• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Zr-MOFs sebagai Katalis Reaksi Asetalisasi Benzaldehid dengan Metanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sintesis Zr-MOFs sebagai Katalis Reaksi Asetalisasi Benzaldehid dengan Metanol"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Sintesis Zr-MOFs sebagai Katalis Reaksi Asetalisasi Benzaldehid

dengan Metanol

M Hidayaturrahman, Aep Patah*

Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung (email : aep@chem.itb.ac.id)

ABSTRAK

MOFs (Metal Organic Frameworks) merupakan material yang terdiri dari ion logam dan penghubung organik yang terbentuk melalui ikatan yang kuat untuk membentuk pori dan kerangka. Zirkonium MOFs merupakan generasi MOFs baru yang dikenal dengan seri UiO. UiO-66 merupakan MOFs yang disusun oleh logam zirkonium dengan penghubung organik H2BDC. Stabilitas termal yang tinggi membuat

UiO-66 menjadi topik yang menarik untuk dieksplorasi lebih jauh karakteristik fisik dan aplikasinya. Pada penelitian ini akan disintesis UiO-66 untuk mengetahui sifat fisik dan aktivitas katalis zirkonium MOFs. Sintesis MOFs dilakukan dengan menggunakan metode solvotermal dengan pelarut DMF dengan temperatur 120 0C selama 24 jam. Untuk mengetahui sifat fisik yang terbentuk dilakukan karakterisasi menggunakan instrumen XRD, IR dan fisiosorpsi nitrogen. Aktivitas katalis diamati dengan menggunakan kromatografi Gas. Stabilitas termal diukur dengan menggunakan TGA. Dari data XRD dapat dikonfirmasi MOFs berhasil disintesis. Puncak khas kluster zirkonium pada UiO-66 muncul pada 2θ dengan nilai 7,6 dan 8,4. Melalui fisiosorpsi nitrogen diketahui ukuran pori untuk UiO-66 sebesar 1,193 nm sedangkan permukaan yang dihasilkan sebesar 791 m2g-1. Melalui TGA diketahui stabilitas termal zirkonium MOFs berada pada daerah 500-550 0C. Selanjutnya untuk uji aktivitas katalis diperoleh nilai konversi sebesar 91 %.

(2)

1. Pendahuluan

Asetalisasi merupakan reaksi antara senyawa aldehid atau keton dengan senyawa alkohol yang dikatalisis oleh katalis asam untuk membentuk suatu senyawa asetal R2C(OR’)2.

Reaksi asetalisasi berfungsi sebagai protektor senyawa yang memiliki gugus karbonil dari proses reduksi. Selain itu senyawa dengan gugus asetal diketahui memiliki fungsi sebagai suatu zat aditif dalam industri parfum, detergen dan kosmetik. Pada awalnya reaksi asetalisasi dikatalisis dengan menggunakan katalis asam dengan sistem homogen. Katalis yang biasanya digunakan ialah H2SO4, HCl dan

asam p-toluen sulfonat[1]. Namun, dalam keberjalanannya katalis homogen tidak digunakan lebih lanjut karena bersifat toksik dan korosif yang dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu dikembangkan penelitian untuk menggunakan katalis heterogen sebagai katalis asam pada reaksi asetalisasi. Beberapa contoh katalis heterogen yang digunakan ialah zeolit, material mesopori dan MOFs.

MOFs (Metal Organic Frameworks) adalah suatu material yang terdiri atas logam dan penghubung organik (organic linkers) yang terbentuk melalui ikatan yang kuat untuk

membentuk kerangka (frameworks) dan pori yang bersifat permanen[2]. Karakteristik ini membentuk MOFs sebagai suatu material bepori dan memiliki struktur kristalin. Keanekaragaman kombinasi logam dan penghubung organik penyusun MOFs, akan menghasilkan MOFs dengan sifat fisik tersendiri. Sifat fisik itu di antaranya, luas permukaan dan ukuran pori. Dari penelitian – penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa MOFs merupakan material yang memiliki luas permukaan yang besar.Sifat fisik yang dimiliki oleh MOFs membuatnya menjadi material yang terus dikembangkan untuk mengetahui lebih lanjut sifat fisik dan aplikasinya.Aplikasi yang telah ada hingga saat ini di antaranya, sensor, media penyimpanan gas, pemisahan, pemurnian dan katalis[3]. Aplikasi MOFs pada bidang katalis menjadi salah satu topik yang mendapat perhatian lebih.

Salah satu jenis MOFs yang ingin dikembangkan untuk dapat diaplikasikan sebagai katalis ialah MOFs dengan sumber logam zirkonium. MOFs ini ditemukan oleh Chavska dan Lillerud di University of Oslo sehingga dikenal dengan seri UiO. Salah satu seri UiO ialah UiO-66. UiO-66 merupakan jenis zirkonium MOFs yang menggunakan H2BDC (1,4 – Benzene

(3)

Dicarboxylic Acid) sebagai penghubung organik. MOFs UiO-66 diketahui memiliki kestabilan terhadap air dan pelarut organik. Selain itu MOFs UiO-66 memiliki stabilitas termal yang tinggi pada rentang temperatur 400 – 500 0C bahkan di beberapa laporan MOFs ini bisa mencapai luas permukaan 1100 – 1400 m2 g-1. Sifat fisik inilah yang kemudian mendorong berkembangnya penelitian lebih lanjut mengenai zirkonium MOFs.

2. Eksperimen

2.1 Bahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini antara lain ZrCl4, H2BDCDMF,

kloroform, aqua dm, benzaldehid, naftalen, methanol dan nitrogen cair.

2.2 Metodologi

Sintesis MOFs UiO-66 dimulai dengan mereaksikan prekursor ZrCl4 sebanyak 3.24

mmol dan H2BDC sebanyak 24 mmol

dengan menggunakan pelarut DMF sebanyak 35 mL di dalam tabung Schlenk. Kemudian larutan disonikasi sampai terbentuk larutan yang homogen.

Selanjutnya larutan dimasukan ke dalam autoclave untuk dipanaskan pada suhu 120

0

C selama kurang lebih 24 jam. Larutan kemudian direndam dalam kloroform selama kurang lebih 3 hari. Selanjutnya larutan dipisahkan untuk mendapatkan padatan yang kemudian di vakum.

2.3 Karakterisasi

Untuk mengkonfirmasi keberhasilan sintesis UiO-66 dilakukan karakterisasi FTIR dan XRD. Karakterisasi FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada pada UiO-66. Spektrum IR UiO-66 yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 2.1.

(4)

Untuk lebih memperkuat dan mengkonfirmasi keberhasilan sintesis UiO-66, dilakukan karakterisasi XRD. Melalui XRD dapat diidentifikasi keberadaan puncak kluster zirkonium dari MOFs UiO-66. Difraktogram MOFs UiO-66 dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2

Untuk mengetahui stabilitas termal dari MOFs UiO-66 dilakukan karakterisasi TGA. Melalui TGA dapat diketahui temperatur dekomposisi dari MOFs UiO-66. Selain itu dapat diketahui juga temperatur dari dekomposisi pelarut dan penghubung organik. Termogram UiO-66 dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3

Untuk mengetahui luas permukaan UiO-66 yang terbentuk dilakukan karakterisasi isoterm adsorpsi N2 model BET. Selain itu

melalui karakterisasi isoterm adsorpsi N2

model BET dapat diketahui ukuran pori dan volume pori UiO-66. Untuk mengetahui aktivitas katalis UiO-66 dilakukan karakterisasi kromatografi gas. Karakterisasi kromatografi gas dilakukan dengan mencampurkan MOFs UiO-66 dengan reaktan metanol dan benzaldehid serta standar naftalen. Karakterisasi ini dilakukan dengan variabel waktu, untuk mengetahui aktivitas katalis MOFs UiO-66 pada waktu 1 jam dan pada waktu 24 jam.

3. Hasil dan Pembahasan

Pada spektrum IR UiO-66 yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1 didapatkan puncak pada

(5)

bilangan gelombang dengan nilai 1660 cm-1, 1582 cm-1 dan 3359 cm-1. Puncak tersebut diidentifikasi sebagai puncak dari masing-masing gugus fungsi secara berturut-turut yaitu gugus fungsi karbonil dari asam karboksilat, gugus fungsi karbonil dari amida dan gugus fungsi hidroksida dari molekul air. Dari data yang didapat, terjadi geseran ke arah nilai bilangan gelombang yang lebih kecil untuk gugus fungsi karbonil baik yang berasal dari asam karboksilat maupun yang berasal dari amida. Pada gugus fungsi karbonil yang berasal dari asam karboksilat bilangan gelombang bergeser dari nilai 1725 – 1700 cm-1 menjadi 1660 cm-1. Pada gugus fungsi karbonil dari amida bilangan gelombang bergeser dari nilai 1680-1630 cm-1 menjadi 1580 cm-1. Adanya pergeseran bilangan gelombang menuju nilai yang lebih rendah diakibatkan oleh hilangnya karakter ikatan rangkap dari gugus karbonil. Hilangnya karakter ikatan rangkap pada gugus karbonil mengindikasikan adanya interaksi antara ZrCl4 dengan H2BDC. Pergeseran yang

cukup signifikan terjadi pada gugus karbonil dari asam karboksilat. Pergeseran ini diasumsikan akibat karakteristik ikatan rangakap pada C dengan O benar-benar hilang dan lebih cenderung berkarateristik

mirip ikatan tunggal. Berbeda halnya dengan gugus karbonil yang berasal dari amida yang memiliki nilai bilangan gelombang cenderung konstan. Hal ini diakibatkan karakteristik ikatan rangkap pada gugus karbonil dari amida masih bisa sedikit dipertahankan karena, adanya pengaruh dari atom nitrogen pada gugus amida. Posisi nitrogen dan oksigen pada gugus karbonil yang berasal dari amida memungkinkan untuk terjadinya resonansi sehingga karakteristik ikatan rangkap cenderung masih bisa dipertahankan. Puncak pada bilangan gelombang dengan nilai 3359 cm-1 mengindikasikan material MOFs menyerap uap air dalam jumlah yang banyak sehingga didapati puncak yang melebar. Selain ketiga puncak tersebut, terdapat juga puncak dengan nilai bilangan gelombang 1396 cm-1. Puncak ini mengindikasikan ikatan antara C=C (aromatik) pada internal penghubung organik. Daerah sidik jadi pada MOFs UiO-66 berada dalam kisaran 600-800 cm-1 yang menggambarkan ZrO2. Berdasarkan gambar

2.1 ZrO2 muncul di daerah sidik jari berada

pada nilai 762 cm-1.

Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas serta mengidentifikasi puncak-puncak khas pada

(6)

MOFs. Pada Gambar 2.2 didapatkan pola kristalinitas yang cukup baik. Hal ini ditunjukan melalui intensitas yang tinggi, jelasnya puncak, tidak ada gangguan, tidak ada puncak yang berhimpit dan tidak ada puncak yang melebar. Intensitas yang tinggi mengindikasikan bidang kristal pada material MOFs UiO-66 telah banyak terbentuk. Pola difraksi pada Gambar 2.2 memberikan tiga puncak utama untuk MOFs UiO-66. Puncak untuk MOFs UiO-66 berturut-turut muncul pada nilai ialah 7,3 ;8,21 ;11.53. Nilai 7,3 dan 8,21 untuk MOFs UiO-66 merupakan daerah khas untuk kluster zirkonium MOFs (UiO-66).. Puncak dengan nilai 11, 53 pada MOFs UiO-66 merupakan puncak yang mengindikasikan keberadaan DMF. Hal ini menunjukan pelarut (DMF) masih terkoordinasi cukup dengan kuat terhadap material MOFs. Hal ini bisa disebabkan oleh masih belum optimalnya proses perendaman dan vakum sehingga puncak yang mewakili keberadaan pelarut (DMF) muncul.

Secara umum termogram MOFs memiliki tiga daerah. Hal yang sama dapat dilihat pada Gambar 2.3 Daerah pada termogram yaitu daerah dekomposisi pelarut, dekomposisi penghubung organik dan dekomposisi struktur keseluruhan. Pada

UiO-66 daerah pertama berada pada rentang nilai temperatur 150 - 200 0C. . Daerah ini merupakan indikasi pelarut DMF telah menguap. Hal ini menunjukan kesesuaian apabila merujuk pada MSDS mengenai data titik didih DMF yang memiliki nilai 140 0C. Selain itu pada titik ini juga terjadi proses pelepasan molekul air. Molekul air ini berasal dari hidrat DMF dan lingkungan sekitar. Daerah kedua pada umumnya berada pada rentang nilai 260 – 550 0C. Daerah ini merupakan daerah yang mengindikasikan mulai terdekomposisinya penghubung organik. Daerah ketiga umumnya berada pada nilai > 500 0C. Pada daerah ini menunjukan struktur MOFs UiO-66 runtuh dan terdekomposisi menjadi zirkonium. Melalui tabel 3.1 dapat dilihat struktur pori yang dimiliki oleh UiO-66

Struktur Pori

Nilai Luas Permukaan 791 m2 g-1

Ukuran Pori 1.193 nm Volume Pori 0, 4838 cc g1 Berdasarkan tabel 3.1 dapat dilihat bahwa MOFs UiO-66 memiliki luas permukaan yang belum mencapai luas permukaan yang besar. hal ini bisa disebabkan oleh pengaruh

(7)

pelarut dan senyawa pengganggu lainnya yang terkoordinasi pada struktur MOFs UiO-66. Selain itu melalui Tabel 3.1 dapat dikonfirmasi kesesuaian UiO-66 sebagai material mikropori yang ditunjukkan dengan ukuran pori yang terbentuk dengan nilai 1.193 nm. Melalui karakterisasi kromatografi gas didapatkan nilai konversi produk sebesar 91 % untuk reaksi selama 1 jam dan 83 % untuk reaksi selama 24 jam. Adanya penurunan nilai konversi seiirng waktu yang lebih lama disebabkan akibat reaksi asetalisasi yang bersifat bolak balik. Akibatnya pada saat molekul air yang terbentuk memiliki jumlah berlebih reaksi akan berlangsung ke kiri sehingga reaktan terbentuk kembali. Oleh karena itu diperlukan variasi waktu yang lebih untuk mencapai nilai konversi yang optimum.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan karakterisasi yang telah dilakukan UiO-66 berhasil disintesis yang dapat dikonfirmasi melalui difraktogram XRD. Melalui difraktogram XRD kluster zirkonium muncul pada puncak 7,6 dan 8,4 derajat 2θ. Untuk aktivitas katalis, UiO-66 memiliki persen konversi sebesar 91 % untuk reaksi

yang berlangsung selama 1 jam dan 83 % untuk reaksi yang berlangsung selama 24 jam, sehingga dapat disimpulkan zirkonium MOFs atau UiO-66 dapat dijadikan sebagai katalis untuk reaksi asetalisasi benzaldehid dengan metanol

Daftar Pustaka

1. Zhang, F et al (2014). Synthesis of Sulfonic Acid-Functionalized MIL-101 for Acetalization of Aldehydes with Diols. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical 383–384 (2014) 167–17. 2. Yaghi, O. M. et al. (2013). The

Chemistry and Applications of Metal Organic Frameworks. Science, 1230444. 3. Verpoort, F et al (2013). Metal Organic Frameworks for Uprgrading Biogas via CO2 Adsorption to Biogas Green

Energy. Chem. Soc. Rev., 9304.

4. Lillerud, K. P. et al. (2008). A New Zirconium Inorganic Building Brick Metal Organic Frameworks With Exceptional Stability. J. Am. Chem. Soc, 13850-13851.

5. Condon, J. B. (2006). Surface Area and Porous Determination by Physiosorption. Amsterdam: Elsevier.

(8)

6. Fischer, A. R. et al. (2001). Metals@MOFs- Loading MOFs with Metal Nanoparticles for Hybrid Functions. Eur. J. Inorg. Chem, 3701-3714.

7. Garcia, H. et al. (2010). Metal Organic Frameworks as Solid Catalysts for Acetalization of Aldehydes with Methanol. Adv. Synth. Catal, 352, 3022-3030. 8. Harvey, D. (2007). Modern

Analytical Chemistry. McGraw-Hill. Hal 563-566.

9. Housecroft, C. E. & Sharpe, A. G. (2008). Inorganic Chemistry 3rd Edition. Harlow: Pearson Education Limited. Hal 906-916.

10. Lee, D. et al. (2014). A Comparative Study on Catalytic Properties of Solid Acid Catalysts for Glycerol Acetylation at Low Temperatures. Applied Catalysis B : Enviromental, 295-303.

11. Lin, W & Ma, L. (2010). Functional Metal-Organic Frameworks: Gas Storage, Separation and Catalysis, Springer Heidelberg Dordrecht, London, New York

12. Long, J. R. et al. (2009). Hydrogen storage in metal–organic frameworks. Chem. Soc. Rev, 1294-1314.

13. Madhabushi,S. et al. (2012) Efficient and Chemoselective Acetalization and Thioacetalization of Carbonyls and Subsequent Deprotection Using InF3as a reusable catalyst. Tetrahedron Letters, 697 -701.

14. McMurry, J. (2011). Fundamental of Organic Chemistry 7th edition. Belmont: Brooks/Cole.

15. Oien, S. (2012). Synthesis and Chacterization of Modified UiO-67 Metal Organic Frameworks. Oslo: Departmen of Chemistry Faculty of Mathematics and Natural Science University of Oslo.

16. Pavia, D. L. et al. (2010). Introduction to Spectroscopy. Belmont: Brooks/Cole. Hal 18-25.

17. Polarz, S., Smarsly, B. (2002). Nanoporous Materials. Journal of Nanoscience and Nanotechnology, 581-612.

18. Skoog, D. A. et al. (2007). Principles of Instrumental Analysis, 6th edition. Belmont: Brooks/Cole. Hal. 431.

19. Wang, S. et al. (2012). Adsorption of CH4and CO2 on Zr-metal organic frameworks. Journal of

(9)

Colloid and Interace Science, 120-124.

20. Wang, S. et al. (2012). Nanosize Zr-Metal Organic Framework (UiO-66) for Hydrogen and Carbon Dioxide Storage. Chemical Engineering Journal, 415-420. 21. Zhang, W. et al. (2013). A New

Metal–Organic Frameworks With High Stability Based On Zirconium For Sensing Small Molecules. Microporous and Macroporous Materials. 118-124

22. Yaghi, O. M. et al. (2009). Secondary Building Units, Nets and Bonding in The Chemistry of Metal Organic Frameworks. Chem. Soc. Rev., 1257-1283.

23. Yuh, M. P. et al. (2012). Hydrogen Storage in Metal Organic Frameworks. Chem.Rev, 782-835. 24. Zhou, H. C. et al. (2009). Review :

Potential Applications of Metal Organic Frameworks. Coordination Chemistry Reviews, 3042-3066. 25. Zhou, H. C. et al. (2007). Synthesis

and Characterization of A Magnesium Metal Organic Framework wih Distorted

(10,3)-a-net topology. Inorganic Chemistry Communication, 220-222

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a dilakukan pada kawasan yang

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Kemmis &Tanggart ini, peneliti melaksanakan penelitian dengan proses 2 siklus dan sebelumnya diawali

besarnyabiayaproduksi, harga jual serta besarnya penerimaan yang diperoleh C.V Duta Agro Lestari dalam usaha bawang goreng Palu di Kota Palu, sehingga usaha yang

Dengan mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) & Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kawasan Tlogowaru termasuk salah satu rencana kawasan pusat

Penemuan serat optik sebagai media transmisi pada suatu sistem komunikasi didasarkan pada hukum Snellius untuk perambatan cahaya pada media transparan seperti pada kaca yang

Tahap ketiga yaitu rencana campuran (mix design) sesuai dengan SK SNI 03-3449-2002 , yang merupakan pedoman atau acuan perhitungan masing-masing kebutuhan bahan. Pada

Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel merupakan antibiotika yang merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram

Abstrak: Penerapan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 1 Ma’rang. Penelitian ini bertujuan