• Tidak ada hasil yang ditemukan

Videografi Kampanye dalam Mitos Seni Propaganda (Analisis Semiotik Terhadap Video Klip Politik Pilpres Indonesia 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Videografi Kampanye dalam Mitos Seni Propaganda (Analisis Semiotik Terhadap Video Klip Politik Pilpres Indonesia 2014)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JOURNAL of

CONTEMPORARY INDONESIAN ART Jurusan Seni Murni FSR ISI Yogyakarta

ISSN: 2442-3394 E-ISSN: 2442-3637

VIDEOGRAFI KAMPANYE DALAM MITOS SENI

PROPAGANDA

(Analisis Semiotik Terhadap Video Klip Politik Pilpres Indonesia 2014) Oleh: Vedy Santoso

Institusi: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Alamat: Jl. Marsda Adisucipto, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 e-mail: vedysantos@gmail.com

ABSTRAK

Videografi digital merupakan salah satu karya seni audio-visual yang berkembang dengan dukungan teknologi media rekam. Selain menghadirkan nilai yang bermuatan estetis sebagai sebuah karya seni, videografi juga memiliki fungsi sebagai media propaganda, seperti yang terlihat dalam videografi kampanye pemilihan presiden. Pada pemilihan presiden tahun 2014, kedua calon presiden dan wakilnya menggunakan media video sebagai alat untuk membangun citra masing-masing di masyarakat. Efektivitas videografi menjadi titik berat kajian, sampai sejauh mana media tersebut dapat membangun mitos baru dalam masyarakat sesuai dengan pencitraan yang dihadirkan dalam video kampanye tersebut. Dengan membandingkan kedua video kampanye dari masing-masing calon presiden dan wakilnya, kita dapat melihat bagaima-na kedua belah pihak memberikan pencitraan sesuai dengan gambaran ideal seoramg pe-mimpin. Pasangan Prabowo-Hatta menggambarkan sosok pemimpin yang tegas dan berjiwa nasionalis, sedangkan pasangan Jokowi-JK mencitrakan diri mereka sebagai sosok pemimpin yang merakyat. Kemudian saat videografi yang bermuatan seni digunakan untuk politik, praktis gejala estetisnya dapat diterjemahkan sebagai wacana seni propaganda oleh teori seni posmo-dernisme. Dengan melihat animo masyarakat yang dengan antusias memberikan dukungan kepada kedua calon presiden dan wakilnya dapat dikatakan bahwa pencitraan yang dilakukan oleh kedua pihak terbilang berhasil. Namun wacana seni propaganda ini hanya menjadi mitos budaya massa yang bersifat sesaat saja, karena saat musim kampanye selesai masyarakat telah mendapatkan mitos baru tentang kinerja Presiden. Sehingga dari fenomena videografi kam-panye Pilpres Indonesia 2014 ini dapat dipahami bahwa budaya demokrasi di indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan, dan dengan dukungan teknologi videografi arena pertarungan ideologi-pun meluas tidak hanya mempengaruhi ideologipolitik, tetapi juga melibatkan ideologi seniman, ideologi karya seni, dan ideologi masyarakat yang menjadi arenanya.

Kata kunci: videografi, seni propaganda, dan mitos. ABSTRACT

Campaign Videography in Propaganda Art Myth (Semiotic Analysis towards Politics Video Clip of Indo-nesian Presidential Election 2014). Digital videography is one of the audio-visual work of art that developed with the support of recording media technology. In addition to presenting the charged aesthetic value as a work of art, videography also has a function as media propaganda, as seen in the presidential election campaign videography. In the 2014 presidential election, both candidates for president and vice president using the me-dium of video as a tool to build their image in society. Effectiveness videography become the focus of the study, the extent to which the media can build a new myth in society in accordance with the imaging is presented in the campaign video. By comparing both video campaigns of each candidate for president and vice president, we can see how both sides provide imaging in accordance with the idealized image seoramg leader. Prabowo -Hatta describe a leader who firmly and nationalist spirit, while Jokowi-JK portray themselves as populist leader figure. Then when videography charged art used for political, practical aesthetic symptoms can be translated as propaganda art discourse by postmodern art theory. By looking at the interest of the public who enthusiastically supported the two presidential candidates and their representatives can be said that the image made by both parties fairly successful. But the discourse of propaganda art is only a myth of mass culture that is momen-tary, because when the season finishes public campaigning has gained a new myth about the performance of President. So from the phenomenon of Indonesian presidential campaign’s video in 2014 can be understood that the culture of democracy in Indonesia has experienced significant growth, and with the support of technol-ogy videography arena of ideological struggle-even extends not only affects political ideoltechnol-ogy, but also involves the ideology of artists, ideology works of art, and the ideology of society into the arena.

(2)

I. PENDAHULUAN

Videografi kampanye adalah wujud teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, men-transmisikan dan menata ulang gambar bergerak menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital dengan tujuan persuasif. Adapun seni propaganda yang dimaksud dalam tulisan ini adalah penggunaan sarana/alat komunikasi guna mempengaruhi dengan kepentingan politik prak-tis.

Dalam sejarah pemikiran dan perubahan budaya manusia terdapat sesuatu yang menjadi pe-micu dalam proses berfikir manusia, yakni kekua-tan ideologi yang menjadi pangkal perubahan cara hidup bangsa-bangsa di dunia dari zaman ke za-man sampai dengan cara hidup kita sekarang ini. Berangkat dari teori estetika Theodor W. Adorno, seorang tokoh teori kritis yang muncul dari Ma-zhab Frankfurt (Jerman) dalam bukunya aesthetic theory yang membahas tentang teori estetika post-modernisme : Adorno memaparkan tentang epis-timologi berfikir kritis dalam melihat dan mema-hami modernitas manusia. Kemudian kita diajak untuk mempertanyakan kembali asumsiasumsi dasar estetika dalam melihat fenomena propagan-da propagan-dan bupropagan-daya massa. Sehingga seni secara sosiol-ogis dapat dikatakan sebagai masalah komunikasi, yaitu masalah relasi nilai-nilai yang mengandung ideologi. Kemudian ideologi inilah yang akhirnya meyebabkan perubahan budaya di masyarakat.

Banyak kasus perkembangan teknologi digital yang dimulai pada sekitar tahun 90-an yang telah mempengaruhi proses produksi dan kon-sumsi media secara signifikan. Penggunaan media videografi digital menjadi salah satu penanda pe-rubahan budaya masyarakat modern karena ber-potensi membuka pintu-pintu baru bagi demokra-si dan kreatifitas manudemokra-sia. Ditambah lagi dengan hadirnya internet yang mampu memberikan ke-bebasan berekspresi dan kemudahan informasi telah mengubah cara masyarakat berinteraksi den-gan media dan muatanya. Hasilnya pada satu sisi videografi digital dapat dilihat sebagai karya seni audio-visual yang berkembang dengan dukungan teknologi media rekam. Namun disisi lain video-grafi digital yang bermuatan seni juga digunakan sebagai media propaganda.

Hal ini nampak pada masa kampanye pemilu

Presiden Republik Indonesia tahun 2014, dimana terdapat dua video klip yang dibuat oleh para mu-sisi pop Indonesia untuk mendukung dua kandi-dat calon presiden yang cukup menjadi trade bu-daya massa saat itu, yaitu video klip salam dua jari untuk mendukung pasangan Jokowi-JK dan video klip Prabowo-Hatta untuk mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Dua video klip tersebut menggu-nakan gaya bahasa mitologis yang cukup memu-kau, puitis, idiosinkratis, dan tentunya berisikan simbol atau lambang politis.

Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi masyarakat Indonesia, terdapat dua gelaran pesta demokrasi dalam wujud pemilihan umum (Pemilu) dan dinamika politiknya yang paling tinggi adalah Pemilihan Presiden (Pilpres). Dinamika politik praktis ini tak terlepas dari sejarah dan perkem-bangan demokrasi di Indonesia. Dalam sejarah dan perkembangan budaya demokrasi di Indone-sia sejak diproklamasikan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1945, setidaknya bangsa Indonesia sudah menyelenggarakan 11 kali pemilihan umum (pemilu) untuk memilih secara langsung pemimp-inya (wakil rakyat) atau yang lebih populer dengan istilah pesta demokrasi.

Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia dilakukan pada tahun 1955. Terlepas dari segala macam pergulatan politik di panggung demokrasi Indonesia, kemudian pemilu kedua dilaksanakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999. Namun Pemilu untuk memilih Presiden secara langsung baru diseleng-garakan pada tahun 2004, 2009 dan 2014. Dari cacatan KPU diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas pemilu ini kemudian menjadi ritual rutin budaya demokrasi dalam tradisi bermasyarakat dan bernegara di Indonesia.

Pada Pilpres 2014 terdapat dua calon pasan-gan Presiden dan Wakil Presiden yang bertarung pada yaitu, kubu Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Tanggal 9 Juli 2014 menjadi hari penentuan ke-berhasilan strategi kampanye para kandidat dalam meraih poling suara rakyat Indonesia. Hasil peng-hitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan kubu Jokowi-JK menang tipis dari kubu Prabowo-Hatta dengan perolehan prosen-tase perolehan suara 53,15 % berbanding 46,85 %. Sebelum pemungutan suara dilakukan pada

(3)

aktivitas pemilu, terdapat masa kampanye yang bertujuan untuk memperkenalkan kandidat atau partai politik yang akan dipilih. Tentu pada pemilu tahun 2014 kedua kubu kandidat juga memper-siapkan strategi-strategi komunikasi politik untuk mempengauhi kepercayaan masyarakat. Komuni-kasi politik yang banyak dilakukan yakni dengan mempergunakan saluran media massa terutama televisi. Namun seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, kandidat presiden dan pendukungnya juga memanfaatkan media online. Aktivitas tersebut dapat dilakukan mengingat pengguna media online di Indonesia terus bertambah dari waktu ke waktu. Kemudian salah satu sarana yang digunakan untuk berkam-panye pada media online tersebut adalah penggu-naan videografi digital.

Fenomena penggunaan media audio-visual pada kegiatan kampanye politik pemlihan presiden Republik Indonesia tahun 2014 ini didalamnya ter-dapat prinsip-prinsip estetis yang melibatkan poli-tisi, seniman, karya seni, dan masyarakat dalam pertarungan ideologi. Hal tersebut merupakan tanda-tanda perkembangan budaya demokrasi di indonesia, maka untuk membaca gejala-gejalanya penulis akan me-lakukan analisis semiotik terha-dap dua video klip tersebut.

Secara sederhana ideologi dapat dipahami sebagai ilmu dan pengetahuan tentang gagasan atau ide manusia. Kemudian dalam konteks seni propaganda, ideologi politik merupakan sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ide inilah yang dikonstruksikan oleh para kandidat Presiden dan pendukungnya dalam pesan-pesan kampanye, dan salah satu medium yang terbilang baru pada pemilu Presiden Republik Indonesia ta-hun 2014 adalah video klip musik.

Kemudian pertanyaan yang menarik bagi penulis adalah tentang apakah bisa videografi sebagai medium pencitraan dalam kampanye? bagaimana cara masing-masing kubu kandidat presiden dan wakil presiden dalam membangun simbol pencitraan untuk mempengaruhi, dan Ide-ologi apa yang membangun simbol pencitraan mereka dalam media videografi digital tersebut?. Maka untuk menjawab pertanyaan ini penulis akan menganalisis video klip politik dari kubu

Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta menggunakan teori semi-otika model Charles Sanders Pierce yaitu triangle meaning dengan klasifikasi tanda dalam bentuk ikon, indeks dan simbol untuk mengungkap aspek: makna, ideologi, dan sistem tanda yang memban-gun citra propaganda pada videografi kampanye politik tersebut. Lebih jelasnya terkambar pada skema dibawah ini:

II. PEMBAHASAN

A. Mitos Seni Propaganda

Pada era konseptual seperti sekarang ini budaya dan seni manusia telah didukung oleh kemajuan teknologi informasi yang memberi dampak tif dan negatif. Jika dilihat dari perspektif posi-tif teknologi dapat memudahkan proses pertu-karan informasi, ide bahkan trade budaya yang terus mengalami perkembangan dan perubahan signifikan. Sementara dari perspektif negatifnya, kemajuan teknologi justru dapat memenjarakan kreatifitas manusia, karena terpedaya pada dunia maya yang jauh dari realitas kehidupan manusia. Sehingga kepekaan manusia sebagai mahluk sosial terkikis oleh teknologi.

Kedua perspektif inilah yang saat ini telah digunakan oleh masyarakat dalam melihat mitos seni propaganda pada kegiatan pilpres 2014 dalam bentuk video klip musik politik. Secara bahasa kata mitos berasal dari bahasa Yunani yaitu mythos yang berarti hikayat, legenda atau pembicaraan. Sedangkan secara istilah, Lorens Bagus dalam Ka-mus Filsafat menungkapkan mitos berarti suatu cerita yang dianggap benar, tetapi tidak diakui seb-agai benar (Lorens, 2005: 695).

Sedangkan Roland Barthes dalam bukunya Mitologi mendefinisikan mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan

•Prabowo-Hatta •Jokowi-JK •ikon •indeks •simbol •makna •ideologi •sistem tanda Videografi Kampanye Tanda Kode Sosial

(4)

(Barthes, 2011:151). Tentu masih banyak penger-tian lain dari kata mitos, terlebih mitos dalam kon-teks mitologi-mitologi lama, namun dalam hal ini penulis mengacu pada definisi Roland Barthes yang mengungkap mitos sebagai sesuatu, bukan kata. Sehingga perspektif yang digunakan untuk melihat video klip politik pada kegiatan pilpres 2014 adalah videografi sebagai wujud karya audio-visual yang mengandung mitos di dalamnya.

Selain itu Roland Barthes juga menegaskan bahwa mitos sesungguhnya adalah suatu bagian dari ilmu tanda yang diperkenalkan oleh Saursure dengan nama semiologi (Barthes, 2011:155). Na-mun dalam perkembangan sejumlah ilmu tentang tanda ada sesuatu yang disebut dengan istilah se-miologi, juga ada yang sering disebut dengan is-tilah semiotika. Ternyata jika di tela’ah dari akar katanya kedua ilmu tanda itu memang berasal dari akar kata bahasa Yunani yaitu sem-, tetapi dasarnya memiliki dua tema yang berbeda yakni tema : se-meio-, dan tema : semant- sekilas kedua tema ini memang tampak mirip karena keduanya memang bisa direferensikan dalam realitas yang sama: tan-da, ciri pembetan-da, dan ramalan (Martinet, 2010:3). Akan tetapi semiologi mengacu pada tema per-tama (semeio-) yang berarti pembentukan tanda, sedangkan semiotika mengacu pada tema kedua (semant-) yang berarti diagnostic atau pengamatan gejala.

Berdasarkan pemaparan diatas kemudian penulis memilih menggunakan analisis semio-tik model Charles Sanders Pierce yaitu triangle meaning untuk menganalisis dua video klip politik pada kegiatan pilpres 2014. Analisis tanda model Charles Sanders Pierce dipilih karena dalam men-cari makna suatu tanda, Pierce sebagai pendiri se-miotika di Amerika tidak hanya tertuju pada tanda itu sendiri, namun juga mencari hubungan dengan objek dan pengguna tanda.nPierce menemukan makna dalam relasi struktural tanda, manusia dan objek (gb. 2). Ada pun skema hubungan antar tiga unsur dalam proses pemaknaan tanda dapat digambarkan sebagai berikut:

Hasil yang akan diperoleh dari penelitian se-miotik Pierce bukan struktur, namun proses semi-osis yang memberikan makna unsur kebudayaan yang merupakan tanda. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pengetahuan dan pemahaman atas gejala kebudayaan yang diteliti. Selain mencari makna dari suatu tanda dengan menggunakan tri-anggle meaning, Pierce juga membuat klasifikasi tanda berdasarkan hubungan tanda dengan ob-jeknya, yaitu icon (ikon), index (indeks) dan symbol (simbol) (Marcel Denesi, 2012:34). (1) Ikon adalah tanda yang dirancang untuk mempresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, didengar dan seterusnya, dalam ikon). Contohnya segala macam gambar, foto, kata-kata onomatopoeia dll. (2) In-deks adalah tanda yang dirancang untuk mengin-dikasi sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan. Contohnya jari yang menunjuk, kata keterangan seperti di sini, di sana, kata ganti aku,kau, ia dan seterusnya. (3) Simbol adalah tanda yang dirancang untuk menyandikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan. Misalnya simbol sosial seperti mawar, simbol matematika, dan seterusnya.

Adapun uraian secara rinci mengenai anali-sis semiotik dua video klip politik pada kegiatan pilpres 2014 sebagai berikut:

1. Video Klip Prabowo-Hatta Lirik Lagu:

“Prabowo Hatta Indonesia Bangkit” “Siapa lagi yang bisa membawa indonesia bangkit

dari keterpurukan?” “Siapa lagi ayo siapa?” “Siapa lagi kalo bukan kita” “Prabowo Hatta Indonesia Bangkit” “Kapan lagi kita tentukan nasib bangsa yang

masih terjajah”

Gambar 2. Elemen Makna Peirce Hubungan Tanda, Objek dan Interpretan (Triangle of Meaning)

Sign

(5)

“Kapan lagi ayo kapan lagi?” “Kapan lagi ya sekarang” “Prabowo Hatta Indonesia Bangkit”

Video klip Prabowo-Hatta (gb. 3) dimu-lai dengan hentakan nada musik rock yang men-gadopsi lagu “we will rock you” yang pernah di-populerkan oleh grup band Inggis yang bernama Queen. Redaksi kata Indonesia bangkit menjadi jargon yang coba disuarakan oleh musisi Ahmad Dhani dan tiga penyayi pendatang baru yang ber-asal dari acara ajang pencarian bakat di salah satu stasiun televisi swasta. Selain itu juga terdapatn-simbol militer dan lambang garuda pancasila se-bagai representasi calon presiden dan wakil pres-iden yang didukungnya melalui videoklip musik yang berdurasi 02’.33”.

Hasil analisis semiotik Pierce yang mencari hubungan antara tanda dan sumber acuannya menghasilkan bahwa pada hakekatnya video klip politik Prabowo-Hatta mengacu pada konsep ke-budayaan populer dengan menghadirkan genre musik rock sebagai objek utama. Musik rock ini di tujukan pada masyarakat awam modern terutama mereka yang suka menonton TV, sehingga kesan yang ingin disampaikan adalah nuansa elegan yang tetap berpegang teguh pada jiwa partiotisme. Pada video klip Prabowo-Hatta juga dihadirkan sim-bol militer yang berusaha menggambarkan latar belakang sosok calon presiden yang didukung-nya, yang notabene berasal dari kalangan militer. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motif pesan yang ingin disampaikan pada video klip politik Prabowo-Hatta adalah konstruksi pencitraan sos-ok pemimpin yang tegas dan berjiwa nasionalisme.

Sign Hubungan antara tanda dan Sum-ber acuanya

object Interpretan Ikon Kostum hitam

Gendre musik rock Popularitas Penyanyi TV

Budaya

popular Masyarakatawam mod-ern terutama mereka yang suka menonton TV Indeks Jari yang

menun-juk Tangan hormat dan mengepal Reda-ksi “Indonesia bangkit” Kata ganti “kita” Patriotisme Raktyat Indonesia

Simbol Simbol militer Simbol Garuda Kaca mata hitam

Nasional-isme Sikap Tegas

2. Video Klip Salam 2 Jari Lirik Lagu:

“Kita harus menang total untuk revolusi mental” “Salam 2 jari jangan lupa pilih Jokowi-JK”

“Tanggal 9 Juli kita pesta demokrasi” “Salam 2 jari jangan lupa pilih Jokowi-JK” “Dari gongrong sampai botak hatinya kotakkotak”

“Salam 2 jari jangan lupa pilih Jokowi-JK” “Ini Jaman demokrasi kalau beda jangan sensi”

“Salam 2 jari jangan lupa pilih Jokowi-JK”

Video klip salam 2 jari (gb. 4) menggunakan genre musik pop akustik. Redaksi kata revolusi mental menjadi jargon yang coba disuarakan oleh musisi Slank dkk. Selain itu simbol salam 2 jari yang mirip dengan simbol peace (damai) yang me-lekat dengan slank sebagai representasi dukungan untuk calon presiden dan wakil presiden yang

di-Gambar 3. Scene video klip Prabowo-Hatta

Tabel 1. Analisa video klip Prabowo-Hatta dengan pendeka-tan semiotik Pierce

(6)

usungnya melalui video klip musik yang berdurasi 01’.46”.

Sign Hubungan antara tanda dan Sum-ber acuanya object Interpretan Ikon Kostum warnawarni Gendre musik akustik popu-laritas sebagai seniman Budaya gotong royong Masyarakat menengah kebawah terutama mereka yang tergabung dalam komunitas Indeks Redaksi “Salam

2 jari” Redaksi “Revolusi Men-tal” Kata ganti “kita”

perubahan Raktyat jelata

Simbol Simbol peace “damai” Simbol studio rekaman

makmur kebebasan berekspresi

Hasil analisis semiotik pierce yang men-cari hubungan antara tanda dan sumber acuanya menghasilkan bahwa video klip politik salam 2 jari mengacu pada konsep kebudayaan sosial dengan semboyan gotong royong melalui genre musik pop akustik sebagai objek utama. Musik pop akustik ini ditujukan pada Masyarakat menengah kebawah terutama mereka yang tergabung dalam komuni-tas, sehingga kesan yang ingin disampaikan adalah nuansa kerakyatan yang ingin membuat suatu perubahan atau revolusi mental. Pada video klip salam dua jari juga dihadirkan simbol kedamaian dan kebebasan berekspresi yang berusaha meng-gambarkan latar belakang sosok calon presiden yang di dukungnya, yang notabene berasal dari ka-langan rakyat sipil biasa. Sehingga dapat disimpul-kan bahwa motif pesan yang ingin disampaidisimpul-kan pada video klip salam 2 jari adalah konstruksi pen-citraan sosok pemimpin yang merakyat sehingga dapat membawa ke-makmuran bagi bangsa dan rakyat kecil.

B. Seni Propaganda dan Budaya Massa

Teori estetika Theodor W. Adorno bukunya aes-thetic theory berkutat mempertanyakan kondisi-kondisi yang memungkinkan sebuah karya seni tertentu lahir dan tumbuh dalam periode sejarah

tertentu. Dalam melihat hubungan antara seni, masyarakat dan estetika (art, society and aesthet-ic) Adorno menjadikan teori kritis sebagai dasar pemikiran, lalu merekonstruksi logika episte-mologi seni melalui perspektif yang kontempo-rer. Maksudnya Teori kritis diorientasikan pada ide tentang masyarakat sebagai subjek, dengan individu sebagai pusat dengan cara memahami permasalahan sesuai dengan kebutuhan zaman-nya, sehingga kita dapat mengambil posisi dalam membuat perspektif ganda menuju arah rekonsi-liasi antara pandangankapitalis dan sosialis sebagai pergeseran paradigma parsial ke paradigma global. Sedangkan konsep sosiologi yang diformulasikan Adorno dimulai dengan usaha untuk memahami kaitan antara seni (dalam hal ini adalah video klip musik) dan masyarakat (yakni masyarakat digital di Indonesia). Teori Adorno intinya bermaksud un-tuk membebaskan manusia dari manipulasi tek-nokrasi modern.

Namun wacana seni propaganda ini hanya menjadi mitos budaya massa yang bersifat sesaat saja, karena saat musim kampanye selesai masyara-kat telah mendapatkan mitos baru tentang kinerja Presiden. Sehingga dari fenomena videografi kam-panye Pilpres Indonesia 2014 ini dapat dipahami bahwa budaya demokrasi di indonesia telah me ngalami perkembangan yang cukup signifikan, dan dengan dukungan teknologi videografi arena per-tarungan ideologi-pun meluas tidak hanya mem-pengaruhi ideologi politik, tetapi juga melibatkan ideologi seniman, ideologi karya seni, dan ideologi masyarakat yang menjadi arenanya.

III. KESIMPULAN

Hasil analisis semiotik pierce yang mencari hubun-gan antara tanda dan sumber acuanya meng-hasilkan bahwa video klip politik berusaha mer-ekontruksi pencitraan sosok pemimpin dengan idealitas yang dibawa masing masing. Pasangan Prabowo-Hatta beruapaya menggambarkan bah-wa mereka adalah sosok pemimpin yang tegas, demokratis dan berjiwa nasionalisme, sedangkan pasangan Jokowi-JK menggambarkan diri mer-eka sebagai sosok pemimpin yang merakyat, yang memahami pola kehidupan, kebutuhan, dan as-pirasi dari rakyat kecil sehingga dapat membawa kemakmuran bagi bangsa dan seluruh lapisan

ma-Tabel 1. Analisa video klip salam 2 jari dengan pendekatan semiotik Pierce

(7)

syarakt. Kemudian wacana seni propaganda yang coba dibangun dalam masa kampanye ternyata hanya menjadi mitos budaya massa yang bersifat sesaat saja, karena saat musim kampanye selesai masyarakat telah mendapatkan mitos baru sebagai penggantinya,hal ini merupakan juga salah satu tanda-tanda dari dampak kebudayaan modern di kritisi oleh kaum postmodernisme.

Karena saat fenomena budaya massa ini dili-hat dari hubunganya antara seni, masyarakat dan estetika perkembangan budaya politik yang terjadi hanya bersifat meluas dan menjadi mitos belaka sehingga meskipun ideologi politik, juga melibat-kan ideologi seniman, serta ideologi karya seni, tetaplah ideologi masyarakat yang menjadi arena pertarunganya .

IV. DAFTAR PUSTAKA Buku

Adorno, Theodor W. 2002, translator’s introduction by Robert Hullot-Kentor, aesthetic theory, London : Continum. Ali, Matius, 2009. Estetika, Tangerang: Sanggar

luxor.

Barthes, Roland. 2011, Mitologi, terj. Nurhadi, A. Shihabul Millah,Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Chilcote, Ronald H. 2007 Teori Perbandingan

Politik.

Creswell, John W. 2012. Research Design, terj. Achmad Fawaid, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna,

terj. Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari. Yogyakarta: Jalasutra.

Hall, Stuart, dkk..2011. Budaya Media Bahasa,

Terj. Saleh Rahmana, Yogyakarta: Jalasutra.

Kattsoff, Louis O.2004. Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lorens, Bagus. 2005. Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama cetakan ke empat.

Martinet, Jeane. 2010. Semiologi, terj. Stephanus Aswar Herwinarko, Yogyakarta: Jalasutra. O’Donnel, Kevin, 2003, Sejarah Ide-ide,

Yogyakarta: Kanisius.

Soedarso Sp. 2006. Trilogi Seni, Penciptaan, Eksistensi dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: badan Penerbit ISI Yogyakarata.

Sumarjo, Jakob. 2000. Filsafat seni, Bandung: Penerbit ITB.

Van Peursen. 1987. Strategi Kebudayaan, Jakarta. Vivian, John. 2008. Teori komunikasi Massa, terj.

Tri Wibowo, Jakarta: Kencana.

Laman

Gambar

Gambar 1. Skema analisis semiotik videografi politik
Gambar 2. Elemen Makna Peirce Hubungan Tanda, Objek
Gambar 3. Scene video klip Prabowo-Hatta
Tabel 1. Analisa video klip salam 2 jari dengan pendekatan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuann untuk menganalisis sub sektor tanaman pangan merupakan komoditas basis atau non basis di Kabupaten Batang Hari dan Untuk menganalisis

Dengan nilai impedansi yang dibaca oleh relai, gangguan pada sistem transmisi diamankan oleh jarak tergantung oleh letak dan seberapa jauh gangguan dari relai jarak yang

penting, perlu dilakukan sebuah penelitian khusus, misalnya dalam bentuk survey penggunan pelayanan. Data yang dihasilkan dari penelitian ini dapat mem- berikan

Sistem pengolahan uji kendaraan juga belum memiliki pengaduan layanan terhadap pelanggan dari segi kritik dan saran, sehingga Dishub dapat bisa meningkatkan

Dalam penelitian ini bakterl yang didapatkan dari ekosistem air hitam sebagian besar termasuk ke dalam genus Bacillus dan Pseudornonas sedangkan yang lain adalah

Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada jaringan hati.. (Robbins dan

Setelah melakukan proses konseling, konselor datang dengan tujuan untuk mengetahui perubahan secara signifikan dari waktu ke waktu. Selama terapi dan tugas yang telah

Pemberian konsentrat sebagai suplemen dengan level 0,5%; 0,75% dan 1% menghasilkan kualitas fisik daging (susut masak, daya ikat air, keempukan dan pH) yang relatif sama pada otot