• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA TERIMA PASIEN TERHADAP MENU TELUR DI RUANG PERAWATAN KEBIDANAN RSUD CENGKARENG. Fatria Triguna Wijaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAYA TERIMA PASIEN TERHADAP MENU TELUR DI RUANG PERAWATAN KEBIDANAN RSUD CENGKARENG. Fatria Triguna Wijaya"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA TERIMA PASIEN TERHADAP MENU TELUR DI RUANG PERAWATAN KEBIDANAN RSUD CENGKARENG

Fatria Triguna Wijaya

Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul fatria.triguna@yahoo.com

.

Abstrak

Penyelenggaraan makanan RS merupakan serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan. Kemudian pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Salah satu cara untuk mengevaluasi makanan yang disajikan adalah dengan menghitung daya terima makanan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang daya terima menu telur yang disajikan dalam bentuk lauk kepada pasien di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif mengunakan desain cross-sectional dengan metode survei dan teknik wawancara. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariate dengan uji korelasi spearman. Hasil uji cita rasa dan daya terima tertinggi di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng yaitu pada menu rendang telur masing-masing sebesar 87,1% dan 90,3% dan ada hubungan signifikan antara cita rasa dengan daya terima menu telur pada pasien di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng.

Kata Kunci : Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima dan Citarasa

Abstract

Organizing food RS is a series of activities ranging from planning the menu planning, grocery needs, budget planning, procurement of foodstuffs, reception and storage. Then cooking foodstuffs, distribution and record-keeping, reporting and evaluation. One way to evaluate the food served is by calculating the power received food consumers. This research aimed to get information about the power received the egg menu is served in the form of a side dish to patients in obstetrics care room Cengkareng Hospitals. This research is descriptive research using cross-sectional design with method survey and interview techniques. Data analysis Univariate and bivariate is done with test correlation of spearman. The taste test results and receive test the highest in midwifery care room Cengkareng Hospitals is menu rendang eggs each of 87.1% and 90.3% and there is a significant relationship between the taste with the egg on the menu the patient received preoperative care obstetrics Cengkareng Hospitals.

(2)

Pendahuluan

Penyelenggaraan makanan RS merupakan serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan. Kemudian pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Almatsier dan kawan-kawan tahun 1992, tentang persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan di 10 Rumah Sakit. Dari penelitian tersebut diperoleh data 92% Rumah Sakit menyajikan makanan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam Penuntun Diet, 31% Rumah Sakit belum melaksanakan penyuluhan atau konsultasi gizi, 75% Rumah Sakit belum melaksanakan secara teratur evaluasi asupan gizi dan status gizi pasien rawat inap, serta 43% pasien yang diteliti menyatakan persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan, dan 75% pasien masih membawa makanan dari luar Rumah Sakit.

Pada penelitian Ama, Al Yasir Nene (2012), tentang analisis persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani menunjukkan terdapat contoh yang menyatakan tidak suka terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dari ayam. Demikian juga pada telur dan ikan, terdapat contoh yang menyatakan tidak suka terhadap aroma telur, tekstur ikan serta rasa dari telur dan ikan. Berbeda dengan lauk hewani lainnya, sebanyak 32.5% dan 7.5% contoh menyatakan sangat suka pada rasa dan tekstur daging. Pada penelitian Irfanny, Anwar dkk tahun 2012 tentang evaluasi penyelenggaraan makanan lunak dan analisis sisa makanan lunak di beberapa RS di Jakarta menunjukkan bahwa responden yang tidak menghabiskan lauk hewani pada setiap waktu makan cukup besar yaitu di atas 35%. Hampir sama dengan penelitian Eliya rata-rata dalam sehari 38,5% responden tidak menghabiskan lauk hewani yang dihidangkan. Penelitian Harvie (2011) menunjukkan bahwa 33% responden tidak menghabiskan hidangan telur yang disajikan dan penelitian Murni (2012) menunjukkan 57,1% 1

(3)

responden tidak menghabiskan hidangan telur yang disajikan.

Ironisnya penggunaan telur pada setiap penyelenggaraan makan sebagai salah satu menu lauk hewani di beberapa RS cukup tinggi. Penggunaan telur di beberapa Rumah Sakit di Jakarta lebih kurang 250-300 butir per hari.

Telur merupakan sumber protein hewani yang mempunyai nilai gizi tinggi. Selain murah, telur juga merupakan sumber protein hewni yang mudah didapatkan dan diolah. Dalam ilmu gizi telur dijadikan patokan untuk membandingkan nilai gizi bahan makanan lainnya. Oleh sebab itu, telur merupakan sumber zat gizi yang sangat penting yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan embrio. Protein telur mempunyai nilai biologis tinggi karena mengandung asam-asam amino yang lengkap dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Telur juga mengandung berbagai zat gizi penting seperti protein, vitamin A, D, E, dan B, Fosfor dan zink. Telur digunakan sebagai standarisasi dari protein yang lain, karena protein berfungsi memperbaiki organ tubuh. Otot, kulit,

dan organ-organ tubuh semua tersusun dari protein (Arief, 2008). Pemkaian telur rata-rata di RSUD Cengkareng sebanyak 300 butir telur untuk satu hari. RSUD Cengkareng menggunakan siklus menu 10 hari, pemakaian telur dalam 1 hari adalah 2 kali penyajian. Menu telur terdiri dari telur rebus, telur ceplok bumbu kecap, omelet isi sayuran, semur telur, telur kalio (bumbu kuning), rendang telur, pindang telur.

Salah satu cara untuk mengevaluasi makanan yang disajikan adalah dengan menghitung daya terima makanan konsumen. Daya terima makanan adalah presentase makanan yang di konsumsi dari total keseluruhan yang disediakan. Daya terima ini banyak dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah penampilan makanan saat disajikan dan rasa makanan (Dewi, 2007 dalam Megawati, 2015 ).

Daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan dapat dilihat dari makanan sisa, bila makanan yang disajikan dengan baik dapat dihabiskan pasien berarti pelayanan gizi dirumah sakit tersebut tercapai (Depkes, 2001). Dengan demikian, melalui indikator tersebut daya terima

(4)

pasien dapat dikatakan baik bila pasien telah mencapai kepuasan. Pelayanan makanan dirumah sakit dapat ditentukan dengan beberapa indikator diantaranya: waktu pelayanan, penampilan makanan (warna dan bentuk), dan rasa makanan (aroma, bumbu masakan, suhu makanan). Pola makan pasien juga mempengaruhi daya terima makanan yang disajikan. Menurut Mukrie (1990), makanan yang disajikan sesuai dengan kebiasaan makan pasien karena akan berpengaruh terhadap selera makan. Pada penelitian Refnita (2001) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan, penampilan makanan dan suhu makanan dengan daya terima makan siang pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar (2003), yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi makan, penampilan makanan, dan flavour (cita rasa) makanan dengan daya terima makan siang pekerja. Pada penelitian Hermawati (2003), diperoleh hasil ada hubungan yang bermakna antara kualitas makanan yang disajikan dengan daya terima (p=0,006). Hal ini juga menunjukan

bahwa daya terima dipengaruhi oleh penampilan dan rasa makanan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti Sundari (2008) dengan judul hubungan penampilan makanan, rasa makanan dan kinerja pegawai, hasil analisis hubungan penampilan makan dengan daya terima hasilnya bermakna, begitu pula dengan hubungan rasa makanan dengan daya terima makanan. Senada dengan penelitian Juandini pada tahun 2010 dalam penelitiannya di RS Tk. II Dustira Cimahi menyatakan ada hubungan penilaian penampilan dan rasa terhadap daya terima. Begitu juga dengan hasil penelitian Megawati (2015) yang menyatakan bahwa Ada hubungan antara citarasa makanan dengan daya terima makanan lunak pasien rawat inap RSIJ Sukapura.

Selama ini belum pernah ada penelitian yang menyangkut tentang daya terima menu telur pada pasien di RSUD Cengkareng. Atas dasar inilah, penulis berminat mengetahui bagaimana daya terima pasien terhadap menu telur di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng.

(5)

Metode

Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng pada bulan Maret tahun 2016. Penelitian ini merupakan studi analitik yang dilakukan dengan desain penelitian secara Cross Sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang dirawat diruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng selama penelitian berlangsung. Pengambilan sampel menggunakan cara Purposive Sampling.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah daya terima menu telur. Variabel bebas pada penelitian ini adalah data karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, diagnose penyakit), citarasa makanan (penampilan makanan (warna dan bentuk), rasa makanan (aroma, bumbu, temperatur). Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari daya terima menu telur dan cita rasa menu telur yang diperoleh dengan cara observasi dan wawancara kepada responden menggunakan kuesioner. Data menggunakan skala ordinal dan menggunakan analisis bivariat uji Korelasi Spearman.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 200 responden paling banyak berusia antara 20-35 tahun yakni sebanyak 139 responden (69.5%).

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Usia Usia N (%)

< 20 10 5.0

20-35 139 69.5

36-45 51 25.5

Total 200 100.0

Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan dari 200 responden yang berada di ruang perawatan kebidanan sebagian besar memiliki diagnose post partum secara Sectio Caesar sebanyak 184 responden (94.0%).

Tabel2.Distribusi Frekuensi Diagnosa Penyakit Responden

Diagnosa Penyakit n (%)

PPN 16 6.0

SC 184 94.0

Total 200 100.0

Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan bahwa dari 200 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 86 responden (43.0%) berpendidikan menengah.

(6)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Pendidikan N (%) Dasar 84 42.0 Menengah 86 43.0 Tinggi 30 15.0 Total 200 100.0

Hasil analisis pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari 47 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 23 responden (48.9%) menilai citarasa tinggi, sebanyak 24 responden (51.1%) menilai citarasa rendah.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Rebus

Kategori N (%)

Tinggi 23 48.9

Rendah 24 51.1

Total 47 100

Berdasarkan tabel 5 analisis data menunjukkan bahwa dari 17 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 3 responden (17.6%) menilai citarasa tinggi dan sebanyak 14 responden (82.4%) menilai citarasa rendah.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Ceplok Bumbu Kecap

Kategori n (%)

Tinggi 3 17.6

Rendah 14 82.4

Total 17 100

Pada tabel 6, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 35 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 22 responden (62.9%) menilai citarasa tinggi dan sebanyak 13 responden (37.1%) menilai citarasa rendah..

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Bumbu Kuning

Kategori N (%)

Tinggi 22 62.9

Rendah 13 37.1

Total 35 100

Pada tabel 7, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 20 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 17 responden (85.0%) menilai citarasa tingggi dan menilai citarasa rendah sebanyak 3 responden (15%).

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Omelet Isi Sayuran

Kategori N (%)

Tinggi 17 85

Rendah 3 15

Total 20 100

Pada tabel 8, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 34 responden di ruang perawatan kebidanan, sebanyak 20 responden (58.8%) menilai citarasa tinggi dan 14 responden (41.2%) yang menilai citarasa rendah.

(7)

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Semur Telur

Kategori n (%)

Tinggi 20 58.8

Rendah 14 41.2

Total 34 100

Pada tabel 9, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 31 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 27 responden (87.1%) menilai citarasa tinggi dan menilai citarasa rendah sebanyak 4 responden (12.9%).

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Rendang Telur

Kategori N (%)

Tinggi 27 87.1

Rendah 4 12.9

Total 31 100

Pada tabel 10, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 16 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 9 responden (56.2%) menilai citarasa tinggi dan menilai citarasa rendah sebanyak 7 responden (43.8%).

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Pindang

Kategori N (%)

Tinggi 9 56.2

Rendah 7 43.8

Total 16 100.0

Pada tabel 11, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 47 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 40 responden (85.1%) memiliki daya terima baik

dan memiliki daya terima kurang sebanyak 7 responden (14.9%).

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Rebus

Kategori n (%)

Baik 40 85.1

Kurang 7 14.9

Total 47 100.0

Pada tabel 12, hasil analisis menunjukkan bahwa dari dari 17 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 12 responden (70.6%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 5 responden (29.4%).

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Ceplok Bumbu Kecap

Kategori n (%)

Baik 12 70.6

Kurang 5 29.4

Total 17 100.0

Pada tabel 13, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 35 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 31 responden (88.6%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 4 responden (11.4%).

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Bumbu Kuning

Kategori n (%)

Baik 31 88.6

Kurang 4 11.4

(8)

Pada tabel 14, hasil analisis menunjukkan bahwa dari dari 20 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 17 responden (85%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 3 responden (15%).

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Omelet Isi Sayur

Kategori N (%)

Baik 17 85

Kurang 3 15

Total 20 100

Pada tabel 15, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 34 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 28 responden (82.4%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 6 responden (17.6%).

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Semur Telur

Kategori n (%)

Baik 28 82.4

Kurang 6 17.6

Total 34 100.0

Pada tabel 16, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 31 responden sebanyak 28 responden (90.3%) memiliki daya terima baik dan sebanyak 3 responden (9.7%) memiliki daya terima kurang.

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Rendang Telur

Kategori n (%)

Baik 28 90.3

Kurang 3 9.7

Total 31 100.0

Pada tabel 17, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 16 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 11 responden (68.8%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 5 responden (31.2%).

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Pindang

Kategori n (%)

Baik 11 68.8

Kurang 5 31.2

Total 16 100.0

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur rebus. Korelasi koofesien 0.464.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 18. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Rebus Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 18 6 24 Rendah 22 1 23 Total 40 7 47

(9)

Tabel 19. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Ceplok Bumbu Kecap

Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 3 0 3 Rendah 9 5 14 Total 12 5 17 .

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur ceplok bumbu kecap. Korelasi koofesien 0.499.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima

Tabel 20. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Bumbu Kuning Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 21 1 22 Rendah 10 3 13 Total 31 4 35

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur bumbu kuning. Korelasi koofesien 0.525.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 21. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Omelet Isi Sayuran Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang N n n Tinggi 15 2 17 Rendah 2 1 3 Total 17 3 20

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur omelet isi sayuran. Korelasi koofesien -0.546.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 22. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Semur Telur Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang N n n Tinggi 15 5 20 Rendah 13 1 14 Total 28 6 34

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu semur telur. Korelasi koofesien 0.231.

(10)

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 23. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Rendang Telur Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 26 1 27 Rendah 2 2 4 Total 28 3 31

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu rendang telur. Korelasi koofesien 0.348.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 24. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Pindang Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n N Tinggi 7 2 9 Rendah 4 3 7 Total 11 5 16

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur pindang. Korelasi koofesien -0.545.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Umur responden paling banyak yaitu antara umur 20-35 tahun sebanyak 139 responden (69,5%), jenjang pendidikan terakhir responden paling banyak memiliki jenjang pendidikan menengah sebanyak 86 responden (40,0%),dan hamper semua responden memiliki diagnose post partus Sectio Caesar, yaitu sebanyak 184 responden (94,0%). 2. Mayoritas responden di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng menilai citarasa tertinggi pada menu rendang telur sebesar 87,1%.

3. Mayoitas responden di ruang perawatan

kebidanan RSUD

Cengkareng memiliki daya terima paling baik pada menu rendang telur sebesar 90,3%.

4. Ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dengan daya terima menu telur pada pasien di ruang perawatan

kebidanan RSUD

(11)

Daftar Pustaka

Almatsier, S., Jus’at,I & Akmal. 1992. Persepsi Pasien Terhadap Makanan di Rumah Sakit (Survey Pada 10 Rumah Sakit) Di DKI Jakarta. Dalam Gizi Indonesia 17(1/2): 87-96. Ama, Al Yasir Nene. 2012. Persepsi, Konsumsi dan Kontribusi Lauk Hewani Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong. Dalam Gizi Indonesia 31(5):78-91.

Andrini, Yudhit Novi. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima, Dan Konsumsi Pangan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Apriadji, Harry Wied. 1980. Gizi Keluarga. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Jakarta. Arief, Irfan. 2008. Telur Sumber

Protein Hewani. Jakarta. Buckle, K.A. et al. 2013. Ilmu

Pangan.Universitas Indonesia. Jakarta.

Clark Nancy, RD, MS. 1996. Petunjuk Gizi Untuk Setiap Cabang Olahraga. Jakarta. Dewi, Krisma. 2007. Hubungan

Antara Penampilan Makanan

Dan Rasa Makanan Dengan Daya Terima Makan Siang Siswa SPK Sungai Liat Bangka Tahun 2007. Dalam Gizi Indonesia 32(3):7-21. Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Depkes RI, 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Jakarta. Depkes RI

Eliya, Tati. Gambaran Sisa Konsumsi Makanan Lunak Pasien Rawat Inap Ditinjau Dari Pembagian Waktu Makan Dan Jenis Makanan Serta Faktor Penyebabnya Di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Dalam Gizi Indonesia 32(4): 91-108.

Hartatik, Tatik. 2005. Gambaran Daya Terima Terhadap Daya Terima Terhadap Cita Rasa Makanan Pada Pasien Dewasa di Perawatan Kelas II Rumah Sakit Haji Jakarta. Dalam Gizi Indonesia 34(3):96-107.

Harvie, Nabilah Khairani. 2011. Sisa Makakan Lunak Ditinjau Dari Citarasa Makanan Rumah Sakit Dan Konsumsi Makanan Dari Luar Pada Pasien Rawat Inap Kelas III Di RSUD Budhi Asih Jakarta Timur, Tahun 2011. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Poltekkes Jakarta II.

(12)

Hermawati, Dede. 2003. Hubungan Persepsi Terhadap Kualitas Makanan Yang Disajikan Dengan Daya Terima Mahasiswa Di Kantin Timur ITB. Bandung: Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Humaira. 2014. Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan Dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Pandeglang, Bogor. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Irena, Juandini. 2010. Hubungan Penilaian Penampilan dan Rasa Makanan Terhadap Daya Terima 3 Macam Resep Hidangan Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Tk.II 03.05.01 Dustira Kota Cimahi Tahun 2010. Dalam Gizi Indonesia 35(2): 109-120. Irfanny, Anwar dkk. 2012. Evaluasi

Sistem Penyelenggaraan Makanan Lunak Dan Analisis Sisa Makanan Lunak Di Beberapa Rumah Sakit Di Dki Jakarta, Tahun 2011. Dalam Gizi Indonesia 35(2):97-108. Kurniah, Illiyun. 2010. Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makan Siang Karyawan Di RS Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009. Jurnal FKM UIN Vol. 4 No.1.

Lydiawati, Ticha. 2008. Daya Terima Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular Di RSUP Fatmawati Jakarta.

Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Moehyi, Sjahmien. 1992. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharatara, Jakarta.

Muchtadi, Deddy. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Megawati, Yeni. 2015. Hubungan Antara Citarasa Makanan Dan Pola Makan Dengan Daya Terima Makanan Lunak Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura Jakarta Utara

. Dalam Gizi

Indonesia 34(3):97-108.

Murni, Dewi. 2012. Hubungan Karakteristik Sampel Dan Citarasa Makanan Terhadap Daya Terima Telur Dalam Menu Makanan Lunak Pada Pasien Di RS Sukmul Medika Jakarta, Tahun 2012. Dalam Gizi Indonesia 31(1):91-101. Mutmainnah. 2008. Daya Terima

Makanan Dan Tingkat Energi- Protein Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam Di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Nurdiani, Reisi. 2011. Analisis Penyelenggaraan Makan Di Sekolah Dan Kualitas Menu Bagi Siswa Sekolah Dasar Di Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan 8(3):214-226.

Nursafitri, Rinjani. 2013. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Energi Dan Zat Gizi Serta Daya Terima Menu Asrama

(13)

Sekolah Smart Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan 9(3):312-335.

Paramita, Nadya Bellatrix. 2011. Analisis Tingkat Ketersediaan Dan Daya Terima Makanan Di Sekolah Terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pada Siswa-Siswi SD Marsudirini, Parung, Bogor. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta. Kemenkes RI, 2013. Pedoman

Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan RI. Purwita, Sari. 2000. Daya Terima

Makanan Pasien Rawat Inap Terhadap Makanan Biasa Di Rumah Sakit H Thamrin Jakarta. Karya Tulis Ilmiah FKM UI. Jakarta.

Refnita, 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makan Siang Tenaga Kerja Wanita Di PT. Adis Dimention Footwear Serang. Skripsi. FKM UI. Depok. Saepuloh. 2003. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Daya Terima Pasien Dewasa Diit Makanan Biasa (Studi Di Ruang Rawat Inap Kelas II Dan III Rumah Sakit Immanuel Bandung). Tesis Universitas Diponegoro. Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/1081 2/ (diakses pada tanggal 26 November 2015).

Sholehah, Hidayatus et al. 2015. Hubungan Daya Terima Makanan Dengan Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Taruna di Asrama Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang Vol. 4, No. 1. Suhendrawati. 2013. Hubungan Daya

Terima Makanan Biasa, Makanan Lunak Dengan Lama Hari Rawat Pada Pasien Bedah Kelas III Lantai 6 Barat Di Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Skripsi UEU. Jakarta.

Sundari, Siti. 2008. Hubungan Penampilan Makanan, Rasa Makanan Dan Kinerja Pegawai Distribusi Makanan Terhadap Daya Terima Makanan Di Ruang Rawat Inap Kelas VIP Dan Kelas 1 RSUD R. Syamsudin S. H. Kota Sukabumi. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Gizi. Bandung.

Sutyawan dan Setiawan, Budi. 2013. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima Makanan, Dan Tingkat Asupan Siswa Asrama Kelas Unggulan Sma 1 Pemali Bangka Belitung. Jurnal Gizi dan Pangan 8(3): 207- 214. Tresnawati, Murni Mutia. 2009.

Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, Dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Tryascipta, Didik. 2015. Penyelenggaraan Makanan

(14)

Pada SMA Negeri Cahaya Madani Banten Boarding School Dan Penilaian Menu Makanan Pada Siswa. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

(15)

DAYA TERIMA PASIEN TERHADAP MENU TELUR DI RUANG PERAWATAN KEBIDANAN RSUD CENGKARENG

Fatria Triguna Wijaya

Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul fatria.triguna@yahoo.com

.

Abstrak

Penyelenggaraan makanan RS merupakan serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan. Kemudian pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Salah satu cara untuk mengevaluasi makanan yang disajikan adalah dengan menghitung daya terima makanan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang daya terima menu telur yang disajikan dalam bentuk lauk kepada pasien di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif mengunakan desain cross-sectional dengan metode survei dan teknik wawancara. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariate dengan uji korelasi spearman. Hasil uji cita rasa dan daya terima tertinggi di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng yaitu pada menu rendang telur masing-masing sebesar 87,1% dan 90,3% dan ada hubungan signifikan antara cita rasa dengan daya terima menu telur pada pasien di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng.

Kata Kunci : Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima dan Citarasa

Abstract

Organizing food RS is a series of activities ranging from planning the menu planning, grocery needs, budget planning, procurement of foodstuffs, reception and storage. Then cooking foodstuffs, distribution and record-keeping, reporting and evaluation. One way to evaluate the food served is by calculating the power received food consumers. This research aimed to get information about the power received the egg menu is served in the form of a side dish to patients in obstetrics care room Cengkareng Hospitals. This research is descriptive research using cross-sectional design with method survey and interview techniques. Data analysis Univariate and bivariate is done with test correlation of spearman. The taste test results and receive test the highest in midwifery care room Cengkareng Hospitals is menu rendang eggs each of 87.1% and 90.3% and there is a significant relationship between the taste with the egg on the menu the patient received preoperative care obstetrics Cengkareng Hospitals.

(16)

Pendahuluan

Penyelenggaraan makanan RS merupakan serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan. Kemudian pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Almatsier dan kawan-kawan tahun 1992, tentang persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan di 10 Rumah Sakit. Dari penelitian tersebut diperoleh data 92% Rumah Sakit menyajikan makanan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam Penuntun Diet, 31% Rumah Sakit belum melaksanakan penyuluhan atau konsultasi gizi, 75% Rumah Sakit belum melaksanakan secara teratur evaluasi asupan gizi dan status gizi pasien rawat inap, serta 43% pasien yang diteliti menyatakan persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan, dan 75% pasien masih membawa makanan dari luar Rumah Sakit.

Pada penelitian Ama, Al Yasir Nene (2012), tentang analisis persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani menunjukkan terdapat contoh yang menyatakan tidak suka terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dari ayam. Demikian juga pada telur dan ikan, terdapat contoh yang menyatakan tidak suka terhadap aroma telur, tekstur ikan serta rasa dari telur dan ikan. Berbeda dengan lauk hewani lainnya, sebanyak 32.5% dan 7.5% contoh menyatakan sangat suka pada rasa dan tekstur daging. Pada penelitian Irfanny, Anwar dkk tahun 2012 tentang evaluasi penyelenggaraan makanan lunak dan analisis sisa makanan lunak di beberapa RS di Jakarta menunjukkan bahwa responden yang tidak menghabiskan lauk hewani pada setiap waktu makan cukup besar yaitu di atas 35%. Hampir sama dengan penelitian Eliya rata-rata dalam sehari 38,5% responden tidak menghabiskan lauk hewani yang dihidangkan. Penelitian Harvie (2011) menunjukkan bahwa 33% responden tidak menghabiskan hidangan telur yang disajikan dan penelitian Murni (2012) menunjukkan 57,1% 1

(17)

responden tidak menghabiskan hidangan telur yang disajikan.

Ironisnya penggunaan telur pada setiap penyelenggaraan makan sebagai salah satu menu lauk hewani di beberapa RS cukup tinggi. Penggunaan telur di beberapa Rumah Sakit di Jakarta lebih kurang 250-300 butir per hari.

Telur merupakan sumber protein hewani yang mempunyai nilai gizi tinggi. Selain murah, telur juga merupakan sumber protein hewni yang mudah didapatkan dan diolah. Dalam ilmu gizi telur dijadikan patokan untuk membandingkan nilai gizi bahan makanan lainnya. Oleh sebab itu, telur merupakan sumber zat gizi yang sangat penting yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan embrio. Protein telur mempunyai nilai biologis tinggi karena mengandung asam-asam amino yang lengkap dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Telur juga mengandung berbagai zat gizi penting seperti protein, vitamin A, D, E, dan B, Fosfor dan zink. Telur digunakan sebagai standarisasi dari protein yang lain, karena protein berfungsi memperbaiki organ tubuh. Otot, kulit,

dan organ-organ tubuh semua tersusun dari protein (Arief, 2008). Pemkaian telur rata-rata di RSUD Cengkareng sebanyak 300 butir telur untuk satu hari. RSUD Cengkareng menggunakan siklus menu 10 hari, pemakaian telur dalam 1 hari adalah 2 kali penyajian. Menu telur terdiri dari telur rebus, telur ceplok bumbu kecap, omelet isi sayuran, semur telur, telur kalio (bumbu kuning), rendang telur, pindang telur.

Salah satu cara untuk mengevaluasi makanan yang disajikan adalah dengan menghitung daya terima makanan konsumen. Daya terima makanan adalah presentase makanan yang di konsumsi dari total keseluruhan yang disediakan. Daya terima ini banyak dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah penampilan makanan saat disajikan dan rasa makanan (Dewi, 2007 dalam Megawati, 2015 ).

Daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan dapat dilihat dari makanan sisa, bila makanan yang disajikan dengan baik dapat dihabiskan pasien berarti pelayanan gizi dirumah sakit tersebut tercapai (Depkes, 2001). Dengan demikian, melalui indikator tersebut daya terima

(18)

pasien dapat dikatakan baik bila pasien telah mencapai kepuasan. Pelayanan makanan dirumah sakit dapat ditentukan dengan beberapa indikator diantaranya: waktu pelayanan, penampilan makanan (warna dan bentuk), dan rasa makanan (aroma, bumbu masakan, suhu makanan). Pola makan pasien juga mempengaruhi daya terima makanan yang disajikan. Menurut Mukrie (1990), makanan yang disajikan sesuai dengan kebiasaan makan pasien karena akan berpengaruh terhadap selera makan. Pada penelitian Refnita (2001) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan, penampilan makanan dan suhu makanan dengan daya terima makan siang pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar (2003), yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi makan, penampilan makanan, dan flavour (cita rasa) makanan dengan daya terima makan siang pekerja. Pada penelitian Hermawati (2003), diperoleh hasil ada hubungan yang bermakna antara kualitas makanan yang disajikan dengan daya terima (p=0,006). Hal ini juga menunjukan

bahwa daya terima dipengaruhi oleh penampilan dan rasa makanan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siti Sundari (2008) dengan judul hubungan penampilan makanan, rasa makanan dan kinerja pegawai, hasil analisis hubungan penampilan makan dengan daya terima hasilnya bermakna, begitu pula dengan hubungan rasa makanan dengan daya terima makanan. Senada dengan penelitian Juandini pada tahun 2010 dalam penelitiannya di RS Tk. II Dustira Cimahi menyatakan ada hubungan penilaian penampilan dan rasa terhadap daya terima. Begitu juga dengan hasil penelitian Megawati (2015) yang menyatakan bahwa Ada hubungan antara citarasa makanan dengan daya terima makanan lunak pasien rawat inap RSIJ Sukapura.

Selama ini belum pernah ada penelitian yang menyangkut tentang daya terima menu telur pada pasien di RSUD Cengkareng. Atas dasar inilah, penulis berminat mengetahui bagaimana daya terima pasien terhadap menu telur di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng.

(19)

Metode

Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng pada bulan Maret tahun 2016. Penelitian ini merupakan studi analitik yang dilakukan dengan desain penelitian secara Cross Sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang dirawat diruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng selama penelitian berlangsung. Pengambilan sampel menggunakan cara Purposive Sampling.

Variabel terikat pada penelitian ini adalah daya terima menu telur. Variabel bebas pada penelitian ini adalah data karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, diagnose penyakit), citarasa makanan (penampilan makanan (warna dan bentuk), rasa makanan (aroma, bumbu, temperatur). Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari daya terima menu telur dan cita rasa menu telur yang diperoleh dengan cara observasi dan wawancara kepada responden menggunakan kuesioner. Data menggunakan skala ordinal dan menggunakan analisis bivariat uji Korelasi Spearman.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 200 responden paling banyak berusia antara 20-35 tahun yakni sebanyak 139 responden (69.5%).

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Usia Usia N (%)

< 20 10 5.0

20-35 139 69.5

36-45 51 25.5

Total 200 100.0

Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan dari 200 responden yang berada di ruang perawatan kebidanan sebagian besar memiliki diagnose post partum secara Sectio Caesar sebanyak 184 responden (94.0%).

Tabel2.Distribusi Frekuensi Diagnosa Penyakit Responden

Diagnosa Penyakit n (%)

PPN 16 6.0

SC 184 94.0

Total 200 100.0

Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan bahwa dari 200 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 86 responden (43.0%) berpendidikan menengah.

(20)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Pendidikan N (%) Dasar 84 42.0 Menengah 86 43.0 Tinggi 30 15.0 Total 200 100.0

Hasil analisis pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari 47 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 23 responden (48.9%) menilai citarasa tinggi, sebanyak 24 responden (51.1%) menilai citarasa rendah.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Rebus

Kategori N (%)

Tinggi 23 48.9

Rendah 24 51.1

Total 47 100

Berdasarkan tabel 5 analisis data menunjukkan bahwa dari 17 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 3 responden (17.6%) menilai citarasa tinggi dan sebanyak 14 responden (82.4%) menilai citarasa rendah.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Ceplok Bumbu Kecap

Kategori n (%)

Tinggi 3 17.6

Rendah 14 82.4

Total 17 100

Pada tabel 6, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 35 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 22 responden (62.9%) menilai citarasa tinggi dan sebanyak 13 responden (37.1%) menilai citarasa rendah..

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Bumbu Kuning

Kategori N (%)

Tinggi 22 62.9

Rendah 13 37.1

Total 35 100

Pada tabel 7, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 20 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 17 responden (85.0%) menilai citarasa tingggi dan menilai citarasa rendah sebanyak 3 responden (15%).

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Omelet Isi Sayuran

Kategori N (%)

Tinggi 17 85

Rendah 3 15

Total 20 100

Pada tabel 8, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 34 responden di ruang perawatan kebidanan, sebanyak 20 responden (58.8%) menilai citarasa tinggi dan 14 responden (41.2%) yang menilai citarasa rendah.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Semur Telur

Kategori n (%)

Tinggi 20 58.8

(21)

Total 34 100

Pada tabel 9, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 31 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 27 responden (87.1%) menilai citarasa tinggi dan menilai citarasa rendah sebanyak 4 responden (12.9%).

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Rendang Telur

Kategori n (%)

Tinggi 27 87.1

Rendah 4 12.9

Total 31 100

Pada tabel 10, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 16 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 9 responden (56.2%) menilai citarasa tinggi dan menilai citarasa rendah sebanyak 7 responden (43.8%).

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Citarasa Menu Telur Pindang

Kategori n (%)

Tinggi 9 56.2

Rendah 7 43.8

Total 16 100.0

Pada tabel 11, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 47 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 40 responden (85.1%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 7 responden (14.9%).

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Rebus

Kategori n (%)

Baik 40 85.1

Kurang 7 14.9

Total 47 100.0

Pada tabel 12, hasil analisis menunjukkan bahwa dari dari 17 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak 12 responden (70.6%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 5 responden (29.4%).

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Ceplok Bumbu Kecap

Kategori n (%)

Baik 12 70.6

Kurang 5 29.4

Total 17 100.0

Pada tabel 13, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 35 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 32 responden (91.4%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 3 responden (8.6%).

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Bumbu Kuning

Kategori n (%)

Baik 32 91.4

Kurang 3 8.6

Total 35 100.0

Pada tabel 14, hasil analisis menunjukkan bahwa dari dari 20 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 19 responden (95%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 1 responden (5%).

(22)

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Omelet Isi Sayur

Kategori n (%)

Baik 19 95

Kurang 1 5

Total 20 100

Pada tabel 15, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 34 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 28 responden (82.4%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima kurang sebanyak 6 responden (17.6%).

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Semur Telur

Kategori n (%)

Baik 28 82.4

Kurang 6 17.6

Total 34 100.0

Pada tabel 16, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 31 responden sebanyak 29 responden (93.5%) memiliki daya terima baik dan sebanyak 2 responden (6.5%) memiliki daya terima kurang.

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Rendang Telur

Kategori n (%)

Baik 29 93.5

Kurang 2 6.5

Total 31 100.0

Pada tabel 17, hasil analisis menunjukkan bahwa dari 16 responden di ruang perawatan kebidanan sebanyak masing-masing 13 responden (81.2%) memiliki daya terima baik dan memiliki daya terima

kurang sebanyak 3 responden (18.8%).

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Daya Terima Menu Telur Pindang

Kategori n (%)

Baik 13 81.2

Kurang 3 18.8

Total 16 100.0

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur rebus. Korelasi koofesien 0.464.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 18. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Rebus Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 16 1 17 Rendah 24 6 30 Total 40 7 47

Tabel 19. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Ceplok Bumbu Kecap

Kategori Citarasa

Kategori Daya Terima

(23)

Baik Kurang n n n Tinggi 3 0 3 Rendah 9 5 14 Total 12 5 17 .

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur ceplok bumbu kecap. Korelasi koofesien 0.499.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima

Tabel 20. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Bumbu Kuning Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 0 0 0 Rendah 32 3 35 Total 32 3 35

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur bumbu kuning. Korelasi koofesien 0.525.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 21. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Omelet Isi Sayuran Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 17 0 17 Rendah 2 1 3 Total 19 1 20

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur omelet isi sayuran. Korelasi koofesien -0.546.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 22. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Semur Telur Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 15 5 20 Rendah 13 1 14 Total 28 6 34

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu semur telur. Korelasi koofesien 0.231.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 23. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Rendang Telur

(24)

Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 16 0 16 Rendah 13 2 15 Total 29 2 31

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu rendang telur. Korelasi koofesien 0.348.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Tabel 24. Sebaran Responden Berdasarkan Citarasa Dan Daya Terima Menu Telur Pindang Kategori Citarasa Kategori Daya Terima Total Baik Kurang n n n Tinggi 9 0 9 Rendah 4 3 7 Total 13 3 16

Hasil uji korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dan daya terima pada menu telur pindang. Korelasi koofesien -0.545.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi citarasa maka semakin baik daya terima.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Umur responden paling banyak yaitu antara umur 20-35 tahun sebanyak 139 responden (69,5%), jenjang pendidikan terakhir responden paling banyak memiliki jenjang pendidikan menengah sebanyak 86 responden (40,0%),dan hamper semua responden memiliki diagnose post partus Sectio Caesar, yaitu sebanyak 184 responden (94,0%). 2. Mayoritas responden di ruang perawatan kebidanan RSUD Cengkareng menilai citarasa tertinggi pada menu rendang telur sebesar 87,1%.

3. Mayoitas responden di ruang perawatan

kebidanan RSUD

Cengkareng memiliki daya terima paling baik pada menu rendang telur sebesar 90,3%.

4. Ada hubungan yang sangat signifikan antara citarasa dengan daya terima menu telur pada pasien di ruang perawatan

kebidanan RSUD

Cengkareng.

Daftar Pustaka

Almatsier, S., Jus’at,I & Akmal. 1992. Persepsi Pasien

(25)

Terhadap Makanan di Rumah Sakit (Survey Pada 10 Rumah Sakit) Di DKI Jakarta. Dalam Gizi Indonesia 17(1/2): 87-96. Ama, Al Yasir Nene. 2012. Persepsi, Konsumsi dan Kontribusi Lauk Hewani Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Andrini, Yudhit Novi. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima, Dan Konsumsi Pangan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Apriadji, Harry Wied. 1980. Gizi Keluarga. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Jakarta. Arief, Irfan. 2008. Telur Sumber

Protein Hewani. Jakarta. Buckle, K.A. et al. 2013. Ilmu

Pangan.Universitas Indonesia. Jakarta.

Clark Nancy, RD, MS. 1996. Petunjuk Gizi Untuk Setiap Cabang Olahraga. Jakarta. Dewi, Krisma. 2007. Hubungan

Antara Penampilan Makanan Dan Rasa Makanan Dengan Daya Terima Makan Siang Siswa SPK Sungai Liat Bangka Tahun 2007. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bandung.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1996, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Depkes RI, 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Jakarta. Depkes RI

Eliya, Tati. Gambaran Sisa Konsumsi Makanan Lunak Pasien Rawat Inap Ditinjau Dari Pembagian Waktu Makan Dan Jenis Makanan Serta Faktor Penyebabnya Di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Poltekkes Jakarta II, 2003

Hartatik, Tatik. 2005. Gambaran Daya Terima Terhadap Daya Terima Terhadap Cita Rasa Makanan Pada Pasien Dewasa di Perawatan Kelas II Rumah Sakit Haji Jakarta. Karya Tulis Ilmiah FKM UI. Jakarta.

Harvie, Nabilah Khairani. 2011. Sisa Makakan Lunak Ditinjau Dari Citarasa Makanan Rumah Sakit Dan Konsumsi Makanan Dari Luar Pada Pasien Rawat Inap Kelas III Di RSUD Budhi Asih Jakarta Timur, Tahun 2011. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Poltekkes Jakarta II.

Hermawati, Dede. 2003. Hubungan Persepsi Terhadap Kualitas Makanan Yang Disajikan Dengan Daya Terima Mahasiswa Di Kantin Timur ITB. Bandung: Jurusan Gizi 55

(26)

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Humaira. 2014. Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan Dan Sisa Konsumsi Pangan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Pandeglang, Bogor. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Irena, Juandini. 2010. Hubungan Penilaian Penampilan dan Rasa Makanan Terhadap Daya Terima 3 Macam Resep Hidangan Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Tk.II 03.05.01 Dustira Kota Cimahi Tahun 2010. Karya Tulis Ilmiah. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Irfanny, Anwar dkk. 2012. Evaluasi Sistem Penyelenggaraan Makanan Lunak Dan Analisis Sisa Makanan Lunak Di Beberapa Rumah Sakit Di Dki Jakarta, Tahun 2011. Dalam Gizi Indonesia 35(2):97-108. Kurniah, Illiyun. 2010. Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makan Siang Karyawan Di RS Brawijaya Women And Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009. Skripsi FKM UIN. Jakarta.

Lydiawati, Ticha. 2008. Daya Terima Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular Di RSUP Fatmawati Jakarta. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Moehyi, Sjahmien. 1992. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharatara, Jakarta.

Muchtadi, Deddy. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Megawati, Yeni. 2015. Hubungan Antara Citarasa Makanan Dan Pola Makan Dengan Daya Terima Makanan Lunak Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura Jakarta Utara

.

Skripsi

Fikes UEU.

Murni, Dewi. 2012. Hubungan Karakteristik Sampel Dan Citarasa Makanan Terhadap Daya Terima Telur Dalam Menu Makanan Lunak Pada Pasien Di RS Sukmul Medika Jakarta, Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Poltekkes Jakarta II.

Mutmainnah. 2008. Daya Terima Makanan Dan Tingkat Energi- Protein Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam Di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Nurdiani, Reisi. 2011. Analisis Penyelenggaraan Makan Di Sekolah Dan Kualitas Menu Bagi Siswa Sekolah Dasar Di Bogor. Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Nursafitri, Rinjani. 2013. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Energi Dan Zat Gizi Serta Daya Terima Menu Asrama Sekolah Smart Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor.

(27)

Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Paramita, Nadya Bellatrix. 2011. Analisis Tingkat Ketersediaan Dan Daya Terima Makanan Di Sekolah Terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pada Siswa-Siswi SD Marsudirini, Parung, Bogor. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB.

Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta. Kemenkes RI, 2013. Pedoman

Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan RI. Purwita, Sari. 2000. Daya Terima

Makanan Pasien Rawat Inap Terhadap Makanan Biasa Di Rumah Sakit H Thamrin Jakarta. Karya Tulis Ilmiah FKM UI. Jakarta.

Refnita, 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makan Siang Tenaga Kerja Wanita Di PT. Adis Dimention Footwear Serang. Skripsi. FKM UI. Depok. Saepuloh. 2003. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Daya Terima Pasien Dewasa Diit Makanan Biasa (Studi Di Ruang Rawat Inap Kelas II Dan III Rumah Sakit Immanuel Bandung). Tesis Universitas Diponegoro. Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/1081 2/ (diakses pada tanggal 26 November 2015).

Sholehah, Hidayatus et al. 2015. Hubungan Daya Terima Makanan Dengan Tingkat

Kecukupan Energi Dan Protein Taruna di Asrama Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang Vol. 4, No. 1. Suhendrawati. 2013. Hubungan Daya

Terima Makanan Biasa, Makanan Lunak Dengan Lama Hari Rawat Pada Pasien Bedah Kelas III Lantai 6 Barat Di Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Skripsi UEU. Jakarta.

Sundari, Siti. 2008. Hubungan Penampilan Makanan, Rasa Makanan Dan Kinerja Pegawai Distribusi Makanan Terhadap Daya Terima Makanan Di Ruang Rawat Inap Kelas VIP Dan Kelas 1 RSUD R. Syamsudin S. H. Kota Sukabumi. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Gizi. Bandung.

Sutyawan dan Setiawan, Budi. 2013. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima Makanan, Dan Tingkat Asupan Siswa Asrama Kelas Unggulan Sma 1 Pemali Bangka Belitung. Jurnal Gizi dan Pangan 8(3): 207- 214. Tresnawati, Murni Mutia. 2009.

Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, Dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Tryascipta, Didik. 2015. Penyelenggaraan Makanan Pada SMA Negeri Cahaya Madani Banten Boarding School Dan Penilaian Menu

(28)

Makanan Pada Siswa. Skripsi Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB. Bogor.

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penyusunan Reviu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bandung Tahun 2005- 2025 adalah menyelaraskan pembangunan

Judul : Pelatihan Keterampilan Reparasi Sepeda Motor Bagi Para Tukang Tambal Ban Dan Tukang Bengkel Sepeda Motor Se Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 600.000,- Dana Rutin

Revitalisasi dan Fasilitasi Agroindustri Peternakan (susu dan daging) di Jawa Barat. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan mutu dan produk yang dihasilkan oleh

Bagi dosen telah diberi kesempatan untuk memenuhinya, dikenai sanksi oleh Pemerintah (dosen PTN), penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan

Uji Barlett adalah salah satu cara untuk menguji homogen atau tidaknya suatu data maka dapat membuat tabel penolong untuk mempermudah langkah pengujian kemudian

Gambar 10 Bagian algoritme Hilangkan_Sisipan() untuk aturan kata yang diawali dengan huruf “r”. Pada modul ini terdapat sebuah variabel yang disebut dummy, yang fungsinya untuk

Bila penyebabnya faktor sistemik maka baik lesi yang ringan maupun yang berat dapat timbul secara simetris (bilateral) pada rahang, sedangkan bila penyebabnya faktor lokal,

akan tetapi jika yang digadaikan surat-surat berharga barang yang disandarkan kepada surat tersebut masih bisa dimanfaatkan, seperti seseorang menggadaikan sertifikat rumah, maka