IV-1
IV.1.
Aspek Sosial
Aspek sosial yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembantuan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk respinsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hinga permasalahan yang timbul sebagai pembelajaran di masa datang daerah.
Tabel IV-1. Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Pringsewu
No Program / Kegiatan Lokasi Tahun
Bentuk Keterlib atan/ Akses Tingkat Partisipasi Perempuan (jumlah) Kontrol Pangambilan Keputusan oleh Perempuan Manfaat Permasalahan yang Perlu Diantisipasi di Masa Datang Pemberdayaan Masyarakat a PNPM Perkotaan Desa 20 2014 - - - - - b PISEW - - - - - c PAMSIMAS - - - - -
IV-2
No Program / Kegiatan Lokasi Tahun
Bentuk Keterlib atan/ Akses Tingkat Partisipasi Perempuan (jumlah) Kontrol Pangambilan Keputusan oleh Perempuan Manfaat Permasalahan yang Perlu Diantisipasi di Masa Datang d PPIP 16 Desa 2014 - - - - - e RIS PNPM 6 Desa 2014 - - - - - f SANIMAS - - - - -
Non Pemberdayaan Masyarakat
a Penyusun
an RTBL - - - - -
b Dll.
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan, AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi diatas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip pertama pengadan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlemnt)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi
IV-3 yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya dilokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika di perlukan dan sesuai persyaratan.
Tabel IV-2. Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang Membutuhkan Konsultasi, Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta Permukiman Kembali
No.
Komponen Program dan
Kegiatan
Tahap I Tahap II Arahan Lokasi
Konsultasi Pemindahan Penduduk / Pemberian Kompensasi Permukiman Kembali Sebelum
Pemindahan Pemindahan Setelah 1 Pengembangan Permukiman - - - - - 2 Penataan Bangunan dan Lingkungan - - - - - 3 Pengembangan Air minum - - - - - 4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman - - - - -
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seprti kemudahan mancapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
Tabel IV-3. Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
No Sektor Kegiatan Program Lokasi Tahun Penduduk yang Jumlah memanfaatkan
Keterangan 1 Pengembangan
Permukiman - - - - Belum ada identifikasi lebih lanjut
2 Penataan Bangunan dan
Lingkungan - - - - Belum ada identifikasi lebih lanjut
3 Pengembangan Air
Minum - - - - Belum ada identifikasi lebih lanjut
4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
- - - - Belum ada identifikasi
IV-4
IV.2.
Analisis Ekonomi
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin yaitu :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memaak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poloklonik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga : petani dengan luas lahan 500 m², buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Analisis Ekonomi.
Tabel IV-4. Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Di Kabupaten Pringsewu
No. Lokasi Penduduk Jumlah Miskin
Kondisi Umum Permasalahan
Bentuk Penanganan yang Sudah Dilakukan Kebutuhan Penanganan 1 Desa Jati
Agung 90 Kepala keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi
lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur
Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Keswadayaan Masyarakat P2KP Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh)
IV-5 No. Lokasi
Jumlah Penduduk
Miskin Kondisi Umum Permasalahan
Bentuk Penanganan yang Sudah Dilakukan Kebutuhan Penanganan Status kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri
2 Desa Gemuk Rejo 190 Kepala keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur Status
kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri
Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Belum ada penanganan Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh) 3 Desa Pringsewu
Selatan 80 Kepala keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi
lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur Status
kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri
Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Keswadayaan Masyarakat P2KP Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh) 4 Pringsewu Timur 95 Kepala keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur Status
kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri
Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Keswadayaan Masyarakat P2KP Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh) 5 Desa Pringsewu Barat 47 Kepala keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Keswadayaan Masyarakat P2KP Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh)
IV-6 No. Lokasi
Jumlah Penduduk
Miskin Kondisi Umum Permasalahan
Bentuk Penanganan yang Sudah Dilakukan Kebutuhan Penanganan lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur Status
kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri 6 Desa Pringsewu
Utara 85 Kepala keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi
lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur Status
kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri
Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Keswadayaan Masyarakat P2KP Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh)
7 Desa Banyumas 63 Kepala
keluarga Mata Pencaharian secara umum: petani Kondisi
lingkungan: Kumuh Kondisi hunian umum: Tidak Teratur Status
kepemilikan hunian secara umum: Milik Sendiri
Kurangnya PSD kawasan permukiman kumuh Belum ada penanganan Kegiatan Pengembangan Permukiman (penanganan kawasan kumuh)
IV.3.
Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
IV-7 “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baikperlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UU PPLH), KLHS digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi kebijakan, rencana dan/atau program yang akan atau sudah ditetapkan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan instrument perencanaan lingkungan yang mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam pengambilan keputusan pada tahap kebijakan, rencana dan program untuk menjamin terlaksananya prinsip lingkungan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan.
IV-8 KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan dalam kebijakan, rencana, dan program (KRP) pembangunan cipta karya. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan cipta karya tidak selalu gamblang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing sektor.
Bebebrapa nilai-nilai yang dianggap penting dalam aplikasi KLHS adalah :
1. Keterkaitan (interdependency); digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS dengan maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS mempertimbangkan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya. Dengan membangun pertautan tersebut maka KLHS dapat diselenggarakan secara komprehensif atau holistik.
2. Keseimbangan (equilibrium); digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS dengan maksud agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan seperti keseimbangan antara kepentingan sosial ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, keseimbangan kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan lain sebagainya. Implikasinya, forum-forum untuk identifikasi dan pemetaan kedalaman kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. 3. Keadilan (justice); digunakan sebagai nilai penting dengan maksud agar melalui KLHS dapat dihasilkan
kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marginalisasi sekelompok atau golongan masyarakat tertentu karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber- sumber alam atau modal atau pengetahuan.
Tabel IV-5. Tiga Macam Sifat dan Tujuan KLHS
Sifat KLHS Tujuan KLHS
Instrumental Mengidentifikasi pengaruh atau konsekuensi dari kebijakan, rencana, atau program ter hadap lingkungan hidup sebagai upaya untuk mendukung proses pengambilan keputusan Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, atau program.
Transformatif Memperbaiki mutu dan proses formulasi kebijakan, rencana, dan program
Memfasilitasi proses pengambilan keputusan agar dapat menyeimbangkan tujuan lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi
Substantif Meminimalisasi potensi dampak penting negatif yang akan timbul sebagai akibat dari usulan kebijakan, rencana, atau program (tingkat keberlanjutan lemah)
Melakukan langkah- langkah perlindungan lingkungan yang tangguh (tingkat keberlanjutan moderat)
IV-9
Sifat KLHS Tujuan KLHS
Memelihara potensi sumberdaya alam dan daya dukung air, udara, tanah dan ekosistem (tingkat keberlanjutan moderat sampai tinggi)