• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Rab, 2010).Tuberkulosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Rab, 2010).Tuberkulosis"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep TB Paru

1. Pengertian

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Rab, 2010).Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis(Somantri, 2012). Tuberkulosis paru merupkan penyakit menular pernapasan yang menyerang paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Marni, 2014). Menurut Notoatmodjo(2010) menyampaikan bahwa Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan kuman mycobacterium tuberculosis.

BerdasarkanPedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, program pemberantasan Tuberkulosis paru dijelaskan bahwa sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis paru yang di dalam dahaknya berdasarkan pemeriksaan mikroskopis ditemukan kuman Tuberkulosis atau Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes, 2013). Basil Tuberkulosis memiliki sifat khas, diantaranya adalah : berukur sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop dengan panjang 1 – 4 mikron serta lebar antara 0,3 – 0,6 mikron. Berbentuk batang, mempunyai sifat tahan asam

(2)

(BTA), artinya bila basil ini diwarnai, warna tersebut tidak akan luntur oleh bahan kimia yang bersifat asam. Proses berkembang biak basil ini dengan cara melakukan pembelahan diri membutuhkan waktu 14 – 20 jam. Lingkungan hidup optimal pada suhu 37 C dan kelembaban 70%. Kuman ini mati oleh sinar matahari (ultra violet)langsung 5 – 10 menit.

2. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculose yang ditularkan melalui droplet infection, terutama pada saat batuk atau bersin. Bakteri lain yang sering menyerang tuberkulosis paru adalah mycobacterium bovis. Keadaan yang membuat penderita lebih cepat terinfeksi bakteri ini adalah orang yang kurang nutrisi, sedang mendapat terapi kortikosteroid, dalam kondisi stress dan herediter (Marni, 2014).

Sedangkan menurut Somantri (2012) penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar kuman berupa lemak atau lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi apikal atau apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberkulosis.

(3)

3. Patofisiologi

Seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri tertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).

Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag (menelan) bakteri. Limposist yang spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waku 2-10 minggu setelah terpapar.

Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut Ghon Tuberrcle. Materi terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijauan (necrotizng caseosa). Setelah itu akan berbentuk klasifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakter menjadi non-aktip.

Penyakit akan berkembang menjadi aktip setelah infeksi awal, karena respons sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktip dapat juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif.

(4)

Pada kasus ini, terjadi ulesari pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi perkijauan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan membentuk jaringan part. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkemang biak di dalam sel. basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrograf yang mengadakan inflitrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkn respon berbeda dan akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2012).

4. Manifestasi klinis

Gejala yang sering muncul pada penderita yang mengalami tuberkulosis adalah batuk lebih dari 2 minggu, kadang-kadang batuk disertai darah, demam ringan, nyeri dada, berat badan mnurun, mailase, sering keluar keringat dingin pada malam hari, pucat, anemia dan anoreksia (Marni, 2014).

Sedangkan menurut (Rab,2010) tanda – tanda klinis dari tuberkulosis adalah terdapatnya keluhan keluhan berupa :

a. Batuk

(5)

c. Nyeri dada d. Hemoptisis e. Dispne

f. Demam dan berkeringat, terutama pada malam hari g. Berat badan berkurang

h. Anoreksia i. Malaise

j. Ronki basal di apeks paru

k. Wheezing (mengi) yang terlokalisir

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi yang primer dapat tanda gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala pneumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala tuberkulosis, primer dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya berkisar sekitar 50%.

Pada tuberkulosis postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya pembuluh darah di sekitar bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk darah yang masif. Tuberkulosis postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga

(6)

menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar, peritonitis dengan fenomena papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi dan tuberkulosis pada kelenjar limfe di leher, yakni berupa skrofuloderma.

5. Klasifikasi TBC a. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang menyerang paru, tidak termasuk pleura. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua klien TBC. Jenis ini merupakan satu-satunya bentuk Tuberkulosis yang mudah menular. Berdasarkan pemeriksaan dahak, Tuberkulosis paru dikelompokan menjadi dua jenis (Depkes, 2013):

1) Tuberkulosis paru BTA positif

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA( + ) dan foto rontgen dada menunjukan tuberkulosis aktif.

2) Tuberkulosis paru BTA negative

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif. Tuberkulosis paru BTA (-) rontgen positif dikelompokan berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan.

(7)

3) Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya ; pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dll.

4) Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan

Tuberkulosis ekstra paru ringan misalnya tuberkulosis kelenjar lymfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

5) Tuberkulosis Ekstra Paru Berat

Tuberkulosis ekstra paru berat misalnya meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

6. Tipe Klien TBC

Tipe klien TBC ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, terdiri dari :

a. Kasus baru

Kasus baru adalah klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kambuh

Kambuh atau relaps adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan lengkap dan telah

(8)

dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)

c. Pindahan (transfer in)

Tipe pindahan adalah klien yang sedang mendapat pengobatan disuatu unit pelayanan kesehatan dan kemudian pindah ke unit pelayanan kesehatan lain. Klien yang pindah melakukan pengobatan harus membawa surat rujukan pindah.

d. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/dropout) Kasus ini adalah klien yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak laboratorium BTA (+) setelah putus berobat dua bulan atau lebih.

e. Gagal

Gagal adalah klien tuberkulosis BTA (+) yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan lima atau lebih dan klien BTA (-) rontgen positif yang menjadi BTA (+) pada akhir bulan ke dua pengobatan.

f. Lain-lain

Klien lain yang tidak memenuhi persyaratan di atas, termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (klien yang masih BTA (+) setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2)

7. Penularan TBC

a. Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita b. Penyebaran kuman di udara

(9)

c. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet dan di sekitar penderita TBC

Kuman M. Tuberkulosis pada penderita TB paru dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA positif) dan sangat infeksius. Sedangkan penderita yang kumannya tidak dapat dilihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA negatif) dan sangat kurang menular. Penderita TB ekstra paru tidak menular, kecuali penderita TB paru. Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman-kuman di udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam.

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru orang yang menghirupnya, kuman mulai membelah diri (berkembangbiak) dan terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB BTA positif adalah orang yang besar kemungkinannya terpapar kuman tuberkulosis (Notoatmodjo,2010).

8. Komplikasi TBC

Komplikasi berikut sering terjadi pada klien stadium lanjut :

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

(10)

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial

c. Bronhiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

d. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura), spontan , kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya

f. Insufisiensi kardio pulmonary (Cardio Pulmonary Insufficiency) 9. Pengobatan TBC

Pemberian obat pada klien TBC paru tidak boleh terputus-putus dan dalam jangka waktu yang lama, yaitu enam bulan (Depkes RI, 2012).Pengobatan penyakit tuberkulosis di Indonesia sangat penting untuk dikaji kembali bersama unit terkait. Mengingat penyakit tuberkulosis masih merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia dan dengan adanya kedaruratan global penyakit tuberkulosis, maka penangan dan pengobatan penyakit yang ada selama ini diubah disesuaikan dengan program kerja WHO dalam penanggulangan penyakit tuberkulosis.Program pemberantasan tuberkulosis di Indonesia dilaksanakan di Puskesmas.

Puskesmas dalam pelaksanaan program pemberantasan tuberkulosis pada tahun anggaran 1995/1996, mulai menggunakan panduan obat anti Tuberkulosis (OAT) baru, yaitu ;

(11)

a. Kategori 1

Yaitu paduan OAT yang direkomendasikan untuk klien baru dengan BTA (+) yang belum pernah mendapat OAT, atau sudah pernah makan OAT tetapi kurang dari 1 bulan dan untuk klien tuberkulosis berat seperti meningitis serta untuk penderita tuberkulosis ekstra paru yang berat didukung pemeriksaan jaringan oleh ahli patologi anatomi. Paduan OAT kategori 1 dengan fase pengobatan selama 6 bulan. Fase intensif selama 2 bulan dengan pemberian Rifampisin 450 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg dan Pirazinamid 1500 mg, seluruh obat dimakan 1 kali setiap hari. Fase lanjutan selama 4 bulan dengan pemberian Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg seluruh obat dimakan 1 kali setiap 3 kali per minggu. Sehingga formulasi pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 ditulis 2 HRZE/4H3R3.

b. Kategori 2

Diperuntukan untuk klien dengan BTA (+) yang sudah pernah mendapat OAT lebih dari 1 bulan, klien yang kambuh, klien yang berobat kembali setelah dropout lebih dari 2 bulan dan klien yang gagal dalam pengobatan. Paduan OAT kategori 2 dengan 2 fase pengobatan selama 7 bulan. Pada fase intensif kategori 2, paduan OAT ataupun cara pemberiannya sama seperti pada fase intensif kategori 1 ditambah dengan Steptomisin injeksi (0,75 gr) disuntikan setiap hari

(12)

selama 2 bulan. Untuk fase lanjutan sama seperti pada fase lanjutan kategori 1 ditambah Etambutol (1250 mg) diberikan 3 kali per minggu. Formulasi paduan OAT kategori OAT ditulis 2HRZES/5H3R3E3 c. Kategori 3

Dipakai pada klien dengan BTA (-) pada pemeriksaan dahak 3 kali yang berbeda dengan klinis dan radiologi mendukung tuberkulosis aktif.Paduan OAT kategori 3 dengan 2 fase pengobatan selama 4 bulna. Fase intensif kategori 3 hanya tanpa Etambutol. Fase lanjutan kategori 3, seperti fase kategori 1 tetapi lama pengobatan hanya 2 bulan.formulasi pasuan OAT kategori 3 ditulis, 2HRZ/2H3R3 (WHO, 1993).

Pemberian obat dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) ada prinsipnya adalah klien tidak lagi harus di rawat disanatorium atau rumah sakit, tetapi cukup berobat jalan dan menjalankan aktifitasnya sehari-hari.Pengobatan harus segera diberikan segera setelah diagnosa ditegakan. Untuk menjamin penyembuhan, pencegahan resistensi, keteraturan pengobatan dan mencegah kegagalan pengobatan, maka ditunjuk seorang pengawas minum obat (PMO) yang sebelumnya telah dilatih. Prinsipnya adalah dalam rangka mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan dilakukan pelacakan bila klien tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang ditetapkan yaitu 2 hari

(13)

berturut-turut pada fase awal atau satu minggu pada fase selanjutnya. (Depkes, 2012).

Untuk menjamin keteraturan pengobatan dilakukan pengawasan pengobatan dengan pendekatan DOTS adalah pengawasan langsung menelan obat oleh pengawasan pengobatan DOTS memiliki lima komponen seperti yang dikemukakan oleh Kementrian Kesehatan (2011), yaitu :

a. Pemerintah mendukung kegiatan pengontrolan penderita tuberkulosis. b. Mendeteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskopis sputum,

diantaranya dengan melaporkan gejala yang dirasakan oleh penderita ke pelayanan kesehatan.

c. Standar pengobatan selama 6 – 8 bulan paling sedikit untuk klien BTA (+) dengan pengawasan langsung minimal dua bulan pertama.

d. Tidak menghentikan pemberian obat anti tuberkulosis. e. Mencatat dan melaporkan hasil pengobatan.

Pengobatan klien TBC paru diberikan sesuai dengan anjuran petugas kesehatan. Pengobatan dilakukan 2 tahap yaitu tahap awal dan lanjutan.Pada tahap awal, satu papan obat (blister) diminum sekaligus setiap hari. Lama pengobatan tahap awal diberikan 2 atau 3 bulan terganutng berat ringannya penyakit. Pada tahap lanjutan satu papan obat (blister) diminum sekaligus tiga kali seminggu. Lama pengobatan diberikan 4 atau 5 bulan tergantung berat ringannya penyakit.

(14)

Cara mendapatkan obat TBC yaitu: puskesmas, balai pengobatan penyakit dan paru, rumah sakit, klinik dan dokter praktek swasta. Cara menelan obat yang benar yaitu : sebaiknya satu papan obat (blister) ditelan sekaligus sebelum makan pagi atau malam sebelum tidur. Jika sulit, obat boleh ditelan satu persatu akan tetapi harus habis dalam waktu 2 jam.

Apabila menelan obat tidak teratur akan mengakibatkan tidak sembuh atau menjadi lebih berat bahkan meninggal, sukar diobati karena kemungkinan kuman menjadi kebal sehingga diperlukan obat yang lebih ampuh dan mahal harganya, sedangkan obat untuk kuman yang kebal tidak tersedia disemua fasilitas kesehatan. Untuk mengetahui kemajuan pengobatan yaitu keluhan berkurang atau hilang, berat badan meningkat atau bertambah, nafsu makan makan bertambah, pemeriksaan dahak pada akhir tahap awal menunjukan hasil negative.

10. Perawatan TBC Paru

Kurangnya pengetahuan akan nutrisi yang adekuat, keletihan dan kurang nafsu makan karena batuk dan penumpukan sputum merupakan kondisi yang dapat memperparah sakit. Menghadapi efek dari faktor ini perawat bekerja secara kolaburasi dengan ahli gizi, dokter dan klien untuk mengidentifikasi pasokan nutrisi yang adekuat dan memastikan ketersedian makanan yang bernutrisi, memperbanyak makan buah-buahan dan sayur-sayuran serta penggunaan diet tambahan misalnya ensure dan isocall.

(15)

Memberikan makanan bergizi dengan menu yang seimbang antara sumber tenaga (karbohidrat), sumber pembangun (protein) dan sumber pengatur (vitamin dan mineral) dengan jumlah cukup dan bermutu. Makanan tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan optimum meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak serta membantu proses penyembuhan penyakit. Menu seimbang sangat diperlukan untuk memempertahankan status kesehatan yang optimal dan membantu penyembuhan penyakit.

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan semua orang untuk dapat berfungsi optimal. Istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang yang dapat dibangunkan kembali dengan rangsangan yang cukup. Tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional dan kesehatan, mencegah kelelahan, menjaga keseimbangan aktivitas dan istirahat serta menghemat energi fisik.

B. Konsep Diri 1. Pengertian

Stuart dan Sundeen dalam Riyadi & Teguh (2013) menyatakan konsep diri adalah semua pikiran, ide, kepercayaan dan pendirian yang diketahui orang mengenai dirinya sendiri dan akan mempengaruhi seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Juga mengenai

(16)

persepsi seseorang akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman, tujuan serta keinginannya.

2. Faktor

Menurut Stuart & Sundeen (1991) dalam Salbiah (2013) ada beberapafaktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri.Faktor-faktor tersebutterdiri dari teori perkembangan, significant other (orang yang terpenting atau yangterdekat) dan persepsi diri sendiri.

a. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada sejak lahir tapi berkembang secara bertahap danjuga dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan oranglain dan objek disekitarnya. Konsep diri dipelajari dari pengalaman yang unikmelalui proses eksplorasi diri sendiri, hubungan dengan orang dekat dan berartibagi dirinya. Konsep diri berkembang dengan baik apabila budaya danpengalaman dalam keluarga memberikan pengalaman yang positif, individumemperoleh kemampuan yang berarti serta dapat menemukan aktualisasi dirisehingga individu menyadari potensi yang ada pada dirinya.Pengalaman awaldalam kehidupan keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karenakeluarga dapat memberikan perasaan diri adekuat atau tidak adekuat, perasaanditerima atau ditolak, kesempatan untuk identifikasi serta penghargaan tentangtujuan, perilaku dan nilai (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2013).

(17)

b. Significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat)

Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain,dengan mengamati cerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang diberikanoleh orang lain maka individu dapat mempelajari dirinya sendiri (Stuart &Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2013).Keluarga memberikan pengaruh yang paling kuat karena kontak sosialyang paling awal dialami manusia adalah dengan keluarga.Orang tua memberikaninformasi yang menetap tentang diri individu, mereka juga menetapkanpengharapan bagi anaknya, orang tua juga mengajarkan anak bagaimana menilaidiri sendiri.Teman sebaya menduduki tempat kedua setelah keluarga terutamadalam mempengaruhi konsep diri seseorang.Masalah penerimaan atau penolakandalam kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap diri seseorang. Masyarakatjuga berpengaruh terhadap konsep diri seseorang, masyarakat punya harapantertentu terhadap seseorang dan harapan ini masuk ke dalam diri individu, dimanaindividu akan berusaha melaksanakan harapan tersebut.

c. Persepsi diri sendiri

Persepsi diri yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya,serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diridapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif.Sehinggakonsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu.Individu dengan konsep diri

(18)

yang positif dapat berfungsi lebih efektif dilihat darikemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dansosial yang terganggu (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2013).

3. Komponen Konsep Diri

Riyadi dan Teguh (2013) mengungkapkan 5 komponen dalam konsep diri seseorang, yaitu :

a. Gambaran diri (Body image)

Gambaran diri adalah persepsi dari sikap individu tentang tubuhnya yang disadari atau tidak disadarinya. Seiring dengan adanya pengalaman baru, gambaran diri seseorang akan dapat berubah.

Citra tubuh merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadardan tidak sadar terhadap tubuhnya yang mencakup persepsi dan perasaan tentangukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yangsecara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru. Citra tubuhdapat juga dipengaruhi oleh persepsi dari pandangan orang lain. Citra tubuh hanyabergantung sebagian pada realitas tubuh, dan umumnya seseorang tidakmengadaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi dalam fisik tubuhnya(Stuart & Sundeen, 1998).

Banyak faktor dapat yang mempengaruhi citra tubuh seseorang, sepertioperasi (misalnya mastektomi, amputasi, ileostomi), Kegagalan

(19)

fungsi tubuh(seperti hemiplegi, buta, tuli), seseorang yang tergantung pada mesin, perubahantubuh seiring dengan bertambahnya usia, umpan balik interpersonal yang negatif,Umpan balik ini berupa tanggapan yang tidak baik misalnya celaan atau makiansehingga dapat membuat seseorang menarik diri, dan lain-lain (Perry & Potter,2005).

Beberapa gangguan pada citra tubuh dapat menunjukan tanda dan gejala,seperti syok psikologis yang merupakan reaksi emosional terhadap dampakperubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan, menarik diri dimana klieningin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari ataumenghindar secara emosional sehingga klien menjadi pasif, tergantung, tidak adamotivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. Setelah klien sadarakan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka akan muncul. Setelah faseini klien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru.

Tanda dangejala dari gangguan citra tubuh tersebut adalah proses yang adaptif, jika tampakgejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggapmaladaptif sehingga terjadi gangguan citra tubuh, tanda dan gejalanya berupamenolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapatmenerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosialsehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh,preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh

(20)

yang hilang, mengungkapkankeputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, dan menolakpenjelasan tentang perubahan tubuh (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2013).

Tentunya jika ada penilaian negatif yang timbul tentang tubuh seseorang akan mengakibatkan gangguan gambaran diri dengan manifestasi seperti :

1) Penolakan pada bagian tubuh yang berubah. 2) Penolakan terhadap penjelasan perubahan tubuh. 3) Keyakinan negatif tentang tubuhnya.

4) Preokupasi dengan anggota tubuh yang hilang. 5) Adanya keputus-asaan dan ketakutan.

Dalam penelitian Ikhsan (2015) mengenai konsep diri pada pasien yang menjalani pengobatan dengan 7 partisipan menyebutkan bahwa adanya gangguan gambaran diri pada pasien yang menjalani kemoterapi karena pasien merasa terganggu dengan adanya penurunan fisik, perubahan kulit, kerontokan, edema, merasa minder, sedih, stres dan tidak nyaman. Tetapi meskipun begitu, pada akhirnya pasien bisa menerima keadaannya.

b. Ideal diri (Self ideal)

Ideal diri adalah penilaian individu tentang bagaimana seharusnya seseorang berperilaku sesuai dengan standar pribadi, aspirasi, tujuan atau nilai personal.

(21)

Individu memerlukan suatu hal yang dapat memacu dirinya mencapai ideal diri yang ia harapkan. Tetapi jika ideal diri terlalu tinggi, susah untuk dicapai dan tidak sesuai dengan kenyataan akan menyebabkan gangguan ideal diri, sehingga seseorang harus mampu berfungsi dan menyeimbangkan persepsi diri dan ideal dirinya untuk mencapai keinginannya.

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilakuberdasarkan standard, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart &Sundeen, 1998). Secara umum seseorang yang hampir memenuhi ideal dirimempunyai harga diri yang tinggi sementara seseorang yang konsep dirinyamempunyai variasi luas dari ideal dirinya mempunyai harga diri yang rendah(Perry & Potter, 2010).Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakardalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting danberharga (Stuart & Sundeen, 1998).Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yangrendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain, sedangkan hargadiri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadidepresi dan skizofrenia.Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisikmengakibatkan harga diri rendah.

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagaiperasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri.Harga dirirendah

(22)

dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasiyang telah berlangsung lama), dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidaklangsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, meliputipenolakan orang tua, ideal diri tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,gangguan fisik dan mental, sistem keluarga yang tidak berfungsi, pengalamantraumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual danketergantungan pada orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

Seseorang yang mengalami harga diri rendah ditandai dengan perilakuseperti perasaan cemas, mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunanproduktivitas, destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain, gangguan dalamberhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung ataumarah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keteganganperan yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandanganhidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, dan menarikdiri (Stuart & Sundeen, 1998).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan ideal diri :

1) Kecenderungan seseorang dalam menegaskan ideal diri sesuai batas kemampuannya.

2) Faktor budaya, pengaruh lingkungan, norma, kelompok teman akan mempengaruhi ideal diri.

(23)

3) Keinginan dan ambisi untuk berhasil, kebutuhan yang nyata, cita-cita untuk tidak gagal, kecemasan dan rendah diri.

Penelitian Wahyuni (2011), menyebutkan ideal diri pada pasien kemoterapi kurang karena sebagian besar responden (34 dari 60 responden) yang mejalani kemoterapi tidak dapat berprilaku seperti biasanya (sebelum mereka menjalani terapi kemoterapi) karena keadaan baru yang mengharuskan responden melakukan kemoterapi secara rutin yang bardampak pada keterbatasan perilaku mereka. c. Harga diri

Harga diri didefinisikan sebagai penilaian seeorang terhadap keberhasilan yang ia capai dengan mempertimbangkan perilakunya dengan ideal dirinya. Pencapaian tujuan akan menghasilkan penilaian harga diri seseorang. Harga diri dapat di dapat dari individu itu sendiri dan dari orang lain.

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperolehdengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilakuberdasarkan standard, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart &Sundeen, 1998). Secara umum seseorang yang hampir memenuhi ideal dirimempunyai harga diri yang tinggi sementara seseorang yang konsep dirinyamempunyai variasi luas dari ideal dirinya mempunyai harga diri yang rendah(Perry & Potter, 2010).Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakardalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun

(24)

melakukan kesalahankekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting danberharga (Stuart & Sundeen, 1998).

Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yangrendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain, sedangkan hargadiri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadidepresi dan skizofrenia.Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisikmengakibatkan harga diri rendah.Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagaiperasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri.Harga dirirendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasiyang telah berlangsung lama), dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidaklangsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, meliputipenolakan orang tua, ideal diri tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,gangguan fisik dan mental, sistem keluarga yang tidak berfungsi, pengalamantraumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual danketergantungan pada orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

Seseorang yang mengalami harga diri rendah ditandai dengan perilakuseperti perasaan cemas, mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunanproduktivitas, destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain, gangguan dalamberhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung ataumarah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keteganganperan yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandanganhidup yang

(25)

bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, dan menarikdiri (Stuart & Sundeen, 1998).

Perasaan dicintai oleh orang lain dan penerimaan penghargaan dari orang merupakan aspek yang penting dalam harga diri seseorang. Harga diri dapat ditingkatkan, dengan beberapa cara yaitu :

1) Memberinya kesempatan untuk berhasil. 2) Memberinya gagasan.

3) Mendorongnya untuk beraspirasi.

4) Membantunya membentuk koping ( Mubarak& Chayatin, 2010). Gangguan harga diri atau harga diri rendah akan muncul sebagai perasan yang negatif terhadap diri sendiri, kehilangan kepercayaan diri dan kegagalan mencapai keinginan.

Harga diri pasien yang menjalani pengoabtan hernia akan terganggu karena efek dari terapi dan terganggunya hubungan dengan orang di sekitar, tetapi dengan dukungan keluarga akan membuat pasien merasa kuat dalam menjalani terapi (Ikhsan, 2015).

d. Peran diri

Peran diri adalah sekumpulan perilaku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi individu di berbagai kelompok sosial yang diharapkan lingkungan sosial, misalnya sebagai seorang ayah, ibu, anak, istri, pekerja, perawat dan lain-lain.Pencapaian harga diri yang tinggi dicapai dengan kesesuaian ideal diri dan hasil dari peran yang telah dijalani.

(26)

kelompok sosial (Stuart &Sundeen, 1998). Peran ini mencakup harapan atau standard perilaku yang telahditerima oleh keluarga, komunitas, dan kultur. Perilaku tersebut didasarkan padapola yang ditetapkan melalui sosialisasi (Perry & Potter, 2010).

Agar dapatberfungsi secara efektif dalam peran, seseorang harus mengetahui perilaku dannilai yang diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan perilakudan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran.Sebagian besar individumempunyai lebih dari satu peran.Peran yang umum termasuk peran sebagai orangtua, istri atau suami, sebagai anak, pencari nafkah atau pengambil keputusan.

Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan seseorang tidak diterima (Perry & Potter, 2010). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi beberapa bagian, seperti 1) Transisi perkembangan,setiap perkembangan dapat menimbulkan

ancaman pada identitas. Setiapperkembangan harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembanganyang berbeda– beda, hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri,

(27)

atau kematian, misalnya statussendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkanperubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran,peran tidak jelas atau peran berlebihan,

3) Transisi sehat sakit, stresor pada tubuhdapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri,perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitugambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkanoleh konflik peran interpersonal, individu dan lingkungan tidak mempunyaiharapan peran yang selaras, contoh peran yang tidak adekuat, kehilangan hubungan yang penting, perubahan peran seksual, keragu-raguan peran, perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua, kurangnya pengertian tentang peran, ketergantungan obat, kurangnya keterampilan sosial, perbedaan budaya, harga diri rendah, dan konflik antar peranyang sekaligus diperankan. Gangguan-gangguan peran yang terjadi dapat ditandaidengan tanda dan gejala, seperti mengungkapkan ketidakpuasan perannya ataukemampuan menampilkan peran, mengingkari atau menghindari peran, kegagalantransisi peran, ketegangan peran, kemunduran pola tanggung jawab yang biasadalam peran, proses berkabung yang tidak berfungsi, dan kejenuhan pekerjaan(Stuart & Sundeen, 1998).

(28)

1) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai.

2) Konsistensi respon dari orang lain terhadap peran yang telah dilakukan.

3) Keseimbangan dan kesamaan antar peran yang dijalankan.

4) Keselarasan budaya dan harapan seseorang terhadap perilaku peran.

5) Pemisahan kondisi yang menimbulkan ketidaksesuaian peran. Gangguan peran diri pada pasien kemoterapi akan terganggu karena adanya ketidakmampuan pasien dalam menjalankan peran secara maksimal dalam keluarga dan pekerjaan (Ikhsan, 2015).

e. Identitas diri (Identity)

Identitas adalah penilaian akan diri sendiri yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, yang merupakan suatu kesatuan yang utuh dari aspek konsep diri.

Seseorang yang memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik dan hanya ada satu mempunyai perasaan identitas diri yang kuat.

Identitas merupakan pengorganisasian prinsip dari sistem kepribadianyang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontniuitas, keunikan, dan konsistensidari kepribadian (Stuart & Sundeen, 1998). Seseorang yang mempunyai perasaanidentitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unikdan tidak ada duannya. Identitas juga mencakup rasa internal tentangindividualitas, keutuhan dan konsistensi seseorang sepanjang waktu dan

(29)

Menurut Erikson (1963) dalam Perry &Potter (2010) seseorang belajar tentang nilai, perilaku dan peran sesuai dengankultur, untuk dapat membentuk identitas seseorang harus mampu membawasemua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren, konsisten danunik. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandaidengan memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda dengan oranglain, merasakan otonomi, menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerimadiri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dankonsep diri.

Penelitian Wahyuni (2011) dengan jumlah 60 responden, menyebutkan bahwa identitas diri pada pasien sebagian besar (32 responden) memiliki identitas diri yang kurang karena mereka merasa dirinya bukan seperti dirinya sendiri, minder dengan lingkungan sekitar dan menjadi beban dalam keluarga mereka.

4. Faktor Predisposisi

Adapun faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan konsep diri, yaitu sebagai berikut :

a. Faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu penolakan dari orang lain, harapan yang tidak nyata, kegagalan, tanggung jawab personal yang kurang, ketergantungan terhadap orang lain dan ideal diri yang tidak nyata.

b. Faktor yang mempengaruhi peran yaitu kesenjangan peran, ketidaksesuaian peran yang dijalani dan peran yang berlebihan.

(30)

c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri yaitu kurangnya percaya diri, tekanan yang berlebih dari orang lain dan perubahan struktur sosial (Riyadi & Teguh, 2013).

5. Faktor Presipitasi

Setiap situasi yang dijalani seseorang dan ketidakmampuan penyesuian seseorang menjadi masalah khusus dalam konsep diri. Faktor pencetus stres yang mempengaruhi gambaran diri seseorang misalnya kehilangan bagian tubuh, tindakan operasi, proses penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses pengobatan dan perawatan.

Sedangkan faktor pencetus stres yang mempengaruhi ideal diri dan harga diri adalah penolakan dan kurangnya penghargaan diri dari orang lain, ketidaktepatan pola asuh (terlalu dituntut, dituruti, persaingan sudara, kegagalan berulang, ketidakberhasilan menggapai cita-cita) (Riyadi & Teguh, 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.10 Hasil dari contoh 2.7.1: (a) kesalahan klasifikasi untuk himpunan pelatihan dibanding dengan sejumlah pengklasifikasi dasar; (b) kesalahan klasifikasi untuk

Karena itulah penulis berusaha untuk menjabarkan macam-macam makna ~te-iru dan menganalisis pemahaman mahasiswa terhadap aspek hyougen ~te-iru menggunakan

Saya tidak akan merokok atau mengambil mana – mana jenis dadah atau bahan yang memabukkan yang boleh mendatangkan kemudaratan semasa di dalam tempoh pengajian saya di

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyediakan bukti empiris tentang pengaruh penerapan akuntansi nilai wajar pada perusahaan perbankan terhadap

Uji coba terhadap produk bahan bacaan cerita bergambar berorientasi pendidikan karakter untuk pembelajaran membaca siswa kelas II SD melalui tahap validasi ahli materi dan

Individu dengan harga diri yang tinggi dapat menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain, dapat melakukan evaluasi dengan baik terhadap diri sendiri dengan cara

Sifat penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri selain dipengaruhi oleh muatan positif dari logam Ag juga dipengaruhi oleh gugus amonium kuarterner dari kitosan yang

Inverter mampu melakukan exsitasi mesin-mesin listrik baik satu phase maupun 3 phase dengan menyerap daya awalan yang sangat sedikit dan mempunyai torsi yang sangat