SKRIPSI
YULIA NOVA SARI NIM. 10010108
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PGRI SUMATERA BARAT PADANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
YULIA NOVA SARI NIM. 10010108
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PGRI SUMATERA BARAT PADANG
iii
Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang 2016.
Berkurangnya jenis ikan di Sungai Boleleu diduga akibat aktifitas masyarakat seperti penangkapan ikan menggunakan putas dan pembukaan ladang di pinggir sungai yang dapat menimbulkan erosi. Erosi biasa terjadi saat hujan lebat sehingga menyebabkan pendangkalan pada dasar sungai. Sungai Boleleu juga dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mencari ikan dengan menggunakan pancing dan putas serta keperluan rumah tangga seperti mandi dan mencuci saat air sumur berkurang. Penangkapan ikan dengan menggunakan putas dapat menyebabkan kematian bagi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis ikan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai September di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat tangkap tradisional berupa jaring insang hanyut dengan ukuran mata jaring 0,5 inci untuk ikan yang berukuran kecil dan mata jaring 0,8 inci untuk ikan yang berukuran besar dan bubu panjang 60 cm, berdiameter 20 cm. Penangkapan yang dilakukan menggunakan jaring insang mulai pagi hari (08.00-10.00 WIB) dan sore hari (15.00-17.00 WIB), sedangkan bubu dipasang 18.00 WIB dan diangkat pukul 06.00 WIB. Identifikasi sampel di Laboratorium Zoologi Program Studi Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
Jenis ikan yang ditemukan sebanyak 13 jenis termasuk 11 famili dan 4 ordo. Jenis ikan yang didapatkan yaitu Anguilla bicolor (Anguilidae), Oxygaster
anomalura (Cyprinidae), Chana lucius (Channidae), Crenimugil heterocheilos
(Mugilidae), Ophiocara porocephala (Eleotrididae), Butis humeralis (Eleotrididae),
Glossogobius intermedius (Gobiidae), Apogon hyalosoma (Apogonidae), Caranx sexfasciatus (Carangidae), Parambasis apogonoides, Ambassis urotaenia
(Chandidae), Tilapia mossambica (Cichlidae) dan Clarias batracus (Clariidae). Hasil pengukuran faktor fisika kimia air di sungai Boleleu didapatkan suhu 26oC-27oC, derajat keasaman (pH) 7-8 dan kecepatan arus 0,011 m/dtk-0,029 m/dtk.
iv
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul Jenis-Jenis Ikan Di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Pada penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Jasmi, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Ismed Wahidi,
M.Si sebagai pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Tim Dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritikan dan saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Erismar Amri, M.Si sebagai Penasehat Akademik. 4. Pimpinan STKIP PGRI Sumatera Barat.
5. Pimpinan dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
7. Karyawan/ti Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. 8. Kedua Orang Tua Tercinta Ayahanda Liberni (Alm.) dan Ibunda Jainimar yang
Azwar dan Meiliana) dan keluarga besar yang selalu mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan dan seluruh pihak yang ikut membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
Semoga bimbingan, bantuan, dukungan serta saran Bapak, Ibu dan rekan-rekan berikan menjadi berkat bagi penulis dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan menjadi sumber yang bermanfaat dalam bidang Taksonomi Vertebrata.
Padang, Februari 2016
vi
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 3 C. Pembatasan Masalah ... 4 D. Perumusan Masalah ... 4 E. Tujuan Penelitian ... 4 F. Kegunaan Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Ikan ... 6
B. Taksonomi Ikan Air Tawar ... 10
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Ikan di Sungai ... 16
D. Alat Tangkap Ikan ... 21
BAB III BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat ... 24
C. Deskripsi Daerah Penelitian ... 24
D. Metode Penelitian ... 26
E. Cara Kerja ... 26
F. Identifikasi Sampel ... 31
G. Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 32
B. Pembahasan ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR KEPUSTAKAAN 55
viii
1. Jenis - jenis ikan Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai ... 31 2. Ikan-ikan yang tertangkap berdasarkan alat tangkap selama penelitian pada
masing-masing stasiun penangkapan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur
Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai ... 47 3. Parameter Fisika dan Kimia air di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan
ix
Halaman
1. Skema ikan ... 7
2. Skema pengukuran ikan ... 8
3. Tipe-tipe utama letak mulut ... 8
4. Bentuk-bentuk utama sirip ekor ... 8
5. Bagian sirip punggung ... 9
6. Skema gabungan dua sirip punggung ... 9
7. Jaring Insang ... 28
8. Ukuran mata jaring ... 28
9. Bubu, Alat tangkap ikan ... 30
10. Anguilla bicolor (Tomina) ... 33
11. Oxygaster anomalura (Tala talak) ... 34
12. Chana lucius (Kalajat) ... 36
13. Crenimugil heterocheilos(Bute’ baga) ... 37
14. Ophiocara porocephala (Gai-gai) ... 38
15. Butis humeralis (Kolomot) ... 39
16. Glossogobius intermedius (Poroipoi) ... 40
17. Apogon hyalosoma (Gegge) ... 41
18. Caranx sexfasciatus (Let-let) ... 42
19. Ambassis urotaenia (Lakkanai) ... 44
21. Tilapia mossambica (Ibat sareu) ... 46 22. Clarias batracus (Golak) ... 47
xi
Halaman 1. Layout Lokasi Penelitian ... 57 2. Lokasi Penelitian ... 58 3. Hasil Pengukuran dan Perbandingan Pengukuran Morfometrik Ikan di Sungai
Boleleu ... 62 4. Peta Sipora Utara ... 63
1 A. Latar Belakang Masalah
Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir, suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara kelaut. Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan hujan yang biasanya diebut dengan daerah pengaliran sungai (Soewarno, 1991). Lingkungan pembesaran ikan dapat diartikan sebagai wilayah yang digunakan ikan untuk melangsungkan proses pertumbuhan. Salah satu habitat dari perbesaran ikan air tawar adalah sungai. Sungai merupakan wilayah dilalui badan air yang bergerak dari tempat tinggi ketempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah tanah (Kordi dan Tancung, 2007).
Bermacam-macam ikan yang sekarang didapatkan di air tawar diduga nenek-moyangnya berasal dari laut karena ada persaingan hidup, ikan-ikan tersebut memasuki perairan air tawar dan hidup serta berkembang biak melewati beratus-ratus bahkan beribu-ribu generasi. Generasi yang sekarang didapat, sudah banyak mengalami perubahan sifat dan sudah beradaptasi dalam lingkungan hidup air tawar, serta tidak dapat kembali lagi kedalam lingkungan air laut. Itulah asal mulanya ikan-ikan yang sekarang menempati sungai, danau, rawa-rawa, situ-situ dan genangan-genangan air lainnya yang ada di daratan (Djuhanda, 1981).
Sungai Boleleu merupakan sungai yang terdapat di Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Desa Sidomakmur mempunyai tiga Dusun yaitu Dusun Sinabak, Dusun Boleleu dan Dusun Makoddiai. Disepanjang sungai ini selain dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman juga dimanfaatkan untuk perladangan serta jalur sungai bagi masyarakat yang menuju Dusun Mapaddegat dengan alat transportasi sampan. Disekitar sungai merupakan perladangan masyarakat, pembukaan ladang di pinggir sungai mengakitbatkan erosi. Erosi dapat menyebabkan sungai menjadi sempit, dangkal dan air menjadi keruh karena lumpur. Menurut Nasution (2000), kekeruhan sungai karena adanya lumpur yang menumpuk berasal dari tanah yang terhanyut di dalam sungai, dan juga sampah-sampah yang terdapat di sungai. Kekeruhan tinggi mengganggu insang ikan dalam menyerap oksigen.
Sungai Boleleu juga dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mencari ikan dengan menggunakan pancing dan putas serta keperluan rumah tangga seperti mandi dan mencuci saat air sumur berkurang. Penangkapan ikan dengan menggunakan putas dapat menyebabkan kematian bagi ikan. Bila air disekitar ikan tercemar oleh putas, maka suplai oksigen pada ikan semakin berkurang dan menyebabkan ikan tersebut pingsan dan berujung kematian (Ayunaris, 2009). Begitu juga dengan deterjen, bisa membuat ikan-ikan yang ada pada perairan menjadi terganggu, pernapasannya terganggu, bahkan bisa membuat ikan menjadi mabuk dan akhirnya berujung kematian (Lailameka, 2013). Akibat faktor lingkungan jenis ikan jadi berkurang, jika hal ini terus berlanjut tentu beberapa jenis ikan di sungai Boleleu akan berkurang bahkan bisa punah. Berdasarkan informasi dari masyarakat penangkap ikan, jenis
ikan yang terdapat di Sungai Boleleu dari tahun sebelumnya, terdapat 19 jenis ikan antara lain kalajat (Channa lucius), butek baga (Crenimugil heterocheilos), kolomot (Butis humeralis), pamemelak (Siganus vermiculatus), ngau-ngau mata/tomina (Anguilla bicolor), mujair (Tilapia mossambica), gegge (Apogon hyalosoma), labo (Lutjanus argentimaculatus), roddot (Terapon jarbua), kobut (Anabas testudineus), golak (Clarias batracus), bruggai (Clarias meladerma), bue (Toxotes microlepis), bakkat utek/gurami (Osphronemus goramy), gai-gai (Ophiocara porocephala),
tuk-tuk be’be’ (Pristolepis fasciata), bulu bailat (Trichogaster trichopterus), lakkanai (Ambassis urotaenia), dan ilek (Anguilla marmorata). Namun jenis ikan sekarang yang terdapat sebelum dilakukan penelitian di Sungai Boleleu sekitar 8 jenis ikan yaitu kobut, butek baga, ilek, gai-gai, kalajat, pamemelak, lakkanai dan kolomot.
Informasi penelitian jenis-jenis ikan yang telah ada diantaranya dari penelitian Edward (2009) tentang Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Batang Idas Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang diperoleh 5 famili ikan yang terbagi dalam 8 genus dengan 8 spesies, penelitian Juwito (2011) tentang Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Sungai Simalulua Desa Maileppet Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, diperoleh 18 famili ikan yang terbagi dalam 22 genus dengan 25 spesies dan dari penelitian Iistianah (2014) tentang Jenis-jenis Ikan yang Ditemukan di Sungai Tabir Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, diperoleh 6 famili ikan yang terbagi dalam 15 genus dengan 16 spesies. Sedangkan di Sungai Boleleu belum pernah diadakan penelitian tentang jenis-jenis ikannya. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian tentang“Jenis-jenis Ikan di Sungai
Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan
Mentawai”.
B. Identifikasi Masalah
1. Belum ada data keragaman jenis ikan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
2. Tercemarnya sungai karena aktivitas manusia.
3. Pembukaan ladang di pinggir sungai menimbulkan erosi sehingga mengganggu keberadaan ikan.
4. Populasi dan keragaman ikan berkurang di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti berupa:
1. Ikan yang dijadikan sampel adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap. 2. Alat tangkap yang digunakan adalah Jaring insang (mata jaring 0,5 inci dan 0,8
inci) dan Bubu (panjang 50 cm dan diameter 20 cm).
3. Pengukuran faktor fisika-kimia air yang diukur adalah suhu, kecepatan arus, pH.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang ada maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah:
1. Apa jenis ikan yang terdapat di sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
2. Bagaimana faktor fisika-kimia air (suhu, kecepatan arus, pH) di sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
E. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui jenis-jenis ikan di sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
2. Mengetahui faktor fisika-kimia air (suhu, kecepatan arus, pH) di sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Sebagai ilmu tambahan bagi penulis dalam bidang zoologi vertebrata.
2. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang jenis-jenis ikan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
6 A. Morfologi Ikan
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat dilapisi oleh epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin (Radiopoetro, Suharno, Shalihuddin, Susilo, Harminami & Aliusodo, 1986).
Mulut pada ikan ada beberapa bentuk yang diberi nama berdasarkan letaknya, seperti mulut yang terletak agak jauh kebawah (interior), mulut agak kebawah (sub
ternal), mulut tepat di ujung hidung (ternal) dan mulut menghadap ke atas (superior).
Di sekitar mulut kadang-kadang dilengkapi dengan sungut yang berfungsi sebagai alat peraba dan reseptor kimia. Sungut ini diberi nama berdasarkan tempat keluarnya seperti sungut rahang dan sungut hidung (Bond, 1987).
Tubuh ikan umumnya dilindungi oleh sisik dan kulit tipis (jaringan
epithelium) yang terletak disebelah luar dari sisik, mengandung banyak sel-sel yang
bersifat kelenjar. Kelenjar-kelenjar ini menghasilkan lendir karna itu tubuh ikan menjadi licin. Lendir tersebut bersifat antiseptik yang berguna untuk membebaskan kulit dari macam-macam jamur dan bakteri. Jumlah sisik untuk setiap ikan selalu tetap dan jika ikan tumbuh sisiknya pun juga tumbuh menjadi bertambah besar. Pada
ikan-ikan yang hidup di daerah dua musim, pertumbuhan sisiknya dapat dilihat dengan jelas berupa lingkaran-lingkaran tubuh (Djuhanda, 1981)
Ikan mempunyai anggota gerak yang disebut sirip. Pada garis besarnya ikan mempunyai dua macam sirip, yaitu sirip tunggal dan sirip berpasangan. Sirip berpasangan terdiri dari sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur, sirip dada dan sirip perut. Sirip punggung dan sirip dubur bekerja sama untuk menjaga keseimbangan tubuh, sirip ekor bekerja sebagai penggerak, sirip dada juga bekerja untuk berputar. Sirip ini diperkuat oleh jari-jari sirip yang terdiri dari jari-jari lemah dan jari-jari sirip keras bahkan ada yang terbentuk duri (Bond, 1987).
Berikut ini akan diuraikan mengenai ukuran berbagai bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam mengidentifikasi ikan.
Gambar 1. Skema ikan untuk menunjukkan ciri-ciri morfologi utama dan ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi (A) Sirip punggung, (B)sirip ekor, (C) gurat sisi, (D)lubang hidung, (E) sungut, (F)sirip dada, (G)sirip perut, (H)sirip dubur, (a) panjang total, (b) panjang standar, (c) panjang kepala, (d) panjang batang ekor, (e) panjang moncong, (f) tinggi sirip punggung, (g) panjang pangkal sirip punggung, (h) diameter mata, (i) tinggi batang ekor, (j) tinggi badan, (k) panjang sirip dada, (l) panjang sirip perut.
ikan-ikan yang hidup di daerah dua musim, pertumbuhan sisiknya dapat dilihat dengan jelas berupa lingkaran-lingkaran tubuh (Djuhanda, 1981)
Ikan mempunyai anggota gerak yang disebut sirip. Pada garis besarnya ikan mempunyai dua macam sirip, yaitu sirip tunggal dan sirip berpasangan. Sirip berpasangan terdiri dari sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur, sirip dada dan sirip perut. Sirip punggung dan sirip dubur bekerja sama untuk menjaga keseimbangan tubuh, sirip ekor bekerja sebagai penggerak, sirip dada juga bekerja untuk berputar. Sirip ini diperkuat oleh jari-jari sirip yang terdiri dari jari-jari lemah dan jari-jari sirip keras bahkan ada yang terbentuk duri (Bond, 1987).
Berikut ini akan diuraikan mengenai ukuran berbagai bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam mengidentifikasi ikan.
Gambar 1. Skema ikan untuk menunjukkan ciri-ciri morfologi utama dan ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi (A) Sirip punggung, (B)sirip ekor, (C) gurat sisi, (D)lubang hidung, (E) sungut, (F)sirip dada, (G)sirip perut, (H)sirip dubur, (a) panjang total, (b) panjang standar, (c) panjang kepala, (d) panjang batang ekor, (e) panjang moncong, (f) tinggi sirip punggung, (g) panjang pangkal sirip punggung, (h) diameter mata, (i) tinggi batang ekor, (j) tinggi badan, (k) panjang sirip dada, (l) panjang sirip perut.
ikan-ikan yang hidup di daerah dua musim, pertumbuhan sisiknya dapat dilihat dengan jelas berupa lingkaran-lingkaran tubuh (Djuhanda, 1981)
Ikan mempunyai anggota gerak yang disebut sirip. Pada garis besarnya ikan mempunyai dua macam sirip, yaitu sirip tunggal dan sirip berpasangan. Sirip berpasangan terdiri dari sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur, sirip dada dan sirip perut. Sirip punggung dan sirip dubur bekerja sama untuk menjaga keseimbangan tubuh, sirip ekor bekerja sebagai penggerak, sirip dada juga bekerja untuk berputar. Sirip ini diperkuat oleh jari-jari sirip yang terdiri dari jari-jari lemah dan jari-jari sirip keras bahkan ada yang terbentuk duri (Bond, 1987).
Berikut ini akan diuraikan mengenai ukuran berbagai bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam mengidentifikasi ikan.
Gambar 1. Skema ikan untuk menunjukkan ciri-ciri morfologi utama dan ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi (A) Sirip punggung, (B)sirip ekor, (C) gurat sisi, (D)lubang hidung, (E) sungut, (F)sirip dada, (G)sirip perut, (H)sirip dubur, (a) panjang total, (b) panjang standar, (c) panjang kepala, (d) panjang batang ekor, (e) panjang moncong, (f) tinggi sirip punggung, (g) panjang pangkal sirip punggung, (h) diameter mata, (i) tinggi batang ekor, (j) tinggi badan, (k) panjang sirip dada, (l) panjang sirip perut.
Gambar 2. Skema pengukuran ikan Keterangan:
1. Panjang Total (PT): merupakan ukuran tubuh terpanjang yang diukur mulai moncong terdepan sampai jari-jari sirip ekor terpanjang.
2. Panjang Standar (PS): diukur mulai moncong terdepan sampai pangkal sirip ekor.
3. Tinggi Badan (TB): diukur pada bagian tubuh yang tertinggi namun tidak termasuk sirip.
Gambar 3. Tipe-tipe utama letak mulut (a) terminal, (b) sub terminal, (c) inferior dan (d) superior
Gambar 4. Bentuk-bentuk utama sirip ekor (a) membulat, (b) bersegi, (c) sedikit cekung atau berlekuk tunggal, (d) bulan sabit, (e) bercagak, (f) meruncing, (g) lanset
Gambar 2. Skema pengukuran ikan Keterangan:
1. Panjang Total (PT): merupakan ukuran tubuh terpanjang yang diukur mulai moncong terdepan sampai jari-jari sirip ekor terpanjang.
2. Panjang Standar (PS): diukur mulai moncong terdepan sampai pangkal sirip ekor.
3. Tinggi Badan (TB): diukur pada bagian tubuh yang tertinggi namun tidak termasuk sirip.
Gambar 3. Tipe-tipe utama letak mulut (a) terminal, (b) sub terminal, (c) inferior dan (d) superior
Gambar 4. Bentuk-bentuk utama sirip ekor (a) membulat, (b) bersegi, (c) sedikit cekung atau berlekuk tunggal, (d) bulan sabit, (e) bercagak, (f) meruncing, (g) lanset
Gambar 2. Skema pengukuran ikan Keterangan:
1. Panjang Total (PT): merupakan ukuran tubuh terpanjang yang diukur mulai moncong terdepan sampai jari-jari sirip ekor terpanjang.
2. Panjang Standar (PS): diukur mulai moncong terdepan sampai pangkal sirip ekor.
3. Tinggi Badan (TB): diukur pada bagian tubuh yang tertinggi namun tidak termasuk sirip.
Gambar 3. Tipe-tipe utama letak mulut (a) terminal, (b) sub terminal, (c) inferior dan (d) superior
Gambar 4. Bentuk-bentuk utama sirip ekor (a) membulat, (b) bersegi, (c) sedikit cekung atau berlekuk tunggal, (d) bulan sabit, (e) bercagak, (f) meruncing, (g) lanset
1. Bentuk membulat, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis melengkung dari bagian dorsal hingga ventral.
2. Bentuk bersegi atau tegak, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis tegak dari bagian dorsal hingga ventral.
3. Bentuk sedikit cekung atau berlekuk tunggal, apabila terdapat lekukan dangkal antara lembar dorsal dengan lembar ventral.
4. Bentuk bulan sabit, apabila ujung dorsal dan ujung ventral sirip ekor melengkung keluar, runcing, sedangkan bagian tengahnya melengkung kedalam, membuat lekukan yang dalam.
5. Bentuk bercagak, apabila terdapat lekukan tajam antara lembar dorsal dengan lembar ventral.
6. Bentuk meruncing, apabila pinggiran sirip ekor berbentuk tajam (meruncing). 7. Bentuk lanset (Kottelat, Whitten, Kartikasari, and Wirjoatmodjo, 1993).
Gambar 5. Bagian sirip punggung pertama yang keras (a) dan bagian kedua yang lunak (b)
Gambar 6. Skema gabungan dua sirip punggung (a) duri dan (b) jari-jari (Kottelat, et
al., 1993)
1. Bentuk membulat, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis melengkung dari bagian dorsal hingga ventral.
2. Bentuk bersegi atau tegak, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis tegak dari bagian dorsal hingga ventral.
3. Bentuk sedikit cekung atau berlekuk tunggal, apabila terdapat lekukan dangkal antara lembar dorsal dengan lembar ventral.
4. Bentuk bulan sabit, apabila ujung dorsal dan ujung ventral sirip ekor melengkung keluar, runcing, sedangkan bagian tengahnya melengkung kedalam, membuat lekukan yang dalam.
5. Bentuk bercagak, apabila terdapat lekukan tajam antara lembar dorsal dengan lembar ventral.
6. Bentuk meruncing, apabila pinggiran sirip ekor berbentuk tajam (meruncing). 7. Bentuk lanset (Kottelat, Whitten, Kartikasari, and Wirjoatmodjo, 1993).
Gambar 5. Bagian sirip punggung pertama yang keras (a) dan bagian kedua yang lunak (b)
Gambar 6. Skema gabungan dua sirip punggung (a) duri dan (b) jari-jari (Kottelat, et
al., 1993)
1. Bentuk membulat, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis melengkung dari bagian dorsal hingga ventral.
2. Bentuk bersegi atau tegak, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis tegak dari bagian dorsal hingga ventral.
3. Bentuk sedikit cekung atau berlekuk tunggal, apabila terdapat lekukan dangkal antara lembar dorsal dengan lembar ventral.
4. Bentuk bulan sabit, apabila ujung dorsal dan ujung ventral sirip ekor melengkung keluar, runcing, sedangkan bagian tengahnya melengkung kedalam, membuat lekukan yang dalam.
5. Bentuk bercagak, apabila terdapat lekukan tajam antara lembar dorsal dengan lembar ventral.
6. Bentuk meruncing, apabila pinggiran sirip ekor berbentuk tajam (meruncing). 7. Bentuk lanset (Kottelat, Whitten, Kartikasari, and Wirjoatmodjo, 1993).
Gambar 5. Bagian sirip punggung pertama yang keras (a) dan bagian kedua yang lunak (b)
Gambar 6. Skema gabungan dua sirip punggung (a) duri dan (b) jari-jari (Kottelat, et
B. Taksonomi Ikan Air Tawar 1. Kelas (Classis) Pisces
Kelas Osteichthies tubuhnya tubuhnya berskeleton bertulang keras, mulut terdapat dibagian depan tubuh, terbungkus oleh kulit yang bersisik, berbentuk seperti torpedo, berenang dengan sirip, bernapas dengan insang, celah insang satu pada masing-masing sisi kepala, kulit licin karena sekresi mukus oleh kelenjar pada kulit, memiliki gelembung renang dan sistem gurat sisi terdapat pada sisi tubuh, mulut terletak di ujung dan mempunyai sepasang lubang hidung (Alamsjah, 1974).
2. Ordo
Ordo ikan air tawar antara lain; a. Ordo Anguilliformis (Apodes)
Bentuk badan panjang silindris atau seperti ular. Sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur bersatu. Kadang-kadang tidak mempunyai sirip ekor sehingga ekor merupakan ujung yang pendek dan tumpul. Sirip perut tidak ada. Sirip dada kecil atau tidak ada. Celah insang kecil. Bersisik sangat kecil “cycloid” atau tidak
bersisik.
1) Famili Anguilidae
Mempunyai sirip dada, sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur sempurna (ada). Pangkal sirip punggung jauh di belakang celah insang. Ciri-ciri morfologi lainnya yaitu mempunyai lubang hidung depan dan belakang yang berjauhan letaknya. Lubang hidung seperti pipa (tube) terletak di kanan kiri moncong (hidung) bagian depan. Sedangkan lubang hidung belakang terletak di depan mata. Mulut agak miring sampai melewati mata. Contoh spesiesnya
antara lain: Anguilla australis Rich., Anguilla bicolor, Anguilla celebensis, dan
Anguilla mauritiana.
b. Ordo Cypriniformes (Ostariophysi)
Tulang punggung (vertebrata) pada ujung depan (anterior) berubah bentuknya menjadi empat keping tulang yaitu tulang Claustrum, Interecalarum, Scaphium dan Tripus. Tulang ini sering disebut dengan tulang weber. Memiliki sisik atau tidak, biasanya memiliki sungut di sekitar mulut atau ada yang tidak memiliki sungut. Terdapat 1-4 jari-jari sirip punggung yang mengeras dan sirip perut terletak abdominal (jauh di belakang sirip dada) (Alamsjah, 1974).
1) Famili Cyprinidae
Dasar sisip dada dan sirip perut tidak mendatar atau tegak hanya satu duri jari-jarinya sebelah keluar tidak bercabang. Duri tunggal atau berbelah mungkin ada dimuka atau dibawah mata, pinggir rongga mata bebas atau tertutup oleh kulit, mulut agak kebawah, tidak pernah lebih dari empat helai sungut. Contoh genus dari famili ini menurut Saanin (1984) adalah:
a) Genus Rasbora
Tidak bersungut, sirip dubur dengan lima jari-jari yang bercabang, mulut agak kecil dengan bonggol sambungan tulang rahang bawah, belakang hanya berupa bercak hitam di bawah sirip punggung, sisik garis rusuk berjumlah 24-29 rusuk. Spesiesnya antara lain: Rasbora lateristriata, R.
b) Genus Cyprinus
Permulaan sirip punggung di muka, di atas atau sedikit di belakang permulaan sirip perut, perlipatan hidung yang mandatar dan pada dasarnya mambungkus tulang rahang atas dan menutupi dasar bibir atas, mulut di muka atau sedikit di bawah, kulit hidung bagian kebawah berbentuk lipatan hidung yang bergantung dan menutupi dasar bibir atas. Mulutnya terletak di bawah, tidak berlipatan hidung, kulit bagian bawah hidung bersambung rata dengan bibir atas, mulut nyata terletak di bawah, jari-jari keras sirip dubur bergigi sebelah kebelakang, sisik garis rusuk 33-37 sirip panjang. Spesiesnya antara lain: Cyprinus carpio, Carasslus avratus, Amblyrhynchichthyes
troncatus dan Osteochillus brevicauda.
c) Genus Mystacoleucus
Berduri (jari-jari keras) yang rebah di muka sirip punggung, duri-duri ini kadang-kadang tertutup oleh sisik, sirip dubur dengan 8-9 jari-jari lemah bercabang. Sisik garis rusuk 26-29. Spesiesnya antara lain: Mystacoleucus
marginatus, M. padangensis dan Cyclocheilichth hysenoplos.
d) Genus Osteochilus
Tidak berjari-jari kerena yang rebah pada sirip punggung, sirip dubur dengan 5 jari-jari lemah bercabang, kecuali 7 sirip punggung dengan 10-18 jari-jari lemah bercabang, panjang batang ekor dan tingginya yang terendah sama. Spesiesnya antara lain: Osteochilus haselti, O. belius popta, O.
e) Genus Hampala
Bibir berpinggir licin kecuali bibir atas bertekuk-tekuk, mulut di ujung miring, lebar dan melewati pinggiran muka dari mata 2 sungut rahang atas, antara sirip punggung dan sirip perut berbelang hitam melintang. Spesiesnya antara lain: Hampala macrolepidota dan H. ampalansi.
f) Genus Labeobarbus
Mulut di ujung atau agak di bawah dan tidak melewati pinggiran muka dari mata, 2 atau 4 sungut atau tidak bersungut, jari-jari keras sirip punggung licin. Spesiesnya antara lain: Labebarbus douronensis dan L.
tambra.
g) Genus Puntius
Bibir bawah tidak terpisah dari rahang bawah yang tidak berkulit tebal, hidung tidak berbintik-bintik keras, sungut sangat kecil, sisik antara garis rusuk dan pada permulaan sirip punggung 3-3,5 sisik. Spesiesnya antara lain: Puntius javanicus dan P. sunieri.
h) Genus Labeo
Tulang di bawah mata tidak lebar, sembungan tulang rahang bawah tidak berbintil, bibir bawah dapat dipisahkan oleh rahang, sirip punggung 10-18 jari-jari lemah bercabang, hidung berkeping di samping, empat sungut. Spesiesnya antara lain: Labeo erythropterus, Tylognathus falcifer, T.
i) Genus Oxygaster
Otot punggung tidak mencapai bidang antara dua mata, sirip dada mencapai pangkal sirip perut atau sedikit lebih jauh, 50-60 sisik pada gurat sisi. Contoh spesiesnya antara lain: Oxygaster anomalura dan O. oxygaster (Alamsjah, 1974).
c. Ordo Perciformes (Labyrinthici)
Sirip-sirip biasanya mempunyai jari-jari keras (spines). Rahang atas memanjang keluar, umumnya terdapat dua sirip punggung, yang pertama mempunyai bentuk yang normal. Sirip perut tidak lebih dari 6 jari-jari. Mata dan kuduk simetris. Sirip ekor tidak lebih dari 17 jari-jari, dimana 2 jari-jari keras dan 15 jari-jari lemah. Vetebrae pertama tidak bersatu dengan tengkorak. Sebagian besar hidup di laut, tetapi ada juga yang hidup di air tawar.
1) Sub ordo Mugiloidei
Dua sirip punggung. Sirip dada biasanya terletak tinggi dari pertengahan badan. Terdapat 3-4 gigi kerongkongan atas. Salah satu familinya adalah Mugilidae, garis tidak ada atau tidak sempurnah. Mulut sedang atau kecil. Sirip punggung pertama tidak lebih dari 4 jari keras. Sirip dubur dengan 3 jari-jari yang mengeras. Vetebrae 24-26. Contoh spesiasnya adalah Crenimugil
2) Sub Ordo Gobioidei
Satu atau sirip punggung yang berpisahan, sirip perut bersatu (berlekatan). Hidup di pantai atau di sungai. Salah satu familinya adalah Gobiidae, sirip punggung ada dua, sirip perut seperti piring atau seperti cakram (disk). Contoh spesiesnya adalah Glossogobius intermedius.
3) Sub Ordo Percoidei
Bersisik ctenoid dan jarang sekali yang cycloid. Ukuran sisik sedang atau kecil. Letak mulut subterminal dan biasanya meruncing. Familinya antara lain:
a) Famili Apogonida
Sirip punggung pertama mempunyai jari-jari keras sebanyak 6-9. Sirip punggung kedua mempunyai 1 jari-jari keras, langit-langit depan bergigi. Contoh spesiesnya adalah Apogon hyalosoma, A. poecilopterus dan
Siphamia tubifer.
b) Famili Carangidae
Mempunyai sirip punggung yang terpisah, dimana sirip punggung pertama berjari-jari keras, sedangkan sirip punggung kedua berjari-jari lemah dan kadang-kadang satu jari keras dimukanya. Terdapat dua jari-jari keras yang terpisah pada sirip dubur dari sisinya dan jarang sekali yang tersembunyi di bawah kulit. Sirip dubur tidak bersisik. Contoh spesiesnya adalah Caranx sexfasciatus, Parastromateus niger dan Alectis indica (Rupp) (Alamsjah, 1974).
c) Famili Chiclidae
Terdapat sebuah lubang hidung pada tiap sisi linea lateralis terputus-putus, sirip dubur terdiri dari 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lemah, sirip punggung 15-18 buah, jari-jari keras 13. Genus Tilapia, penampang kepala dan hidung dari atas cembung, alat kelamin agak putih, jernih, sirip dubur berbintik-bintik hitam. Spesiesnya anatara lain: Tilapia mosambica dan T.
nilotica (Saanin, 1984).
d. Ordo Siluriformis 1) Famili Clariidae
Tidak bersisik lemak (selaput sembulan kulit seperti sirip di belakang sirip punggung), sirip punggung hampir mencapai atau bersambungan dengan sirip ekor. Contoh genus dari famili ini adalah Genus Clarias, bersirip lemak di belakang sirip punggung. Contoh spesiesnya adalah Clarias batranus.
2) Famili Pangasidae
Delapan sungut, sepasang sungut hidung, mulut di ujung. Contoh genus dari famili ini adalah Genus Pangasius, Sirip dubur dengan 28 jari-jari, panjang sirip dubur sepertiga panjang badan. Contoh spesiesnya adalah Pangasius
pangasius (Saanin, 1968).
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Ikan di Sungai 1. Habitat ikan air tawar
Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah tanah
(Kordi dan Tancung, 2007). Ciri khas sungai adalah selalu ada pergerakan air. Pergerakan air ini mengakibatkan kandungan oksigen meningkat. Semakin cepat pergerakan air maka semakin tinggi kandungan oksigennya. Sungai umumnya lebih keruh dibanding danau, terutama saat hujan. Ikan yang hidup di sungai memiliki bentuk tubuh lebih ramping karna lebih banyak bergerak. Jenis-jenis ikan sungai tidak tahan terhadap kekeruhan air yang berlangsung lama (Nasution, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan di sungai yaitu ketersediaan tumbuh-tumbuhan, tajuk-tajuk peneduh yang dapat mengurangi banyak bentos di dasar sungai, serta distribusi arus dan genangan-genangan air. Pada waktu hujan lebat permukaan air sungai meningkat dan ikan-ikan sungai yang lebih besar berenang kehulu untuk berkembang biak, ikan-ikan tersebut kadang-kadang sebagai predator dan mendesak komunitas ikan yang menetap (Kottelat, et al., 1993). Komponen ekologi sungai adalah segala komponen biotik yang hidup di sungai, baik makhluk hidup yang bergerak secara aktif contohnya ikan, maupun makhluk yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat berpindah contohnya tumbuhan (Maryono, 2008).
Sungai dapat dibedakan menjadi hulu, hilir dan muara. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi (jenis maupun jumlah) biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat, dan populasi biota air di dalamnya termasuk banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi. Sedangkan muara adalah bagian sungai yang berbatasan dengan laut (Kordi dan Tancung, 2007).
Menurut Subardja (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ikan selain banyak dan komplit juga saling berkaitan dalam pengaruhnya. Diantara faktor-faktor ekologi yang penting antara lain:
a. Rintangan fisik (Fisikal Barries) termasuk misalnya tanah atau daratan, iklim, suhu, kedalaman air, cahaya dan arus.
b. Rintangan kimiawi (Chemical Barries) salinitas, sifat-sifat kimiawi perairan. c. Rintangan biologis (Biological Barries) termasuk misalnya faktor makanan,
penyakit, kepadatan populasi, predator.
2. Cuaca
Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jam (Regariana, 2004 dalam Annonimus, 2008).
3. Fisika-Kimia Air a. Fisika Air
Faktor fisika air mempunyai pengaruh besar terhadap organisme yang ada di dalam air.
1) Suhu Air
Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya
suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan termometer (Suin dan Syafinah, 2006)
Menurut Kordi dan Tancung (2007) kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28-32oC dan menurut Ciptanto (2010) suhu yang mematikan untuk hampir semua jenis ikan adalah 10-11oC selama beberapa hari. Nafsu makan ikan akan menurun pada suhu di bawah 16oC, sementara reproduksi ikan mengalami penurunan pada suhu di bawah 21oC.
2) Kecepatan Arus
Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air. Pengukuran kecepatan arus air dengan cara yang paling sederhana ialah dengan menggunakan benda yang mengapung di air, seperti kertas atau gabus. Benda itu dilepaskan di permukaan air dan akan bergerak di permukaan air (Suin dan Syafinah, 2006). Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1-1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan yang fenomena yang biasa
terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).
b. Kimia Air
1) Derajat keasaman
Menurut Nasution (2000) derajat keasaman disebut juga dengan pH. Nilai derajat keasaman berkisar angka 1-14. Nilai tengah dari kisaran derajat keasaman air (pH 7) dikatakan airnya bersifat netral. Bila angka pH air lebih rendah dari 7 maka sifat air tersebut asam. Sementara bila lebih tinggi dari 7 maka sifat air tersebut basa dan menurut Kordi dan Tancung (2007) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Sedangkan menurut Ciptanto (2010) bahwa derajat keasaman air yang memenuhi syarat adalah 5-5,8, untuk ikan air tawar yang cocok 6,5-6,7.
4. Makanan ikan
Semua makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya memerlukan makanan, dan makanan diambil dari bahan-bahan yang sudah tersedia di dunia. Tumbuh-tumbuhan mengambil bahan inorganik berbagai makanan dan dengan pertolongan cahaya matahari diubah menjadi bahan organik, peristiwanya disebut fotosintesa. Hewan hanya dapat memecahkan bahan-bahan organik yang sudah ada, menjadi bahan organik lain. Semua bahan-bahan organik yang digunakan oleh hewan sebagai makanan, berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan lain, baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Jadi tanpa adanya tumbuh-tumbuhan, mungkin di dunia ini tidak akan ada kehidupan (Djuhanda, 1981).
Berdasarkan macam makanan yang diambil oleh ikan, kita dapat membedakan adanya ikan-ikan karnivora, herbivora, ikan-ikan pemakan kotoran dan ikan-ikan omnivor. Ikan-ikan karnivora, yaitu ikan-ikan yang makanannya berjenis hewan. Ikan-ikan herbivora, makanannya berupa jenis-jenis tumbuh-tumbuhan. Ikan-ikan pemakan kotoran, yaitu ikan-ikan yang makannya berupa sisa-sisa dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang sudah mati ataupun yang sudah membusuk. Ikan-ikan omnivora dapat memakan jenis tumbuhan dan jenis hewan berbagai bahan makanan (Djuhanda, 1981).
D. Alat Tangkap Ikan
Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring insang dan Bubu.
1. Jaring Insang
Jenis alat penangkapan ikan jaring insang adalah Jaring yang berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat atau terpuntal, dioperasikan di permukaan, pertengahan dan dasar secara menetap, hanyut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal. Jaring insang dibedakan menjadi 5 jenis yaitu jaring insang tetap, jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring insang berpancang, dan jaring insang berlapis (Permen Kelautan dan Perikanan, 2010).
Tata cara pengoperasian jaring insang dilakukan dengan cara menghadang arah renang gerombolan ikan pelagis atau demersal yang menjadi sasaran tangkap
sehingga terjerat pada jaring. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, pertengahan maupun pada dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis jaring insang. Jaring insang dioperasikan secara menetap, dihanyutkan, melingkar maupun terpancang pada permukaan, pertengahan maupun dasar perairan. Jaring insang ada yang satu lapis maupun berlapis. Jaring insang berlapis umumnya dioperasikan pada dasar perairan umumnya menangkap ikan demersal (Permen Kelautan dan Perikanan, 2010).
2. Bubu
Bubu merupakan alat tangkap ikan perangkap. Menurut Permen Kelautan dan Perikanan (2010) kelompok jenis alat tangkap perangkap adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring ,dan/atau besi, kayu, bambu, berbentuk silinder, trapesium dan bentuk lainnya dioperasikan secara pasif pada dasar atau permukaan perairan, dilengkapi atau tanpa umpan.
Bubu adalah alat penangkap ikan yang bersifat perangkap, terbuat dari bambu. Bubu dipasang di dasar sungai selama jangka waktu tertentu. Untuk menarik perhatian ikan, seringkali di dalam bubu itu diberi umpan (kelapa yang sudah dibakar) untuk mengusakan penangkapan ikan dengan sukses, seringkali diperlukan pengetahuan praktis tentang jenis makanan apa yang disukai ikan yang bersangkutan baik sewaktu masih berupa anak-anak maupun sudah dewasa (Soeseno, 1983).
Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s
splitting or-screen). Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body),
mulut (funnel) atau ijeh, pintu. Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar. Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus, 1999 dalam Annonimus, 2013).
Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari tenggelam. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga yang direndam tiga sampai dengan empat hari (Martasuganda, 2002 dalam Annonimus, 2013).
24 A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2015 di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Zoologi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Pengukuran fisika-kimia air dilakukan di lokasi penelitian pada saat pengambilan sampel.
B. Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah mistar, loupe, pinset, stoples, kertas label, Styrofoam, jarum pentul, jarum suntik, gabus, tali rapia, stopwatch, pH meter, tangguk, thermometer Hg, kamera, sarung tangan, alat tangkap ikan berupa jaring insang hanyut ukuran 0,5 inci dan 0,8 inci, bubu dan buku identifikasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ikan dan pengawet dengan menggunakan alkohol 70%.
C. Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Desa Sidomakmur mempunyai tiga Dusun yaitu Dusun Sinabak, Dusun Boleleu dan Dusun Makoddiai. Sungai Boleleu mengarah ke Dusun Mapaddegat yang merupakan jalur bagi masyarakat menuju Dusun tersebut dengan menggunakan sampan.
Luas wilayah Kecamatan Sipora Utara yaitu 383,08 km² (6,37 %) km2. Kecamatan Sipora Utara terletak pada 1°57'00'' 2°18'00'' LS dan 98°30'00'' -99°42'00" BT (BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2013).
Penelitian ini dilakukan pada 3 stasiun yang berada disepanjang aliran sungai Boleleu. Penentuan stasiun berdasarkan kondisi sungai yang berbeda. Panjang keseluruhan sungai dari dasar yang berbatu hingga berlumpur adalah lebih kurang 12 km. Stasiun I berlokasi dibagian dasar sungai yang berbatu dengan jarak lebih kurang 3 km, lebar sungai lebih kurang 5 meter, kedalaman lebih kurang 0,70 meter, berair jernih tetapi bila turun hujan air menjadi keruh, mengalir cepat, pinggir sungai ditumbuhi pepohonan besar dan juga terdapat lahan perladangan. Stasiun ini dekat dengan pemukiman penduduk. Sehingga banyak ditemui kegiatan masyarakat seperti menangkap ikan, mandi dan mencuci.
Stasiun II berlokasi dibagian dasar sungai yang berpasir dengan jarak lebih kurang 2 km. Lebar sungai lebih kurang 5 meter, kedalaman lebih kurang 1,20 meter, keruh, mengalir lambat, banyak ditumbuhi pepohonan besar. Di seberang sungai merupakan lahan perladangan masyarakat. Untuk menuju perladangan, masyarakat dapat melewati sungai dengan jembatan yang sudah ada. Jarak antara sungai dengan tempat penduduk tidak begitu jauh. Banyak ditemui kegiatan mayarakat seperti menangkap ikan dengan menggunakan pancing, bubu dan ada juga yang menggunakan putas. Pada daerah sungai yang bertebing, sering terjadi erosi yang dapat mengakibatkan pendangkalan pada dasar sungai. Erosi biasanya terjadi pada saat hujan lebat.
Stasiun III berlokasi di bagian dasar sungai yang berlumpur dengan jarak lebih kurang 7 km. Lebar sungai lebih kurang 6 meter, kedalaman lebih kurang 2,50 meter, keruh, airnya tenang, terdapat lahan perladangan dan banyak ditumbuhi pohon besar dan pinggir sungai bersemak. Jarak antara sungai dengan tempat penduduk jauh. Masyarakat juga sering menangkap ikan dengan jaring.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif, yaitu pengamatan dan pengambilan sampel langsung di lokasi penelitian. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat tangkap tradisional berupa jaring insang hanyut dengan ukuran mata jaring 0,5 inci untuk ikan yang berukuran kecil dan mata jaring 0,8 inci untuk ikan yang berukuran besar dan bubu panjang 50 cm, berdiameter 20 cm. Penangkapan yang dilakukan menggunakan jaring insang mulai pagi hari (08.00-10.00 WIB) dan sore hari (15.00-17.00 WIB), sedangkan bubu dipasang 18.00 WIB dan diangkat pukul 06.00 WIB. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kondisi substrat sungai. Stasiun I dengan kondisi sungai berbatu, stasiun II dengan kondisi sungai berpasir dan stasiun III dengan kondisi sungai berlumpur.
E. Cara Kerja 1. Di Lapangan
a. Pengambilan Sampel Ikan 1) Menggunakan jaring insang
b) Pemasangan jaring
Langkah-langkah pemasangan jaring:
(1) Menyiapkan jaring yang akan digunakan dengan mata jaring 0,5 inci, untuk ikan yang berukuran kecil, panjang jaring 50 m dan lebar sekitar 3 m dan mata jaring 0,8 inci untuk ikan berukuran besar, dengan panjang sekitar 20 m dan lebar sekitar 3 m.
(2) Jaring diberi pemberat (timah) pada tali ris di bawah untuk menahan jaring tetap berada di atas dasar sungai, dan fungsi jaring untuk menangkap ikan yang hidup di badan perairan sungai.
(3) Pemasangan jaring dilakukan oleh 3 orang yang berpengalaman. (4) Jaring dipasang dari pinggir sungai, ditarik lurus sampai kepinggir
sungai yang berlawanan, sehingga jaring melintang di badan sungai. (5) Kedua sisi ujung jaring diikat pada suatu benda yang ada di atas tanah
(daratan) dan di biarkan selama waktu yang ditentukan.
c) Waktu pengambilan sampel ikan dimulai pagi hari (08.00-10.00 WIB) dan sore hari (15.00-17.00 WIB), ini melihat kemampuan penglihatan ikan dalam air karena pada pagi hari dan sore hari cahaya berkurang memudahkan dalam penangkapan ikan (Fujaya, 2002).
d) Saat pengambilan sampel, salah satu ujung jaring dilepas dan ditarik melingkar (berlawanan arah sungai) sampai bertemu pada ujung yang lain, kemudian jaring diangkat ke daratan.
e) Sampel ikan yang tertangkap oleh jaring dipindahkan ketoples yang sudah diberi alkohol 70% diberi label dengan keterangan stasiun
penangkapan, nama ikan (nama daerah), tanggal dan waktu penangkapan, kolektor dan alat tangkap yang digunakan.
Gambar 7. Jaring Insang (Sumber: Dok. pribadi)
a. b.
Gambar 8. Ukuran mata jaring 0,5 inci (a) dan 0,8 inci (b) 2) Menggunakan Bubu
a) Melakukan survey titik pemasangan bubu b) Pemasangan bubu
Langkah-langkah pemasangan bubu:
(1) Menyiapkan bubu yang akan digunakan (2 buah bubu dengan rata-rata panjang 50 cm dan berdiameter 20 cm).
(2) Bubu diberi umpan isi kelapa tua yang sudah dibakar dimasukkan melalui pintu bubu.
(3) Pemasangan bubu dilakukan oleh 2 orang yang berpengalaman. (4) Bubu dipasang pada pinggir-pinggir dasar sungai dan di tengah dasar
sungai, dengan memberi kayu yang kuat untuk ditancapkan pada sisi bubu dengan cara menyilang dan diikat. Kemudian dibiarkan semalaman. Ikan yang masuk melalui mulut bubu akan terperangkap dalam badan bubu.
c) Waktu pengambilan sampel ikan dimulai pukul 18.00-06.00 WIB.
d) Saat pengambilan sampel, bubu diambil dan diletakkan di daratan, sampel ikan dikeluarkan melalui pintu bubu.
e) Sampel ikan yang tertangkap oleh bubu dipindahkan ketoples yang sudah diberi alkohol 70% diberi label dengan keterangan stasiun penangkapan, nama ikan (nama daerah), tanggal dan waktu penangkapan, kolektor dan alat tangkap yang digunakan.
f) Ikan yang telah diawetkan tersebut dibawa ke Laboratorium Zoologi Program Studi Biologi PMIPA STKIP PGRI Sumatera Barat untuk diidentifikasi.
a. b. c.
Gambar 9. Bubu, Alat tangkap ikan. Bagian badan (a), Mulut (b) dan Pintu (c) (sumber: Dok. pribadi)
b. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Air
Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Air (suhu, kecepatan arus dan pH) dilakukan pada masing-masing stasiun pengambilan sampel. Pengukuran akan dilakukan 1 jam sebelum memasang jaring insang dan bubu.
1) Pengukuran suhu
Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan thermometer Hg yang dimasukkan ke dalam air selama 5 menit kemudian catat angka yang ditunjukkan thermometer Hg sebagai suhu air (Suin dan Syafinah, 2006). 2) Pengukuran kecepatan arus
Dengan cara meletakkan bola pimpong searah dengan arus air pada titik yang telah ditentukan jarak lintasannya 5 meter (titik A sampai B). Selama bola pimpong tersebut melaju pada titik yang telah ditentukan, kemudian dilakukan penghitungan waktu dengan menggunakan stopwatch.
3) Pengukuran pH
pH air ditentukan dengan menggunakan pH meter yang dimasukkan ke badan air dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian catat angka yang ditunjukkan pH meter (Suin dan Syafinah, 2006).
2. Di Laboratorium
Langkah-langkah kerja melakukan identifikasi ikan di laboratorium:
a. Mengetahui ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi ikan sesuai yang ada dalam buku identifikasi, rumus sirip (bentuk dan jumlah jari-jari sirip), perbandingan panjang dan tinggi badan.
b. Melakukan pengamatan bentuk dan tipe ikan (bentuk mulut, ekor) dilakukan dengan menggunakan loupe.
c. Melakukan pengamatan morfometrik/ukuran morfologi dengan mengukur perbandingan panjang, lebar dan tinggi bagian-bagian tertentu (panjang total, panjang standar, tinggi badan).
F. Identifikasi Sampel
Sampel ikan diidentifikasi mengacu pada buku Fresh Water Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi (Kottelat, et al., 1993).
G. Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian.
32 A. Hasil
Dari hasil penelitian tentang Jenis-jenis ikan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, ditemukan 13 jenis ikan dalam 11 famili dan 4 ordo, seperti yang tertera pada Tabel 1. Ikan yang terbanyak ditemukan adalah dari jenis Ophieleotris aporos dengan jumlah 78 individu dan yang sedikit adalah Anguilla bicolor dan Oxygaster anomalura dengan jumlah 1 individu.
Tabel 1. Jenis - jenis ikan Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai
Ordo/Sub Ordo
Famili Spesies Nama
lokal Jumlah Individu To tal Ja ring Bu bu Anguilliformis Cypriniformes Perciformes a. Channoidei b.Mugiloidei c. Gobioidei d.Percoidei Siluriformis 1. Anguilidae 2. Cyprinidae 3. Channidae 4. Mugilidae 5. Eleotrididae 6. Gobiidae 7. Apogonida 8. Carangidae 9. Chandidae 10. Cichlidae 11. Clariidae 1. Anguilla bicolor 2. Oxygaster anomalura 3. Channa lucius 4. Crenimugil heterocheilos 5. Ophiocara porocephala 6. Butis humeralis 7. Glossogobius intermedius 8. Apogon hyalosoma 9. Caranx sexfasciatus 10. Ambassis urotaenia 11. Parambasis apogonoides 12. Tilapia mossambica 13. Clarias batracus Tomina Tala talak Kalajat Bute’ baga Gai-gai Kolomot Poroipoi Gegge Let-let Lakkanai Sogga Ibat sareu Golak 0 1 77 4 50 14 4 8 8 60 38 18 0 1 0 1 0 3 7 0 0 0 0 2 0 6 1 1 78 4 53 21 4 8 8 60 40 18 6 Jumlah 282 20 302
Deskripsi masing-masing jenis ikan diuraikan sebagai berikut: 1. Ordo Anguilliformis
Famili Anguilidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Anguilla bicolor
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 10,68 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 10,44 mm dari panjang standar, diameter mata 8,33 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,06 mm dari tinggi tubuh. Ciri-ciri lain yang teramati adalah tubuh licin, warna tubuh gelap, memiliki sirip dada, tipe mulut terminal. Sirip dorsal lunak, tidak memiliki duri disepanjang sirip, tipe sirip caudal meruncing, dan tidak bersisik. Mengacu pada Kottelat et al (1993) bentuk tubuh panjang kurus, sirip punggung, panjang dan menyatu dengan sirip ekor dan seterusnya menyambung dengan sirip dubur. Celah mulut sampai kepinggiran belakang mata, badan polos, awal sirip punggung kira-kira di atas dubur.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Tomina (Gambar 10) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Anguilliformis (kelompok sidat), Famili: Anguillidae, Genus: Anguilla, Spesies: Anguilla bicolor (Tomina)(Sidat).
Gambar 10. Anguilla bicolor (McClelland, 1844) Deskripsi masing-masing jenis ikan diuraikan sebagai berikut: 1. Ordo Anguilliformis
Famili Anguilidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Anguilla bicolor
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 10,68 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 10,44 mm dari panjang standar, diameter mata 8,33 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,06 mm dari tinggi tubuh. Ciri-ciri lain yang teramati adalah tubuh licin, warna tubuh gelap, memiliki sirip dada, tipe mulut terminal. Sirip dorsal lunak, tidak memiliki duri disepanjang sirip, tipe sirip caudal meruncing, dan tidak bersisik. Mengacu pada Kottelat et al (1993) bentuk tubuh panjang kurus, sirip punggung, panjang dan menyatu dengan sirip ekor dan seterusnya menyambung dengan sirip dubur. Celah mulut sampai kepinggiran belakang mata, badan polos, awal sirip punggung kira-kira di atas dubur.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Tomina (Gambar 10) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Anguilliformis (kelompok sidat), Famili: Anguillidae, Genus: Anguilla, Spesies: Anguilla bicolor (Tomina)(Sidat).
Gambar 10. Anguilla bicolor (McClelland, 1844) Deskripsi masing-masing jenis ikan diuraikan sebagai berikut: 1. Ordo Anguilliformis
Famili Anguilidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Anguilla bicolor
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 10,68 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 10,44 mm dari panjang standar, diameter mata 8,33 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,06 mm dari tinggi tubuh. Ciri-ciri lain yang teramati adalah tubuh licin, warna tubuh gelap, memiliki sirip dada, tipe mulut terminal. Sirip dorsal lunak, tidak memiliki duri disepanjang sirip, tipe sirip caudal meruncing, dan tidak bersisik. Mengacu pada Kottelat et al (1993) bentuk tubuh panjang kurus, sirip punggung, panjang dan menyatu dengan sirip ekor dan seterusnya menyambung dengan sirip dubur. Celah mulut sampai kepinggiran belakang mata, badan polos, awal sirip punggung kira-kira di atas dubur.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Tomina (Gambar 10) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Anguilliformis (kelompok sidat), Famili: Anguillidae, Genus: Anguilla, Spesies: Anguilla bicolor (Tomina)(Sidat).
2. Ordo Cypriniformes
Famili Cyprinidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Oxygaster anomalura
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,33 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,22 mm dari panjang standar, diameter mata 3,46 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,21 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D I,14; A 23; C 20; TL 195. Ciri-ciri lain yang teramati adalah warna tubuh keperakan, warna sedikit gelap disepanjang dorsal, sirip dada mencapai sirip perut, mulut bisa terbuka lebar dengan tipe mulut superior. Sirip dorsal lunak, tipe sirip caudal bercagak, dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) tidak ada duri di bawah mata, tidak bersungut, 50-60 sisik pada gurat sisi.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Tala talak (Gambar 11) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Cypriniformes, Famili: Cyprinidae, Genus: Oxygaster, Spesies: Oxygaster anomalura (Tala talak)(seluang).
Gambar 11. Oxygaster anomalura (Van Hasselt, 1823) 2. Ordo Cypriniformes
Famili Cyprinidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Oxygaster anomalura
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,33 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,22 mm dari panjang standar, diameter mata 3,46 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,21 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D I,14; A 23; C 20; TL 195. Ciri-ciri lain yang teramati adalah warna tubuh keperakan, warna sedikit gelap disepanjang dorsal, sirip dada mencapai sirip perut, mulut bisa terbuka lebar dengan tipe mulut superior. Sirip dorsal lunak, tipe sirip caudal bercagak, dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) tidak ada duri di bawah mata, tidak bersungut, 50-60 sisik pada gurat sisi.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Tala talak (Gambar 11) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Cypriniformes, Famili: Cyprinidae, Genus: Oxygaster, Spesies: Oxygaster anomalura (Tala talak)(seluang).
Gambar 11. Oxygaster anomalura (Van Hasselt, 1823) 2. Ordo Cypriniformes
Famili Cyprinidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Oxygaster anomalura
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,33 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,22 mm dari panjang standar, diameter mata 3,46 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,21 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D I,14; A 23; C 20; TL 195. Ciri-ciri lain yang teramati adalah warna tubuh keperakan, warna sedikit gelap disepanjang dorsal, sirip dada mencapai sirip perut, mulut bisa terbuka lebar dengan tipe mulut superior. Sirip dorsal lunak, tipe sirip caudal bercagak, dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) tidak ada duri di bawah mata, tidak bersungut, 50-60 sisik pada gurat sisi.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Tala talak (Gambar 11) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Cypriniformes, Famili: Cyprinidae, Genus: Oxygaster, Spesies: Oxygaster anomalura (Tala talak)(seluang).
3. Ordo Perciformes
a. Famili Channidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Channa lucius
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 3,9 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,07 mm dari panjang standar, diameter mata 5 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,19 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D15, D29; A 7; C 16; TL 117. Ciri-ciri lain yang teramati adalah profil atas kepala agak mencembung, umumnya bercak besar gelap dan kuning terdapat pada samping badan dan pita warna miring pada perutnya. Tipe mulut Terminal, Sirip dorsal ganda terdiri dari jari-jari lunak, sirip
anal sejajar dengan sirip dorsal kedua. sirip caudal membulat dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) suku kecil yang mirip Gobiidae,
kadang-kadang disebut bakutut atau belosoh. Dibedakan oleh Gobiidae oleh sirip perutnya yang terpisah dan enam jari-jari tulang penguat tutup insang. Badan bentuk silindris, paling sedikit bagian depan. Sebagian atau seluruh kepala bersisik. Seluruh sisik badan stenoid, paling sedikit pada bagian belakang. Kira-kira 28-40 deret sisik sepanjang badan. Sisik di depan sirip punggung 13-18, rahang atas memanjang sampai di bawah mata bagian depan.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Kalajat diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Perciformes, Sub Ordo: Channoidei, Famili: Channidae, Genus: Channa, Spesies: Channa lucius (Kalajat)(Gabus).
Gambar 15. Channa lucius (Cuvier, 1831)
b. Famili Mugilidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Crenimugil heterocheilos
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,74 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,61 mm dari panjang standar, diameter mata 4,22 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,23 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D1IV,D28; A VI,3; C 13; TL 180. Ciri-ciri lain yang teramati adalah warna tubuh keperakan, mulut bisa terbuka lebar dengan tipe terminal. Sirip dorsal ganda terdiri dari jari-jari keras dan lunak, sirip anal sejajar dengan jari-jari lunak pada sirip dorsal, sirip caudal bulan sabit, dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) moncong kepalanya
tumpul, bibir yang berbentuk “V” jika dilihat dari depan terletak pada sudut moncong. Sisik-sisiknya besar. Sirip punggung pertama memiliki empat duri dan terpisah dengan sirip ke dua yang hanya memiliki satu duri.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Bute’ baga (Gambar 12) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo : Perciformes, Sub Ordo: Mugiloidei,
Gambar 15. Channa lucius (Cuvier, 1831)
b. Famili Mugilidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Crenimugil heterocheilos
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,74 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,61 mm dari panjang standar, diameter mata 4,22 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,23 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D1IV,D28; A VI,3; C 13; TL 180. Ciri-ciri lain yang teramati adalah warna tubuh keperakan, mulut bisa terbuka lebar dengan tipe terminal. Sirip dorsal ganda terdiri dari jari-jari keras dan lunak, sirip anal sejajar dengan jari-jari lunak pada sirip dorsal, sirip caudal bulan sabit, dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) moncong kepalanya
tumpul, bibir yang berbentuk “V” jika dilihat dari depan terletak pada sudut moncong. Sisik-sisiknya besar. Sirip punggung pertama memiliki empat duri dan terpisah dengan sirip ke dua yang hanya memiliki satu duri.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Bute’ baga (Gambar 12) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo : Perciformes, Sub Ordo: Mugiloidei,
Gambar 15. Channa lucius (Cuvier, 1831)
b. Famili Mugilidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.
Crenimugil heterocheilos
Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,74 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,61 mm dari panjang standar, diameter mata 4,22 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,23 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D1IV,D28; A VI,3; C 13; TL 180. Ciri-ciri lain yang teramati adalah warna tubuh keperakan, mulut bisa terbuka lebar dengan tipe terminal. Sirip dorsal ganda terdiri dari jari-jari keras dan lunak, sirip anal sejajar dengan jari-jari lunak pada sirip dorsal, sirip caudal bulan sabit, dan tipe sisik ctenoid. Mengacu pada Kottelat et al (1993) moncong kepalanya
tumpul, bibir yang berbentuk “V” jika dilihat dari depan terletak pada sudut moncong. Sisik-sisiknya besar. Sirip punggung pertama memiliki empat duri dan terpisah dengan sirip ke dua yang hanya memiliki satu duri.
Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Bute’ baga (Gambar 12) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo : Perciformes, Sub Ordo: Mugiloidei,