• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Analisis Data

4. Ordo Siluriformes

Famili Clariidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.

Clarias batracus

Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,69 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 4,05 mm dari panjang standar, diameter mata 14,33 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,17 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D 55; A 43; C 18; TL 202. Ciri-ciri lain yang teramati adalah tipe mulut terminal, sirip dorsal lebih kedepan dari sirip

anal, sirip caudal membulat dan tidak bersisik. Mengacu pada Kottelat et al

(1993) sirip punggung tidak berduri, sirip punggung sangat panjang, paling tidak berjari-jari 24, mempunyai empat pasang sungut di sekeliling mulut, bentuk badan Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Ibat sareu (Gambar 21) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Perciformes, Sub Ordo: Percoidei, Famili: Cichlidae, Genus: Tilapia, Spesies: Tilapia mossambica (Ibat sareu)(Mujair).

Gambar 21. Tilapia mossambica (W. Peters, 1852)

4. Ordo Siluriformes

Famili Clariidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.

Clarias batracus

Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,69 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 4,05 mm dari panjang standar, diameter mata 14,33 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,17 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D 55; A 43; C 18; TL 202. Ciri-ciri lain yang teramati adalah tipe mulut terminal, sirip dorsal lebih kedepan dari sirip

anal, sirip caudal membulat dan tidak bersisik. Mengacu pada Kottelat et al

(1993) sirip punggung tidak berduri, sirip punggung sangat panjang, paling tidak berjari-jari 24, mempunyai empat pasang sungut di sekeliling mulut, bentuk badan Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Ibat sareu (Gambar 21) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Perciformes, Sub Ordo: Percoidei, Famili: Cichlidae, Genus: Tilapia, Spesies: Tilapia mossambica (Ibat sareu)(Mujair).

Gambar 21. Tilapia mossambica (W. Peters, 1852)

4. Ordo Siluriformes

Famili Clariidae, terdiri dari satu genus dan satu spesies.

Clarias batracus

Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,69 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 4,05 mm dari panjang standar, diameter mata 14,33 mm dari panjang kepala dan panjang tubuh 0,17 mm dari tinggi tubuh. Rumus sirip yang didapat adalah D 55; A 43; C 18; TL 202. Ciri-ciri lain yang teramati adalah tipe mulut terminal, sirip dorsal lebih kedepan dari sirip

anal, sirip caudal membulat dan tidak bersisik. Mengacu pada Kottelat et al

(1993) sirip punggung tidak berduri, sirip punggung sangat panjang, paling tidak berjari-jari 24, mempunyai empat pasang sungut di sekeliling mulut, bentuk badan

silindris, kepala datar dan keras, mulut lebar mempunyai organ pernapasan tambahan.

Sirip ekor, sirip punggung dan sirip dubur tidak bersatu; kepala relatif besar (kira-kira seperlima PS), jari-jari sirip punggung dan sirip dubur relatif sedikit; batas depan ubun-ubun membentuk garis melalui bagian tengah mata atau bagian depan mata; jarak antara sirip punggung dan kepala 4,5-5,5 kali lebih pendek dari jarak antara moncong dan tonjolan keras di kepala.

Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Golak (Gambar 22) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Siluriformes, Famili: Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias batracus (Golak)(Lele).

Gambar 22. Clarias batracus (Cuvier, 1816)

silindris, kepala datar dan keras, mulut lebar mempunyai organ pernapasan tambahan.

Sirip ekor, sirip punggung dan sirip dubur tidak bersatu; kepala relatif besar (kira-kira seperlima PS), jari-jari sirip punggung dan sirip dubur relatif sedikit; batas depan ubun-ubun membentuk garis melalui bagian tengah mata atau bagian depan mata; jarak antara sirip punggung dan kepala 4,5-5,5 kali lebih pendek dari jarak antara moncong dan tonjolan keras di kepala.

Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Golak (Gambar 22) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Siluriformes, Famili: Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias batracus (Golak)(Lele).

Gambar 22. Clarias batracus (Cuvier, 1816)

silindris, kepala datar dan keras, mulut lebar mempunyai organ pernapasan tambahan.

Sirip ekor, sirip punggung dan sirip dubur tidak bersatu; kepala relatif besar (kira-kira seperlima PS), jari-jari sirip punggung dan sirip dubur relatif sedikit; batas depan ubun-ubun membentuk garis melalui bagian tengah mata atau bagian depan mata; jarak antara sirip punggung dan kepala 4,5-5,5 kali lebih pendek dari jarak antara moncong dan tonjolan keras di kepala.

Berdasarkan deskripsi dan ciri-ciri di atas, maka ikan Golak (Gambar 22) diklasifikasikan sebagai berikut, Ordo: Siluriformes, Famili: Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias batracus (Golak)(Lele).

Tabel 2. Ikan-ikan yang tertangkap berdasarkan alat tangkap selama penelitian pada masing-masing stasiun penangkapan di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai

Famili Spesies Nama

lokal Stasiun To tal I II III Ja ring Bu bu Ja ring Bu bu Ja ring Bu bu Anguilidae Cyprinidae Channoidei Mugilidae Eleotrididae Gobiidae Apogonida Carangidae Chandidae Cichlidae Clariidae Anguilla bicolor Oxygaster anomalura Channa lucius Crenimugil heterocheilos Ophiocara porocephala Butis humeralis Glossogobius intermedius Apogon hyalosoma Caranx sexfasciatus Ambassis urotaenia Parambasis apogonoides Tilapia mossambica Clarias batracus Tomina Tala talak Kalajat Bute’ baga Gai-gai Kolomot Poroipoi Gegge Let-let Lakkanai Sogga Ibat sareu Golak 0 1 9 0 2 3 0 0 0 5 32 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 12 0 9 5 3 3 2 20 1 3 0 0 0 1 0 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 56 4 39 6 1 5 6 35 5 15 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 6 1 1 78 4 53 21 4 8 8 60 40 18 6

Jumlah berdasarkan alat tangkap 52 5 58 6 172 9

302

Jumlah total 57 64 181

Parameter fisika dan kimia yang dapat mendukung kehidupan ikan selama pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Pengukuran meliputi suhu air, pH air dan kecepatan arus.

Tabel 3. Parameter Fisika dan Kimia air di Sungai Boleleu Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai

Parameter Stasiun 1 Stasiun II Stasiun III

Suhu (°C) 26 26,5 26,5

Ph 8 7 7

Kecepatan Arus (m/dtk) 0,13 0,24 0,26

Substrat Batu Pasir Lumpur

B. Pembahasan

Selama periode penangkapan diperoleh 13 jenis ikan dengan jumlah total 302 individu. Pada stasiun I (berbatu) ditemukan sebanyak 6 jenis (Oxygaster anomalura, Butis humeralis, Ophiocara porocephala, Chana lucius, Parambasis apogonoides

dan Ambassis urotaenia) dengan jumlah 57 individu. Sedikitnya spesies dan jumlah ikan yang didapatkan karena adanya aktivitas penduduk yang dapat mengganggu keberadaan ikan, seperti mandi dan mencuci. Di mana di stasiun I terdapat pemukiman penduduk, ladang penduduk yang ada di pinggiran aliran sungai. Jenis ikan yang paling banyak ditemukan pada stasiun I adalah Ambassis urotaenia, dikarenakan faktor substrat yang mendukung keberadaan jenis ikan tersebut berkembang biak dan merupakan ikan konsumsi yang kurang diminati masyarakat. Sedangkan jenis ikan yang tidak ditemukan pada stasiun I ini adalah 7 jenis ikan (Anguilla bicolor, Crenimugil heterocheilos, Glossogobius intermedius, Clarias

batracus, Caranx sexfasciatus, Tilapia mossambica dan Apogon hyalosoma), tidak

tertangkapnya jenis ikan ini diduga disebabkan kondisi sungai yang tidak mendukung kebiasaan ikan tersebut karena banyak aktivitas penduduk seperti mandi dan mencuci, sehingga sungai tercemar dan banyak sampah, seperti yang di ungkapkan Widagdo (1996) dalam Juwito (2011) menyatakan kebiasaan ikan air tawar menyukai air yang tidak banyak sampahnya seperti kaleng-kaleng bekas, plastik, kertas dan lainnya.

Pada stasiun II (berpasir) ditemukan sebanyak 9 jenis (Chana lucius, Ophiocara

porocephala, Butis humeralis, Glossogobius intermedius, Apogon hyalosoma, Caranx sexfasciatus, Parambasis apogonoides, Ambassis urotaenia dan Tilapia

mossambica) dengan jumlah 64 individu. Jumlah jenis ikan di stasiun II lebih banyak

ditemukan daripada stasiun I dan lebih sedikit dari stasiun III. Jumlah ikan pada stasiun II masih tergolong rendah, disebabkan karena dekat dengan lahan perladangan masyarakat, terdapat potongan kayu dan bambu yang dibuang disungai, sehingga menggangu aktivitas ikan, erosi dipinggir sungai menyebabkan pendangkalan pada sungai, karena menimbulkan sedimentasi dan partikel padat tersuspensi. Peningkatan sedimentasi dapat menghambat pergerakan ikan, yang akan mengurangi ketersediaan makanan bagi ikan. Konsekuensinya, proses sedimentasi mengurangi ketersediaan habitat untuk bertelur mengurangi aktivitas bertelur dan meningkatkan kematian telur dan larva (anakan) (Wagiman, 2008) dalam Juliati (2015). Cara penangkapan ikan yang masyarakat lakukan juga memperkecil jumlah ikan yang bertahan pada stasiun ini, cara penangkapan yang dimaksud seperti dengan menggunakan putas. Penangkapan seperti ini dapat menyakibatkan gangguan bagi organisme yang ada disungai.

Sedangkan jenis ikan yang tidak ditemukan pada stasiun II adalah 4 jenis ikan (Anguilla bicolor, Clarias batracus, Oxygaster anomalura dan Crenimugil heterocheilos), tidak tertangkapnya jenis ikan ini diduga disebabkan sifat ikan itu

sendiri yakni ikan yang suka hidup didasar sungai sehingga tergolong ikan liar. Ikan yang paling banyak ditemukan pada stasiun II adalah Parambasis apogonoides. Banyak jenis ikan tersebut ditemukan diduga karena (Parambasis apogonoides) masih dapat beradaptasi pada kondisi perairan ini, selain itu ikan Parambasis

apogonoides kurang diminati masyarakat karena memiliki nilai ekonomis yang

Pada stasiun III (berlumpur) jenis ikan yang ditemukan 12 jenis (Anguilla

bicolor, Chana lucius, Crenimugil heterocheilos, Ophiocara porocephala, Butis humeralis, Glossogobius intermedius, Apogon hyalosoma, Caranx sexfasciatus, Parambasis apogonoides, Ambassis urotaenia, Tilapia mossambica dan Clarias batracus) dengan total 181 individu. Banyaknya jumlah ikan yang ditemui di stasiun

III karena didukung oleh faktor lingkungan yang mendukung, seperti kondisi sungai yang jauh dari pemukiman penduduk sehingga ekosistem sungai belum terganggu oleh aktivitas masyarakat, suhu yang relatif normal (tabel 3) karena masih banyak terdapat pohon-pohon besar dan semak-semak tempat berlindung ikan yang menutupi pinggiran sungai. Menurut Widagdo (1996) dalam Juwito (2011) menyatakan ikan air tawar sangat senang dengan tumbuhan air bisa digunakan untuk berlindung bila sinar matahari terlalu panas menerpa permukaan air dan tumbuhan air bisa digunakan sebagai tempat bersembunyi jika merasa terganggu atau takut.

Jenis ikan yang paling banyak ditemukan adalah Anguilla bicolor dan Clarias

batracus. Banyak jenis ikan tersebut ditemukan merupakan jenis ikan yang hidupnya

pada dasar sungai yang berlumpur. Sedangkan jenis ikan yang tidak tertangkap pada stasiun III hanyalah 1 jenis (Oxygaster anomalura). Menurut masyarakat penangkap ikan, jenis ikan ini memang sulit untuk didapatkan karena sifat ikan yang suka bersembunyi didasar sungai seperti kayu dan batu yang melintang didasar sungai.

Selama penelitian jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah Chana

lucius yang dapat ditemukan pada semua stasiun yaitu 25,82% dari jumlah total ikan

17,54% dan Parambasis apogonoides 13,24%. Bila dibandingkan ketiga stasiun maka jenis ikan yang paling banyak adalah stasiun III.

Berdasarkan hasil wawancara jenis-jenis ikan yang jarang ditemukan oleh masyarakat Boleleu, selama penelitian juga tidak ditemukan, karena selama penelitian alat yang digunakan hanya alat yang direkomendasikan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Kementrian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan warga setempat yang pernah menemukan ikan yang jarang ditemukan tersebut menggunakan bahan dan alat yang berbahaya bagi kehidupan ikan seperti putas. Namun jenis ikan yang lama telah ditemukan saat penangkapakan ikan dengan menggunakan jaring dan bubu, jenis ikan tersebut seperti tomina, gegge, golak dan gai-gai. Bahkan juga ditemukan spesies baru dengan nama lokalnya tala talak, poroipoi, sogga, ibat sareu dan let-let.

Faktor abiotik juga dapat mendukung kehidupan ikan di perairan seperti suhu, pH dan kecepatan arus (tabel 3). Suhu air pada stasiun I 26°C, stasiun II 26,5°C dan stasiun III 26,5°C jadi rata-rata suhu yang diperoleh ketiga stasiun yaitu 26,3°C. Suhu pada setiap stasiun relatif baik untuk perkembangan ikan karena didukung oleh tumbuh-tumbuhan disekitar sungai, seperti yang diungkapkan Djuahanda (1981) bahwa faktor abiotik (pH, suhu, cahaya dan lain sebagainya) seperti dengan adanya naungan berupa pohon dan semak yang ada di pinggiran sungai dapat menghambat naiknya suhu, habitat seperti ini sangat disukai ikan. Selain itu juga perairan sungai yang luas akan memberikan bentuk kondisi yang lebih banyak, sehingga dapat mempunyai banyak ragam jenis ikan, lebih luas suatu perairan sungai memungkinkan dapat didatangi oleh banyak macam ikan dan memberikan ikan lebih leluasa bergerak

bebas di dalamnya. Mengacu pada Cahyono (2001) pada temperatur yang rendah, proses pencernaan makanan pada ikan akan berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang hangat, proses pencernaan ikan berlangsung cepat. Dengan demikian suhu akan mempengaruhi nafsu makan ikan, bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 25°C-29°C.

Derajat keasaman (pH) yang diukur pada stasiun I adalah 8, stasiun II dan Stasiun III pH 7. Menurut Arie (2003) dalam Juwito (2011) ukuran nilai pH adalah 1-14 dengan angka 7 merupakan angka normal. Berdasarkan hal tersebut nilai pH pada stasiun I masih dalam keadaan kurang baik karena menyebabkan produktifitas ikan menurun, sedangkan pada stasiun II dan III dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan ikan.

Kecepatan arus di perairan sungai Boleleu pada setiap stasiun tidak memperlihatkan perbedaan yang besar, kecepatan arus selama pengamatan ketiga stasiun berkisar antara 0,13-0,26 m/dtk. Menurut Effendi (2003) kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut. Salah satu ciri stasiun I berarus cepat, sehingga jenis yang ditemukan adalah jenis ikan yang menyukai air sungai yang berarus cepat. Stasiun II dapat dicirikan adanya erosi di tebing sungai yang mungkin terjadi karena peristiwa alam atau karna aktivitas masyarakat seperti pembukaan ladang di pinggir sungai. Erosi bisa saja terjadi saat hujan deras. Sehingga mengakibatkan pendangkalan pada dasar sungai dan bisa menyebabkan jenis dan jumlah ikan berkurang. Kondisi arus stasiun III masih mendukung keberadaan jenis dan jumlah ikan di sungai.

54 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan ikan di sungai Boleleu sebanyak 13 jenis termasuk 10 famili dan 4 ordo. Jumlah ikan yang didapat selama periode penelitian yaitu 203 individu dan terbanyak didapatkan adalah dari Ordo Perciformes yang terdiri dari 7 famili dengan 10 jenis ikan. Jumlah individu yang paling banyak ditemukan adalah Ophieleotris aporos dan ditemukan pada semua stasiun (25,82% dari jumlah total ikan yang didapatkan), diikuti oleh Ambassis

urotaenia (19,86%), Ophiocara porocephala (17,54%) dan Parambasis apogonoides

(13,24%). Jenis ikan yang paling banyak ditemukan pada stasiun III. Hasil pengukuran faktor fisika kimia air di sungai Boleleu didapatkan suhu 26oC-27oC, derajat keasaman (pH) 7-8 dan kecepatan arus 0,011 m/dtk-0,029 m/dtk.

B. Saran

Berdasarkan pengalaman dan hasil yang diperoleh melalui penelitian ini, ditemukan jenis ikan dengan jumlah individu sedikit seperti Anguilla bicolor,

Oxygaster anomalura, Crenimugil heterocheilos, Glossogobius intermedius, Apogon hyalosoma, Caranx sexfasciatus dan Clarias batracus, Sehubungan dengan itu

disarankan masyarakat perlu mengurangi aktivitas yang dapat mengganggu kehidupan ikan di sungai Boleleu.

55

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi Sistematika (Ichthyologi-I). Bogor. Fakultas Perikanan IPB.

Annonimus. 2008. http://faunakaltim.wordpress.com/2008/05/18/pesut-lumba-lumba-air-tawar-yang-merindukan-laut/, (diakses 25 Mei 2015).

Annonimus. 2013. Alat Penangkap Ikan Bubu, (http://penyuluhkp. blogspot.com/2013/02/alat-penangkap-ikan-bubu.html, diakses 3 Mei 2015). Ayunaris. 2009. Kerusakan Terumbu Karang Akibat Penangkapan Ikan dengan Cara

Merusak, (http://ayunaris.wordpress.com/2009/09/03/kerusakan-terumbu-karang-akibat-penangkapan-ikan-dengan-cara-merusak-destructive-fishing/, diakses 22 Pebruari 2015).

Bond, C. E. 1987. Biologi Ikan. Oregan State University Corvalis. Kuala Lumpu: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kepulauan Mentawai. 2013. Kecamatan Sipora Utara dalam angka 2013. BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai. Tuapejat.

Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan Di Perairan Umum. Yogyakarta: Kanisius. Ciptanto, S. 2010. Top 10 Ikan Air Tawar. Yogyakarta: Lily publisher.

Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Bandung: Armico.

Edward, Junaidi. 2009. Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Batang Idas Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Skripsi. STKIP PGRI Sumatera Barat.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kasinus. Yogyakarta.

Juliati, Eka. 2015. Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Batang Salido Kecamatan IV Kabupaten Pesisir Selatan. Skripsi. STKIP PGRI Sumatera Barat.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Depertemen Pendidikan Nasional.

Iistianah. 2014. Jenis-jenis Ikan yang Ditemukan di Sungai Tabir Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Skripsi. STKIP PGRI Sumatera Barat.

Juwito, Hendrikus. 2011. Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Sungai Simalulua Desa Maileppet Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Skripsi. STKIP PGRI Sumatera Barat.

Kordi, G. dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya

Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Kottelat, M., A. J.Whitten, S. N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater

of Westren Indonesia and Sulawesi. Indonesia: Periplus Edition (HK) and

EMDI Project.

Lailameka. 2013. Pengaruh Deterjen Terhadap Pernapasan Ikan Nila,

(http://lailameka13.blogspot.com/2013/09/pengaruh-deterjen-terhadap-kelangsungan.html, diakses 22 Pebruari 2015).

Maryono, Agus. 2008. Eko-Hidraulik: Pengelolaan Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nasution, Syahroma Husni. 2000. Ikan Hias Air Tawar: Rainbow. Jakarta: Penebar Swadaya.

Permen Kelautan dan Perikanan. 2010. Tentang Penggunaan Alat Tangkap Ikan

Tahun 2010. (http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen/KEP%2006%20 MEN% 2020101.pdf, dikases tanggal 1 Mei 2015).

Radiopoetro, Suharno, Shalihuddin, D. Susilo, H. Harminami & Aliusodo. 1986.

Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bogor: Bina Cipta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bogor: Bina Cipta. Soeseno, S. 1983. Dasar-dasar Perikanan Umum. Jakarta: Yasaguna.

Subardja. 1989. Sistematika Ikan. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

Suin, N. M. dan R. Syafinah. 2006. Ekologi Bahan Ajar Laboratorium. Padang: Andalas University Press.

Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai

57 Lampiran 1: Layout lokasi penelitian

± 12 km ± 7 km (Berlumpur) ± 2 km (Berpasir) ± 3 km (Berbatu) St. I St. II St. III 57 Lampiran 1: Layout lokasi penelitian

± 12 km ± 7 km (Berlumpur) ± 2 km (Berpasir) ± 3 km (Berbatu) St. I St. II St. III 57 Lampiran 1: Layout lokasi penelitian

± 12 km ± 7 km (Berlumpur) ± 2 km (Berpasir) ± 3 km (Berbatu) St. I St. II St. III

Lampiran 2: Lokasi Penelitian

Stasiun I

Stasiun III

Pemasangan alat tangkap Bubu

No Nama gurat

Spesies sisi PT PS PK PBE PM TSP PPSP DM TBE TB PSD PSP PT/PK PS/PK PK/DM TB/PT

1 Anguilla bicolor 267 261 25 11 4 3 3 15 7 10.68 10.44 8.333 0.056 2 Oxygaster anomalura 32 195 145 45 15 10 25 18 13 16 41 28 19 4.333 3.222 3.461 0.210 3 Crenimugil heterocheilos 33 180 137 38 23 9 19+24 9+14 9 20 42 32 24 4.736 3.605 4.222 0.233 4 Ophiocara porocephala 34 148 114 38 24 8 15+17 12+17 6 16 27 29 25 3.894 3 6.333 0.182 5 Butis humeralis 51 75 55 15 12 4 8+12 6+8 3 7 14 12 11 5 3.666 5 0.186 6 Ophieleotris aporos 29 117 92 30 22 7 13+28 9+12 6 14 23 19 19 3.9 3.066 5 0.196 7 Glossogobius intermedius 29 185 135 45 30 15 35+24 22+26 7 13 22 34 22 4.111 3 6.428 0.118 8 Apogon hyalosoma 26 135 102 43 22 11 20+22 18+16 11 19 42 24 23 3.139 2.372 3.909 0.311 9 Caranx sexfasciatus 32 140 108 33 7 6 14+22 16+40 10 5 47 36 15 4.242 3.272 3.3 0.335 10 Ambassis urotaenia 20 105 75 30 15 6 27+17 14+15 9 11 30 24 17 3.5 2.5 3.333 0.285 11 Parambasis apogonoides 44 125 93 30 16 7 17+17 40 12 12 35 20 21 4.166 3.1 2.5 0.28 12 Pristolepis fasciata 20 140 107 39 12 13 20+35 62 10 16 45 40 38 3.589 2.743 3.9 0.321 13 Clarias batracus 202 174 43 4 13 15 111 3 14 35 20 15 4.697 4.046 14.333 0.173 Keterangan:

PT: Panjang Total, PS: Panjang Standar, PK: Panjang Kepala, PBE: Panjang Batang Ekor, PM: Panjang Mulut, TSP: Tinggi Sirip Punggung, PPSP: Panjang Pangkal Sirip Punggung, DM: Diameter Mata, TBE: Tinggi Batang Ekor, TB: Tinggi Badan, PSD: Panjang Sirip Dada

Dokumen terkait