MENENTUKAN ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN
METODE CONTROLLED SOURCE AUDIO FREQUENCY
MAGNETOTELLURIC (CSAMT) DI DAERAH “X“
Arifiani Palupi
1, Yunus Daud
21,2Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected], [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas tentang Metode Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) untuk mendeteksi keberadaan alterasi dan mineralisasi pada sistem urat. Dengan memanfaatkan sumber buatan guna mendapatkan sinyal yang stabil dengan cara menginjeksikan arus dari transmitter dan diterima oleh receiver. Frekuensi yang digunakan telah diatur yaitu frekuensi 5120 Hz - 64 Hz dengan target kedalaman hingga 1 km. Hasil pengukuran berupa medan magnet dan medan listrik yang ditangkap oleh receiver kemudian dengan persamaan Cagniard diperoleh nilai resistivitas semu. Pengukuran dilakukan di daerah “X” dengan sistem epitermal. Dari data lapangan dilakukan proses editing dan smoothing menggunakan
software CMTpro kemudian dilakukan inversi menggunakan Bostik Inversion pada software MTSoft2D.
Penggunaan metode CSAMT ini didukung dengan metode geofisika lain seperti magnetik. Metode CSAMT dapat memberikan gambaran bawah permukaan dengan penetrasi yang lebih dalam zona penyebaran emas serta didukung magnetik untuk mendapatkan korelasi pada kedalaman yang lebih dangkal .
Hasil pengolahan ditampilkan secara 2D dengan software surfer 9 dan Zond Mag 2D serta 3D dengan software Geoslicer-X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ke-empat lintasan yang digunakan ditemukan adanya 2 zona anomali dengan tahanan jenis >250 ohm..meter dan di dukung oleh profil magnet smooth yang teralterasi sebagai data tambahan menjadi pendukung analisa resistivity untuk menguatkan adanya mineralisasi dan alterasi. Zona pertama dan kedua di interpretasikan sebagai mineralisasi berupa vein kuarsa.
Abstract
This study discusses the Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) method to to detect the presence of alteration and mineralization in the vein systems by utilizing artificial sources in order to obtain a stable signal by injecting current from the transmitter and accepted by the receiver. Frequency used set at 5120 Hz - 64 Hz with a target depth of up to 1 km. Measurement results in the form of magnetic fields and electric fields are captured by the receiver, then using the equation of Cagniard, apparent resistivity values obtained. Measurements was carried out in the area "X", which was an epithermal systems. Raw data were edited and smoothed by CMTpro software, and then do the inverted using the Bostick inversion on MTSoft2D.
The utilization of CSAMT method was supported by other geophysical methods such as magnetic Method. CSAMT method could provide subsurface picture with deeper penetration of gold’s distribution zones and supported by magnetic method to obtain the correlations at shallow depth.
Processing results were displayed in 2D using Surfer 9 and Zond Mag 2D software, while the 3D version using Geoslicer-X software. The results showed that along the four profiles measured was found 2 anomalie with resistivity >250 ohmmeter and also supported by altered smooth magnetic profiles as the additional data to consolidates the resistivity analysis of the existence of mineralization and alteration. The first and the second zone were interpreted as mineralisation of quartz vein. Keywords : CSAMT, epithermal systems, Bostick inversion,Transmitter and Receiver
1. PENDAHULUAN
Mineral merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis salah satunya adalah emas [ Pratama, 2009]. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi mineral yang cukup tinggi. Oleh karena alasan inilah menyebabkan banyaknya eksplorasi geofisika untuk mencari sumber-sumber deposit dari mineral.
Proses eksplorasi tersebut sangat kompleks melibatkan berbagai disiplin ilmu, padat resiko/teknologi, relatif mahal, sehingga
memerlukan pemilihan tahapan dan metode penelitian yang tepat untuk memperkecil resiko pengeboran. Dalam eksplorasi ini, tidak hanya dilakukan dengan menggunakan satu metode geofisika terdapat tahapan awal sebagai survey pendahuluan guna mendeteksi kemungkinan tempat terlokalisirnya mineralisasi maka dilakukan dengan survey geologi agar mempermudah kita menentukan keberadaan zona mineral [Pratama, 2009].
Pada saat ini banyak industri-industri yang mengembangkan teknologi dalam bidang eksplorasi mineral untuk dapat mempermudah melokalisir
zona mineralisasi tersebut. Salah satunya di dalam metode elektromagnetik terdapat beberapa sub-metode yang efektif digunakan untuk eksplorasi awal dalam eksplorasi mineral ,salah satunya adalah metode Controlled Source Audio Frequency
Magnetotelluric (CSAMT) [Perdana, 2011]. Dasar
teori CSAMT ini menggunakan prinsip Hukum Maxwell yang merupakan persamaan umum untuk mendeskripsikan sifat gelombang elektromagnetik dimana medan magnet (H) diubah menjadi listrik (E), dimana terdapat dua buah komponen medan listrik (E) yang dibutuhkan yaitu Ex dan Ey, sedangkan terdapat tiga komponen untuk medan magnet (H) yang dibutuhkan yaitu Hx,Hy dan Hz [Zonge and Hughes,1991]. Prinsip dasar dari metode CSAMT ini adalah untuk mendeteksi adanya medan listrik dan medan magnet sebagai respon dari batuan di dalam tanah [Zonge and Hughes,1991]. Sumber yang digunakan pada metode CSAMT ini merupakan sumber buatan (metode aktif) yang dikontrol sehingga dapat meminimalkan noise atau gangguan yang bersumber dari [Perdana, 2011].
Metode CSAMT akan membantu kita untuk menentukan titik lokasi – lokasi kemungkinan terakumulasinya mineral yang biasanya dilakukan survey lebih lanjut dengan metode lain seperti metode magnetik. Dengan memanfaatkan metode tersebut penelitian ini diharapkan dapat mengetahui keadaan bawah permukaan dengan penetrasi yang lebih dalam dan mendapatkan korelasi pada kedalaman yang dangkal dari data pendukung lain daerah pengukuran tersebut guna menyelesaikan masalah eksplorasi mineral dalam menentukan zona mineralisasi di daerah – X.
Pada penelitian ini, penulis hanya membahas tahap eksplorasi pada tim geofisika yang dilakukan dengan metode CSAMT . Tahapan eksplorasi dengan metode CSAMT ini dilakukan dengan cara mengukur nilai medan listrik dan medan magnet yang kemudian dikonversi menjadi data resistivitas semu bawah permukaan. Data tersebut akhirnya diolah dan hasilnya diinterpretasi terpadu dengan menggabungkan data dari seluruh tim eksplorasi. Hasil akhir berupa informasi jenis batuan di bawah permukaan tanah, informasi struktur bawah permukaan dan zona mineralisasi.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
2. METODE PENELITIAN
Secara umum pada metode elektromagnetik,medan elektromagnetik primer akan dipancarkan keseluruh arah oleh dipole listrik yang di-ground kan, saat medan elektromagnetik primer mencapai permukaan bumi di suatu tempat maka medan elektromagnetik akan menginduksi arus pada lapisan-lapisan bumi yang dianggap konduktor. Arus tersebut disebut sebagai arus telluric atau arus eddy, arus tersebut akan menyebabkan timbulnya medan elektromagnetik sekunder yang kemudian dipancarkan kembali ke seluruh arah sampai di permukaan bumi.
Pada metode CSAMT efek medan primer tidak tercatat, karena sumber gelombangnya langsung diinjeksikan ke dalam bumi (Anderson,1999). Suatu receiver (Rx) akan mengukur nilai medan listrik (E-field) dan medan magnet (H-field) yang tegak lurus arahnya pada zona gelombang bidang yang letaknya berada jauh dari sumber secara idealnya seperti pada Gambar 2.1. Dengan membandingkan besar medan listrik horizontal dan medan magnet yang tegak lurus maka akan di dapatkan nilai resistivitas semu. Pada umumnya pengukuran dilakukan pada rentang frekuensi 0,1 Hz – 10 kHz [Zonge and Hughes,1991]. Pada medan listrik dan medan magnet terdapat sudut beda fase yang menunjukkan impedansi bumi.
Gambar 2. Gambar design pengukuran
Controlled Source Audio-frequency Magnetotellurics
(CSAMT) [Zonge and Hughes,1991]
Medan listrik dan medan magnet merupakan data dari hasil pengukuran dengan metode Controlled
Source Audio-frequency Magnetotellurics
(CSAMT) . Untuk mendapatkan nilai resistivitas batuan dibawah permukaan , maka kedua nilai tersebut diubah menjadi nilai resistivitas dengan menggunakan persamaan cagniard resistivity seperti pada persamaan (1) [Zonge and Hughes,1991].
࣋ = ࢌฬࡱ࢞ ࡴ࢟ฬ
(1)
Epitermal merupakan salah satu sistem pengendapan mineral.Mineral yang terendapkan di bawa oleh larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas permukaan dengan membawa komponen-komponen pembentuk mineral bijih. Endapan epitermal umumnya terbentuk pada batuan induk berupa batuan-batuan volkanik, antara lain batuan piroklastik subaerial dan batuan sedimen volkanik yang umurnya relatif sama. Jenis batuan yang sering dijumpai adalah andesit, riolit, serta dasit yang mempunyai afinitas kalk-alkali, sangat jarang dijumpai endapan epitermal yang berasosiasi dengan batuan beku yang mempunyai afinitas alkalin maupun shosonit [White & Hedenquist, 1990].
Hedenquist & Reid (1985) membagi sistem epitermal menjadi dua tipe yang dibedakan berdasarkan sifat kimia fluidanya yaitu sulfida rendah (low sulphidation) dan sulfida tinggi (high
sulphidation). Pembagian tersebut juga dapat
berdasarkan alterasi dan mineraloginya sehingga kadang-kadang dua tipe ini disebut sebagai tipe
acid sulphate untuk sulfida tinggi dan adularia sericite untuk sulfida rendah [Heald et al, 1997,
dalam Hedenquist & Reid, 1985].
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam melakukan interpretasi data geofisika dibutuhkan data pendukung seperti data geologi, data geologi lokal, data geologi regional , data magnetik dan data bor. Tanpa adanya data pendukung tersebut, data geofisika hanyalah merupakan data angka dan tabel yang berisikan data fisis namun tidak dapat menjelaskan dan memberikan gambaran dari objek yang dicari. Oleh karena itu dilakukan interpretasi terpadu dengan menggabungkan data pendukung tersebut agar dapat mendeteksi keberadaan zona mineralisasi.
Gambar 3. Penampang CSAMT dan Magnetik CMS 1200
Pada penampang CSAMT dan profil magnetik di lintasan 1200 ini, saya mencoba membagi dua zona yg diinterpretasikan merupakan anomali dari alterasi dan mineralisasi untuk zona pertama terdapat medium resistivity dan low magnetic dengan grafik yang smooth dapat di interpretasikan sebagai batuan yang ter-alterasi dan memiliki kekerasan batuan yg sedang di interpretasikan di bawah permukaan terdapat vein kuarsa. Di antara zona satu dan dua terdapat anomali high resistivity, anomali ini di interpretasikan bukanlah sebuah alterasi atau mineralisasi melainkan hanya satuan batuan andesite seperti yang dapat kita lihat pada peta geologi. Sementara zona dua terdapat anomali high resistivity yang luas mulai dari 200-400 m dengan kenampakan grafik magnet yg low dan membentuk grafik “U” dmn ujung- ujungnya nya merupakan peak antar perubahan drastis batuan fresh dgn batuan yg teralterasi atau terkena struktur sehingga terdapat rekahan yang merupakan tempat jalannya larutan hidrotermal . Anomali resistivity yang luas ini saya interpretasikan batuan yg d bawahnya berupa batuan andesite jadi walaupun tidak termineralisasi atau teralterasi batuan d bawah memiliki porositas dan permeabilitas yg buruk sehingga nilainya high resistivity namun berdasar penelitian tim geologi di daerah prospek sana pada batuan andesite zona dua ini ditemukan vein kuarsa alterasi dan mineralisasi sulifide di dalamnya jadi high resistivity ini menampilkan batuan yang keras dan veinnya terdapat di dalamnya .
Gambar 4. Penampang CSAMT dan Magnetik CMS 900
Lintasan berikutnya di arah selatan yaitu lintasan 900 zona satu dan zona dua nya masih terus terkorelasi dan di antara zona satu dan zona dua dapat dilihat nilai resistivitynya tidak high lagi di karenakan pada area tersebut litologinya mulai berubah dari andesite menjadi tuff jadi kemungkinan litologi andesite ini sedikit menyentuh ujung lintasan 900 sehingga anomalinya terlihat seperti menggantung. Untuk zona satu kemenerusannya masih sama seperti lintasan 1200 dan masih saya interpretasikan kemungkinan adanya alterasi dan mineralisasi bahkan vein kuarsa di dalamnya. Untuk zona dua disini mulai terlihat jelas batuan di bawah permukaan ini merupakan batuan yang keras dengan nilai medium to high resistivity (>100 ohm.m) dan kemudian membentuk menjadi dua buah bentukan dan kemungkinan ada dua jalur vein kuarsa dimana pada grafik magnetnya juga terlihat smoooth yang mengindikasikan area tersebut teralterasi dan termineralisasi.
Gambar 4. Penampang CSAMT dan Magnetik CMS 750
Pada lintasan 750, zona satu dan zona dua masih muncul, sementara di antara zona satu dan zona dua tidak ada high resistivity seperti di lintasan sebelumnya di karenakan litologinya memang
sudah tuff jadi tampakan dari anomali geofisikanya
low resistivity (<50 ohm.m). Untuk zona satu tetap
mendapat kemenerusan dari lintasan 1200 dan 900 dimana profil grafik magnetnya menunjukkan grafik yang smooth dan di interpretasikan sebagai batuan yang teralterasi dan termineralisasi serta kemungkinan di interpretasikan ada vein kuarsa di dalamya, untuk zona dua di dalamnya tetap ada kemenerusan dari lintasan sebelumnya dan menunjukan dua bntukan dengan nilai yang high
resistivity, kemungkinan vein kuarsa tersebut
menerus ke arah selatan dengan grafik magnet yang
smooth dan di interpretasikan terdapat zona alterasi
dan mineralisasi. Sebelah barat dari zona satu di dapat anomali magnet yang low dan ada peak-peak di mungkinkan terdapat struktur pada zona tersebut dan kemungkinan struktur tersebut teralterasi.
Gambar 5. Penampang CSAMT dan Magnetik CMS 600
Pada lintasan terakhir yaitu lintasan 600, mineralisasi zona satu masih menerus ke lintasan 600 ini dengan nilai high resistivity dan dapat di interpretasikan di zona itu di temukan zona silifikasi yang luas berikut vein terdapat di dalamnya namun tampilan dari grafik magnetnya
smooth dan di ujungnya menjadi fluktuatif
kemungkinan terjadi alterasi dan mineralisasi di sana namun grafik magnetnya kurang sempurna. Untuk zona dua, vein kuarsa kemenerusan pada lintasan sebelumnya di zona dua tersebut mulai menghilang. Namun di dapatkan nilai medium to
high resitivity (>100 ohm.m) antara zona satu dan
dua serta ada mineralisasi dan alterasi di antara zona satu dan dua tersebut jadi kemungkinan ada vein kecil-kecil atau cabang-cabang di antara dua zona tersebut. Sementara untuk zona 2 sendiri kemenerusan vein sebelumnya seperti menghilang.
4. KESIMPULAN
Telah dilakukan akusisi, prosesing, dan interpretasi pada data CSAMT dan didukung oleh metode magnetik, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada ke-empat lintasan tersebut ditemukan adanya 2 zona anomali high resistivity dan di dukung oleh profil magnet smooth yang teralterasi.
2. Zona pertama dan kedua ini di interpretasikan sebagai mineralisasi berupa vein kuarsa. Pembuktian baru dilakukan pada zona kedua yaitu ditemukannya 2 jalur vein kuarsa.
3. Profil magnet dari ke-empat lintasan sebagai data tambahan menjadi pendukung analisa resistivity untuk menguatkan adanya mineralisasi dan alterasi di Ciomas ini.
4. Zona mineralisasi dan alterasi pada daerah ini dapat ditentukan dengan jelas oleh analisa geofisika.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada PT. ANTAM Tbk Unit Geomin dan PT. NEWQUEST yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan tugas akhirnya.
DAFTAR ACUAN
[1] Akbar, M, 2004,”Studi Geofisika Terintegrasi untuk Mendeteksi Keberadaan Endapan Emas Sistem Epithermal”, Universitas Indonesia, Depok, Tidak diterbitkan.
.
[2] Chengdu University of Technology, “Mtsoft2D Version 2.2 User Manual”, China.
[3] Daud, Y. and Saputra, R., “Geoslicer-X: A 3-D Interactive Software for Geothermal Data Analysis”, Proceeding paper in World
Geothermal Congress, Bali, Indonesia, 2010
[4] Hughes, L. J., and Carlson, N. R., “Structure mapping at Trap Spring Oilfield, Nevada, using controlled-source magnetotellurics”,
48th Meeting of European Association of Exploration Geophysicist, Ostend, 1986.
[5] Ling, Ong Han.1980. Mineralogi. Himpunan Mahasiswa teknik Geologi “GEA”. Institute Teknologi Bandung.
[6] Leach, T. M., and Corbett, G. J., “Characteristics of low sulphidation gold-copper systems in the southwest Pacific”, In
Pacific Rim Congress 95, 19-22 November
1995, Auckland, NewZealand, 1995.
[7] Perdana, Aditya Wira. 2011.”Metode Controlled Source Audio Frequency
Magnetotelluric (CSAMT) Untuk Eksplorasi Mineral Emas Daerah “A” Dengan Data Pendukung Metode Magnetik dan Geolistrik.Skripsi S1. FMIPA. Universitas
Indonesia. Depok.
[8] Pratama,Surya Aji., “Aplikasi CSAMT dalam menentukan zona mineralisasi daera”Z”,
Skripsi S1, FMIPA, Universitas Indonesia,
Depok, 2009.
[9] Shuey, R.T., Pasquale, AS. End correction in magnetic profile interpretation. Geophysics,
Volume 38, No.3, 507-512.
[10] Telford, W.M. 1976. Applied Geophysics. Cambridge University Press, London.
[11] Vanderlinde, J., “Classical Electromagnetic Theory 2nd Ed”, John Wiley & Sons, Inc, US, 1993.
[12] Yamashita, M., “Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSAMT)”, 2006. [13] Zonge Engineering and Research Organization, Inc., Introduction to CSAMT. Arizona, 1992.
[14] Zonge, K. L., and Hughes, L. J., “Controlled Source Audio-frequency Magnetotellurics” , 1991.