POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA TRAINER
DENGAN ANAK TULI DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DI UPT RESOURCE
CENTRE ABK GRESIK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
(S.I.Kom.) Dalam Bidang llmu Komunikasi
Oleh: ISMAIL HASAN
NIM.B76215083
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
ABSTRAK
Ismail Hasan, B76215083, 2019. Pola Komunikasi Interpersonal antara Trainer dengan Anak Tuli dalam Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi di UPT Resource Centre ABK Gresik.
Kata Kunci: Pola Komunikasi Interpersonal, UPT Resource Centre ABK Gresik.
Masalah yang dikaji penelitian ini, yakni: Bagaimana pola komunikasi interpersonal antara trainer dengan anak tuli di UPT Resource Centre ABK Gresik?. Tujuan dari penelitian ini guna menjabarkan pola-pola komunikasi interpersonal antara trainer (terapis) dengan anak tuli dalam menigkatkan kemampuan berkomunikasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan peneliti yaitu teori Interaksi Simbolik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pola komunikasi interpersonal yang terbentuk termasuk dalam pola komunikasi Sirkular dan juga pola komunikasi Primer. Awal proses sebelum dilakukannya terapi dilakukan yang namanya Pendekatan Holistik pada anak. Bentuk pembelajarannya di Resource Centre, ada namanya terapi. Guna meningkatkan kemampuan berbahasa dan berbicara, terapi yang dilakukan yakni terapi wicara, bentuk pengajarannya sendiri dengan menggunakan Audio Verbal Teraphy.
Saran dalam penelitian ini adalah dalam proses pendidikannya di UPT Resource Centre agar terus bersifat terbuka dalam hal membantu menyamaratakan pendidikan atau pandangan pada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, khususnya anak tuli dalam mengecam dunia pendidikan yang lebih tinggi serta terjun ke dalam aspek kehidupan sosial nantinya.
DAFTARISI
SAMPUL DALAM ... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix DAFTAR ISI ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian... 10 D. Manfaat Penelitian... 10
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 11
F. Definisi Konsep ... 13
G. Kerangka Pikir Penelitian... 18
H. Metode Penelitian ... 21
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 21
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian... 23
3. Jenis dan Sumber Data ... 24
4. Tahapan Penelitian ... 26
5. Teknik Pengumpulan Data ... 26
6. Teknik Analisis Data ... 28
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 30
I. Sistematika Pembahasan ... 31
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 32
1. Pola Komunikasi ... 32
a. Pengertian Pola Komunikasi ... 32
2. Komunikasi Interpersonal ... 35
a. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 35
b. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal ... 36
c. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 39
d. Model Komunikasi Interpersonal ... 41
3. Komunikasi Pendidikan ... 43
a. Pengertian Komunikasi Pendidikan ... 43
b. Komunikasi dan Pengembangan Kreativitas Siswa ... 45
4. Trainer ... 47
a. Pengertian Trainer ... 47
b. Pendidikan Holistik Trainer ... 49
5. Anak Tunarungu (Tuli) ... 51
a. Pengertian Anak Tuli ... 51
b. Karakteristik Anak Tuli ... 53
c. Faktor Penyebab Ketunarunguan (Tuli) ... 56
d. Metode Pembelajaran Anak Tuli... 57
e. Terapi Anak Tuli ... 60
6. Peningkatan Kemampuan Berkomunikasi ... 62
a. Kemampuan Berbahasa ... 62
b. Keterampilan Berbicara... 65
B. Kajian Teori... 67
1. Teori Interaksionisme Simbolik ... 67
2. Konsep Teori Interaksionisme Simbolik ... 69
BAB III PENYAJIAN DATA ... 77
A. Deskripsi Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ... 77
1. Profil UPT Resource Centre ABK Gresik ... 77
a. Sejarah ... 77
b. Visi Misi ... 78
2. Profil Informan ... 86
B. Deskripsi Data Penelitian ... 89
BAB IV ANALISIS DATA ... 106
A. Temuan Penelitian ... 106
1. Pola Komunikasi Sirkular dan Primer dalam Proses Terapi Antara Trainer Dengan Anak Tuli ... 107
B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 124
BAB V PENUTUP ... 130 A. Kesimpulan... 130 B. Rekomendasi ... 131 DAFTAR PUSTAKA ... 132 BIODATA PENULIS ... 136 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 137
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Pegawai Resource Centre Abk ... 82Tabel 1.2 Daftar Anak Tuli Yang Mengikuti Terapi September 2019 ... 83
Tabel 1.3Anak-Anak Tuli Selama Bulan September ... 85
Tabel 1.4Sample Informan Anak-Anak Tuli ... 88
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran... 20Bagan 2.1 Alur layanan UPT Resource Centre ... 79
Bagan 2.2 Struktur Lembaga ... 80
Bagan 2.3 Sistem Pelayanan ... 81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proses Wawancara dan Observasi Informan ... 138Gambar 1.2 Proses Terapi Wicara di Resource Centre ... 139
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan seseorang memang melekat dengan adanya
komunikasi, karena komunikasi merupakan sebuah proses aktivitas dalam
sistem kehidupan sosial yang menjadi hakikat dari manusia itu sendiri.
Dalam aspek kehidupan sehari-hari manusia komunikasi bisa dilihat dari
sudut mana saja, mulai saat masih kecil sampai sudah dewasa, saat
membuka hari sampai menutup hari, semua hal bisa diketahui bahwa
manusia membutuhkan sebuah komunikasi. Sejatinya tidak ada manusia
yang bisa hidup sendirian, tanpa ada bantuan orang lainnya atau manusia
lain, sebab itu sudah menjadi kodrat manusia merupakan makhluk sosial.
Terlebih lagi anak-anak yang mempunyai hambatan fisik dalam dirinya,
seperti hambatan dalam mendengar atau tuli.
Sebagian orang beranggapan komunikasi menjadi perihal yang
tidak sulit untuk diterapkan di kehidupan ini. Tapi bisa saja menjadi sangat
sulit di jalankan, sebab dalam prosesnya biasanya bisa saja terdapat
semacam gangguan yang nantinya bisa menyebabkan interaksinya tidak
dapat memberikan efek, dan feedback. Fenomena seperti itu dapat terjadi
ketika kita sedang berinteraksi pada anak yang memiliki hambatan atau
2
Kebutuhan berkomunikasi manusia sudah ditampakan sejak
manusia itu mulai dalam kandungan. Disarankan kepada ibu-ibu yang
hamil agar menstimulus bayi mereka dengan, salah satunya adalah
mengajak anak dalam kandungan berkomunikasi. Begitu lahir, anak
mengeluarkan bahasa tanda komunikasi mereka dengan menangis.
Kemudian itu meningkat dengan bahasa ocehan mereka dan pembentukan
bahasa yang lebih kompleks. Perolehan bahasa untuk komunikasi ini
diperoleh anak, tentunya dipengaruhi oleh stimulus orang tua dan
kesempurnaan serta kematangan organ komunikasi (telinga & mulut)
manusia. Sudah pasti anak yang terlahir dengan ketidaksempurnaan seperti
anak tuli akan mengalami kesulitan dalam proses perolehan bahasa dan
komunikasinya. Anak tuli memiliki kelainan pendengaran, sehingga
mereka mengalami hambatan dalam berkomunikasi.
Melihat fenomena di atas, bersama anak berkebutuhan khusus,
khususnya anak tuli memang saat proses komunikasi berlangsung,
munculnya gangguan tidak bisa dielakkan, serta dihindari, berbeda dari
orang lainnya yang terkadang prosentasinya lebih kecil daripada anak
tersebut. Akan tetapi bisa juga diminimalisir dengan bantuan pola-pola
komunikasi yang lebih intim.
Manusia penyandang cacat pada umumnya memiliki keterbatasan
tertentu sesuai dengan jenis cacatnya. Begitu juga dengan tunarungu atau
bisa disebut tuli, stigma yang diberikan masyarakat normal seringkali
3
sebagainya, sehingga terbentuk persepsi dan prasangka bahwa penyandang
tunarungu itu patut dikasihani, selalu butuh perlindungan dan bantuan.
Anak tuli akan memiliki hambatan dalam komunikasi verbal/lisan,
baik itu secara ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami
pembicaraan orang lain). Biasanya anak tuli berkomunikasi dengan
individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan
secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda disetiap
negara. Saat ini di beberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi
total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal dan non
verbal.
Terkait kondisi diatas pemerintah memberikan fasilitas atau
instansi yang mana guna membantu anak-anak yang memang memiliki
kekurangan atau keterbatasan bisa mengecam pendidikan layaknya anak
normal pada umumnya. Di kabupaten Gresik sendiri ada banyak lembaga
yang disediakan pemerintah untuk anak-anak berkebutuhan khusus, agar
dapat memberi pelayanan pendidikan bagi mereka.
Salah satunya lembaga yang menjadi objek dari peneliti yakni UPT
Recource Center ABK Gresik yang mana lembaga pusat pengembangan
pendidikan anak berkebutuhan khusus khususnya di wilayah Gresik Kota.
Semua murid yang ada di Recource Center ini adalah manusia yang
berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai keberhasilan di
kehidupan sehari-hari serta kreativitas dan juga produktivitas. Seorang
4
kelemahan karena keterbatasan pendengaran dan juga sulit untuk berbicara
secara verbal, mereka membutuhkan layanan konseling guna
membantunya memecahkan masalah dan membentuk konsep diri yang
bagus agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang berprilaku positif.
Anak tuli memiliki keterbatasan kemampuan pendengarannya
sehingga sulit untuk memahami dan menyerap pembelajaran secara
spontan dan juga mengalami kesulitan dalam penyusuaian diri terhadap
lingkungan yang baru. Dampak langsung dari ketunarunguan adalah
terhambatnya komunikasi verbal (langsung) baik secara ekspresif
(berbicara) maupun reseptif (sulit memahami pembicaraan orang lain).
Kemampuan mendengar adalah salah satu anugerah Tuhan yang
diberikan kepada manusia. Dengan mendengar seseorang akan dapat
belajar berbicara, berbahasa, dan berkomunikasi, selanjutnya kemampuan
berkomunikasi tersebut digunakan untuk mempelajari ilmu pengetahuan,
mempelajari norma dan nilai-nilai kehidupan, dan bersosialisasi dengan
masyarakat sekitarnya yang akhirnya dapat digunakan untuk
menyejahterakan dirinya dan orang lain.
Perkembangan kognitif pada anak tunarungu, menjadi terhambat
akibat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berkomunikasi sehingga
berdampak negatif pada proses pencapaian pengetahuan dan menghambat
intelejensi anak untuk berkembang secara verbal, pada akhirnya perkembangan kepribadian, kecerdasan, dan penampilannya akan
5
anak tuli yaitu dengan bahasa isyarat atau belajar dengan mengunakan alat
bantu seperti media visual yang dapat melatih mereka dan membantu
dalam memahami komunikasi yang lebih baik. Belajar merupakan suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Anak-anak yang memiliki keterbatasan sangat membutuhkan
perhatian lebih extra atau intim. Pembelajaran untuk anak tuli
membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam penyusunan
program pembelajarannya, setiap trainer atau terapis sudah memiliki
catatan atau data pribadi setiap peserta didiknya atau pasiennya. Data
pribadi bisa berkaitan dengan karakter spesifik, kemampuan serta
kelemahannya, kompetensi yang dimiliki serta kemajuan
perkembangannya.
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa
dan kognitif salah satunya adalah kompetensi trainer atau terapisnya.
Pendidikan bagi anak tuli menuntut suatu sistem pembelajaran yang
berbeda dengan pembelajaran anak mendengar pada umumnya. Trainer
atau terapis jelas harus memiliki kompetensi pedagogis (ortopedagogis),
yaitu kompetensi memahami peserta didik tuli melalui serangkaian
asesmen, dan kompetensi yang terkait dengan penguasaan strategi
pembelajaran yang berbasis bahasa dan komunikasi, sebab anak tuli masuk
ke sekolah belum berbahasa dan terbatas kemampuan komunikasinya,
6
kemampuan berbahasa untuk bisa berkomunikasi. Di sisi lain, trainer
(terapis) harus memiliki kompetensi kompensatoris, yaitu kemampuan
berkomunikasi dengan tunarungu, seperti kemampuan berkomunikasi
verbal dan nonverbal seperti pengembangan wicara, berisyarat dan
membaca isyarat.
Unit Pelayanan Terpadu Resource Centre ABK Gresik memiliki
tugas serta fungsi untuk memberikan dukungan dalam sistem pendidikan,
advokasi, aktualisasi diri dimanapun anak berkebutuhan khusus berada,
serta mampu meningkatkan kepribadian mandiri nantinya untuk digunakan
bekal selanjutnya di kehidupan sosial atau di lingkungan sekolah.
Peneliti melihat beberapa kondisi fenomena bagaimana
kemampuan berkomunikasi anak-anak berkebutuhan khusus yang berada
di Unit Pelayanan Terpadu Resource Centre ABK Gresik khususnya anak
tuli bisa dibilang kondisinya untuk anak usia dini yang memang menjadi
prioritas dalam pengajaran perkembangan bahasa serta bicaranya, lebih
masuk ke dalam fase proses pengenalan kosa-kata, tata bahasa entah
verbal ataupun non-verbal. Bisa dikatakan masih banyak anak yang
memang belum bisa mengeluarkan kata ataupun kalimat-kalimat lebih
cenderung berteriak-teriak dan menunjukkan gestur tubuh atau emosinya.
Dalam realitanya sendiripun masih ada anak tuli yang kesulitan melakukan
komunikasi entah itu dalam komunikasi verbal ataupun non-verbal.
Kondisi tersebut banyak terjadi pada anak yang memang baru
7
Pelayanan Terpadu itu. Kondisi tersebut memang membutuhkan waktu
yang cukup lama dan tidak pasti untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi. Untuk permasalahannya sendiri dalam metode
pembelajarannya memang terletak pada anak itu sendiri, terkadang
anak-anak cenderung tidak bisa mengontrol emosi mereka sebab mereka masih
anak-anak yang membutuhkan dorongan ataupun bimbingan dalam
melakukan kegiatan.
Mengenai kondisi di Unit Pelayanan Terpadu Resource Centre
ABK Gresik dalam lingkup belajar mengajarnya mereka tidak mencampur
semua anak-anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas, namun mereka
memisah dan membaginya sesuai tingkatan kekurangan mereka, seperti
tuna rungu dengan tuna rungu, tuna netra dengan tuna netra juga. Jadi,
tidak dicampur agar dalam proses interaksinya nanti bisa lebih fokus
dalam belajar mengajar dengan mereka. Disini para trainernya biasa juga
disebut terapis.
Tak hanya itu didalam proses belajar mengajarnya pun berbeda
dari lembaga lainnya dimana lebih memfokuskan ke kegiatan keterampilan
atau permainan yang mana mampu meningkatkan rasa senang dan nyaman
yang ada pada diri anak tuli tersebut. Tak hanya itu di Resource Centre ini
ada juga metode terapi usia dini yang berguna untuk mengurangi atau
melatih kemampuan yang memang terbatas pada anak tersebut seperti
terapi wicara untuk anak tuli khususnya anak yang memang belum bisa
8
pembelajaran lain pun digunakan yakni lebih menekankan peningkatan
karakter keagamaan para murid berkebutuhan khusus, untuk total murid
yang biasanya melakukan terapi atau berkunjung ke Resource Centre ini
sudah ada 178 anak, dengan rata-rata balita 78 dan anak tuli berjumlah 68
sisanya anak berkebutuhan khusus lainnya. Untuk jam pengajarannya
sendiri berkisar 30-60 menit tiap anak, dan jam terbuka pelayanannya
Resource Centre ini pada pukul 07.00 sampai 12.00 WIB.
Faktor internal dalam diri anak tuli yang menjadi faktor kunci atau
keberhasilannya sebuah terapi di RC ini yakni, faktor emosional dan juga
psikis mereka, seringkali anak-anak di RC ini rata-rata masih memiliki
kendala dalam mengontrol emosinya, oleh sebab itu butuh yang namanya
pendekatan khusus guna mencapai keefektifan pembelajaran.
Memang perlu pola komunikasi interpersonal serta pendekatan
yang lebih intens pada saat proses terapi yang dilakukan antara trainer dan
anak didik atau pasiennya di UPT tersebut, karena dalam proses
komunikasi interpersonal yang digunakan untuk mengajar anak yang
memiliki kebutuhan khusus lebih bisa meminimalisir kekeliruan dalam
komunikasi dan menjadi lebih dekat secara emosional, Pola komunikasi
ini menunjukan adanya upaya trainer untuk dapat menyampaikan pesan
dalam proses terapi anak tuli secara lebih tepat untuk mempermudah
pemahaman mereka.
Mengenai pendidikan khusus yang dilakukan di Resource Centre,
9
mengembangkan kemampuan komunikasi baik kemampuan komunikasi
verbal maupun nonverbal, maka hal ini akan berdampak positif pada
pencapaian tujuan-tujuan kurikuler, tujuan pendidikan nasional, bahkan
dapat turut serta dalam pencapaian tujuan pembangunan milenium.
Fenomena-fenomena di atas, dirasa dengan adanya pola
komunikasi yang digunakan dalam metode terapi para trainer dirasa bisa
meningkatkan kemampuan komunikasi (berbahasa dan berbicara) mereka
khususnya nanti dalam mengemban pendidikan yang mana bisa digunakan
untuk masa yang akan datang.
Penulis tertarik terkait dengan fenomena diatas dengan
mengangkat judul atau tema “Pola komunikasi interpersonal antara trainer dengan anak tuli dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi di UPT
Resource Centre ABK Gresik”.
B. Rumusan Masalah dan Fokus Penelitian
Berdasar latar belakang di atas, rumusan masalahnya yakni sebagai
berikut : Bagaimanakah pola komunikasi interpersonal antara trainer
dengan anak tuli pada Unit Pelayanan Terpadu Resource Centre Anak
Berkebutuhan Khusus Gresik?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan, yakni :
Guna mengetahui dan menjabarkan pola-pola komunikasi
10
kemampuan berkomunikasinya pada Unit Pelayanan Terpadu Resource
Centre Anak Berkebutuhan Khusus Gresik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini mampu memperluas wawasan lebih baik
serta pengembangan keilmuan terkait analisis isi sebuah penelitian
sehingga dapat lebih memperluas wawasan serta berkembangnya
keilmuan, mengenai komunikasi Interpersonal untuk prodi ilmu
komunikasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini menjadi sebuah pengalaman yang
berkesan untuk peneliti yang nantinya hasil dari penelitian, bisa
dijadikan sumber penelitian selanjutnya, dan juga menjadi sumber
kesadaran untuk peneliti guna menyampaikan atau mensosialisasikan
ke masyarakat umum yang mempunyai pandangan salah mengenai
ABK bahwa mereka layak diperlakukan seperti anak normal pada
umumnya.
b. Bagi Kampus serta Fakultas dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi khalayak kampus
serta fakultas dakwah dalam mengembangkan pola-pola komunikasi
11
c. Bagi Masyarakat umum
Penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan kepada
masyarakat untuk lebih mendalami pola komunikasi interpersonal
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan juga semoga
diharapkannya mampu membuka wawasan bagi masyarakat bahwa
ABK layak mendapatkan perlakuan yang sama seperti orang normal
pada umumnya.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelitian ini maka peneliti akan memaparkan
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini diantara:
Pertama, Rahma Attaymini. Karya dan Judul Penelitiannya yakni
Skripsi, Upaya Membangun Komunikasi Antarpribadi Efektif Antara
Siswa Dan Guru (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Kegiatan Keagamaan
Kerohanian Islam di SMAN 5 Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan
Riau). Tujuan Penelitiannya untuk mengetahui upaya apa saja yang
digunakan untuk membangun komunikasi antarpribadi yang efektif antara
siswa dan guru pada kegiatan keagamaan kerohanian islam. Tahun dan
Metode Penelitiannya pada 2014, Metode deskriptif kualitatif. Perbedaan
penelitiannya yaitu fokus penelitian yang dilakukan pada penelitian ini
hanya pada upaya menuju komunikasi antarpribadi yang efektif, sementara
penulis akan berfokus pada pola komunikasinya. Persamaannya dalam
12
Kedua, Nindi Pratiwi Karya dan Judul Penelitiannya yakni Skripsi,
Peran komunikasi antarpribadi guru dalam Meningkatkan pengetahuan
anak (studi pada guru TK Santa Lucia Tuminting). Tujuan Penelitiannya
untuk mengetahui peran komunikasi antarpribadi guru dalam
meningkatkan pengetahuan anak usia dini. Tahun dan Metode
Penelitiannya pada 2013, Metode deskriptif kualitatif. Perbedaan
Penelitiannya yaitu fokus dari skripsi yang dikerjakan peneliti ini yakni
guna mengetahui proses komunikasi yang digunakan oleh para guru dalam
proses belajar, bentuk-bentuk, juga pendekatan-pendekatan komunikasi
yang dilakukan para guru. Namun peneliti akan berfokus pada pola
komunikasi interpersonal dalam meningkatkan kemampuan
berkomunikasi anak-anak berkebutuhan khusus khususnya anak tuli di
Resource Center Gresik. Persamaannya dari penelitian ini yakni keduanya
berfokus pada komunikasi interpersonal.
Ketiga, Sonya Ayu Paramitha. Karya dan Judul Penelitian : Jurnal,
Pola Komunikasi antara Guru dan Siswa Berkebutuhan Khusus dalam
Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas. Tujuan penelitiannya yaitu untuk
mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal yang terjadi antara guru
dan siswa berkebutuhan khusus di kelas II SDLB Manisrejo Madiun dalam
kegiatan belajar mengajar. Tahun dan Metode Penelitiannya pada tahun
2015 dan menggunakan metode deskriptif Kualitatif. Perbedaan
penelitiannya yakni Fokus penelitian pada penelitian ini hanya pada
13
peneliti lebih terfokus pada pola komunikasi interpersonal dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa dan berbicara. Persamaan pada
Penelitian ini sama-sama mengupas lebih dalam komunikasi interpersonal
yang terjadi antara guru dan murid berkebutuhan khusus.
F. Definisi Konsep Penelitian
1. Pola komunikasi Interpersonal
Pola Komunikasi adalah proses atau pola hubungan yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih guna menyampaikan pesan sesuai dengan
yang diinginkan. Jadi menurut Effendy yang dimaksud dengan pola
komunikasi adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan
keterpautannya unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsunganya,
guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis.1
Pola komunikasi identik dengan proses komunikasi, karena pola
komunikasi merupakan bagian rangkaian aktifitas menyampaikan pesan
sehingga diperoleh feedback dari penerima pesan. Dari proses
komunikasi, akan timbul pola, model, bentuk, dan juga bagian-bagian
kecil yang berkaitan erat dengan komunikasi.2
Ada beberapa proses komunikasi yang bisa dikatakan sudah masuk
dalam bentuk atau pola komunikasi, yaitu ; pola komunikasi primer,
pola komunikasi sekunder, pola komunikasi linear, dan pola
komunikasi sirkular.
2. Komunikasi interpersonal trainer
1 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), hlm.
30.
14
Komunikasi antarpribadi atau Interpersonal merupakan proses
pengiriman sebuah pesan, dilakukan oleh individu dengan individu
lainnya atau sekelompok kecil, agar mendapat umpan balik dengan
segera, serta berbagai dampak atau efek pada penerima pesan.3
Setidaknya ada lima pokok tujuan dalam komunikasi interpersonal,
yakni : 1) Mengerti self, individu lainnya menghadiahkan sebuah
keleluasaan guna mengenal pribadi sendiri, berlatih seberapa jauh
keterbukaan kita bagi individu lainnya, juga mengenal kultur,
perbuatan, terakhir tabiat individu lainnya. Agar pribadi sendiri bisa
menelaah, juga memperkirakan perbuatan individu lain selanjutnya; 2)
Memahami lingkungan baik objek, kejadian serta orang lain bisa di
lakukan dengan melihat dunia luar dari kegiatan komunikasi
antarpribadi; 3) Memelihara serta membuat hubungan mempunyai arti,
makna; 4) Bermain serta mencari hiburan; 5) Membantu Psikiater,
psikolog klinik, dan ahli terapi kejiwaan serta orang lain.4
Trainer atau terapis merupakan orang yang membantu peserta
pelatihan untuk menambah pengetahuan, mengubah perilaku menjadi
lebih produktif, dan meningkatkan kecakapan serta keterampilan
melalui pelatihan (training).5
Trainer adalah sebuah profesi yang memaksa seseorang untuk
terus-menerus memperbaiki dirinya sendiri dengan jalan memperbaiki
3 Onong Efendy. Teori, Ilmu Filsafat Komunikasi (Jakarta : Citra Adytia, 2004), hlm. 29. 4 Wiryanto, Ilmu Komunikasi (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 45.
5 Kathartika Lestari, Thesis: “Pola Komunikasi Efektif Trainer Pada Training Induction Karyawan
15
orang lain. Sehingga selain profesi seorang trainer yang memang
tugasnya membantu seseorang untuk berubah, trainer juga mau tidak
mau harus selalu memastikan dirinya tumbuh dan terus-menerus
belajar.6
Dalam pelatihan diperlukan kecakapan komunikasi dari seorang
trainer dari mulai kemampuan menyampaikan materi, kemampuan
membangun hubungan yang kondusif dengan peserta pelatihan sampai
kemampuan dalam mengatasi hambatan yang terjadi ketika pelatihan
berlangsung.7
Seorang trainer bisa dilihat perbedaannya berdasarkan tempat
lembaga atau dimana mereka berada, jika di lapangan biasa disebut
pelatih, di lembaga pendidikan khususnya melatih mengembangkan
kemampuan anak-anak tuli biasa disebut trainer atau terapis wicara
sebab mereka melatih mereka meningkatkan kemampuan mendengar
dan juga berbicara. Seorang trainer dalam melatih para peserta atau
anak didiknya pun memiliki cara tersendiri, disesuaikan dengan aturan
lembaganya. Ada yang bersifat personal ada juga yang melibatkan
banyak peserta.
Di lembaga pendidikan khusus biasanya trainer dalam melakukan
pelatihannya pun cenderung lebih bersifat interpersonal sebab lebih
fokus dalam melatih anak didiknya.
6 Ibid., hlm. 3. 7 Ibid., hlm 4.
16
Jadi bisa di simpulkan komunikasi interpersonal trainer merupakan
dimana sedang berlangsungnya proses belajar mengajar yang dilakukan
para trainer dengan peserta atau pasiennya untuk mencapai tujuan
bersama.
3. Anak Tuli
Orang yang tuli (a deaf person) adalah seseorang yang mengalami
ketidakmampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan di dalam
memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau
tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sedangkan orang
yang kurang dengar (a hard of hearing person) adalah seseorang yang
biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya
cukup memungkinkan untuk keberhasilan memproses infomasi bahasa
melalui pendengarannya, artinya apabila orang yang kurang dengar
tersebut menggunakan alat bantu dengar, ia masih dapat menangkap
pembicaraan melalui pendengarannya.8
Berdasarkan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa anak yang
tergolong tuli, sulit sekali/tidak dapat menangkap pembicaraan
melaluipendengarannya baik dengan memakai atau tidak memakai alat
bantu dengar. Sedangkan pada anak yang tergolong kurang dengar,
apabila menggunakan alat bantu dengar yang tepat, pendengarannya
masih memungkinkan untuk menankap pembicaraan melalui
pendengarannya, bahkan untuk yang tergolong tunarungu ringan,
8 Wardani, dkk. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Tangerang Selatan:
17
pendengarannya msih memungkinkan untuk dapat menangkap
pembicaraan meallui pendengrannya meskipun mengalami kesulitan,
tanpa menggunakan alat bantu dengar.
4. Kemampuan berbahasa dan berbicara
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002:
707-708) kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti yang pertama
kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu dan kedua berada.
Kemampuan sendiri mempunyai arti kesanggupan, kecakapan,
kekuatan, kekayaan. Sedangkan kemampuan menurut bahasa berarti
kemampuan seseorang menggunakan bahasa yang memadai dilihat dari
sistem bahasa, antara lain mencakup sopan santun, memahami giliran
dalam bercakap-cakap.
Menurut Hasan Alwi (2002: 1180) dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, keterampilan berasal dari kata dasar terampil yang artinya
cakap dalam menyelesaikan tugas setelah mendapatkan imbuhan
menjadi kata keterampilan. Sehingga memiliki arti sebagai kecakapan
dalam menyelesaikan tugas. Keterampilan dan kata bahasa membentuk
fase keterampilan bahasa di arti kata sebagai kecakapan seseorang
untuk memakai bahasa menulis, membaca, menyimak dan berbicara.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara merupakan suatu kecakapan untuk
menginformasikan, menyatakan, menyampaikan, atau
18
Keterampilan berbicara merupakan komunikasi yang efektif untuk
menyatakan maksud dengan menggunakan artikulasi atau kata.
Berbicara merupakan keterampilan dan seperti halnya semua
keterampilan harus dipelajari. Kemampuan mengeluarkan bunyi
tertentu dalam kombinasi yang dikenal sebagai kata.
G. Kerangka Pikir Penelitian
Istilah interaksi sosial dapat diartikan yakni sebuah kontak dua
orang atau tiga orang atau lebih, yang mana perilaku tiap-tiap seseorang
dapat saling berpengaruh dan bisa saling mengubah tindakan orang lain,
atau sebaliknya.9
Salah satu bentuk dari proses komunikasi yakni adanya pola-pola
komunikasi, maka dari itu terdapat berbagai jenis model atau bentuk
komunikasi, agar dalam proses komunikasinya dapat terlihat pola yang
lebih sinkron dipakai dalam berinteraksi. Umpan balik dari receiver dapat
diperoleh dari susunan aktifitas penyampaian sebuah pesan dalam proses
berkomunikasi.
Kemudian Teori yang nanti digunakan oleh peneliti yaitu: Teori
interaksionisme simbolik. Teori ini melekat pada penemuan George
Herbert Mead tahun 1863-1931. Pada segi istilah yang ditemukan oleh
Mead, tiap pesan non verbal serta verbal yang diartikan atas ketetapan
bersama-sama bagi kelompok yang berpartisipasi di sebuah interaksi,
19
adalah sebuah model simbol yang didalamnya terdapat maksud yang
sangat penting.10
Tingkah laku orang bisa dipengaruhi dan diubah oleh orang lain
karena adanya sebuah simbol, demikian juga dengan perilaku orang
tersebut. Kita bisa mengungkapkan sebuah perasaan, maksud, serta pikiran
melalui pemberian suatu isyarat yang berupa sebuah simbol yang kita
berikan. Begitu juga sebaliknya, yakni membaca sebuah simbol atau tanda
yang di tunjukkan oleh orang lain.
Berdasarkan teori interaksi simbolik, setiap perilaku interaksi antar
guru serta anak berkebutuhan khusus cenderung pasti menggunakan non
verbal (bahasa) serta banyak simbol digunakan guna memunculkan sebuah
tafsiran, arti serta analisis. Dapat dipahami melalui prinsip dasar yang ada
pada teori interaksi simbolik, yakni cara pengartian tidak hanya diartikan
atas dogmatis (kaku), tapi mewujudkan reaksi dari info fakta yang sudah
diolah, selalu dilakukan bersamaan atas peran instrumennya.
Karakter rohaniah yang bersifat hipotesis serta
konstruksi-konstruksi sosial mempunyai ikatan dengan teori Interaksionisme
simbolik. Teori ini adalah hubungan antar simbol dan interaksi.
Teori interaksionisme simbolik bertitik pada berpengaruhnya
membentuk sebuah arti atau tafsiran demi karakter seseorang, proses
komunikasi tidak dapat dilepaskan dari yang namanya teori
Interaksionisme simbolik.
20
Pada penelitian ini peneliti memilih Trainer dengan anak tuli
(tunarungu) sebagai objek penelitian. Ketika objek saling berinteraksi
maka tejadilah proses komunikasi interpersonal dimana terjadinya proses
komunikasi interpersonal tersebut akan di telaah menggunakan teori
interaksi simbolik, selanjutnya diharapkan muncul bagaimana proses
komunikasi interpersonal antara trainer dengan anak penyandang tuli di
saat berlangsungnya pembelajaran/ terapi, serta pola komunikasinya, dan
faktor keberhasilan komunikasi tersebut.
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Anak Tuli TEORI INTERAKSI SIMBOLIK Simbol verbal & Non verbal Proses komunikasi Trainer Peningkatan Kemampuan Berkomunikasi Pola komunikasi
21
H. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan, Jenis penelitian
Penelitian yang mengkaji tentang pola komunikasi interpersonal
dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi ini menggunakan
pendekatan kualitatif dan jenis penelitiannya adalah deskriptif,
Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,
melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi
lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini
adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara
mendalam, rinci, dan tuntas. Oleh karena itu pengguna pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara
realita dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode
deskriptif.
Adapun secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan
oleh penerapan metode kualitatif.11
Penggunaan metode ini dengan pendekatan deskriptif pada
kelompok yang dirasa cukup signifikan digunakan informan guna
menyampaikan info mengenai penelitian ini. Terlebih untuk
komunikasi interpersonal.
11 Lexy, J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Rosdakarya Cet. Ke-23, 2007) h.
22
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
mengenai pola komunikasi interpersonal yang terjadi antara trainer
dan anak tuli di UPT Resource Center Gresik dalam meningkatkan
kemampuan berkomunikasi (berbahasa dan berbicara).
Penelitian metode deskriptif ditujukan guna: 1) menghimpun kabar
atau info akurat, lebih jelas menggambarkan objek yang terjadi, 2)
menelaah permasalahan serta mengecek keadaan juga implementasi
yang sudah berjalan, 3) menciptakan analogi atau ulasan, 4)
memutuskan hal-hal yang diperbuat orang lain ketika mendapati
persamaan masalah serta bercermin dengan pengalaman yang lalu,
untuk menargetkan planning di masa mendatang.12
Peneliti berlaku menjadi pemerhati. Peneliti sekedar menyusun
tingkatan kemampuan berbahasa dan berbicara, menganalisa
fenomena, serta menulis di catatan penelusuranya. Nantinya peneliti
terjun kelapangan, tanpa di titik beratkan dengan pedoman teori.
Selama penelitian berlangsung peneliti leluasa menginvestigasi
sumber, mengeksplorasi serta menjumpai pengetahuan-pengetahuan
anyar saat penelitian dilakukan.13
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi penelitian
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yakni kepala UPT Resource Center dan para
Trainer (terapis) serta anak tuli di lembaga tersebut. Penarikan
12 Drs. Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2004) h. 24
23
subjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling
(sample bertujuan).
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitiannya merupakan Pola komunikasi interpersonal
antara trainer dan anak tuli di UPT Resource Center Gresik dalam
meningkatkan kemampuan berkomunikasi (berbahasa dan
berbicara). Maka dengan objek seperti itu nantinya bisa
ditemukan pola komunikasi interpersonal yang cocok untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak-anak
berkebutuhan khusus khususnya anak tuli.
c. Lokasi Penelitian
Terkait penelitian yang dilakukan, lokasi berada di Unit Pelayanan
Terpadu Resource Center Anak Berkebutuhan Khusus, Jl.
Proklamasi Gg. II No.4, Ngipik, Karangpoh, Kec. Gresik,
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli, Agustus dan sepetember 2019 di Unit Pelayanan
Terpadu Resource Center ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
24
3. Jenis dan sumber data
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden
maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk
statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian.14
a. Jenis Data
Ada dua jenis data untuk penelitian ini, yaitu:
1) Data Utama / Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumber pertama yaitu individu atau perseorangan yang
membutuhkan pengelolaan lebih lanjut. Untuk data yang satu
ini tidak dapat diperoleh dari sumber-sumber kedua semisal,
file atau dokumen, buku dan lainnya. Namun, bisa didapat dari
informan yang memiliki data-data informasi aktual.
Peneliti menggunakan data utama guna untuk mendapatkan
informasi langsung mengenai pola komunikasi interpersonal
antara trainer dan anak tuli dalam meningkatkan kemampuan
berkomunikasi di UPT Resource Center ABK Gresik, dan juga
peneliti nantinya akan mengamati proses belajar mengajar dan
juga wawancara secara langsung kepada trainer dan juga anak
tuli di UPT Resource Center ABK Gresik.
14 Joko Subagyo, 2007, Metode Penelitian dalam Teori dan praktek , PT. Rineka Cipta, Jakarta,
25
2) Data sekunder
Mengutip dari Uma sekaran, Data sekunder merupakan data
yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber
yang telah ada. Sumber data sekunder adalah catatan atau
dokumentasi perusahaan, situs Web, internet dan lainnya. Data
sekunder juga digunakan sebagai penunjang sekaligus sumber
kedua dalam penelitian kali ini.
b. Sumber data
Sumber informasi atau data dalam penelitian kali ini lantaran
berawal dari:
1) Perkara serta tindakan, yakni setiap perkara juga tindakan yang
memiliki keterkaitan pada pola komunikasi interpersonal antar
trainer dan anak tuli dalam meningkatkan kemampuan
berbahasa dan berbicara di UPT Resource Center ABK Gresik.
Lebih khususnya yakni tindakan dalam proses belajar
mengajar yang dilakukan para pengajar serta metode apa yang
digunakan dalam proses pengajaran.
2) Informan, yakni individu yang menyampaikan segalanya
tentang info serta data mengenai perkara dalam penelitian,
informan yang ditargetkan untuk penelitian ini yakni trainer,
26
4. Tahapan penelitian
Pada tahap ini peneliti ingin menjelaskan tahapan-tahapan yang
dilakukan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap objek yang
akan dikaji guna mendapatkan hasil yang maksimal yaitu pertama,
persiapan mencakup: Membentuk skema penelitian; Menemukan
lokasi penelitian; Mengatur Perizinan; menyurvei juga melihat situasi
kondisi; memilah informan dengan tepat.
5. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data kali ini, peneliti akan menggunakan beberapa
teknik, langkah-langkah guna mengumpulkan data diantaranya
observasi, wawancara, dokumentasi.
Dalam hal ini peneliti juga menggunakan metode pengumpulan
data. Adapun tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
sebagai berikut:
a. Observasi ( Pengamatan)
Observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang
untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca
indra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya.15
Macam-macam observasi meliputi, observasi partisipatif, observasi terus
terang atau tersamar, observasi non partisipatif. Dalam penelitian
ini menggunakan metode observasi langsung dan non partisipasif,
dimana peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengamati
27
subjek penelitian tetapi tidak mengambil bagian atau ikut serta
dalam kegiatan yang diobservasi.
Adapun data-data yang diambil dari metode observasi adalah,
sebagai berikut:
1) Suasana proses belajar mengajar ruang kelas UPT
Resource Centre ABK Gresik.
2) Metode pembelajaran para guru serta respon anak tuli
pada saat pembelajaran di Resource Centre ABK Gresik.
3) Cara berkomunikasi termasuk kosakata dan tata bahasa
anak tuli yang mengikuti terapi di Resource Centre ABK
Gresik.
b. Wawancara
Peneliti mengadakan wawancara secara langsung dengan
responden yang mempunyai hubungan dengan obyek yang diteliti
oleh peneliti dan juga percakapan dengan maksud dan tujuan
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
terwawancara yang nantinya akan memberikan jawaban atas
pertanyaan- pertanyaan itu.16
Dalam metode ini penulis juga mengadakan wawancara secara
langsung dengan sumber data, yaitu Trainer atau pengajar, kepala
UPT Resource Centre serta orang tua dari anak yang mengalami
16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal
28
tunarungu (tuli). Adapun data-data yang diambil dari metode
interview atau wawancara, adalah sebagai berikut:
1) Kondisi kemampuan komunikasi baik verbal ataupun
non-verbal anak tuli. Meliputi tata bahasa, kosakata dll.
2) Metode pembelajaran meliputi cara berkomunikasi
serta metode terapi para trainer anak tuli.
c. Dokumentasi
Kemudian setelah melakukan wawancara mendalam dengan ke
kepala UPT serta guru yang ada di UPT Resource Center ABK
Gresik juga dengan wali murid, selanjutnya nanti akan di
dokumentasikan berupa visual gambar dan lainnya.
6. Teknik analisis data
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang yang
disarankan oleh data. Analisis data dalam hal ini ialah mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan
mengategorikannya. Pengelolaan dan pengorganisasian data tersebut
bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat
menjadi teori substantif.17
Menurut Seiddel dalam Burhan Bungin mengatakan bahwa analisis
data kualitatif prosesnya sebagai berikut: proses mencatat yang
17 Lexy J. Moleong, Metodolgi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999. Hal.
29
menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar
sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Mengumpulkan, memilah dan
mengklasifikasikan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.
Berfikir, dengan jalan agar membuat kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan membuat temuan-temuan umum.18
Analisis data yang digunakan peneliti menggunakan analisis data
versi Miles dan Huberman, analisis ini melalui tiga tahap, yaitu:19
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan
semakin banyak, kompleks dan juga rumit. Dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif yang mana dilakukan
dengan cara mengolah data, menyusunnya dan
mendiskripsikannya berupa kata-kata yang sesuai pengamatan
mengenai dari pola komunikasi antara trainer dengan anak tuli.
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplay data. Dengan mendisplay data, maka akan sangat
memudahakan peneliti untuk dapat memahami apa yang sedang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
18 H. Moh. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009). Hlm. 149 19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
30
telah dipahami. Dalam hal ini, peneliti memfokuskan pada pola
komunikasi interpersonal antara trainer dengan anak tuli dalam
meningkatkan kemampuan berkomunikasi di UPT Resource
Centre ABK Gresik.
c. Penarikan kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis yakni penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Dalam hal ini, peneliti juga menyimpulkan hasil
penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah
dirumuskan peneliti, yakni terkait dari pola komunikasi
interpersonal antara trainer dengan anak tuli dalam meningkatkan
kemampuan berkomunikasi di UPT Resource Centre ABK Gresik.
Dalam tahap ini, peneliti menggunakan teknik analisa yakni
dengan mengumpulkan semua data yang diperoleh peneliti berupa
hasil wawancara secara mendalam dan juga observasi dilapangan pada
trainer serta anak tuli dan juga kepala UPT Resource Center ABK
Gresik, dengan menganalisa dan menyimpulkan semua data sesuai
dengan tema yang diteliti.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Guna mendapat data aktual (valid) serta dampak penelitian bisa di
tes ulang kembali, maka memerlukan sistem pelacakan keabsahan
data, yakni: ekstensi kekonstribusian, keuletan pemantauan, analisis
31
I. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan peneliti membagi dalam 5 bab
yang pada setiap bab nantinya berisikan uraian-uraian hasil dari penelitian
yaitu:
1. Bab I : isinya berisikan latar belakang sebuah permasalahan, rumusan serta
fokus penelitian, kerangka konsep, tujuan juga manfaat dari penelitian
entah dalam lingkup akademik juga lingkup praktik.
2. Bab II : Terdapat kajian atau definisi teori selaku fundamen penelitian ini
dilakukan. Pemikiran yang ada pada bab ini adalah untuk mengetahui
secara lebih detail tentang konsep ataupun tentang teori yang memiliki
relevansi-relevansi dengan penelitian ini.
3. Bab III : pada bab ini berisikan data-data yang di dapat dari hasil
penelitian berupa wawancara, observasi, maupun dari informasi lainnya,
nantinya data ini akan disusun sedemikian rupa secara tertulis dan juga
dibentuk tabel bahkan gambar yang mendukung data tersebut.
4. Bab IV : berisikan tentang analisisa sebuah data, penulis atau peneliti akan
menganalisis informasi juga data yang didapat sesuai teori yang sudah ada
dan dibalut dengan analisis deskriptif.
5. Bab V : pada bab ini berisikan akhiran atau penutupan, peneliti nantinya
menjabarkan simpulan dalam persoalan penelitian serta membagikan
referensi pada para individu yang melihat atau membaca laporan penelitian
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Pustaka 1. Pola Komunikasi
a. Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata, karena
keduanya mempunyai keterkaitan makna. Sehingga mendukung
dengan makna lainnya, maka lebih jelasnya dua kata tersebut akan
diuraikan tentang penjelasannya masing-masing.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti
bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap yang
mana pola dapat dikatakan contoh atau cetakan.20. Pola pada
dasarnya adalah sebuah gambaran tentang sebuah proses yang
terjadi dalam sebuah kejadian sehingga memudahkan seseorang
dalam menganalisa kejadian tersebut, dengan tujuan agar dapat
meminimalisasikan segala bentuk kekurangan sehingga dapat
diperbaiki.
Pola Komunikasi adalah proses atau pola hubungan yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih guna menyampaikan pesan
sesuai dengan yang diinginkan.
20 Departemen pendidikan nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3”, (Jakarta: Balai
33
Jadi menurut Effendy yang dimaksud dengan pola
komunikasi adalah proses yang dirancang untuk mewakili
kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang dicakup beserta
keberlangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara
sistematik dan logis.21
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu,
Teori Dan Filsafat Komunikasi mengemukakan bahwa ada 4
(empat) pola komunikasi (atau yang disebut dengan model
komunikasi) yakni:22
a) Pola Komunikasi Linear
Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear
berarti perjalanan dari satu titik lain secara lurus. Dalam
konteks komunikasi proses secara linear adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
sebagai titik terminal. Komunikasi linear ini berlangsung baik
dalam situasi komunikasi tatap muka (face to face
communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia
(mediated communication).
b) Pola Komunikasi Sirkular
Sirkular sebagai terjemahan dari perkataan “circular” secarah harfiah berarti bulat, bundar atau keliling sebagai
lawan dari perkataan linear tadi yang bermakna lurus. Dalam
21 Onong Uchjana Effendy, “Dinamika Komunikasi”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993) hlm.
30.
34
konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses secara
sirkular itu adalah terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu
terjadinya arus komunikan ke komunikator, oleh karena itu ada
kalanya feedback itu mengalir dari komunikan ke komunikator
itu adalah “respon” atau tanggapan komunikasi terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.
c) Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer merupakan suatu proses
penyampaian oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu simbol sebagai media atau saluran. Dalam
pola ini terbagi menjadi dua lambang, yaitu lambang verbal dan
nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang paling sering
digunakan karena bahasa dianggap mampu mengungkapkan
pikiran komunikator. Sedangkan lambang nonverbal yaitu
lambang yang digunakan dalam berkomunikasi yang bukan
bahasa namun merupakan isyarat dengan menggunakan
anggota tubuh antara lain; mata, kepala, bibir, tangan dan lain
sebagainya.
d) Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
35
dalam proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif
dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang
semakin canggih yang didukung pula oleh teknologi lainnya
yang bukan teknologi komunikasi.
2. Komunikasi Interpersonal
a. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang sangat
dominan dalam kehidupan sehari-hari, namun tidaklah mudah
memberikan definisi yang dapat diterima semua pihak.
Sebagaimana layaknya konsep-konsep dalam ilmu sosial
lainnya, komunikasi interpersonal juga mempunyai banyak definisi
sesuai dengan persepsi ahli-ahli komunikasi yang memberikan
batasan pengertian. Trenholm dan Jensen (1995:26) medefinisikan
komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang
yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat
komunikasi ini adalah: (a) spontan dan informal; (b) saling
menerima feedback secara maksimal; (c) partisipan berperan
fleksibel.
Littlejohn (1999) memberikan definisi komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara individu-individu. Agus M.
Hardjana (2003: 85) mengatakan, komunikasi interpersonal adalah
interaksi tatap muka antardua atau beberapa orang, dimana
36
penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung
pula.
Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah
penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh
orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik
segera (Onong U. Effendy, 2003: 30).23
b. Komponen-Komponen Komunikasi Interpersonal
Secara sederhana dapat dikemukakan suatu asumsi bahwa
proses komunikasi interpersonal akan terjadi apabila ada pengirim
menyampaikan informasi berupa lambang verbal maupun
nonverbal kepada penerima dengan menggunakan medium suara
manusia, maupun dengan medium tulisan. Berdasarkan asumsi ini
maka dapat dikatakan bahwa dalam proses komunikasi
interpersonal terdapat komponen-komponen komunikasi yang
saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri.24
a) Sumber/komunikator
Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan
internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun
informasional dengan orang lain.
23 Aw Suranto, Komunikasi Interpersonal. (Yogyakarta: Graha Ilmu ,2011) hlm 3-4. 24 Ibid,. Hlm 7-9
37
b) Encoding
Encoding merupakan suatu aktifitas internal pada komunikator
dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol
verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan
tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.
c) Pesan
Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat
simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan
keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk
disampaikan kepada pihak lain.
d) Saluran
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke
penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara
umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan
saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak
memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.
e) Penerima/komunikan
Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan
menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal,
penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula
38
f) Decoding
Merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui
indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam
bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-pengalaman yang
mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses
sensasi, yaitu proses dimana indera menangkap stimuli. Misal
telinga mendengar suara atau bunyi, mata melihat objek, dan
sebagainya. Proses sensasi dilanjutkan dengan persepsi, yaitu
proses memberi makna atau decoding.
g) Respon
Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan
sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat
positif, netral, ataupun negatif. Respon positif apabila sesuai
dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu
tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator.
Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang dierikan
bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.
h) Gangguan
Gangguan atau noise beraneka ragam, untuk itu harus
didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam
komponen-komponen manapun dari sitem komunikasi. Noise
39
penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat
fisik dan psikis.
c. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan suatu action oriented,
ialah suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan
komunikasi interpersonal bermacam-macam, beberapa di antaranya
adalah:
a) Mengungkapkan Perhatian Kepada Orang Lain
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk
mengungkapkan perhatian kepada orang lain. Dalam hal ini
seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum,
melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan
kabar kesehatan patner komunikasi dan sebagainya.
b) Menemukan Diri Sendiri
Artinya seseorang melakukan komunikasi interpersonal
karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik pribadi
berdasarkan informasi dari orang lain.
c) Menemukan Dunia Luar
Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan
untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain,
termasuk informasi penting dan aktual dalam suatu
40
d) Membangun dan Memelihara Hubungan yang Harmonis
Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang
yang paling besar adalah membentuk dan memelihara
hubungan baik dengan orang lain.
e) Mempengaruhi Sikap dan Perilaku
Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu
atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara
langsung maupun tidak langsung.
f) Menghilangkan Kerugian Akibat Salah Komunikasi
Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian
akibat salah komunikasi (miss communication) dan salah
interprestasi (miss interprestation) yang terjadi pada sumber
dan penerima pesan.
g) Memberikan Bantuan (Konseling)
Dalam kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat dapat
dengan muda diperoleh contoh yang menunjukan bahwa
komunikasi interpersonal dapat dipakai sebagai pemberian
bantuan (konseling) bagi orang lain yang memerlukan. Tanpa
disadari setiap orang teryata sering bertindak sebagai konselor
maupun konseling dalam interaksi interpersonal sehari hari.25
41
d. Model Komunikasi Interpersonal
Dalam ilmu komunikasi model-model komunikasi dibuat
untuk membantu dalam memberi pengertian tentang komunikasi
dan juga untuk menspesifikasi bentuk-bentuk komunikasi yang ada
dalam hubungan antar manusia. Model juga disebut sebagai
gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan suatu
teori.
Beberapa model-model komunikasi interpersonal dalam
ilmu komunikasi adalah sebagai berikut:
a) Model S-R
Model Stimulus – Respons (S – R) adalah model
komunikasi paling dasar. Model ini menunjukkan bahwa
komunikasi itu sebagai suatu proses “aksireaksi” yang sangat sederhana. Jadi model ini mengasumsikan bahwa kata-kata
verbal, isyarat nonverbal, gambar dan tindakan tertentu akan
merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara
tertentu. Pertukaran informasi ini bersifat timbal balik dan
mempunyai banyak efek dan setiap efek dapat mengubah
tindakan komunikasi.
b) Model Aristoteles atau Model Retoris
Model ini adalah model komunikasi yang paling klasik,
yang sering juga disebut model retoris. Model ini sering disebut
42
dicapai oleh siapa anda (etos-kepercayaan anda), argumen anda
(logos-logika dalam emosi khalayak).
c) Model Shannon dan Weaver
Model yang diciptakan oleh Shannon dan Weaver adalah
model yang paling mempengaruhi model komunikasi lain, pada
model ini Shannon dan Weaver menjelaskan bahwa dalam
berkomunikasi terjadi pengubahan pesan oleh Transmitter yang
berasal dari sumber informasi menjadi sinyal yang sesuai
dengan saluran yang digunakan Saluran adalah medium
pengirim pesan dari Transmitter ke penerima.26
d) Model Interaksional
Menurut model interaksional komunikasi adalah
orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui
interaksi sosial, tepatnya melalui apa yang disebut pengambilan
peran orang lain.
Berbeda dengan model S-R yang lebih bersifat linier,
model yang dikemukakan oleh George Herbert Mead lebih
menganggap manusia merupakan makhluk yang lebih aktif
reflektif, kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang lebih
rumit, dan sulit diramalkan, bukan hanya sekedar makhluk pasif
yang melakukan sesuatu berdasarkan stimulus dari luar
tubuhnya.
26 Julia T. Wood, Komunikasi Interpersonal Interaksi Keseharian, (Jakarta: Salemba Humanika,
43
3. Komunikasi Pendidikan
a. Pengertian Komunikasi Pendidikan
Istilah komunikasi pendidikan memang belum terlalu
akrab didengar oleh kalangan pemerhati dan praktisi pendidikan.
Masyarakat lebih akrab dengan berbagai istilah yang lebih
mentereng, seperti komunikasi massa, komunikasi antarbudaya,
dan sebagainya. Sebagai istilah yang baru, tentunya tidak mudah
ditemukan referensi yang memadai dalam bidang ilmu ini.
Bisa dibayangkan bahwa hampir 80 persen aktivitas guru
maupun dosen diruang kelas adalah kegiatan komunikasi, baik
verbal maupun nonverbal. Komunikasi pendidikan akan
menunjukkan arah proses konstruksi sosial atas realitas
pendidikan. Sebagaimana dikatakan teoretisi sosiologi
pengetahuan Peter L. Berger dan Thomas Luckman dalam Social
Construction of Reality, realitas itu dikonstruksi oleh
makna-makna yang dipertukarkan dalam tindakan dan interaksi
individu-individu.
Secara sederhana, komunikasi pendidikan dapat diartikan
sebagai komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan.
Dengan demikian, komunikasi pendidikan adalah proses
perjalanan pesan atau informasi yang merambah bidang atau
44
bebas atau netral, tetapi dikendalikan dan dikondisikan untuk
tujuan-tujuan pendidikan.27
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses
komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima.
Pesan yang disampaikan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke
dalam simbol-simbol komunikasi, baik verbal (kata-kata, tulisan)
maupun non-verbal, Proses ini dinamakan encoding. Penafsiran
simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan
decoding.
Dalam dunia pendidikan, komunikasi menjadi kunci yang
cukup determinan dalam mencapai tujuan. Seorang pendidik,
betapa pun pandai dan luas pengetahuannya, kalau tidak mampu
mengkomunikasikan pikiran, pengetahuan, dan wawasannya,
tentu tidak akan mampu memberikan transformasi
pengetahuannya kepada para anak didiknya.28 Gugusan
pengetahuannya hanya menjadi kekayaan diri yang tidak tersalur
kepada para anak didiknya. Oleh karena itu, kemampuan
komunikasi dalam dunia pendidikan sangat penting artinya.
Seorang pendidik yang mengajar siswanya dikelas harus
memikirkan bentuk komunikasi yang efektif agar pesan yang
disampaikan dapat tepat sasaran dan mencapai hasil optimal
sebagaimana diharapkan. oleh karena itu, pendidik ataupun
27 Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksional, Teori dan Praktek (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm.
30.