• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iklim dan Cuaca Mempengaruhi Penularan Virus Dengue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Iklim dan Cuaca Mempengaruhi Penularan Virus Dengue"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Iklim dan Cuaca Mempengaruhi

Penularan Virus Dengue

UNAIR NEWS – Berada di lintasan garis khatulistiwa, Indonesia tak lepas dari dampak penyakit tropis. Sejumlah penyakit tropis yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) terus menjadi momok di Nusantara, khususnya wilayah perkotaan.

Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, drh., M.Sc, mengatakan penduduk perkotaan lebih rentan terkena virus dengue yang ditularkan oleh vektor berupa nyamuk Aedes aegypti. Sebab, penduduk urban tinggal di lingkungan pemukiman yang memiliki tingkat densitas tinggi. Di Surabaya, setiap tahunnya kasus DBD selalu terjadi di sejumlah kawasan di Surabaya seperti Sawahan dan Tambaksari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat, virus dengue juga sudah menjangkiti kawasan-kawasan di Makassar seperti Toraja.

“Bahkan, di tempat penampungan air, telur nyamuk itu sudah mengandung virus dengue,” tutur Ririh.

Mengapa virus dengue lebih mudah ditularkan di kawasan perkotaan? Ririh menjelaskan, vektor Aedes aegypti memiliki jarak terbang yang rendah. Hanya seratus meter.

Namun, Ririh menambahkan dataran tinggi juga perlu waspada dengan penyakit DBD karena virus ini juga sudah menjangkiti daerah-daerah sekitar pegunungan.

Sebab pada dasarnya, nyamuk Aedes aegypti bersifat

anthropophilic yakni lebih menyukai darah manusia.

“Manusia memiliki tiga tipe kelenjar kulit salah satunya kelenjar eccrine. Kelenjar ini mengandung molekul carboxylic

(2)

yang membedakan antara bau manusia dan mamalia lainnya. Kelenjar inilah yang dalam penciuman nyamuk Aedes aegypti sangat membangkitkan selera untuk menggigit maupun menghisap darah,” tutur Ririh yang baru saja dikukuhkan sebagai profesor, Sabtu (8/7).

Peran ramalan cuaca

Peningkatan curah hujan akan meningkatkan kelembaban dan temperatur. Hal ini akan mendukung seluruh aktivitas nyamuk termasuk memperpanjang umur dan bereproduksi. Vektor Aedes

aegypti akan berkembang secara optimum pada temperatur 20–28

derajat Celcius.

Umur nyamuk yang lebih panjang akan meningkatkan peluang bagi virus dengue untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsiknya. Indonesia, sebagai negara tropis dengan suhu udara 16–32 derajat Celcius dan kelembaban relatif 60–80 persen merupakan ruang yang ideal untuk mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti.

Apalagi belakangan cuaca di Indonesia, termasuk Surabaya dan sekitarnya sering tak menentu. Keadaan cuaca kerap kali terjadi hujan lebat disertai angin kencang pada malam hari dan terik pada siang hari.

“Secara biologis diperkirakan cuaca yang tidak menentu ini memainkan peran penting terjadinya penularan penyakit yang ditularkan vektor nyamuk Aedes aegypti,” tegas ahli nyamuk. Sebelum memasuki musim penghujan, masyarakat bisa memanfaatkan waktu untuk menerapkan program 3M plus yaitu menguras, menutup, mengubur atau menimbun barang-barang bekas, dan menyikat bersih dinding tempat penyimpanan air.

“Beberapa tahun belakangan ini telah terjadi penularan DBD secara transovarial di daerah endemis DBD termasuk di Surabaya. Adanya kasus DBD setiap tahun di Surabaya menunjukkan adanya tendensi transovarial,” terang perempuan

(3)

kelahiran Surakarta.

Ririh berpesan agar masyarakat juga senantiasa berperilaku hidup bersih dan sehat untuk meminimalisir angka kejadian DBD. Penulis: Defrina Sukma S

Pakar DBD dan Tifus FK UNAIR

Berpulang

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga kembali kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Dalam sub Tropik dan Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Eddy Soewandojo, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM meninggal dunia pada Kamis (2/6). Almarhum kelahiran Jakarta, 25 November 1940 itu tutup usia pada 76 tahun.

Sebelum dikebumikan di TPU Keputih Surabaya, jenazah disemayamkan terlebih dulu di Aula FK UNAIR. Sanak keluarga, kerabat, teman sejawat dan para guru besar berkumpul di Aula memberikan penghormatan terakhir, Jumat pagi (3/6).

Direktur RS UNAIR, Prof. Dr. Nasronuddin, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM turut berbagi pengalaman mengenai sosok almarhum Prof. Eddy semasa hidup. Menurut Prof. Nasron, almarhum dikenal sebagai seorang guru yang baik dan jujur. Dalam bidang penyakit tropik dan infeksi, almarhum menjadi panutan karena dikenal ulet dan amat memiliki perhatian khusus terhadap permasalahan penyakit demam berdarah dengue maupun demam typoid.

Beliau juga banyak menghasilkan karya penelitian sebagai salah satu upaya menanggulangi permasalahan DBD di Indonesia. Bahkan

(4)

sang profesor juga dikenal banyak berkontribusi dalam inovasi melalui uji klinis obat-obatan penyakit demam berdarah. “Yang selalu beliau tekankan adalah pentingnya upaya pencegahan DBD ketimbang mengobatinya,” ungkap Prof. Nasron.

Selain menaruh perhatian besar pada permasalahan penyakit DBD, Prof. Eddy juga dikenal menonjol dalam penanggulangan demam tifoid atau penyakit tifus. Kala itu, Prof. Eddy menjadi salah satu tokoh kunci dalam pengembangan riset pengobatan tifus pada tahun 2002 bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga kesehatan dari Hongkong, dan tujuh perguruan tinggi lainnya di Indonesia.

Alhasil, dengan perjuangan bersama dihasilkan sebuah terobosan obat anti-demam tifus bernama Levofloxacin. Antibiotik ini dinilai lebih unggul dibandingkan jenis antibiotik lainnya seperti kelompok Fluoroquinolone, yakni Ciprofloxacin.

Levofloxacin mampu menurunkan panas lebih awal daripada Ciprofloxacin. Selain itu, efek samping seperti mual, muntah,

dan gangguang fungsi hati lebih ringan daripada Ciprofloxacin. Antibiotik ini cukup diberikan selama tujuh hari namun dengan dosis cukup sekali sehari. Sehingga, lebih efektif dalam mencegah komplikasi dan memperpendek pengobatan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor III UNAIR periode 2009 – 2014 Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D, pun punya pengalaman istimewa tersendiri bersama Prof. Eddy. Selain dikenal sebagai salah satu pakar penyakit tropik dan infeksi, Prof. Tjip juga mengenal Prof. Eddy sebagai guru yang menaruh perhatian cukup besar pada perkembangan kurikulum pendidikan kedokteran.

Karena sama-sama menekuni pendidikan kedokteran, salah satu yang paling dikenang dari sosok Prof. Eddy, adalah kegemaran almarhum untuk selalu berdiskusi mengutarakan berbagai pemikiran kolektif, dan berbagai inovasi perkembangan modul demi meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran ke depan.

(5)

Pribadi yang ‘lurus’

Prof. Troeboes Poerwadi, dr., Sp.S, adalah salah seorang yang turut menghadiri prosesi persemayaman jenazah Prof. Eddy. Kedatangannya tidak hanya sebagai teman seangkatan di FK UNAIR, tapi juga sekaligus sebagai kawan sepermainan sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.

“Prof. Eddy adalah teman dekat saya sejak sama-sama sekolah di SMA 2 Surabaya. Dulu dia ketua kelas. Terkenal pendiam, tekun tapi gampang diakali. Karena saya dengan teman lainnya yang nakal, dia tidak. Kalau saya bolos sekolah, dia yang saya suruh jaga kelas bersama murid perempuan lainnya,” kenang Prof. Troboes.

Pertemanan keduanya pun berlanjut hingga masuk perguruan tinggi FK UNAIR. Selama menempuh pendidikan, Prof. Troeboes dan Prof. Eddy telah melalui banyak suka duka.

“Salah satu yang berkesan adalah kami dulu punya grup namanya ‘Kaipang’. Ini kumpulan mahasiswa konyol dan ndak berduit. Jadinya, kami kalau belajar di selasar kampus. Setiap ada perayaan Dies Natalis UNAIR, kami selalu sibuk jadi tukang. Tukang menata meja kursi untuk acara. Seru pokoknya,” kenangnya.

Di mata Prof. Troeboes, Prof. Eddy adalah sosok teman belajar dan teman main yang baik. Prof. Eddy termasuk pribadi yang ‘lurus’ dan tidak suka neko-neko. “Prof. Eddy kala itu anak seorang pejabat gubernur. Setiap kali habis ada acara kunjungan tamu dari luar negeri yang disambut di rumah dinas, beliau selalu telepon saya dan kawan lainnya. Dia meminta kami untuk ke rumahnya. Mreneo, ana panganan neng kene. Tamune wis mulih (Kesinilah, ada banyak makanan disini, karena tamu sudah ndak ada),” kenangnya menirukan ucapan Prof. Eddy kala muda. Kepergian Prof. Eddy tentu menyisakan kesedihan mendalam bagi

(6)

Prof. Troeboes. Yang lebih menyedihkan lagi, beberapa teman seangkatan tahun 1960an sedikit demi sedikit mendahului dirinya untuk menghadap Sang Khalik.

Belakangan, kondisi kesehatan Prof. Eddy memang menurun. Prof. Troeboes terakhir bertemu dengan Prof. Eddy beberapa bulan lalu di sebuah acara pesta pernikahan.

“Semenjak sakit, Prof Eddy menjadi pelupa. Tapi dia paling ingat dengan saya,dengan istri saya yang juga temannya sejak kecil saja dia malah lupa,” ungkapnya. (*)

Penulis: Sefya Hayu I. Editor: Defrina Sukma S.

Cegah DBD, Sivitas FKM

Banyuwangi Edukasi Masyarakat

UNAIR NEWS – Dimotori oleh salah seorang dosennya, sivitas program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) PDD UNAIR Banyuwangi memberikan edukasi tentang pencegahan dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) kepada masyarakat di Kelurahan Boyolangu, Kab. Banyuwangi, Rabu (2/3) lalu. Acara ini disambut antusias oleh ibu-ibu anggota masyarakat setempat.

Seperti diketahui, demam berdarah adalah suatu momok kesehatan yang akhir-akhir ini kembali marak. Dalam semester awal 2016 ini saja telah terjadi beberapa kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) di beberapa daerah. Karena itu Pemkab Banyuwangi pun mengantisipasi pencegahannya.

(7)

prodi Kesehatan Masyarakat PDD UNAIR Banyuwangi pengajuan proposal program PSN ke Dinas Kesehatan Kab. Banyuwangi, yakni ikut berupaya menginisiasi masyarakat guna memutus mata rantai penularan penyakit yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti ini. Kemudian mendapat rekomendasi dari Dinkes setempat bahwa untuk melaksanakan kegiatan ini agar bekerjasama dengan Puskesmas Mojopanggung, sehingga dilaksanakanlah edukasi di Kelurahan Boyolangu tadi. Sebelum terjun di Kel. Boyolangu semua peserta mahasiswa dilakukan pelatihan dan pembekalan terlebih dahulu pada 6 Februari lalu.

”Rencananya edukasi ini akan kami lanjutkan pada Minggu 6 Maret besok di beberapa titik yang tersebar tersebar di Kelurahan Boyolangu. Materinya selain PSN untuk memutus daur hidup dari nyamuk. Kegiatan nanti akan dilaksanakan oleh mahasiwa dengan didampingi petugas dari Puskesmas,” ujar Aziz, koordinator program ini.

“Kalau hanya fogging itu hanya akan mengurangi nyamuk dewasa saja. Maka dari itu kegiatan PSN ini harus dilakukan menyeluruh pada kontainer-kontainer yang berpotensi tempat berkembang biaknya jentik,” kata Dian Santo Prayogo, SKM., M.Kes., dosen pembimbing itu.

Dijelaskan, tren DBD itu terjadi pada awal dan akhir musim penghujan, sehingga sangat tepat bila kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret, sehingga masyarakat bisa mempersiapkan diri untuk mencegah timbulnya penyakit ini yang diprediksi bisa menjadi KLB pada April mendatang.

“Mudah-mudahan tidak sampai terjadi, dan ingat mencegah itu lebih baik dari pada mengobati,” tambahnya. (*)

Penulis: Ahmad Zakky Multazam Editor: Bambang Bes

(8)

Penanganan Demam Berdarah

Butuh Peran Lintas Sektoral

UNAIR NEWS – Jumlah kasus demam berdarah di Indonesia memang selalu tinggi. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melansir jumlah penderita DBD pada tahun 2014 mencapai 71.668 orang di 34 provinsi. Jumlah itu memang menurun jika dibandingkan pada tahun 2013 yang berada pada angka 112.511 orang di 34 provinsi.

Menurut M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes, pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Indonesia sebagai negara tropis secara otomatis merupakan tempat ideal untuk perkembangbiakan vektor DBD yakni Aedes

aegypti. Jika jumlah vektor virus semakin banyak, maka

persebaran virus akan semakin mudah.

Faktor kedua yang mempengaruhi terjadinya kasus DBD adalah

global warming (pemanasan global). Sebelum fenomena perubahan

iklim terjadi, kasus DBD akan meningkat pada musim pancaroba. Pada musim pancaroba, hujan jarang terjadi namun ada genangan-g e n a n genangan-g a n a i r y a n genangan-g a k a n d i j a d i k a n s e b a genangan-g a i t e m p a t perkembangbiakan vektor.

“Dengan adanya global warming atau perubahan iklim, maka kasus DBD tidak lagi memuncak pada bulan-bulan tertentu. Bisa terjadi sepanjang tahun walaupun ada variasi kasus, tapi hampir sepanjang tahun bisa terjadi kasus DBD,” tutur Atoillah.

Faktor ketiga adalah kesadaran masyarakat untuk membersihkan tempat-tempat perkembangbiakan Aedes aegypti seperti bak air. Pencegahan berkembangbiaknya nyamuk DBD, menurut Atoillah, kurang efektif apabila dengan pengasapan (fogging). Sebab,

(9)

larvasida tidak bisa mati hanya dengan pengasapan.

Selain itu, Atoillah juga menyampaikan bahwa kelompok yang rentan terkena penyakit DBD juga bergeser dari anak-anak ke kelompok dewasa. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh tim obat anti-dengue Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR pada tahun 2011-2013. Pada penelitian ITD UNAIR tahun 2013, presentase penderita DBD dari kalangan dewasa sekitar 30%.

Dampak pemanasan global juga membuat daerah-daerah rawan DBD bergeser. Bila sebelumnya daerah rawan DBD adalah daerah pesisir karena suhunya yang tinggi, sekarang DBD juga bergeser ke dataran tinggi. Di Jawa Timur, juga tak ada daerah yang bebas dari DBD, termasuk daerah dataran tinggi seperti Malang. Sekretaris Pusat Layanan Kesehatan (PLK) UNAIR itu juga menyampaikan apresiasinya kepada salah satu peserta pemilukada serentak Surabaya yang membentuk gerakan pemberantasan sarang nyamuk. Bagi Atoillah, gerakan itu cukup berkontribusi terhadap penurunan kasus DBD di Surabaya pada awal tahun 2016 ini.

“Itu seharusnya menjadi program rutin. Faktanya, pada awal tahun ini Surabaya relatif aman kasus DBD dibandingkan daerah lain,” tuturnya.

Pemberantasan vektor DBD membutuhkan peran lintas sektoral. Pemerintah, swasta, dan masyarakat perlu bersinergi untuk memberantas vektor DBD.

“Seandainya air itu bisa diperoleh dengan mudah dan jaminan terus mengalir, seperti shower di luar negeri, saya kira akan dapat membantu perilaku masyarakat terkait penyimpanan air. Kita juga tidak henti-hentinya mengedukasi masyarakat dengan program 3M. Dan yang paling penting adalah kebersihan masyarakat karena itu adalah salah satu faktor mengapa 3M tidak berjalan optimal. Selain itu, saya kira perlu adanya regulasi tentang sampah rumah tangga,” tutur Atoillah.(*)

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum 2013 Program Studi Magister Pengajaran Matematika ITB disusun untuk mew ujudkan terbangunnya kompetensi akademik yang ti nggi, khususnya dalam pengajaran

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas akhir karya tulis ilmiyah dengan judul “Analisis intervensi

Berdasarkan pada latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan

Mahasiswa sudah dapat belajar mandiri melalui media cetak dan non cetak yaitu media yang sudah dirancang khusus untuk dapat dipelajari sendiri sebagai media utama

Metode dokumentasi dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, mencatat dan menghitung dokumen-dokumen atau data yang berasal dari perusahaan- perusahaan yang terdaftar

Tujuan penelitian adalah menghitung dan menilai kapasitas adaptif ekosistem padang lamun yang ditemukan tumbuh pada perairan sekitar pulau-pulau kecil dalam gugus

Perkuliahan Studio Utama 3 dalam Universitas Pelita Harapan sendiri juga menghadirkan pengajaran tersebut melalui proses desain yang berjalan selama satu semester, dimana

In the aspect of community engagement in the design of participation programs, there are several keypoints to ensure successful application of the model,