• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Materi Khutbah Jum'at, 12 Agustus 2016

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

َنَمَهْفَأ َو ،ِةٌَّ ِّرُحلْاِوَأ ِل َلَْمِتْس ِلِْا َو ِم َلَْس ِلِْا َو ِناَمٌْ ِلِْا َةَمْعِن اَنَمَعْنَأ ْيِذَّلا ِ ّ ِلِل ُدْمَحْلَا ََ َو ،َِِدٌِْمَعلْا َو ِنٌِّْدلا ِم ْوُُُُ ْنِم ا َةَحِلاَّصلا َلاَمَُْلأْا َو َةَمٌْ ِرَكْلا َق َلَْخَلأْا اَنَدَش ْرَأ َو اَنَل َنٌَّ ِةَماٌَِمْلا ِم ْوٌَ ِلا َوْهَأ ْنِم اَهَِ اَنٌْ ِجْنُت ًَِداَهَش ُهَل َنٌْ ِرَش َلِ ُهَدْح َو ُالله َّلِِإ َهلِإ َلِ ْنَأ ُدَهْشَأ ُل ْوُس َر َو ُهُدََُْ اًدَّمَحُم َّنَأ ُدَهْشَأ َو . ِةٌَّ ِرََلْا ُرٌَْخ َو ِةَّمُلأْا ُعِفاَش ُه ْجٌَ َو ِتاَحِلاَّصلا َن ْوَُُمْعٌَ َنٌِْذَّلا ِهَِاَحْصَأ َو ِهِلآ ىََُُ َو ٍدَّمَحُم ىََُُ ْن ِراََ َو ْمَُِّس َو ِّلَص َّمُهُّلَا ُدْعََ اَّمَأ . ِتاٌَِّهْنمَلْا َن ْوَُِنَت : ِسْفَن َو ْمُكٌْ ِص ْوُأ ! ِالله َداََُِ اٌََف َالله اوُمَّتا اوُنَماَء َنٌِْذَّلا َاهٌَُّأاٌَ :ىَلاَعَت ُالله َلاَمَف . َن ْوُحُِْفُت ْمُكََُّعَل ِهِتَُاَط َو ِالله ى َوْمَتَِ ًْ َن ْوُمُِْسُّم ْمُتنَأ َو َّلِِإ َّنُت ْوُمَت َلِ َو ِهِتاَمُت َّكَح

Hadirin Jama‟ah Jum‟ah Yang Dirahmati Allah

Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Salah satu nikmat dan rahmat yang diberikan Allah kepada manusia adalah nikmat Kemerdekaan. Hal ini merupakan nikmat yang tidak bisa diukur dengan harta benda. Banyak orang bersedia mengorbankan apapun demi mendapatkan hak untuk merdeka.

Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kontribusi para ulama, dan para pahlawan muslim begitu besar dan menentukan dalam perjuangan melawan penjajah, meraih kemerdekaan. Kontribusi mereka yang sangat bernilai di mata bangsa ini harus dijadikan semangat mengukir prestasi. Saatnya kita menjadikan momentum kemerdekaan ini untuk meneladani perjuangan para ulama dan pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan mereka dan membawa kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti dan bentuknya.

71 tahun yang lalu bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ini semua merupakan nikmat serta berkah dari Allah SWT, yang harus disyukuri. Sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi; “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Jadi jelas, bahwa kemerdekaan yang hingga saat ini kita rasakan dan beberapa hari yang lalu kita peringati, adalah berkat Rahmat Allah

Kemerdekaan adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepada Negara kita. Karena dengan adanya kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara segar sampai saat ini. Andaikan belum merdeka, entah apakah kita masih hidup atau sudah mati terkena lemparan granat atau tembakan para penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa beribadah dengan tenang dengan khusyuk tanpa rasa khawatir akan adanya bombardir pesawat penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama

dengan keluarga, dengan istri ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang luar

biasa yang diberikan Allah kepada Negara kita. Ini Bukan pemberian Belanda atau pun Jepang.

Hadirin jamaah jum‟ah rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia telah berumur 70 tahun, tentu ini bukan umur yang muda dalam bentangan sejarah. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan yang diraih dari penjajahan Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh Jepang dahulu, Kini masih sebatas baru dikenang, belum sepenuhnya disyukuri oleh mayoritas anak bangsa.

70 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan bukan sekadar perayaan seremonial saja, juga bukan sekadar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekadar aneka lomba yang kurang mendidik.

Kita bisa lihat, banyak masyarakat, khususnya kaum muda yang memaknai kemerdekaan hanya sebatas penciptaan suasana ramai, meriah, dan gebyar dengan hura-hura dan foya-foya. Sebaliknya, semangat juang yang terkandung di dalamnya nyaris terlupakan.

Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Karena kita telah keluar dari penjajah satu, kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Hari kemerdekaan Indonesia ke-70 menarik untuk kita renungkan. Sebuah kemerdekaan tidak mungkin diraih tanpa adanya kemenangan, kemenangan mustahil didapat tanpa adanya perjuangan, perjuangan

(2)

tidak akan berarti tanpa adanya kebersamaan dan persaudaraan, persaudaraan tidak mungkin tercapai tanpa ketulusan, dan ketulusan tidak akan berfaedah tanpa didasari ilmu. Allah SWT berfirman:

َهٍِْىِعْحُـمىٱ َغَمَى َ َّللَّٱ َّنِإ ََ بَىَيُبُظ مٍَُّىٌَِدٍَْىَى بَىٍِف ْاَُدٍَ ََٰج َهٌِرَّىٱ ََ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 70)

Ma‟asyiral muslimin rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia yang begitu susah payah diraih, ternyata sering dimaknai sebatas romantisme sejarah semata. Karena hari ini kita lihat dan rasakan, 70 tahun hanyalah peralihan dari satu penjajahan kepada berbagai penjajahan lainnya. Betapa tidak, dahulu para pahlawan kita hanyalah menghadapi penjajahan militer. Tetapi sekarang, bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan ekonomi, budaya, moral, sampai pemikiran. Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar bahayanya daripada penjajahan militer, karena bahaya yang ditimbulkan jauh lebih komplek dan berdaya rusak tinggi. Bukan fisik yang dirusak, tetapi pola pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri (perang pemikiran).

Dalam masalah ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan ketergantungan kepada utang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan ketimuran bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat. Dalam bidang moral, mulai anak TK sampai mahasiswa, masyarakat sampai pejabat, tidak jarang kita saksikan pemandangan biasa dari tradisi tawuran korupsi, pornografi, pornoaksi, bahkan bangga menjadi lesbi, waria, dan wanita tuna susila. Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah SAW:

ٌّسَش ُيَدْؼَب ْيِرَّىا َّلَِإ ٌنبَم َش ْمُنٍَْيَػ ًِْحْأٌَ َلَ ًَُّوِئَف ا َْ ُسِبْصِا ْمُنَّب َز ا َُّْقَيَح ىَّخَح ًُْىِم

“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian menemui Tuhan kalian.”(HR. Bukhari).

Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba Allah yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari semangat kemerdekaan hakiki. Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan sekadar mengenang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Kalau sekadar mengenang, hanya membuat kita terlena dengan romantisme sejarah, sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.

منودٌشلأ محسنش هئى

“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.” (Ibrahim: 7)

Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan warna keshalihan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia, yang hanya menghambakan kepada Allah Taala? Itulah sejatinya tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya dengan aturan dan celupan Allah

نَدببػ ًى هحوَ تغبص الله هم هعحأ همَ الله تغبص

“Celupan (agama) Allah. Siapa yang lebih baik celupannya daripada Allah? Dan kepada–Nya kami menyembah.” (Al-Baqarah: 138)

Ma‟asyiral Muslimin Rahimakumullah

Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang notabene mayoritas kaum muslimin, berjuang

melawan penjajah, di bawah teriakan takbir mereka melawan kaum kafir, di bawah bendera Laa Ilaaha

Illallah mereka berkorban jiwa dan raga, banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah SWT memberikan nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini.

Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Mensyukuri kedaulatan dengan pembangunan dan persatuan. Ini menjadi bukti penghargaan kepada para pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah SWT menambah nikmat-nikmatnya kepada bangsa ini. Bukankah Allah SWT pasti menambah nikmat-Nya bagi siapa saja yang bersyukur? Dengan tegas Allah SWT telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 41:

ِهَػ ْاٍََُو ََ ِفَ ُسؼمىٱِب ْاَ ُسَمَأ ََ َة ََُٰم َّصىٱ ْا َُُحاَء ََ َة ََُٰيَّصىٱ ْاُُمبَقَأ ِضزَلأٱ ًِف مٍََُّٰىَّنَّم ْنِإ َهٌِرَّىٱ ِزُُمُلأٱ ُتَبِق ََٰػ ِ َّ ِللَّ ََ ِسَنىُمىٱ

(3)

”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari

penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan ini:

Pertama, iqamatus shalah (mendirikan shalat)

Mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlaq mulia.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.

ُمىْا ََ ِءبَشْحَفْىا ِهَػ ىٍَْىَح َة َلََّصىا َّنِإ ِسَنْى

”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (Al Ankabut: 45) Kedua, itauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah rohani dan akhirat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran di banyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga sebagai symbol sosial kepedulian seseorang kepada sesama.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum

Jabatan dan kekuasaan mendorong seseorang untuk menyimpang dan menyalahgunakan jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, Firaun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari masyarakatnya.

Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapa pun yang bisa mampu memberikan nasihat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina.

Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat

terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.

Seseorang sama di mata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah semata

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah SWT. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia. Dan Allah SWT pasti menepati janji–Nya, yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak–Nya. Allah SWT berfirman:

ِإ ِللَّا ىَيَػ ْوَّم ََُخَف َجْم َصَػ اَذِئَف ِسْمَلأْا ًِف ْمٌُ ْزَِبَش ََ َهٍِْيِّم ََُخُمْىا ُّب ِحٌُ َالله َّن

”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada–Nya.” (Ali Imran: 15)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan

oleh Islam merupakan inti dari ideologi yang benar yaitu “Tahrirul „Ibad Min „Ibaadatil „Ibaad ilaa

„Ibaadati Rabbil „Ibad “, membebaskan manusia dari penghambaan, belenggu, dari ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan dan pengabdian yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta makhluk sealam jagad ini.

(4)

Kesyukuran yang tertinggi bagi kita bukan hanya bangsa ini telah meraih kemerdekaan, tetapi kesyukuran kita selaku umat Islam adalah bahwa kita tidak sekadar menjadi penonton di dalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu mungkin menjadi pemain dan ikut ambil bagian sesuai dengan bidangnya masing-masing, sesuai dengan segmentasi masing-masing untuk menjadi orang-orang yang bisa menorehkan tinta emas dan menuliskan sejarah kegemilangan bangsa ini di masa yang akan datang, sehingga kita akan dikenang sebagai sebuah kebaikan yang Insya Allah jika itu diteruskan oleh generasi yang akan datang, maka kita akan meraih pahala yang tidak putus-putus meskipun kita sudah menghadap Allah kelak. Dengan semangat kemerdekaan, marilah kita menyukuri kemerdekaan ini dengan mempertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlaq yang luhur dan nilai-nilai Islam yang tinggi, hanya dengan itu, kita bisa meraih kejayaan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan Allah SWT

berkenan meneruskan sejarah bangsa ini sehingga bangsa ini akan menjadi sebuah “Baldatun

Thayyibatun Warabbun Ghafuur“ sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah Allah SWT dalam waktu yang bersamaan juga meraih kesejahteraan dan kedamaian selama-lamanya.

ْلا ِرْكِّذلا َو ِتاٌَلآْا َنِم ِهٌِْف اَمَِ ْمُكاٌَِّإ َو ًِْنَعَفَن َو ، ِمٌِْظَعْلا ِنآ ْرُمْلا ًِف ْمُكَل َو ًِْل ُالله َن َراََ ُفَغْلا َوُه ُهَّنِإ ُه ْو ُرِفْغَتْساَف َنٌِْمُِْسُمُِْل َو ْمُكَل َو ًِْل َالله ُرِفْغَتْسَأ َو اَذَه ًِْل ْوَل ُل ْوُلَأ . ِمٌِْكَح ُر ْو ُمٌْ ِح َّرلا Kedua Khutbah َلاَل ْيِذَّلَا ، ِر ْوُّنلا َو ىَدُهلْا ِفٌِْنَحْلا ِم َلَْسِلِْا ًِف َلَعَج ْيِذَّلَا ، ِر ْوُفَغلْا ِزٌْ ِزَعْلا ِلله ُدْمَحْلَا َن ْنَم َدْمَح ىَلاَعَت َو ُهَناَحَُْس ُهُدَمْحَن ،} ِر ْو ُرُغْلا ُعاَتَم َّلِِإ اٌَْنُّدلا ُِاٌََحلْا اَم َو{ ، َرَََتُْاَف َرَظ ُالله َّلِِإ َهلِإ َلِ ْنَأ ُدَهْشَأ َو ، ّرَمَم ِراَدَِ ْتَسٌَْل اٌَْنُّدلا َّنَأ َمَُُِو ، َرَجَد ْزا َو ِءيِواَسَمْلا ِنَُ َّفَك َو َح َوُه َو ُت ْوُفٌَ َلِ ٍقاََ َوُه َو ،اَهَدَّدَح َو َراَمَُْ ْلأا َرَّدَل َو ،اَهَماَكْحَأ َو ِكِِ َلََخْلا َكََُخ َلِ ًٌّ ِل ِداَدْعِتْسِ ْلِا َو ،ِءاَنَفلْا َو ِت ْوَمْلا ِرٌِْكْذَتَِ َرَمَأ ،ُهُل ْوُس َر َو ُهُدََُْ اًدَّمَحُم َّنَأ ُدَهْشَأ َو ،ُت ْوُمٌَ ٌَِّّطلا ِهِلآ ىََُُ َو َنٌَُِْس ْرُمملْا َو ِءاٌََِْنَلأْا ُمِتاَخ ٍدَّمَحُم ىََُُ ُالله ىََُّص . ِءا َزجَلْا َو ِِْعََلْا ِم ْوٌَ َنٌَِْ ُدْعََ اَّمَأ . َنٌِْعَمْجَأ ِراٌَْخَ ْلأا ِهَِاَحْصَأ َو : ُذ ْمُكَل ْرِفْغٌَ َو ْمُكَلاَمَُْأ ْمُكَل ْحُِْصٌُ * اًدٌِدَس لِ ْوَل اوُلوُل َو َ َّلِلا اوُمَّتا اوُنَمآ َنٌِذَّلا اَهٌَُّأاٌَ َُ ا ًز ْوَف َزاَف ْدَمَف ُهَلوُس َر َو َ َّلِلا ِعِطٌُ ْنَم َو ْمُكََوُن اًمٌِظ َت ا ْوُمَُِّس َو ِهٌََُُْ ا ْوَُُّص ا ْوُنَماَء َنٌِْذَّلا َاهٌَُّأ اٌَ ،ًََِِّّنلا ىََُُ َن ْوَُُّصٌُ ُهَتَكَِِلََم َو َالله َّنِإ ِنَُ َّمُهُّلَا ََ ْرا َو ٍدَّمَحُم ِلآ ىََُُ َّو ٍدَّمَحُم ىََُُ ْن ِراََ َو ْمَُِّس َو ِّلَص َّمُهُّلَا . اًمٌُِْْس ِءاَفَُُخْلا ا ِنَُ َو َنٌِْعَمْجَا َنٌََِِّن ِباَحْصَأ ِرِِاَس ْنَُ َو ًٍَُُِّ َو َناَمْثُُ َو َرَمُُ َو ٍرْكََ ىََِا اَنِدٌَّس َنٌِْدِشا َّرلا ِنٌِّْدلا ِم ْوٌَ َىلِا ٍناَسْحإَِ ْمُهَعََِت ْنَم َو َنٌِْعَِاَّتلا ىِعَِاَت َو َنٌِْعَِاَّتل َو َنٌِْمُِْسُمُِْل ْرِفْغا َّمُهَُّلَا ِتا َوْمَلأْا َو ْمُهْنِم ِءاٌَْحَلأْا ِتاَنِم ْإُمْلا َو َنٌِْنِم ْإُمْلا َو ِتاَمُِْسُمْلا اًم ْوُصْعَم اًل ُّرَفَت ِهِدْعََ ْنِم اَنَل ُّرَفَت ْلَعْجا َو ،اًم ْوُح ْرَم اًعْمَج اَذَه اَنَعْمَج ْلَعْجا َّمُهَُّلا ا َو ىَمُّتلا َو ىَدُهْلا َنُلَؤْسَن اَّنِإ َّمُهَُّلا ىَنِغلا َو َفاَفَعل ًلََمَُ َو ،اًٌَِْنُم اًعِشاَخ اًََُْل َو ،ا ًرِكاَذ اًلِداَص اًناَسِل اَّنِم ًّلَُك َقُز ْرَت ْنَأ َنُلَؤْسَن اَّنِإ َّمُهَُّلا َو ،اًصِلاَخ اًلِداَص اًنٌِْمٌَ َو ،اًتَِاَث اًخِسا َر اًناَمٌِْإ َو ،اًعِفا َر اًعِفاَن اًمُُِْ َو ،اًٌِكا َز اًحِلاَص اًل ْز ِر ِما َرْكِلِا َو ِلَلََجْلا اَذ اٌَ ،اًعِسا َو اًٌََِّط ًلَِلََح َو ،ِّكَحلا ىََُُ ْمُهَتَمَُِك ْعِمْجَأ َو ،ْمُهَف ْوُفُص َّمُهَُّلا ِد ِّح َو َو ،َنٌِْمُِْسُمْلا َو َمَلَْسِلِا َّزَُِأ َّمُهَُّلا ْمَلأا َو َمَلََّسلا ِبُتْكا َو ،َنٌِمِلاَّظلا َةَك ْوَش ْرِسْكا َنٌِعَمْجَأ َنِداَِعِل َن . َعلا َّب َر اٌَ َّكَحْلا ِهَِ ْدٌَِّأ َو ِّكَحْلاَِ ُهْدٌَِّأ َو اَنَناَطُُْس َّزَُِأ َو اَنَناَط ْوَأ ْظَفْحا اَنََّ َر َّمُهَُّلا َنٌْ ِمَلا َنَل َنٌْ ِرِكاَّذلا َنِم اَنَُْعْجا َو ، ِرا َرْدِمْلا َن ِضٌَْف ْنِم اَنِمْسا اَنََّ َر َّمُهَُّلا ِراَحْسَلأا َو ًِِّشَعْلاَِ َنَل َنٌْ ِرِفْغَتْسُمْلا ، ِراَهَّنلا َو ِلٌَُْلا ًف َن ِراَمِث ًف اَنَل ْن ِراََ َو ، َِ ْرَلأا ِتا َرٌَْخ ْنِم اَنَل ْج ِرْخَأ َو ءاَمَّسلا ِتاَك َرََ ْنِم اَنٌََُُْ ْل ِزْنَأ َّمُهَُّلا َلََجْلا اَذ اٌَ اَنِلا َزرَأ ِّلُكو اَنُِ ْو ُر ُز َو ا ِما َرْكِلِا َو ِل . ُباَّه َولا َتْنَأ َنَّنِإ ،ًةَمْح َر َنْنُدَل ْنِم اَنَل ْبَه َو ،اَنَتٌَْدَه ْذِإ َدْعََ اَنََ ْوُُُل ْغ ِزُت لِ اَنََّ َر . َنٌْ ِرِساَخلا َنِم َّنَن ْوُكَنَل اَنْمَح ْرَت َو اَنَل ْرِفْغَت ْمَل ْنِإ َو اَنَسُفْنَأ اَنْمََُظ اَنََّ َر َنِتآ اَنََّ َر ِراَّنلا َباَذَُ اَنِل َو ًةَنَسَح ِِ َر ِخلآا ًف َو ًةَنَسَح اٌَْنُّدلا ًف ا . ُمْلا َو ِءاَشْحَفلْا ِنَُ ىَهْنٌَ َو ىََ ْرُملْا ىِذ ِءاَتٌِْإ َو َناَسْحِلِْا َو ِلْدَعلْاَِ ُرُمْؤٌَ َالله َّنِإ ! ِالله َداََُِ َن ْو ُرَّكَذَت ْمُكََُّعَل ْمُكُظِعٌَ ًِْغََلْا َو ِرَكْن ْمُكْد ِزٌَ ِهِمَعِن ىََُُ ا ْو ُرُكْشا َو ,ْمُك ْرُكْذٌَ َاللهو ُرُكْذاَف ، ُرََْكَأ ِالله ُرْكِذَل َو . اوُمْيِقَأ َة َلََّصلا

(5)

Materi Khutbah Jumat, 28 Oktober 2016 PENTINGNYA WAKTU ْمِهَِ ،َءاٌََِْنَلأا َو َلُس ُّرلا ِهِداََُِ ْنِم ىَفَطْصا َو ،َءاٌَْشَلأا َرَّدَل َو َكَُْخْلا َكََُخ ْيِذَّلا ِلله ُدْمَحْلَا َنِم ٌلْهَأ ُهَل َوُه اَمَِ ىَلاَعَت َو ُهَناَحَُْس ُهُدَمْحَأ ،يِدَتْهَن ْمُهاَدُهَِ َو ،يِدَتْمَن َو ىَّسَؤَتَن َُ ًِنْثُأ َو ِدْمَحلا ،ُهَل َيِداَه َلََف ُهُُِْْضٌُ ْنَم َو ُهَل َّل ِضُم َلََف ُالله ِهِدْهٌَ ْنَم ،ِهٌََُُْ ُلَّك َوَتَأ َو ِهَِ ُنِم ْوُأ َو ،ِهٌَُْ اًدَّمَحُم اَنٌَََِّن َو اَنَدٌَِّس َّنَأ ُدَهْشَأ َو ،ُهَل َنٌْ ِرَش َلِ ُهَدْح َو ُالله َّلِِإ َهَلِإ َلِ ْنَأ ُدَهْشَأ َر َو ُهُدََُْ ِر َلَعَج َو ،َنٌِْنِم ْإُمُِْل ا ًر ْوُن َو ىًدُه ,َنٌَُِْمْلا َنآ ْرُمْلا ُهَُّ َر ِهٌََُُْ َل َزْنَأ ،ُهَدْعََ ًَََِّن َلِ ُهُل ْوُس , َنٌَُِْس ْرُمْلا َو ِءاٌََِْنَلأا ِرِِاَس ىََُُ َو ِهٌََُُْ َمََُّس َو ُالله ىََُّص ،َنٌِْمَلاَعُِْل ًةَمْح َر ُهَتَلاَس ٍّلُك ِلآ َو َو ْمُكٌْ ِص ْوُأ ِالله َداََُِ اٌََف ،ُدْعََ اَّمَأ . ِنٌِّْدلا ِم ْوٌَ ىَلِإ ٍناَسْحِإَِ ْمُهَل َنٌِْعَِاَّتلا َو ِةََاَحَّصلا َو َن ْوُحُِْفُت ْمُكََُّعَل ِهِتَُاَط َو ِالله ى َوْمَتَِ ًِْسْفَن

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah

Setiap orang yang beriman pasti menyadari bahwa kehidupan di muka bumi ini bukanlah tanpa batasan waktu. Setiap orang menjalani kehidupan sesuai “kontraknya” masing-masing dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Umur manusia berbeda satu dengan lainnya, begitu pun amal dan perbuatannya. Setiap mukmin akan menyadari bahwa ia tidak akan selamanya hidup dan tinggal di dunia ini. Bahwa keberadaannya di alam ini hakikatnya sedang menempuh proses perjalanan panjang menuju kehidupan akhirat yang kekal dan hakiki. Sikap yang demikian sungguh sangat berbeda dan bertolak belakang dengan sikap orang-orang yang hakikatnya tidak beriman. Sebagaimana hal ini disinggung dalam firman Allah SWT:

ىَقْبَأ ََ ٌسٍَْخ ُة َس ِخَا ََ .بٍَْوُّدىا َةبٍََحْىا َنَ ُسِثْؤُح ْوَب

“Akan tetapi kalian (orang-orang yang ingkar) justeru lebih memilih kehidupan dunia.Padahal sungguh kehidupan akhirat itu jauh lebih baik dan kekal. (QS. al-A‟la: 16-17).

Hadirin Jama‟ah Jum‟at yang dimuliakan Allah,

Ada beberapa hal yang sering manusia lupakan, di antaranya pertanyaan: Kenapa manusia diciptakan? Apa kepentingan dan tugas mereka dalam kehidupan ini? Sering sekali manusia melupakan pertanyaan-pertanyaan ini sehingga mereka hidup dalam penuh kelalaian, hidup hanya dipergunakan untuk bersenang-senang, makan, minum, dan kesenangan-kesenangan lain yang bersifat dunia. Mereka sama sekali tidak memikirkan tentang proses kejadian dirinya. Sehingga ketika ajal menjemputnya, penyesalanlah yang menghinggapinya di mana saat itu penyesalan sudah tidak berarti lagi.

Dari sinilah perlunya iman yang kuat dalam diri kita supaya kita dapat berhati-hati dengan waktu. Pandai-pandailah memanfaatkannya. Ingatlah! Hari-hari kita jangan dilewati begitu saja tanpa hal yang bermanfaat dan bernilai positif. Sesaat demi sesaat, semua berlalu begitu cepatnya. Begitulah, diri kita berpindah dari pagi ke petang dan dari petang hingga pagi kembali. Apakah kita pernah bermuhasabah (introspeksi) terhadap diri kita sendiri? Sehingga kita bisa melihat lembaran-lembaran hari-hari kita dengan amal apa kita membukanya dan dengan amal apa pula kita menutupnya?

Ada sebuah pepatah berbunyi “Time is money”,“al-waktu ka al-saif”. Waktu adalah uang, waktu adalah

pedang, waktu adalah perjalanan yang tidak akan pernah kembali. Itulah ungkapan yang sering kita dengar untuk menghargai waktu. Waktu adalah kehidupan. Tidak ada yang lebih berharga dalam kehidupan ini setelah iman selain “waktu”. Waktu adalah benda yang paling berharga dalam kehidupan seorang muslim. Ia tidak dapat ditukar oleh apapun. Ia juga tidak dapat kembali jika sudah pergi. Sungguh sangat merugi orang yang menyia-nyiakan waktunya.

Firman Allah:

ًِْفَى َنبَعْوِلإا َّنِإ ، ِسْصَؼْىا ََ ِسْبَّصىبِب ا َُْصا ََُح ََ ِّقَحْىبِب ا َُْصا ََُح ََ ِثبَحِىبَّصىا اُُيِمَػ ََ ا ُُْىَمآ َهٌِْرَّىا َّلَِإ ، ٍسْعُخ .

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran.(Q.S Al-„Ashr:1-3).

Dalam Islam, waktu bukan hanya sekadar lebih berharga dari pada emas. Atau seperti pepatah Inggris

yang menyatakan time is money. Lebih dari itu, waktu dalam Islam adalah “kehidupan”, al-waqtu huwa

al-hayah, demikian kata AS-Syahid Hasan Al-Banna.

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah

Dalam peribahasa orang barat “the time is money”, waktu adalah uang. Orang-orang arab sendiri

mengibaratkan “al-waqtu kas-saif”, waktu itu ibarat pedang.

Nampaknya dari pengibaratan waktu di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Orang-orang barat yang selalu mengejar kehidupan duniawi mengibaratkan waktu adalah uang karena mereka merasa jika kehilangan satu detik saja maka uang akan melayang.

(6)

Sedangkan orang arab yang memang dari sebelum Islam datang pun sudah amat suka bersyair, maka lahirlah peribahasa waktu yang diibaratkan seperti pedang. Satu sisi pedang bisa menyelamatkan nyawa seseorang, tapi di lain waktu ia bisa sangat berbahaya bahkan bisa mengakibatkan kematian itu sendiri. Adapun pepatah yang mengatakan bahwa waktu lebih berharga daripada uang, karena sejatinya uang adalah harta dunia yang bisa dicari. Sedangkan waktu adalah karunia Allah SWT yang tidak bisa dicari bahkan untuk mengembalikan satu detik yang telah kita lewati pun adalah sesuatu yang sangat mustahil bisa terjadi.

Kehidupan duniawi memang dihiasi berbagai kesenangan, sehingga dengan kesenangan yang bersifat sementara tersebut membuat manusia sering terlena dan lupa waktu. Bahkan tidak jarang banyak waktu yang terbuang hanya untuk menikmati kehidupan duniawi semata tanpa berpikir bahwa dirinya kelak akan menghadap ke hadirat Sang Maha Pencipta untuk mempertanggung jawabkan semua amalan perbuatannya selama hidup di dunia. Maka kenapa kita harus terlena dengan kehidupan dunia?

Ingatlah, kematian adalah suatu peristiwa yang pasti terjadi pada semua makhluk hidup sebagai tanda habisnya masa kontrak di dunia.

Firman Allah surat Ali-Imran ayat 185.

ِث َُْمْىا ُتَقِئاَذ ٍطْفَو ُّوُم

“ Setiap makhluk (berjiwa) pasti mengalami kematian.” (Q.S Ali Imron : 185)

Dunia ini adalah tempat berbuat dan berbuat, tempat untuk berusaha dan bekerja, tempat untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat. Tempat untuk mencari bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Firman Allah:

َُّللَّا َهَعْحَأ بَمَم ْهِعْحَأ ََ ۖ بٍَْوُّدىا َهِم َلَبٍ ِصَو َطْىَح َلَ ََ ۖ َة َس ِخ َْا َزاَّدىا ُ َّللَّا َكبَحآ بَمٍِف ِغَخْبا ََ َْلأا ًِف َفبَعَفْىا ِغْبَح َلَ ََ ۖ َلٍَْىِإ

ُّب ِحٌُ َلَ َ َّللَّا َّنِإ ۖ ِض ْز َهٌِدِعْفُمْىا

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S Al Qashash : 77)

Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT

Supaya manusia termotivasi untuk bisa memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya, ada tiga pertanyaan mendasar mengenai keberadaan dan tujuan manusia di dunia ini dan pertanyaan itu berlaku sepanjang masa. Tiga pertanyaan tersebut akan membekas dalam hati manusia jika ia menjawabnya dengan penuh perenungan.

Pertanyaan pertama, darimana kita berasal? Pertanyaan ini adalah merupakan simpul akidah, yang menurut kaum materialis mereka tidak mempercayainya. Mereka menganggap bahwa dunia dan isinya ini

muncul dengan sendirinya. Sedangkan bagi orang yang beriman, pertanyaan ini akan memberi atsar yang

kuat baginya. Pertanyaan ini akan mengingatkannya bahwa dia hanyalah makhluk yang tidak sempurna, makhluk yang hina yang tidak pantas untuk menyombongkan diri. Makhluk yang tidak mampu apa-apa kecuali Allah yang menghendakinya.

Pertanyaan kedua, untuk apa kita diciptakan? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang wajib dijawab oleh setiap orang setelah mengetahui bahwa ia di dunia ini hanyalah makhluk bagi Allah dan makhluk yang dipelihara oleh Allah Sang Pemelihara alam ini. Yaitu melalui penjabaran: untuk apa manusia diciptakan? Kenapa manusia diberi keistimewaan yang lebih dibanding makhluk yang lain? Dan apa kepentingan mereka di atas bumi ini? Perlu diketahui, bahwa manusia diciptakan di dunia ini dengan berbagai kelebihannya, bukan hanya sekedar untuk memenuhi hawa nafsu belaka, tapi Allah jadikan manusia di muka bumi ini adalah sebagai khalifah, sebagaimana firman-Nya:

ًوإ هبق لى ضدقوَ كدمحب حبعو هحوَ ءبمدىا لفعٌَ بٍٍف دعفٌ هم بٍٍف وؼجحأ اُىبق تفٍيخ ضزلأا ًف وػبج ًوإ تنئلَميى لبز هبق ذإَ نُميؼح لَ بم ميػأ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (Al Baqarah : 30)

(7)

Hal pertama yang harus diketahui manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah mengenal Allah dengan benar dan menyembah-Nya dengan sebenar-benar penyembahan. Karena manusia diciptakan di muka bumi sebagai khalifah adalah untuk beribadah hanya kepada Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam Firman Nya:

نَُدُبْؼٍَِى لَِإ َطوِلَا ََ َّه ِجْىا ُجْقَيَخ بَم ََ

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S Adz-Dzariyat 56)

Pertanyaan Ketiga, kemanakah tujuan kita? Pertanyaan ketiga ini bagi kaum materialis, mereka memberikan suatu jawaban. Tetapi hal itu justru menurunkan martabat kemuliaan manusia menempati kedudukan binatang.

Mengenai tempat kembali manusia setelah menjalani kehidupan bermasyarakat, dengan sederhana sekali mereka mengatakan: secara mutlak manusia akan hancur dan binasa. Mereka dilipat oleh bumi sebagaimana penguburan bermilyar binatang dan makhluk lainnya di dalam perut bumi. Jasad ini akan kembali ke unsur-unsur penciptaannya yang pertama. Jadi, mereka akan kembali menjadi debu yang diterbangkan oleh angin.

Begitulah cerita kehidupan manusia menurut mereka. Tiada keabadian dan pembalasan, tiada perbedaan antara yang berbuat baik dan yang berlaku jahat. Berbeda dengan orang mukmin, tentu mereka sudah mengerti ke mana tujuan mereka pergi. Mereka menyadari bahwa dunia ini hanya sesaat.

Dari tiga pertanyaan di atas, jika seseorang bisa merenungkannya dengan penuh penghayatan, maka ia akan menjadi seseorang yang rajin dan bisa memanfaatkan waktunya dengan baik. Sehingga tidak akan timbul penyesalan di kemudian hari.

Hadirin sidang jama’ah jumat yang berbahagia,

Salah satu yang sering dilalaikan oleh manusia adalah waktu luang. Di mana manusia memiliki jeda dalam rumitnya aktivitas sehari-sehari. Orang sesibuk apapun bekerja baik di kantor, sekolah, pabrik, pasar, ladang, sawah dan sebagainya, pastilah mempunyai waktu luang di tengah-tengah kesibukannya. Dan dari waktu luangnyalah manusia membangun kerangka sejati mengenai dirinya.

Orang-orang yang tidak punya kegiatan dalam hidupnya berpotensi sekali untuk melakukan pergunjingan dan gosip. Kosong tanpa kegiatan sama saja dengan mobil yang didorong. Jalan sendiri di sebuah jalan menurun. Jadilah mobil itu menabrak ke sana ke mari tanpa tujuan. Manakala suatu hari kita mengalami kekosongan dalam hidup, bersiap-siaplah untuk menyambut datangnya kesedihan, kesusahan, dan ketakutan. Sesungguhnya kekosongan kita akan membuka semua arsip masa lalu, masa kini, dan masa depan dari panggung kehidupan sehingga kita berada dalam kondisi yang rumit.

Maka dari itu, mari kita isi kekosongan yang mematikan ini dengan melakukan kegiatan yang membuahkan hasil dan bermanfa’at. Kekosongan itu ibarat seorang pencopet yang sedang menunggu mangsanya. Begitu kita mengalami kekosongan, maka saat itu juga kita akan diserang gempuran ilusi dari angan-angan dan saat itulah akan hilang seluruh diri kita.

Oleh karena itu, marilah kita bangkit mulai dari sekarang untuk mengisi kehidupan ini dengan berbagai kegiatan positif. Seperti ibadah, membaca, bertasbih, menelaah sebuah buku, menulis, merapikan meja kerja, atau memberi hal yang berguna bagi orang lain. Maka insya Allah kebahagiaan akan kita peroleh. Apa yang harus dilakukan? Membaca merupakan salah satu jawabannya. Baik itu membaca Alquran, kitab-kitab hadits, buku-buku ilmu pengetahuan dan motivasi, sampai membaca situasi kehidupan di sekeliling kita. Sehingga dengan begitu, waktu luang tidak akan terlewati dengan percuma.

Mari renungkan, orang-orang yang telah mendahului kita begitu antusiasnya terhadap buku dan begitu efektifnya mereka memanfaatkan waktu. Maka sudah sepantasnya kita yang hidup di dunia serba modern ini di mana buku-buku sudah tersebar merata bahkan di internet pun dengan mudah kita bisa mengakses berbagai ilmu pengetahuan. Maka patutkah kita berdiam diri membiarkan waktu luang kita berlalu begitu saja? َنْنَُ اَنْعَض َو َو ، َن َرْدَص َنَل ْح َرْشَن ْمَلَأ ْسٌُ ِرْسُعْلا َعَم َّنِإ ، ا ًرْسٌُ ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف ، َن َرْكِذ َنَل اَنْعَف َر َو ، َن َرْهَظ َََمْنَأ يِذَّلا ، َن َر ْزِو َنَِّ َر ىَلِإ َو ، ْبَصْناَف َتْغ َرَف اَذِإَف ، ا ًر ْبَغ ْراَف . ًِْنَعَفَن َو , ِمٌِْظَعْلا ِنآ ْرُمْلا ًِف ْمُكَل َو ًِْل ُالله َن َراََ َّسلا َوُه ُهَّنِإ ُهَت َوَلَِت ْمُكْنِم َو ًِّْنِم َلَََّمَت َو , ِمٌِْكَحْلا ِرْكِّذلا َو ِتاٌَلآا َنِم ِهٌِْف اَمَِ ْمُكاٌَِّإ َو َالله ُرِفْغَتْسا َو اَذَه ًِْل ْوَل ُل ْوُلَأ . ُمٌَُِْعْلا ُعٌِْم ُفَغْلا َوُه ُهَّنِإ ،ُه ْو ُرِفْغَتْساَف ْمُكَل َو ًِْل َمٌِْظَعْلا ُمٌْ ِح َّرلا ُر ْو . Kedua: Khutbah ُالله َّلِِإ َهَلِإ َلِ ْنَأ ُدَهْشَأ . ِهِناَنِتْما َو ِهِمٌِْف ْوَت ىََُُ ُهَل ُرْكُّشلا َو ،ِهِناَسْحِإ ىََُُ ِلله ُدْمَحْلَا ْض ِر ىَلِإ ىُِاَّدلا ُهُل ْوُس َر َو ُهُدََُْ اًدَّمَحُم َّنَأ ُدَهْشَأ َو ،ُهَل َنٌْ ِرَش َلِ ُهَدْح َو ِّلَص َّمُهَُّلا . ِهِنا َو ُدْعََ اَّمَأ . ا ًرٌِْثَك اًمٌُِْْسَت َمََُّس َو ِهَِاَحْصَأ َو ِهِلآ ىََُُ َو ٍدَّمَحُم اَنِدٌَِّس ىََُُ : َِ ْمُك َرَمَأ َالله َّنَأ ا ْوُمَُُْا َو . ْمُكاَهَن اَّمَُ ا ْوُهَتْنا َو َرَمَأ اَمٌِْف َالله اوُمَّتِا , ُساَّنلا اَهٌَُّأ اٌََف َؤ َن ْوَُُّصٌُ ُهَتَكِِلآَم َو َالله َّنِإ : ىَلاَعَت َلاَل َو ،ِهِسْدُمَِ ِهِتَكِِلآَمَِ ىَّنمَث َو ِهِسْفَنَِ ِهٌِْف َأَدََ ٍرْم ًََِِّّنلا ىََُُ اًمٌُِْْسَت ا ْوُمَُِّس َو ِهٌََُُْ ا ْوَُُّص ا ْوُنَمآ َنٌِْذَّلا اَهٌَُّأآٌَ .

(8)

ََُُ َو ٍدَّمَحُم ىََُُ ِّلَص َّمُهَُّلا ٍرْكََ ًََِْأ َنٌِْدِشا َّرلا ِءاَفَُُخْلا ِنَُ َّمُهَُّلا ََ ْرا َو ،َنٌَِْ َّرَمُمْلا َنِتَكِِلآَم َو َنُُِس ُر َو َنِِآٌََِْنَأ ى َنٌِْعَِاَّتلا َو ِةََاَحَّصلا ِةٌَِّمََ ْنَُ َو ًٍَُُِّ َو َناَمْثُُ َو َرَمُُ َو ىَلِإ ٍناَسْحِإَِ ْمُهَل َنٌِْعَِاَّتلا ًِعَِاَت َو َنٌِْم ِحا َّرلا َمَح ْرَأاٌَ َنِتَمْح َرَِ ْمُهَعَم اَّنَُ ََ ْرا َو ،ِنٌِّْدلا ِم ْوٌَ . ِإ ،ِتا َوْمَلأا َو ْمُهْنِم ِءآٌَْحَلأا ِتاَمُِْسُمْلا َو َنٌِْمُِْسُمْلا َو ِتاَنِم ْإُمْلا َو َنٌِْنِم ْإُمُِْل ْرِفْغا َّمُهَُّلا ِتا َوََُّدلا ُبٌْ ِجَم ٌبٌْ ِرَل ٌعٌِْمَس َنَّن . ا َنٌِْد ِّح َوُمْلا َنَداََُِ ْرُصْنا َو َنٌِْك ِرْشُمْلا َو َن ْرِّشلا َّلِذَأ َو َنٌِْمُِْسُمْلا َو َمَلَْسِلِا َّزَُِأ َّمُهَُّلا ىَلِإ َنِتاَمَُِك ِلَُْأو ِنٌِّْدلا َءآَدَُْأ َو اَنَِآَدَُْأ ْرِّمَدو َنٌِْمُِْسُمْلا َلَذَخ ْنَم ْلُذْخا َو َنٌْ ِصُِْخُمْل ا ِم ْوٌَ ِنٌِّْدل . ََ اَم َو اَهْنِم َرَهَظ اَم ِةَنْتِفْلا َء ْوُس َو َنَحِمْلا َو َل ِزَلِ َّزلا َو َءاََ َوْلا َو َءَلَََْلا اَّنَُ ْعَفْدا َّمُهَُّلا ٌِْمَلاَعْلا َّب َر اٌَ ًةَّمآَُ َنٌِْمُِْسُمْلا ِناَدَُُْْلا ِرِِاَس ْنَُ َو ًةَّصآَخ اٌَِسٌِْن ْوُدْنِإ انِدَََُ ْنَُ َنَط َن . ِراَّنلا َباَذَُ اَنِل َو ًةَنَسَح ِِ َر ِخلآا ًِف َو ًةَنَسَح اٌَْنُّدلا ًِف اَنِتآ اَنََّ َر . ْنُمْلا َو ِءآَشْحَفْلا ِنَُ ىَهْنٌَ َو ىََ ْرُمْلا يِذ ِءآَتٌِْإ َو ِناَسْح ِلِا َو ِلْدَعْلاَِ ُرُمْؤٌَ َالله َّنِإ !ِالله َداََُِ ِمَعِن ىََُُ ُه ْو ُرُكْشا َو ْمُك ْرُكْذٌَ َمٌِْظَعْلا َالله اوُرُكْذا َو ،َن ْوُرَّكَذَت ْمُكََُّعَل ْمُكُظِعٌَ ًِْغََْلا َو ِرَك ِه ِزٌَ ُرََْكَأ ِالله ُركِذَل َو ،مكِطْعٌُ ِهُِْضَف ْنِم ُه ْوَُُِْسا َو ْمُكْد . اوميقأ ةلَصلا !!!

(9)

Materi Khutbah Jum’at, 16 Desember 2016

Hikmah di Balik Musibah

َلأْا ِ َّ ِلِل ُدْمَحْلَا َأَو ، َرََْخَأ َو َلُس ُّرلا َلَس ْرَأ َو ، َرََْلَأ َّمُث ُهَتاَمَأ َّمُث َناَسْنِلِْا َكََُخ ، َرَََّد َو َن ْوَكْلا َكََُخ ، ِرََْك َم َّرَح َو ىَهَن َو ، َرَمَأ َو َّلَحَأ َو ىَدَهَف ،ُرََِعْلا َو ُتاَظِعْلا ِهٌِْف َمٌْ ِرَكْلا َنآ ْرُمْلا َل َزْن ًِْف َلاَمَف ، َرَج َز َو َّنِإ * ِرْصَعْلا َو : ِمٌْ ِح َّرلا ِنمَمْح َّرلا ِالله ِمْسَِ ، ِمٌْ ِج َّرلا ِناَطٌَّْشلا َنِم ِللهاَِ ُذ ْوَُُأ : ِرْصَعْلا ِِ َر ْوُس ِتاَحِلاَّصلا اوُُِمَُ َو اوُنَمآ َنٌِذَّلا َّلِِإ * ٍرْسُخ ًِفَل َناَسْنِ ْلِا . ِرََّْصلاَِ ا ْوَصا َوَت َو ِّكَحْلاَِ ا ْوَصا َوَت َو َبا َزْحَلأْا َم َزَه َو ،ُهَدْنُج َّزََُأ َو ،ُهَدََُْ َرَصَن َو ،ُهَدُْ َو َقَدَص ،ُهَدْح َو ُالله َّلِِإ َهَلِإ َلِ ْنَأ ُدَهْشَأ َنِّم ٍصْمَن َو ِعوُجْلا َو ِف ْوَخْلا َنِّم ٍءًَْشَِ مُكَّن َوََُُْنَل َو :ُهَناَحَُْس ُلِِاَمْلا َوُه َو ،ُهَدْح َو َْلأا َو ِلا َوْمَ ْلأا ِتا َرَمَّثلا َو ِسُفن َنٌ ِرَِاَّصلا ِرِّشََ َو ، ِرَث ْوَكْلا َِ ْوَحْلا ُب ِحاَص َو ، ِرَشََْلا ُرٌَْخ َوُه َو ُهُل ْوُس َر َو ُهُدََُْ اًدَّمَحُم ْنَأ ُدَهْشَأ َو ىََُُ َو ، َرَل َو َو ُه َر َزَأ َو ُهَََحاَص ْنَم ىََُُ َو ، ِرَّهَطُمْلا ِهِلآ ىََُُ َو ِهٌََُُْ ُالله ىََُّص . ِرَشْحَمْلا ِم ْوٌَ ىَلِإ ، ٍرَثَأ ِّلُك ًِْف ٍناَسْحِإَِ ْمُهَل َنٌِْعَِاَّتلا َّلِِإ َّنُت ْوُمَت َلِ َو ِهِتاَمُت َّكَح َالله اوُمَّتاَف ،ِالله ى َوْمَتَِ َياٌَِّإ َو ْمُكٌْ ِص ْوُأ ،ِالله َداََُِ ؛ُدْعََ اَّمَأ . َن ْوُمُِْسُّم ْمُتنَأ َو

Jamaah jum‟at rahimakumullah…

Pertama dan tidak henti-hantinya, kami selaku khatib mengajak pada Jamaah sekalian termasuk diri kami sendiri untuk memanjatkan puji syukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT, karena Dia telah memberi kita karunia dan nikmat yang sangat besar. Karunia dan nikmat itu ialah umur yang panjang, kesehatan yang baik, dan kesempatan yang lapang sehingga kita semua bisa hadir di sini untuk mendirikan shalat Jumat berjamaah pada hari ini. Semoga seluruh amal ibadah jumat kita maupun ibadah lainnya diterima disisi Allah Taala dan mendapatkan Ridha-Nya. Amin.

Oleh sebab itu maka kiranya sebagai salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap semua nikmat Allah ini tidak bosan-bosannya pula, khatib menyerukan agar tidak ada jemaah yang sampai tertidur atau berbicara

satu sama lainnya ketika khutbah Jumat sedang dibacakan, hal ini agar kita semua bisa mengambil

hikmah dan pelajaran lain yang bermanfaat. Rasa kantuk memang merupakan fitrah sebagaimana juga rasa lapar dan dahaga namun seyogyanya semua bentuk kefitrahan ini tidak menjadi penghalang kita dari mendengarkan firman-firman Tuhan yang akan disampaikan.

َنُُمَح ْسُح ْمُنَّيَؼَى اُُخ ِصْوَأ ََ ًَُى اُُؼِمَخْظبَف ُنآ ْسُقْىا َا ِسُق اَذِإ ََ

Dan apabila dibacakan Al-Qur‟an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Al-A’raf: 204)

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya.

Keselamatan semoga juga tercurah atas para sahabat dan umat beliau dahulu, sekarang dan yang akan datang.

Jamaah umat rahimakumullah…

Tidak terasa, sudah 24 hari kita berada di tahun 2014. Jika dalam 1 hari ada 24 jam, maka 24 hari berarti sama dengan 576 jam atau 34.560 menit sudah kita lewati. Subhanallah. Selama masa waktu itu, hal positif apa yang sudah kita lakukan dan hal negatif apa saja yang sudah kita perbuat? Mari kita tanya pada diri kita masing-masing, dalam tempo 24 hari tersebut, manakah yang paling sering kita lakukan, kebaikankah? Atau justru keburukan?

للهبب ذُػأ مٍجسىا نبطٍشىا هم

َح ََ ِّقَحْىبِب ا َُْصا ََُح ََ ِثبَحِىبَّصىا اُُيِمَػ ََ اُُىَمآ َهٌِرَّىا َّلَِإ * ٍسْعُخ ًِفَى َنبَعْوِ ْلإا َّنِإ * ِسْصَؼْىا ََ ِسْبَّصىبِب ا َُْصا َُ

Allah bersumpah Demi waktu, sesungguhnya, manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran(Al-Ashr: 1-3)

Sekali lagi kita tanya diri kita dan biarkan hati kita yang menjawabnya: benarkah dalam 24 hari yang lalu kita selalu ada dalam keimanan? Konsistenkah kita dalam melakukan keimanan yang sering kita sebut-sebut di mulut kita dan kita pamer-pamerkan pada orang lain itu selama 24 hari yang lalu? Biarkan hati kecil kita yang menjawabnya, berapa kali kita meninggalkan shalat Subuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib ataupun Isya?

Berapa kali dalam waktu 24 hari yang sudah kita lewati itu, kita melakukan shalat dengan rasa malas dan terpaksa? Berapa kali pula dalam waktu 24 hari itu, kita salah dalam membaca tajwid dalam shalat-shalat kita karena terburu-buru? Berapa kali dalam waktu 24 hari itu, kita membaca bacaan sholat dengan tartil, tenang dan dihayati?

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah, itu baru sedikit saja dari sekian banyak pertanyaan yang bisa digali pada kata iman dalam surah al-Ashr dalam rangka introspeksi diri kita untuk 24 hari di bulan Januari 2014 yang baru saja kita lalui.

(10)

Belum lagi mengenai amal shalih, amal shalih apa yang sudah kita perbuat selama 24 hari itu? Benarkah

amal shalih atau cuma minta dianggap shaleh atau justru amal sayyiah alias amal buruk saja yang kita

perbuat sepanjang 24 hari tersebut? Dan seterusnya dan sebagainya.

Bagaimana dengan waktu yang sudah kita habiskan 1 tahun sebelumnya? Apa saja yang kita perbuat selama tahun 2013 kemarin?

Dalam 1 tahun ada 12 bulan, 52 minggu, 365 hari, 8.760 jam, 525.600 menit dan 31.536.000 detik. Ada berapa jamkah total kita berbuat baik selama kurun waktu tersebut?

Jamaah jum‟at rahimakumullah…

Rata-rata umur manusia saat ini meninggal dunia antara 60 s/d 70 tahun, Jikapun ada yang lebih dari itu masih hidup maka merupakan suatu bonus umur dari Allah. Sekarang kita samakan saja rata-rata manusia meninggal plus minus di usia 65 tahun.

Kita mulai baligh, yaitu awal dari seorang anak manusia mulai di perhitungkan amal baik atau buruknya selama hidup umumnya bagi laki-laki adalah 15 tahun dan wanita 12 tahun.

Sekarang, mari kita mencari waktu yang ada atau tersisa bagi kita untuk beribadah pada Allah. Kita gunakan saja rumus sederhana : Umur rata-rata kematian – Awal Baligh

Jika rata-rata umur seseorang meninggal pada usia 65 tahun dikurang 15 tahun saat awal ia baligh maka waktu yang tersisa adalah 50 tahun. Apa dan bagaimana perilaku kita selama 50 tahun masa hidup itu? Jika kita kalikan lagi angka 50 tahun dengan 365 hari/tahunnya maka diperoleh angka 18.250 hari. Nah angka 18.250 hari ini dikurang dengan waktu tidur kita selama 8 jam anggap saja. Maka 18.250 hari dikali dengan 8 jam = 146.000 jam atau sekitar 16 tahun lebih 7 bulan atau kita bulatkan menjadi 17 tahun.

Jadi dalam rentang waktu kita mulai baligh di usia 15 tahun sampai usia kita meninggal di 65 tahun, ada waktu 17 tahun yang hanya digunakan untuk tidur saja. Angka ini belum ditambah dengan jumlah jam

yang sering kita pakai pula untuk tidur siang misalnya. Subhanallah.

Dalam 50 tahun waktu hidup kita pasca baligh yang habis dipakai aktivitas adalah 18.250 hari x 12 jam (yaitu waktu di mana siang hari biasanya kita kerja, sekolah, kuliah, berdagang, memasak dan sebagainya) maka diperoleh angka 219.000 Jam atau = 25 tahun

Belum lagi dikurangi dengan waktu kita yang biasanya digunakan untuk bersantai, istirahat sambil menonton televisi, bercanda sesama teman dan sejenisnya plus minus 4 jam.

Maka total dalam 50 tahun waktu yang dipakai untuk rileksasi tadi adalah 18.250 hari x 4 jam= 73.000 Jam atau selama 8 tahun.

Alhasil, jamaah Jumat sekalian, selama 50 tahun masa hidup kita pasca baligh, ada angka 17 tahun

lamanya kita tidur + 25 tahun untuk beraktivitas di siang hari + 8 tahun untuk sekedar rileksasi dan mencari hiburan diperolehlah angka 50 tahun.

Jadi umur kita 50 tahun setelah dipotong masa baligh impas saja. Lalu jika usia 50 tahun ini tidak diisi dengan banyak hal yang positif, hal-hal yang bersifat ibadah pada Allah, maka manusia benar-benar berada dalam kerugian seperti firman Allah di dalam surat Al-Ashr.

Subhanallah, firman Allah bisa dibuktikan secara matematika. Sangat ilmiah sekali.

Tidak salah sebenarnya ketika kita berargumen bahwa kita saat ini sedang sekolah dan mencari ilmu, bukankah itu juga ibadah? Tidak salah pula ketika ada yang berkata kita bekerja untuk menafkahi anak istri dan ini pun ibadah. Dan argumen-argumen lain sejenis itu.

Tapi sekarang, apakah benar niat kita ketika sekolah, bekerja, memasak, melahirkan, mengajar dan melakukan berbagai profesi lainnya itu sudah diniatkan untuk ibadah ?

Bukankah kita sendiri sering berkata: saya sekolah agar pintar, dapat ijazah dengan angka yang bagus di sana, lalu saya bisa bekerja dan dapat posisi bagus pula di perusahaan tertentu, Nikah punya anak cucu. Bukankah niat seperti ini yang justru sering terlintas dalam pikiran kita?

Mana niat ibadahnya? Makanya, tidak usah heran bila sekarang ini banyak terjadi korupsi di mana-mana, penggunaan narkoba oleh siapa saja serta hal-hal buruk lainnya. Niat kita sudah bukan pada titik ibadah lagi. Kita sekolah untuk dapat ijazah, kita bekerja untuk mencari harta, kita mempunyai jabatan untuk dipandang orang lain, kita memakai kendaraan agar dihormati oleh orang lain dan bahkan kita shalat, zakat serta berhaji pun agar dianggap orang hebat dan alim.

Na‟udzubillahi mindzalik.

(11)

Mari kita jujur pada diri kita sendiri, seberapa seringkah kita membaca bismillah saat hendak berangkat kerja ke kantor, berjalan menuju sekolah atau pasar?

Jawabnya secara umum pasti kita pernah membaca basmalah di waktu-waktu tersebut, tapi sesekali, tidak setiap kali. Itulah fenomena diri kita sendiri yang selalu dipengaruhi oleh unsur fujuraha, yaitu sifat jahat yang sering mendominasi hidup kita sehari-hari. Sewaktu mendengar ceramah atau khutbah, air mata kita berlinang, tetapi ketika kaki kita melangkah keluar dari tempat ceramah itu, kita silau dengan gemerlap dunia.

Maka jangan heran bila banjir besar melanda Jakarta, jangan heran bila peperangan di Timur Tengah seakan tidak pernah berhenti. Jangan heran banyak doa-doa kita yang tidak terkabulkan. Jangan heran bila semakin banyak para penyesat bermunculan. Ternyata kita sendiri ikut menjadi penyebabnya. Kita sering lalai dalam menggunakan waktu yang ada.

Seringkali kita merasa cukup dengan hanya mengerjakan shalat 5 waktu, kita beranggapan dengan mengerjakan shalat-shalat tersebut maka pahala kita bertumpuk. Pernahkah kita berpikir bahwa shalat yang sudah kita kerjakan pasti diterima di sisi Allah? Pernahkah kita berpikir bagaimana bila shalat-shalat kita selama ini tidak satupun yang diterima-Nya?

Sekali lagi, sudah berapa kalikah kita shalat secara terburu-buru sehingga tidak jelas apa yang dibaca? Berapa seringkah kita shalat diakhir waktu? Berapa seringkah kita shalat dengan rasa malas, ujub ataupun terpaksa?

Jamaah Jumat rahimakumullah..

Rasanya tidak hanya sekali dua kali bencana terjadi di negeri ini. Mulai dari banjir bandang, semburan lumpur, tanah longsor, gunung meletus, Kebakaran, gempa bumi, sampai tsunami. Semuanya silih berganti melanda negeri ini.

Mengapa bencana demi bencana senantiasa melanda? Para ilmuwan barangkali memiliki alasan-alasan ilmiah yang bisa menjelaskan rawannya negeri kita akan bencana. Namun apapun itu, kita harus percaya bahwa semua bencana tersebut tidak terlepas dari kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dengan izin Allah sajalah semua bisa terjadi.

Menyikapi terjadinya berbagai macam bencana, janganlah sekali-kali kita berburuk sangka kepada Allah. Dia tidak akan sekali-kali berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya. Setiap yang Allah kehendaki pasti penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan. Apalagi terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin, Allah pasti selalu memberikan yang terbaik, meski seringkali hal tersebut dianggap tidak menyenangkan.

ََ ُمَيْؼٌَ ُ ّللَّا ََ ْمُنَّى ٌّسَش ٌَُُ ََ ًبئٍَْش ْاُُّب ِحُح نَأ ىَعَػ ََ ْمُنَّى ٌسٍَْخ ٌَُُ ََ ًبئٍَْش ْاٌُُ َسْنَح نَأ ىَعَػ ََ َنُُمَيْؼَح َلَ ْمُخوَأ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Al-Baqarah: 216)

Sebaliknya, yang harus senantiasa kita lakukan setiap kali ditimpa bencana adalah bersabar. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

ِثا َسَمَّثىا ََ ِطُفوَ ْلأا ََ ِها َُْمَ ْلأا َهِّم ٍصْقَو ََ ِعُُجْىا ََ ِف َُْخْىا َهِّم ٍءًَْشِب مُنَّو َُُيْبَىَى ََ َهٌ ِسِببَّصىا ِسِّشَب ََ 511 َنُُؼ ِجا َز ًٍَِْىِإ بَّوِإ ََ ِ َّ ِللَّ بَّوِإ اُُىبَق ٌتَبٍ ِصُّم مٍُْخَببَصَأ اَذِإ َهٌِرَّىا 516 ٌتَمْح َز ََ ْمٍِِّب َّز هِّم ٌثا ََُيَص ْمٍٍَِْيَػ َلِئََٰىَُأ َنَُدَخٍُْمْىا ُمٌُ َلِئََٰىَُأ ََ 511

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ’Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali)’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 155-157)

Ketika bencana telah terjadi, salah satu hal penting yang harus kita lakukan adalah melakukan introspeksi diri. Bagaimanapun juga, segala macam bencana tidak terlepas dari tingkah pola kita juga. Dalam hal ini, kita hendaknya memahami bencana sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa Taala.

Karena itu, marilah kita semua tanpa kecuali menghitung diri. Sudah seberapa taatkah kita kepada Allah? Apakah kita selama ini telah menaati aturan-aturan Allah? Ataukah sebaliknya kita gemar menerjang larangan-larangan-Nya?

Marilah kita semua kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya. Marilah kita sesali segala perbuatan buruk yang selama ini kita lakukan, dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Jangan sampai kita malah berbuat sebaliknya, yakni melakukan kesalahan demi kesalahan tanpa henti, seolah-olah tidak peka

(12)

dengan peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tentunya amat menyayangkan tindakan sebagian orang yang ketika bencana hendak menimpa atau telah menimpa, mereka justru melakukan ritual syirik dengan alasan untuk menolak bala. Padahal semestinya bencana justru menjadi peringatan dan menjadikan kita semua kembali kepada Allah.

Di samping sebagai peringatan, bencana juga hendaknya kita pahami sebagai ujian. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam QS Al-Baqarah ayat 155 di atas, Dia memang akan menurunkan berbagai macam ujian kepada kita dalam kehidupan ini, salah satunya dalam bentuk bencana yang menyebabkan rasa takut, berkurangnya jiwa, dan sekaligus harta benda. Dengan ujian itu, Allah hendak melihat apakah kita bisa bersabar ataukah tidak.

Jamaah Jumat rahimakumullah…

Ketika suatu bencana melanda, jangan sampai kita yang tidak terkena bencana merasa bahwa kita selamat karena kita lebih baik daripada mereka yang dilanda bencana. Kita harus selalu merasa khawatir kalau-kalau Allah justru memberikan istidraj kepada kita, yakni menunda siksa atas diri kita karena Allah ingin menyempurnakan siksa tersebut kelak di akhirat. Tidakkah kita lihat betapa banyak para pelaku kemaksiatan dan kejahatan yang justru hidup dengan enak dan bergelimang kemewahan? Itulah istidraj yang harus senantiasa kita waspadai.

Ketika terjadi bencana alam, paling tidak ada tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab

terjadinya bencana tersebut. Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua,

sebagai ujian dari Tuhan. Ketiga, Sunnatullah dalam arti gejala alam atau hukum alam yang biasa terjadi.

Untuk kasus Indonesia ketiga analisa tersebut semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan baik di tingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun sebagian rakyatnya, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan, orang-orang miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:

بٌَبَو ْسَّمَدَف ُه َُْقْىا بٍٍََْيَػ َّقَحَف بٍٍَِف اُُقَعَفَف بٍٍَِف َسْخُم بَو ْسَمَأ ًتٌَ ْسَق َلِيٍُْو ْنَأ بَوْف َزَأ اَذِإ ََ ا ًسٍِمْدَح

“Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Isra’: 16)

Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum muslimin agar semakin kuat dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana firman Allah:

ْنَأ ُضبَّىىا َبِعَحَأ َنُُىَخْفٌُ لَ ْمٌُ ََ بَّىَمآ اُُىُُقٌَ ْنَأ اُُم َسْخٌُ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman‟, sedang mereka tidak diuji lagi?”(Al-Ankabut: 2)

Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam pun besar kemungkinannya, karena bumi Nusantara memang berada di bagian bumi yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung. Bahkan, secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini rawan akan terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SWT atas bumi ini dengan berbagai hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti pergerakan gunung dengan berbagai konsekuensinya.

ََ ِثبٌََْا َهِم ًٍِِْف بَمِب ْمُمبٌَِّإ ََ ًِْىَؼَفَو ََ ، ِمٍِْظَؼْىا ِنآ ْسُقْىا ًِف ْمُنَى ََ ًِْى ُالله َك َزبَب ِسِئبَعِى ََ ْمُنَى ََ ًِْى َمٍِْظَؼْىا َالله ُسِفْغَخْظَأ ََ اَرٌَ ًِْى َُْق ُه ُُْقَأ .ِمٍِْنَحْىا ِسْمِّرىا . ِمٍْ ِح ّسىا ُز ُُْفَغْىا ٌَُُ ًُّوِإ ُي َْ ُسِفْغَخْظبَف ِثبَمِيْعُمْىا ََ َهٍِْمِيْعُمْىا ——————————————— Khutbah Kedua: ِثَك اًدْمَح ِ ّ ِلِلُدْمَحْلَا ْشَا َو . َرَفَك َو ِهََِدَحَج ْنَمِلاًماَغ ْرِا . ُهَل َنٌْ ِرَشَلِ هَدْح َو ُللهَّلِِا َهلِاَلِ ْنَاُدَهْشَا َو . َرَمَا اَمَك ا ًرٌْ ْمَُِّس َو ِّلَص َّمُهُّلَا . ِرَشََْلا َو ِسْنِلِْاُدٌَِّس ُهُل ْوُس َر َو ُهُدََُْ اًدَّمَحُم اَنَدٌَِّس َّنَاُدَه َحُم اَنِدٌَِّس َىَُُ ٍرَََخَِ ٌنُذُا َو ٍرَظَنَِ ٌنٌَُْ ْتََُصَّتااَم ِهَِْحَص َو ِهِلَا َىَُُ َو ٍدَّم َىَُُا ْوُظِفاَح َو . ْنَطََاَم َو َرَهَظاَم َش ِحا َوَفْلاوُرَذ َو . َىلاَعَت َاللهوُمَّتِا !! ُساَّنلااَهٌُّ َااٌََف : ُدْعََ اَّمَا ِةَُاَمَجْلا َو ِةَعْمُجْلا ِر ْوُضُح َو ِةَُاَّطلا . ِهِسْفَنَِ ِهٌِْفَأَدََ ٍرْمَؤَِ ْمُك َرَمَا َالله َّنَأ ا ْوُمَُُْا َو . َُ َن ْوَُُّصٌُ ُهَتَكَِِلََم َو َالله َّنِا :اًمٌَُُِْ ًلَِِاَل ْل َزٌَ ْمَل َو َىلاَعَت َلاَمَف . ِهِسْدُل ِةَكَِِلََمَِ ىَّنَث َو ٌََُُْا ْوَُُّصا ْوُنَمآ َنٌِْذَّلااَهٌُّ َاٌَ ْىََِّنلا َىُ ه ٌََُّْصاَمَك . ٍدَّمَحُم اَنِدٌَِّس ِلَا َىَُُ َو ٍدَّمَحُم اَنِدٌَِّس َىَُُ ْمَُِّس َو ِّلَص َّمُهُّلَا . اًمٌُِْْسَتا ْوُمَُِّس َو ٌدٌْ ِجَمٌدٌِْمَح َنَّنِا َنٌِْمَلاَعْلاِ ًف . َمٌِْها َرَِْا اَنِدٌَِّس ِلَا َىَُُ َو َمٌِْها َرَِْا اَنِدٌَِّس َىَُُ َت َّمُهُّلَا ٌََِِّن ِباَحْصَأ ِرِِاَس ْنَُ َو ًٍَُُِّ َو َناَمْثُُ َو َرَمُُ َو ٍرْكََ ىََِا اَنِدٌَّس َنٌِْدِشا َّرلاِءاَفَُُخْلا ِنَُ ََ ْرا َو ِم ْوٌَ َىلِا ٍناَسْحإَِ ْمُهَعََِت ْنَم َو َنٌِْعَِاَّتلا ىِعَِاَت َو َنٌِْعَِاَّتلا ِنَُ َو َنٌِْعَمْجَا َن ِنٌِّْدلا ْغا َّمُهُّلَا ٌَ َنِتَمْح َرَِ ِتا َوْمَلِْا َو ْمُهْنِم ِءاٌَْحَلأْا ِتاَنِم ْإُمْلا َو َنٌِْنِم ْإُمْلا َو ِتاَمُِْسُمْلا َو َنٌِْمُِْسُمُِْل ْرِف . َنَحِمْلا َو َل ِزَلِ َّزلا َو اَن ِّزلا َو َءاََ َوْلا َو َءَلََغْلااَّنَُ ْعَفْدا َّمُهُّلَا . ِتاٌَِّطَعْلا َبِها َوا ِنَتِفْلاَء ْوُس َو ٌِْمَلاَعْلا َّب َراٌَ ًةَّماَُ َنٌِْمُِْسُمْلاِدَلَََ ِرِِاَس ْنَُ َو ًةَّصاَخاَذَه اَنِدَََُ ْنَُ َنَطََاَم َو اَهْنِم َرَهَظاَم ِراَّنلا َباَذَُ اَنِل َو ًةَنَسَح ِِ َر ِخَلِْا ىِف َو ًةَنَسَح اٌَْنُّدلا ىِفاَنِتَااَنََّ َر . َن ِهِمَعِن َىلَع ُهوُرُكْشا َو مكركذي ِمْيِظَعْلا َااللهوُرُكْذاَف َنوُرَّكَذَت ْمُكَّلَعَل ْمُكُظِعَي ِىْغَبْلا َو ِرَكْنُمْلا َو ِءاَشْحَفْلا ِنَع ىَهْنَي َو ىَب ْرُقْلا ىِذِءاَتْيِا َو ِناَسْحِلاْا َو ِلْدَع ْلاِبُرُمْأَي َاالله َّنِا االلهَداَبِع رَبْكَا ِاالله ُرْكِذَل َو .ْمُكْد ِزَي ةلَصلا اوميقأ !!!

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Produksi, Nilai Bahan Baku, dan Nilai Tambah Bidang Usaha Berbahan Baku Pertanian Dalam Subsektor Industri Makanan di Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2010 Atas

variabel yaitu minat menjadi nasabah, brand image dan religiusitas dapat.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan setelah dianalisis, maka penelitian ini dapat

Penerapan pembangkit listrik pada mobil listrik tidak dapat diterapkan pada mobil listrik karena kecilnya arus pengisian, dibandingkan dengan besar tegangan yang digunakan untuk

Sehingga para pakar memberikan pendapat bahwa mengenali masyarakat adalah sesuatu yang tidak kalah penting untuk dapat menentukan metode yang tepat dalam menyampaikan

Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran implementasi model think, write, and talk yang telah dilaksanakan, meliputi hasil observasi, kegiatan siswa saat

Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan metode analisis beban kerja kesehatan (ABK Kes) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan sumber daya manusia

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberitaan hukuman mati (versi Kompas) / eksekusi mati (versi Republika) terpidana Kasus Bom Bali maka dapat ditarik beberapa