 100 0.0170 1.7762

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa penambahan konsentrasi tanin dapat menurunkan laju korosi baja karbon sangat signifikan. Makin besar konsentrasi tanin yang ditambahkan laju korosi semakin kecil. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hubungan Penambahan konsentrasi Tanin terhadap Laju Korosi baja Karbon

(7)

Proses inhibisi yang terjadi diduga akibat molekul-molekul tanin teradsorpsi pada permukaan baja karbon membentuk selaput pelindung di permukaan logam. Selaput pelindung yang terbentuk merupakan selaput sangat tipis yang relatif tidak kelihatan dengan mata telanjang. Antaraksi antara molekul inhibitor dengan permukaan baja karbon dapat terjadi secara fisikosorpsi atau kemisorpsi bergantung pada kekuatan atau energi antaraksi. Untuk mengetahui jenis antaraksi ini diperlukan data energi bebas adosprsi. Jika energi bebas adsorpsi di atas 40 kJ/mol maka antaraksi yang terjadi adalah kemisorpsi, tetapi jika energi bebas adsorpsi di bawah 20 kJ/mol maka antaraksi yang terjadi tergolong fisikosorpsi.

Gugus fungsi yang berperan dalam antaraksi antara molekul-molekul tanin dan permukaan baja karbon membentuk selaput pelindung adalah gugus hidroksil. Hal ini disebabkan molekul tanin banyak mengandung gugus hidroksil yang kaya dengan pasangan elektron bebas, sehingga tanin dapat menyumbangkan elektron bebas membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan logam besi. Hal ini didukung oleh fakta bahwa makin banyak tanin yang teradsorpsi pada permukaan logam, makin besar daya inhibisnya, sehingga laju korosi baja karbon makin berkurang, seperti ditunjukkan pada gambar 4.4.

4.1.3 Efektifitas Inhibisi Tanin dalam lingkungan udara

Potensi senyawa tanin sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan larutan elektrolit jenuh udara dapat ditentukan berdasarkan nilai efisiensi inhibisi, dihitung menggunakan persamaan (2.2). Berdasarkan data variasi konsentrasi tanin yang ditambahkan ke dalam larutan uji pada suhu kamar

(8)

menggunakan metode pengurangan berat diperoleh nilai persen efisiensi inhibisi seperti ditunjukan pada gambar 4.5. Persen efisiensi inhibisi, EI(%) meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi tanin yang ditambahkan. Persen efisiensi inhibisi tertinggi diperoleh sebesar 75,362% pada konsentrasi tanin 100 ppm.

Gambar 4.5 Hubungan Penambahan konsentrasi Tanin terhadap efisiensi inhibisi Berdasarkan gambar 4.5 diketahui bahwa peningkatan konsentrasi tanin dapat meningkatka efisiensi inhibisi. Peningkatan persen inhibisi ini menunjukan bahwa senyawa tanin memiliki potensi sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara.

4.1.4 Suhu dan Efektifitas Inhibisi Tanin dalam lingkungan udara

Peningkatan temperatur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju korosi logam (Widharto, 2004). Untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kinerja inhibisi tanin sebagai inhibitor korosi baja karbon, maka dilakukan pengukuran korosi menggunakan metode pengurangan berat dengan

(9)

variasi temperatur 250C, 450C, dan 650C. Pengukuran dilakukan pada konsentrasi tanin yang dibuat tetap yaitu 80 ppm. Hal mengacu pada pernyataan Roberge (1990) bahwa suatu inhibitor dinyatakan efektif jika efisiensinya mencapai 90% untuk konsentrasi inhibitor 40 ppm atau mencapai 95% untuk konsentrasi 80 ppm. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa peningkatan temperatur menurunkan efisiensi inhibisi tanin pada korosi baja karbon sebagaimana ditunjukan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pengaruh Suhu terhadap Efisiensi Inhibisi Suhu (oC ) Efisiensi inhibisi (%)

25 50.704

45 46.667

65 31.579

Pada Tabel 4.3 tampak bahwa peningkatan temperatur mempengaruhi daya inhibisi tanin sebagai inhibitor korosi. Hal ini terlihat dengan penambahan konsentrasi tanin 80 ppm pada temperatur 250C, 450C, 650C, efisiensi inhibisinya turun menjadi 50,70%, 46,67% dan 31,58%. Meskipun demikian, kenaikan temperatur dari 25OC sampai 45 0C penurunan tidak terlalu signifikan. Hal ini diduga antaraksi antara molekul-molekul tanin dan permukaan baja karbon masih relatif stabil. Namun demikian, peningkatan temperatur hingga 650C penurunan efisiensi inhibisi cukup signifikan dari 50,704% menjadi 31,579%. Hal ini diduga ikatan antara tanin dengan besi terganggu akibat peningkatan temperatur sehingga peningkatan temperatur menurunkan kinerja inhibisi tanin.

(10)

4.2 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Karbon Dioksida

Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh karbon dioksida, maka dilakukan uji korosi dengan metode Tafel dan EIS. Pada pengukuran ini, digunakan sel elektrokimia dengan tiga elektroda, terdiri dari elektoda Pt, elektroda kalomel, dan elektroda kerja (baja karbon). Larutan uji adalah NaCl 1% yang dijenuhkan dengan gas CO2 secara bubbling.

Gambar 4.6 Sel elektrokimia yang dipergunakan dalam pengukuran menggunakan metode Tafel dan EIS (data pribadi)

Larutan NaCl 1% berfungsi sebagai elektrolit untuk mempermudah migrasi ion-ion sehingga reaksi korosi berlangsung dengan cepat. Kehadiran gas CO2

memberikan suasana asam karena CO2 bereaksi dengan pelarut/air membentuk

asam karbonat, H2CO3. Asam karbonat yang terbentuk selanjutnya terionisasi

membentuk ion H+ dan ion HCO3-, yang masih dapat terurai menjadi ion CO32-.

CO2 + H2O → H2CO3

H2CO3 → H+ + HCO3-→ CO32- + H+

Spesi H+ dalam larutan mempercepat aliran elektron karena adanya H+ menjadikan konsumsi elektron untuk reaksi reduksi di katodik menjadi lebih melimpah, sehingga reaksi korosi diharapkan makin cepat. Secara umum reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

(11)

Anoda : Fe(s) + HCO3- (aq) → FeCO3(s) + H+ (aq) + 2e-

Katoda: 2H+(aq) + 2e- → H2(g)

Reaksi Total : Fe(s) + HCO3- (aq) + H+(aq) → FeCO3(s) + H2(g)

4.2.1 Potensi Tanin sebagai Inhibitor Korosi dalam Lingkungan CO2

4.2.1.1 Metoda Polarisasi Potensiodinamik

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran korosi berdasarkan metoda polarisasi yang diekstrapolasi dengan teknik Tafel yaitu, nilai potensial korosi, Ekor, tetapan Tafel anodik βa, dan tetapan Tafel katodik βc, dan tahapan polarisasi, Rp, disajikan pada lampiran 2. Nilai Ikor dan Vkor ditentukan dengan menggunakan persaman (2.3) dan (2.4). Hasil perhitungan disajikan pada lampiran 2.

(12)

Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh penambahan konsentrasi tanin terhadap laju korosi baja karbon. Makin besar penambahan konsentrasi tanin, laju korosi semakin menurun. Artinya bahwa penambahan konsentrasi tanin dapat menginhibisi reaksi korosi yang terjadi dalam lingkungan elektrolit jenuh gas karbon dioksida. Pengaruh yang signifikan terlihat pada konsentrasi tanin 100 ppm. Pada konsentrasi tersebut, laju korosi tanpa tanin sebesar 1,2277 mm.th-1, sedangkan dengan adanya tanin berkurang menjadi 0,4253 mm.th-1.

Pada dasarnya pengukuran korosi dengan metode Tafel adalah mengukur hubungan potensial elektroda dan rapat arus korosi yang ditransfer pada permukaan elektroda. Dimana dalam kondisi kesetimbangan korosi, rapat arus anoda sama dengan rapat arus katoda sama dengan rapat arus korosi (ia = ik = ikor).

Jika rapat arus korosi menurun berarti terdapat tahanan yang menghambat transfer muatan baik dari sisi katoda maupun sisi anoda.

Terjadinya hambatan transfer elektron dari permukaan baja karbon hasil reaksi oksidasi terhadap medium diduga kerena adanya lapisan pelindung pada permukaan logam, sehingga rekasi di katoda berkurang karena suplai elektron dari anoda berkurang, akibatnya arus korosi berkurang.

Makin banyak tanin yang ditambahkan pada sel elektrokimia, makin banyak molekul-molekul tanin yang teradsorpsi pada logam, akibatnya lapisan pelindung yang terbentuk pada permukaan baja karbon semakin banyak sehingga tahanan yang terbentuk semakin besar. Akibatnya rapat arus korosi yang terdeteksi oleh elektroda bantu semakin berkurang.

(13)

Jika ditinjau dari gambar 4.7 dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentarsi tanin berbanding terbalik dengan laju korosinya. Dengan demikian terungkap bahwa tanin berpotensi sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan larutan NaCl 1% yang dijenuhkan dengan gas karbon dioksida.

Jenis inhibitor korosi yang dimiliki oleh tanin dapat diketahui dari hasil ekstrapolasi Tafel. Berdasarkan hasil pengukuran polarisasi pada suhu kamar dengan konsentrasi tanin 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm menunjukan bahwa mekanisme inhibisi tanin dilakukan dengan cara menekan arus anodik, seperti ditunjukkan pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Kurva polarisasi anodik/katodik yang diekstrapolasi secara Tafel pada suhu kamar

Dengan bertambahnya konsentrasi tanin akan menggeser harga potensial ke arah lebih positif, dengan kata lain tanin berperan sebagai inhibitor anodik, dimana proses inhibisi korosi berlangsung dengan cara menekan reaksi oksidasi besi sehingga transfer elektron ke dalam media di hambat.

(14)

4.2.1.2 Metoda Spektroskopi Impedansi Elektrokimia, EIS

Untuk memperkuat data pengaruh konsentrasi terhadap laju korosi pada metode polarisasi, maka dilakukan pengukuran impedansi senyawa tanin dengan variasi konsentrasi pada suhu kamar menggunakan metode EIS. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Daya impedansi tanin pada suhu 25±20C dengan Variasi Konsentrasi

Berdasarkan gambar 4.9 tampak bahwa kemampuan inhibisi tanin makin meningkat seiring dengan konsentrasi yang meningkat. Hal ini dibuktikan dengan makin bedsarnya kurva impedansi yang menunjukkan tahanan lapisan pelindung pada permukaan baja karbon makin besar sebagai akibat adanya adsorpsi molekul-molekul tanin di permukaan baja karbon.

4.2.2 Efektifitas Inhibisi Tanin dalam Lingkungan CO2

Efisiensi inhibisi senyawa tanin dengan variasi konsentrasi yang dilakukan pada suhu kamar dengan metode EIS dapat dilihat pada gambar 4.10.

(15)

Gambar 4.10 Efisiensi inhibisi tanin pada suhu kamar

Efisiensi inhibisi korosi dari senyawa tanin meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi. Efisiensi inhibisi mencapai maksimum pada 84,30% untuk konsentrasi tanin 100 ppm. Menurut Roberge (1991) suatu inhibitor dinyatakan efektif jika efisiensinya mencapai 90% untuk konsentrasi inhibitor 40 ppm atau mencapai 95% untuk konsentrasi 80 ppm. Meksipun senyawa tanin belum dinyatakan efektif pada penelitian ini, akan tetapi dapat diungkapkan bahwa tanin memiliki potensi sebagai inhiibitor korosi baja karbon pada lingkungan elektrolit jenuh CO2.

4.2.3 Pengaruh Suhu Terhadap Inhibisi Tanin dalam Lingkungan CO2

Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap korosi baja karbon dalam larutan elektrolit jenuh CO2 dilakukan dengan metoda polarisasi (Tafel plot). Hasil

ekstrapolasi diketahui bahwa potensial korosi pada 250C, 450C, dan 650C berturut-turut adalah -599 mV; -622 mV; dan -642 mV. Hal ini menunjukkan pergeseran potensial korosi ke arah lebih negatif seperti tampak pada gambar 4.11.

(16)

Gambar 4.11 Pengaruh Suhu terhadap ektrapolasi Tafel

Pergeseran potensial korosi ke arah lebih negatif disebabkan oleh adanya ion-ion H+ hasil disosiasi asam karbonat menginduksi permukaan baja karbon ke arah lebih negatif, akibatnya pada pada permukaan kaya akan elektron-elektron yang dapat mereduksi ion-ion H+ membentuk evolusi gas hidrogen. Makin tinggi suhu disosiasi asam karbonat makin banyak sehingga konsentrasi ion H+ makin tinggi dan potensial korosi baja karbon makin negatif.

4.2.4 Pengaruh Suhu Terhadap Efektifitas Inhibisi Tanin

Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap potensi tanin sebagai inhibitor korosi baja karbon dilakukan dengan menggunakan metode EIS. Konsentrasi tanin yang ditambahkan adalah 80 ppm. Hal ini mengacu pada batasan konsentarsi efektif suatu inhibitor yaitu pada konsentarsi 80 ppm mencapai efisiensi 95% (Roberge, 1990).

(17)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu menurunkan potensi tanin sebagai inhibitor korosi, ditunjukkan oleh nilai persen efisiensi inhibisi senyawa tanin menurun sejalan dengan naiknya suhu, seperti ditunjukan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Pengaruh suhu terhadap persen inhibisi pada lingkungan elektrolit jenuh gas karbon dioksida

Suhu ( 0 C ) inhibisi (%) Efisiensi 25 80.69 45 79.95 65 61.80

Bedasarkan Tabel 4.4, kemampuan inhibisi tanin makin menurun seiring dengan kenaikan suhu. Hal ini diduga karena ikatan tanin yang teradsorpsi pada logam terpengaruh oleh kenaikan suhu, bahkan ada kemungkinan, senyawa tanin terdesorpsi. Dengan demikian kemampuan inhibisi senyawa tanin tidak cukup baik pada suhu tinggi.

Gambar

Tabel 4.1 Hubungan durasi paparan dengan pengurangan berat baja karbon  dalam larutan NaCl 1% tanpa inhibitor pada suhu kamar
Gambar 4.2 Uji korosi weight loss
Gambar 4.3 Grafik hubungan Lama pencelupan baja karbon pada medium  uji terhadap laju Korosi
Tabel 4.2  Uji korosi baja karbon dengan dan tanpa inhibitor pada suhu 25 0 C  dengan waktu pengujian 72 jam
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Motivasi siswa dalam pembelajaran adab bertamu di kelas III MIN 3 Simpang Tiga Pekanbaru sebelum tindakan dilakukan, ternyata kurang yaitu 43 %. Hal ini dapat

Melihat pentingnya informasi mengenai alat bantu pendengaran menyebabkan adanya usaha-usaha untuk menyebarkan informasi tersebut dari berbagai media yang dilakukan oleh berbagai

Informasi yang Bapak/Ibu berikan adalah bantuan yang bernilai bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program S-1 di

[r]

[r]

Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan : (1 perencanaan Program KRPL, 2) pelaksanaan program KRPL, 3) tindak lanjut program KRPL dalam mendorong kemandirian

Pelaksanaan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Dalam Mendorong Kemandirian Anggota Kelompok Tani Bunda Asri Di Desa Karyawangi Kecamatan Parongpong.. Universitas

[r]