• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR REDAKSI. Salam Redaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGANTAR REDAKSI. Salam Redaksi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENGANTAR REDAKSI

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat-Nya segala yang kita lakukan dengan kerja keras dapat terlaksana dengan baik. Jurnal Etnoreflika Volume 4 Nomor 1 bulan Februari tahun 2015 telah terbit dengan menyajikan 9 (sembilan) tulisan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan budaya. Jurnal Etnoreflika Volume 4 Nomor 1, Februari 2015, memuat tulisan sebagai berikut:

 Studi Aspirasi Warga Komunitas Miskin Penambang Batu dan Pemecah Batu Suplit di Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan

 Tradisi Lisan Sebagai Media Evaluasi Eksistensi Bahasa Daerah

 Karakteristik Kaum Homeless di Kota Kendari dan Konsepsi Mereka Terhadap Rumah Tinggal

 Kajian Sosial Ekonomi Wanita Pemecah Batu Suplit dalam Menunjang Kehidupan Keluarga (Studi Kasus Pekerja Sektor Informal Pemecah Batu di Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan)

 Gelar Mokole (Raja) di Kerajaan Konawe: Prosedur Pengangkatan

 Pola Pewarisan Tradisi Lisan Kabhanti Modero pada Masyarakat Muna di Sulawesi Tenggara

 Model Pengembangan Mangaho (Seni Bela Diri) pada Suku Wuna di Desa Wale-Ale Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna

 Analisis Struktur dan Fungsi Sastra Lisan Wa Sauleama dalam Masyarakat Kaledupa  Mobilitas Sosial di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo (Studi Kasus Petani

Transmigran Etnis Jawa dan Petani Lokal Etnis Tolaki) .

(4)

Volume 4, Nomor 1, Februari 2015

DAFTAR ISI

Darwin Tuwu

Lilik Rita Lindayani La Iba H. Makmur Kambolong Basrin Melamba Raemon Samsul La Ode Aris Rahmawati Azi Sukmawati Abdullah Nur Isiyana Wianti Hajat Ahmad Nur

702-709 710-714 715-730 731-744 745-758 759-769 770-781 782-790 791-803

Studi Aspirasi Warga Komunitas Miskin Penambang Batu dan Peme- cah Batu Suplit di Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan

Tradisi Lisan Sebagai Media Evaluasi Eksistensi Bahasa Daerah

Karakteristik Kaum Homeless di Kota

Kendari dan Konsepsi Mereka Ter-hadap Rumah Tinggal

Kajian Sosial Ekonomi Wanita Pemecah Batu Suplit dalam Menunjang Kehidupan Keluarga (Studi Kasus Pekerja Sektor Informal Pemecah Batu di Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan)

Gelar Mokole (Raja) di Kerajaan

Konawe: Prosedur Pengangkatan Pola Pewarisan Tradisi Lisan

Kabhanti Modero pada Masyarakat

Muna di Sulawesi Tenggara

Model Pengembangan Mangaho

(Seni Bela Diri) pada Suku Wuna di Desa Wale-Ale Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna

Analisis Struktur dan Fungsi Sastra

Lisan Wa Sauleama dalam

Masyara-kat Kaledupa

Mobilitas Sosial di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa dan Petani Lokal Etnis Tolaki)

(5)

ETNOREFLIKA

VOLUME 4 No. 1. Februari 2015. Halaman 791-803

791

MOBILITAS SOSIAL DI UNIT PEMUKIMAN TRANSMIGRASI (UPT) ARONGO (STUDI KASUS PETANI TRANSMIGRAN ETNIS JAWA DAN PETANI LOKAL

ETNIS TOLAKI)1

Sukmawati Abdullah 2

Nur Isiyana Wianti3

Hajat Ahmad Nur4

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk melihat sejarah kedatangan komunitas transmigran dan mengetahui proses mobilitas sosial transmigran etnis Jawa dan Tolaki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan mengambil kasus komunitas transmigran di UPT Arongo, Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tengara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014. Key Informant yang bertindak sebagai sumber informasi dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yaitu tokoh masyarakat etnis Jawa dan Masyarakat lokal etnis Tolaki serta kepala keluarga petani etnis Jawa yang mengalami mobilitas sosial naik atas nama dan petani etnis Tolaki yang mengalami mobilitas sosial turun. Hasil penelitian menunjukan bahwa mobilitas sosial vertikal naikpetani transmigran etnis Jawa melalui saluran proses jual-beli, organisasi keahlian, dan kelembagaan desa yakni koperasi, kelompok tani dan gapoktan, serta organisasi politik. Relasi produksi yang terjadi pada petani Jawa adalah berubahnya status petani tunakisma saat berada di wilayah asal kemudian berubah menjadi petani pemilik dangan lahan yang relatif luas.Hasil penelitian menunjukan melalui kepemilikan lahan secara pribadi, memudahkan orang-orang Tolaki kehilangan lahan. Pada akhirnya tanah yang dimiliki semakin berkurang atau semakin sempit dan terjadinya penurunan volume hasil kegiatan usahatani. Relasi produksi yang terjadi pada orang-orang Tolaki adalah, awalnya tanah dimiliki bersama,melalui transmigrasi menjadi petani pemilik sacara individu.

Kata kunci: mobilitas sosial, transmigrasi, Tolaki, Jawa, UPT. Arongo

ABSTRACT

The aim of this research is to observe social mobility of Java people as transmigrant community and Tolaki as local people in southeast Sulawesi. This study used qualitative approach, and carried out in January to July 2014. The key informants in this study are six people, Javanese farmers community leaders and local farmers, and javanese transmigrant farmers whose are social climbing mobility (upwar social mobility) and local farmers with social sinking mobility (downward social mobility). Research result show that vertical social mobility of Javanese transmigrant farmers through productions organisations, expertise organizations, and institutional village i.e. cooperative, farmers group and gapoktan, and political organization. Relations of productions on Java farmer and in the status peasant transformed from no land into farmer as land owner. However, the local ethnic has declined on social status through path of the culture system

1Hasil Penelitian

2Staf Pendidik pada Jurusan Agribisnisnis, Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma, Jl. H.E. Agus Salim Mokodompit, Kendari 93232, Pos-el: sukmawatiabdullah@ymail.com

3Staf Pendidik pada Jurusan Agribisnisnis, Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi

Tridharma, Jl. H.E. Agus Salim Mokodompit, Kendari 93232.

4

Staf Pendidik pada Jurusan Agribisnisnis, Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma, Jl. H.E. Agus Salim Mokodompit, Kendari 93232.

(6)

Etnoreflika, Vol. 4, No. 1 Februari 2015: 791-803

792

and marriage custom. Research result showed that through individual land ownership local people have easily for buying their land. Relations of productions is change especially for Tolaki people through transmigration program that change the communal land ownership to individual land ownership.

Keywords: social mobility, transmigrations, Tolaki, Javanese, UPT. Arongo.

A. PENDAHULUAN

Transmigrasi secara singkat trans-migrasi merupakan suatu proses perpin-dahan penduduk dari suatu daerah menuju kedaerah yang lain. Transmigrasi di dalam undang-undang nomor 3 tahun 1972 dalah pemindahan dan/atau kepindahan pendu-duk dari satu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wila-yah Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau atas alasan-ala-san yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai-mana diatur dalam undang-undang ini. Transmigrasi merupakan salah satu usaha yang dijalankan pemerintah untuk mera-takan jumlah penduduk Indonesia dengan pemindahan penduduk atau yang disebut transmigrasi, yang mana sebagian pendu-duk dari daerah yang padat pendupendu-duknya, dipindahkan kedaerah yang masih kosong atau kurang penghuninnya (Adang Mar-yuni, 1977 dalam Sjaf, 2006). Berdasarkan sumber yang terpercaya bahwa pada hake-katnya transmigrasi direkrut diantara pe-tani tanpa lahan, penyewa lahan kecil, bu-ruh tani, dan bubu-ruh harian lainnya (Le-vang, 2003). Tujuan resmi program trans-migrasi ini adalah untuk mengurangi ke-miskinan dan kepadatan penduduk, mem-berikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya yang tersedia.

Pemerintah Sulawesi Tenggara me-realisasikan program transmigrasi pada Tahun 2010. Salah satu wilayah program transmigrasi di wilayah Sulawesi Teng-gara adalah Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo, Kabupaten Konawe Se-latan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Potensi

sumber daya alam dan ketersediaan lahan untuk kegiatan pertanian menjadi dasar rasi-onalitas adanya program transmigrasi di wilayah Sulawesi Tenggara.

Program transmigrasi di Unit Pe-mukiman Transmigrasi (UPT) Arongo me-miliki konsekuensi sosial penting. Peru-bahan sosial tidak bisa dihindari dari reka-yasa sosial yang dengan sengaja menem-patkan penduduk pendatang yakni trans-migran dari Pulau Jawa dengan penduduk lokal etnis Tolaki yang didatangkan dari wilayah pedesaan lainnya di sekitar UPT Arongo atau disebut sebagai transmigran lokal. Tujuan dari rekayasa sosial ini tidak lepas dari upaya pemerintah untuk mencip-takan akulturasi dan sekaligus transfer pe-ngetahuan antara pendatang transmigrasi de-ngan penduduk lokal etnis Tolaki, serta pe-ningkatan etos kerja dari penduduk lokal etnis Tolaki.

Transfer pengetahuan seperti yang diharapkan oleh penggagas program trans-migrasi terjadi, namun memiliki konsekuen-si sokonsekuen-sial lainnya, yakni kemunculan ketim-pangan sosial antara petani transmigran Ja-wa yang tetap bertahan di Arongo, dengan petani lokal etnis Tolaki. Masyarakat trans-migran etnis Jawa mengalami peningkatan skala usaha pertanian. Peningkatan ini dici-rikan dengan akumulasi lahan pertanian, pe-ningkatan kekayaan, yang pada akhirnya meningkatkan status sosial petani transmig-ran etnis Jawa, dari petani miskin ( tunakis-ma) menjadi petani yang kaya. Sebaliknya transmigran lokal yang dahulu memiliki lua-san lahan yang besar untuk kegiatan per-tanian mengalami penciutan, hal ini ditandai dengan penciutan skala usaha pertanian dan pengurangan skala usaha pertanian yang dimiliki. Sjaf menemukan bahwa program

(7)

-Sukmawati Abdullah, Nur Isiyana Wianti & Hajat Ahmad Nur- Mobilitas Sosial Di Unit Pemukiman Transmigrasi (Upt) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa Dan Petanilokal Etnis Tolaki)

793

transmigrasi mempunyai implikasi terhadap dua hal, pertama, transmigrasi berhasil memberikan akses lahan sebagai faktor produksi (alat produksi) utama yang di-butuhkan oleh komunitas transmigran yang sebagian besar sebagai petani gurem atau tunakisma di daerah asal, dan kedua, meng-geser sekaligus menyingkirkan sistem pro-duksi lokal yakni behuma yang ekstensif dan menggantikannya dengan sistem pro-duksi sawah pasang surut yang intensif. Selanjutnya menurut Sjaf, berkaitan dengan implikasi terakhir, menyebabkan terjadinya jurang metabolik (metabolic gap) yang mendorong penetrasi kapitalisme di daerah tujuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan menganalisa “gambaran mobilitas sosial yang terjadi pada rumah tangga transmigran Jawa dan rumah tangga petani lokal di UPT Arongo”.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini merupakan studi me-ngenai gejala mobilitas sosial masyarakat lokal etnis Tolaki dan transmigran etnis Jawa. Penelitian ini berangkat dari fakta bahwa realisasi program transmigrasi di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT.) Arongo, mengakibatkan munculnya upaya-upaya transmigran pada daerah tujuan yang pada kenyataannya menunjukan terjadinya peningkatan akumulasi aset yang dimiliki komunitas transmigran etnis Jawa, yang pa-da awalnya komunitas transmigran etnis Ja-wa memiliki aset yang terbatas bahkan tidak memiliki lahan (tuna kisma) mampu mengalami peningkatan akumulasi aset yang kemudian mendorong mobilitas sosial naik pada beberapa petani Jawa.

Untuk memahami proses mobilitas sosial naik bagi tansmigran Jawa dan kon-tradiksi bagi petani lokal etnis Tolaki yang mengalami mobilitas sosial turun. Pene-litian ini menggunakan teorisasi Marx me-ngenai formasi sosial. Teori formasi sosial

dijadikan sebagai basis dasar untuk mema-hami lebih mendalam mengenai proses mo-bilitas sosial dengan membandingkan for-masi sosial petani Jawa di daerah asal, dan formasi sosial petani jaawa setelah hidup di wilayah transmigrasi dalam perioe waktu tertentu. Berikut ilustrasi dari kerangka pe-mikiran (Gambar 1).

Keterangan: : Perubahan Akumulasi Aset Periode waktu : PeriodeWaktu : Mobilitas Sosial Vertikal Naik ( social

climbing mobility)

: Mobilitas Sosial Vertikal Turun (social sinking mobility)

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pa-da bulan November 2013 sampai Juli 2014 di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan. Pemilihan lokasi peneli-tian dilakukan secara purposive yang dida-sarkan dengan pertimbangan : (1) Unit Pe-mukiman Transmigrasi (UPT) Arongo me-rupakan salah satu daerah penempatan transmigran di Sulawesi Tenggara yang me-mungkinkan terjadinya banyak perubahan-perubahan sosial karena adanya adaptasi sosial terhadap lingkungan baru ; (2) Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo terdiri dari beberapa kelompok etnik de-ngan latar belakang budaya yang berbeda (khususnya etnis Jawa dan Tolaki) yang di-yakini memiliki dinamika sosial dalam upa-ya peningkatan mobilitas sosial.

(8)

Etnoreflika, Vol. 4, No. 1, Februari 2015: 791-803

794

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasar-kan pada asas subyek yang menguasai per-masalahan, memiliki data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Key Informan yang bertindak sebagai sum-ber informasi dalam penelitian ini sum- berjum-lah 6 orang yaitu tokoh masyarakat etnis Jawa atas nama Agus dan Masyarakat lokal etnis Tolaki atas nama Agus L. yang juga berperan sebagai Korades di UPT. Arongo serta kepala keluarga petani etnis Jawa yang mengalami mobilitas sosial naik atas nama Edi dan Jumari dan petani etnis To-laki yang mengalami mobilitas sosial turun atas nama Induga dan Said.

Data yang dikumpulkan dalam pe-nelitian ini terdiri atas dua jenis. Antara lain: (1) data primer, yakni data yang dipe-roleh melalui kegiatan wawancara secara mendalam (indepth interwiew) dengan me-nggunakan panduan pertanyaan; (2) data sekunder, yaitu pengumpulan data melalui keperpustakaan, Badan Pusat Statistik (BPS), penelitian terdahulu dan bahan lain-nya yang valid dengan objek penelitian; (3) observasi berperan serta yaitu teknik pe-ngumpulan data dengan melakukan peng-amatan langsung ke objek penelitian yaitu mengenai mobilitas sosial di Unit Pemu-kiman Transmigrasi Arongo, untuk melihat, mewancarai, mencatat secara sistimatik terhadap unsur-unsur, gejala-gejala dan tingkah laku aktual pada objek yang diteliti untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini digunakan metode analisis da-ta kualida-tatif. Analisa dilakukan dengan me-lakukan reduksi data. Reduksi dalam peng-umpulan data meliputi kegiatan: (1) me-ringkas data; (2) mengkode; (3) menelusur tema; (4) membuat gugus-gugus; (5) mem-buat partisi; (6) memmem-buat memo (Milles, MB. & AM. Huberman, 1992). Kegiatan ini berlangsung semenjak pengumpulan data sampai dengan penyusunan laporan. Re-duksi data merupakan bentuk analisa yang

menajamkan, menggolongkan, mengarah-kan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemi-kian rupa sehigga dapat memberikan kesim-pulan akhir (Sitorus,1998 dalam Wianti, 2011).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sejarah Kedatangan Transmigran di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT.) Arongo

Tujuan awal kedatangan Transmig-ran di Unit Pemukiman TTransmig-ransmigrasi (UPT) Arongo secara umum merupakanupaya pembangunan daerah secara komprehensif. Secara khusus transmigrasi bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan pen-duduk, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi kebu-tuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya yang tersedia. Pada pembahasan ini, kesejarahan komunitas transmigran di UPT. Arongo ditinjau dari transformasi masya-rakat transmigran etnis Jawa dan petani lokal etnis Tolakiberdasarkan dimensi waktu perubahan tersebut berupa perubahan yang terjadi pada pada ruang struktural (organisasi produksi dan kelas sosial).

Sebelum kehadiran komunitas trans-migran di Arongo (Tahun 2010), sudah ter-dapat komunitas lokal yang sejak lama me-netap di Arongo. Komunitas lokal yang di-maksud adalah penduduk yang juga mata pencaharian sebagai petani dan ber-etnis Tolaki. Menurut pengakuan Korades

UPT. Arongo (sebagai key informant) bahwa sudahterdapat komunitas lokal etnis Tolaki yang menetap di Arongo (lokasi transmigrasi) namun masih relatif kecil. Jumlah masyarakat yang menetap di Aro-ngo kemudian bertambahsetelah realisasi transmigrasi di Arongo, karena sejatinya program transmigrasi dengan sengaja mendatangkan komunitas transmigran un-tuk menempatidaerah tujuan yakni Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT.) Arongo.

(9)

Sukmawati Abdullah, Nur Isiyana Wianti & Hajat Ahmad Nur- Mobilitas Sosial Di Unit Pemukiman Transmigrasi (Upt) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa Dan Petanilokal Etnis Tolaki)

795

Melihat kembali tujuan trasmigrasi yakni mengurangi kemiskinan dan kepa-datan penduduk, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan meme-nuhi kebutuhan tenaga kerja untuk meng-olah sumber daya yang tersedia, maka tran-smigrasi memberikan peluang kepada ma-syarakat yang memliki kepadatan penduduk di ambang normal untuk memperoleh kehi-dupan yang lebih layak. Hasil penelitian menegaskan bahwa, transmigran adalah pe-tani miskin, tidak mempunyai lahan (tuna kisma) dan mau meningkatkan taraf hidup-nya melalui transmigrasi.Untuk memberi-kan kesempatan kepada petani kecil terse-but maka transmigrasi bagi pemerintah merupakan solusi terbaik untuk mencipta-kan kesejahteraan dan sekaligus menjadi media pemerataan.

Lahan yang digunakan oleh peme-rintah dalam merealisasikan transmigrasi di UPT. Arongo adalah lahan adat dan oleh pemerintah saat itu dianggap sebagai tanah milik negara. Penggunaan lahan adat dalam realisasi transmigrasi tersebut tentunya me-lalui musyawarah-mufakat antara pihak pe-merintah dengan masyarakat di Arongo. Berbagai komponen dan elemen masyara-kat dilibatkan dalam mencapai kesepamasyara-katan demi terwujudnya transmigrasi tersebut.

Kesepakatan antara berbagai kom-ponen masyarakat di Arongo dengan peme-rintah kemudian menjadi salah satu kunci penting dalam terlaksananya transmigrasi di Arongo. Tahun 2010 adalah tahun di-mulainya transmigrasi. Realisasi dari prog-ram transmigrasi tersebut dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pertama pada Tahun 2010, sebanyak 100 KK yang menghuni perumahan transmigrasi dari blok A sampai dengan blok E, dimana 50 KK diantaranya merupakan transmigran dan 50 KK yang lain adalah masyarakat lokal etnis Tolaki yang mereupakan transmigran lokal. Tahap kedua pada Tahun 2011, sebanyak 300 KK ditempatkan di Arongo dan menempati blok

E sampai dengan blok J, Dimana 150 KK diantaranya merupakan transmigran asal Jawa, Bali, Sunda, dan 150 KK yang lain merupakan masyarakat lokal. Penempatan transmigrasi pada tahap ketiga yaitu pada Tahun 2012, dimana sebanyak 100 KK menempati lokasi transmigrasi yang mana 50 KK merupakan transmigran dan 50 KK yang lain adalah masyarakat lokal. Pada penempatan tahap ketiga transmigran di-tempatkan di blok E sampai blok J. Uraian mengenai tahapan penempatan dan kom-posisi transmigran dan petani lokal etnis Tolaki disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Komposisi Transmigran dan Masyara-kat Lokal Berdasarkan Tahun Penem-patan

Sumber: Laporan Tingkat Perkembangan UPT. Arongo Tahun 2012

Melihat komposisi penduduk yang ada dilokasi penelitian, jelas bahwa kedatangan komunitas transmigran menga-kibatkan terjadinya perubahan komposisi penduduk. Realisasi transmigrasi di UPT. Arongo melibatkan pula masyarakat lokal guna menciptakan percepatan adaptasi so-sial transmigran terhadap lingkungan trans-migrasi. Kolaborasi transmigran dan ma-syarakat lokal juga merupakan upaya pe-merintah dalam menciptakan difusi inovasi pada transmigran dan masyarakat lokal. Difusi inovasi diharapkan menciptakan per-cepatan pembangunan daerah dan juga percepatan pembangunan pertanian. Masya-rakat lokal yang ditempatkan pada lokasi transmigrasi merupakan program pemerin-tah yang disebut dengan Alokasi Penempa-tan Penduduk Daerah Transmigrasi (APP-DT). Alokasi masyarakat lokal di UPT.

Daerah Asal

Penempatan Tahun Jumlah

KK

Jawa Barat 28 November 2011 50 KK Jawa Tengah 19 Desember 2012 25 KK Jawa Timur 13 November 2011 75 KK

Bali 28 Oktober 2010 dan 30 November 2011 75 KK DI Yogyakarta 28 November 2011 25 KK TPS (APPDT) 10 Oktober 2010, September 2011 dan September 2012 250 KK

(10)

Etnoreflika, Vol. 4, No. 1, Februari 2015: 791-803

796

Arongo berdasarkan desa adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Penempatan Transmigran Lokal Berdasarkan Desa Penempatan Transmigran Berdasarkan Desa Jumlah KK Desa Laikandonga 55 KK Desa Arongo 50 KK Kecamatan Landono 145 KK Total 250 KK

Sumber : Wawancara dengan Korades UPT. Arongo

Alokasi Penempatan Penduduk Da-erah Transmigrasi (APPDT) menempatkan penduduk Desa Laikandongan sebanyak 55 kepala keluarga dan penduduk Desa Aro-ngo sebanyak 50 kepala keluarga dan juga penduduk di Kecamatan Landono sebanyak 145 kepala keluarga. Pada penelitian ini hanya akan mengamati penduduk lokal yang menempati wilayah Arongo yakni sebanyak 50 kepala keluarga dengan meng-gali informasi melalui key informant yang juga merupakan masyarakat lokal di wila-yah transmigrasi yakni di Desa Arongo.

Regulasi yang telah ditetapkan oleh pihak pemerintah transmigrasi dan juga pihak masyarakat kemudian menjadi awal dari ekspansi komunitas transmigran khus-usnya etnis Jawa dan juga masyarakat lokal dalam mengelola aset yang dimiliki di pemukiman transmigrasi Arongo. Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa tahun 2010 merupakan awal dari penempatan transmigran yang juga merupakan awal dari upaya peningkatan mobilitas sosial komu-nitas transmigran khususnya etnis Jawa dan juga masyarakat lokal.

Tujuan transmigran untuk bertahan hidup (survival), namun disisi yang lain juga ingin mendapatkan hidup yang lebih baik (akumulation strategic), tujuan pasti yang menjadi harapan transmigran Jawa di tempat tujuan ttransmigran tidak bisa di wujudkan tanpa disertai dengan kemam-puan adaptasi dan daya lenting rumah tangga petani menghadapi kondisi lingku-ngan yang sangat jauh berbeda delingku-ngan wi-layah asal.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa banyak transmigran kembali ke daerah asal karena tidak mampu beradaptasi di wilayah transmigrasi. Motif atau alasan kedatangan transmigrasi ke daerah tujuan juga merupakan salah satu faktor penentu bertahan atau tidaknya rumah tangga di UPT. Arongo. Beberapa kasus kedatangan-nya transmigrasi hakedatangan-nya demi mendapatkan asset atau modal, maka bisa dipastikan transmigran akan menjual kembali asetnya berupa lahan pembagian kemudian kembali lagi di daerah asal untuk mengikuti trans-migrasi pada daerah yang lain. Kemudian diperparah lagi dengan adanya permasalah-an kondisi ypermasalah-ang tersedia dengpermasalah-an kemampu-an ykemampu-ang dibawa oleh komunitas trkemampu-ansmig- transmig-ran dari daerah asal. Keberadaan lahan kering di UPT. Arongo bagi sebagian ko-munitas transmigran dianggap sebagai salah satu masalah. Jika lahan kritis sulit untuk diolah menjadi lahan pertanian dengan produktifitas yang tinggi dan persoalan ini tidak disertai dengan kemampuan beradap-tasi yang tinggi maka akan mengakibatkan ketidakmampuan komunitas transmigran untuk bertahan hidup (survival) di UPT. Arongo.

E. MOBILITAS SOSIAL TRANSMIG-RAN ETNIS JAWA DAN ETNIS TOLAKI

Realisasi program transmigrasi di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT.) Aro-ngo, mengakibatkan adanya upaya-upaya akumulasi aset transmigran Jawa di daerah tujuan yang mengakibatkan terjadinya pe-ningkatan status sosial. Proses perubahan jumlah aset yang dimiliki terjadi pada ma-syarakat lokal dan mama-syarakat transmigran merupakan salah satu ciri terjadinya pe-ningkatan mobilitas sosial komunitas trans-migran dan disisi yang lain merupakan ciri penurunan mobilitas sosial masyarakat lo-kal etnis Tolaki (Tarimana, 1993). Mobi-litas sosial vertikal naik etnis Jawa terjadi karena terbukanya kesempatan untuk pin-dah dari strata satu ke strata yang lain

(11)

Sukmawati Abdullah, Nur Isiyana Wianti & Hajat Ahmad Nur- Mobilitas Sosial Di Unit Pemukiman Transmigrasi (Upt) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa Dan Petanilokal Etnis Tolaki)

797

melalui keberhasilannya mengelola dankan matr mengembangkan lahan pertanian. Matriks berikut ini akan mengilustrasikan gejala mobilitas sosial, saluran mobiltas sosial, dan formasi sosial yang terjadi di UPT. Arongo.

Matriks 1. Matriks Saluran Mobilitas Sosial dan Formasi Sosial di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa dan Petani Lokal Etnis Tolaki)

Berdasarkan matriks tersebut, untuk transmigran etnis Jawa mobilitas sosial ver-tikal melalui saluran proses jual-beli, orga-nisasi keahlian, dan kelembagaan desa yak-ni koperasi, kelompok tayak-ni dan gapoktan, serta organisasi politik. Melalui saluran ter-sebutlah petani Jawa mengakumulasikan aset yakni lahan. Selaras dengan itu maka diikuti dengan peningkatan jenis dan jum-lah alat-alat produksi pertanian sehingga meningkatkan hasil usahatani. Mobilitas sosial vertikal juga digambarkan dari relasi produksi, selain kekuatan produksi yang telah dijabarkan sebelumnya. Relasi produ-ksi yang terjadi pada petani Jawa adalah berubahnya status petani tuna kisma (tidak berlahan) saat berada di wiilayah asal ke-mudian berubah menjadi petani pemilik dangan lahan yang relif luas ( 11-5 Ha).

Mardiyaningsih dalam Pau Tulak (2009) menunjukkan bahwa mereka yang memiliki keunggulan dalam pencapaian tingkat ekonomi, biasanya memiliki kelen-turan dalam menyusun strategi bertahan hidup (livelihood strategies). Hal ini menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kelenturan dalam struktur nafkah ( lively-hood structure) akan menunjukkan tingkat stabilitas ekonomi rumah tangga yang lebih

baik. Pada kenyataannya, mereka dari la-pisan ekonomi menengah ke atas akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam bernafkah. Dengan menerapkan berbagai strategi nafkah (livelihood diversity) ber-tumpu pada sumberdaya yang mereka mili-ki, rumahtangga pertanian berhasil mening-katkan derajat kesejahteraannya (Tulak, P.P. et. al (2009). Penelitian Dhakidae, Daniel. (2001), juga menunjukkan bahwa faktor kesejahteraan sosial ekonomi dan kelimpahan modal (available resources) yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga akan menentukan strategi nafkah yang dipilih ke depan.

Sementara masyarakat lokal etnis Tolaki yang mengalami gejala mobilitas sosial menurun, melalui sistem pawarisan dan adat pernkahan. Hasil penelitian me-nunjukan (beberapa kasus) orang-orang To-laki di UPT. Arongo dengan mudah mele-paskan lahan pertanian yang dimilikinya untuk membiayai ceremony pernikahan yang biayaanya relatif besar. Sistem pewa-risan juga memudahkan lahan terfragmen-tasi dan memudahkan untuk pelapasan la-han kepada pihak lain diluar keluarga. Me-nurut Tarimana (1993), bahwa pada dasar-nya sistem kepemilikan lahan orang-orang Tolaki zaman dahulu adalah lahan adat yang dimiliki secara komunal. Namun pada perjalanan waktu, khususnya ketika kegi-atan pemerintah khsusnya transmigrasi mendorong lahan milik adat menjadi lahan milik pribadi. Hasil penelitian menunjukan melalui kepemilikan pribadi, memudahkan orang-orang Tolaki kehilangan lahan. Pada akhirnya tanah yang dimiliki semakin ber-kurang atau semakin sempit dan terjadinya penuruna volume hasil kegiatan usahatani. Relasi produksi yang terjadi pada orang-orang Tolaki adalah, awalnya tanah dimiliki bersama, melalui transmigrasi menjadi pe-tani pemilik sacara individu.

Hasil penelitian juga menemukan bahwa, etos bekerja petani Jawa juga

men-Mobilitas Sosial Saluran Mobilitas Sosial Vertikal

Formasi Sosial

Force Of Production

(Kekuatan Produksi)

Relations Of Productions

(Relasi Produksi) Transmigran Etnis Jawa Proses jual beli

Organisasi Keahlian dan Kelembagaan Desa (Koperasi, Kelompok Tani, Gapoktan)

Organisai Politik

Tanah Yang semakin Meluas

Penguasaan Kepemilikan Alat-alat Produksi Pertanian

Peningkatan Volume Kegiatan Usahatani

Manjadi Petani Pemilik

Dari petani tunakisma (tidak berlahan) menjadi petani pemilik dengan lahan yang relatif lebih luas Mobilitas sosial transmigran

etnis Jawa Cenderung Naik Masyarakat Lokal Etnis

Tolaki

Sistem pewarisan (kepemilikan pribadi)

Adat pernikahan

Tanah Yang semakin berkurang/ semakin sempit

Penciutan/penurunan volume Kegiatan usahatani

Bertahan menjaadi petani pemilik sebelum proses transmigrasi Mobilitas sosial masyarakat

lokal etnis Tolaki cenderung turun

(12)

Etnoreflika, Vol. 4, No. 1, Februari 2015: 791-803

798

dorong terjadinya mobilitas sosial. Etos ter-sebut terbangun dari kesulitan hidup yang dialami di daerah asal. Sehingga etos ter-sebutlah yang pada akhirnya mendorong terjadinya mobilitas sosial.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa, strategi nafkah sangat terkait de-ngan karakter dan setting sosio-eco-budaya yang membentuk etika-moral para trans-migran. Transmigran dengan setting ekolo-gi penuh tantangan, biasanya menghasilkan orang-orang yang tangguh dalam mengha-dapi tantangan. Sementara mereka yang bi-asa dimanjakan oleh kelimpahan sumber-daya alam, cenderung kurang termotivasi untuk bertahan. Hal ini sebagaimana terli-hat pada penelitian tentang rumahtanga pe-desaan yang menghadapi kerasnya kehidu-pan desa danterpaksa bermigrasi ke kota untuk mencari nafkah di tengah persaingan yang kerasperkotaan (Suwartika dalam Pau Tulak, 2009).

Mobilitas sosial naik yang dialami oleh petani Jawa ditegaskan dengan adanya akumulasi asset yang dimiliki. Pada awal-nya komunitas transmigran memiliki aset yang terbatas jika dibandingkan dengan petani lokal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa petani transmigran etnis Jawa mengalamipeningkatan akumulasi as-set yang akan mendorong mobilitas social-nya menjadi naik. Akumulasi aset tersebut bagi petani transmigran merupakansalah satu fakta bahwa telah terjadi mobilitas so-sial yang kemudian juga dijadikan sebagai alat untuk membentuk upaya peningkatan mobilitas sosial secara berkelanjutan, seba-liknya ketidak mampuan dan kemandirian petani lokal dalam mengelolah factor pro-duksi yang mereka miliki membuat petani lokal lebih memilih untuk menjual asset yang mereka miliki kepada transmigran et-nis Jawa. Masyarakat lokal menjadikan tra-nsmigrasi sebagai proses dan media untuk peningkatan nilai ekonomi tanah yang dimi-liki. Malalui program transmigrasi, tanah masyarakat lokal yang awalnya merupakan

lahan tidur, jauh dari akses jalan kemudian disulap oleh pemerintah menjadi daerah pemukiman baru yang secara admiinistratif merupakan daerah yang cukup strategis se-hingga dapat berkembang dengan sangat pesat. Setelah nilai ekonomi aset meraka

(masyarakat lokal) meningkat maka di jual-lah tanah tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Fenomena tersebut tanpa disadari mengakibatkan penciutan asset yang dimili-ki oleh masyarakat lokal etnis Toladimili-ki.

Fenomena yang terjadi di UPT. Arongo merupakan bentuk kontruksi sosial yang diakibatkan oleh kedatangan trans-migran di lokasi transmigrasi. Pada pemba-hasan sebelumnya dijelaskan bahwa kecen-derungan peningkatan mobilitas sosial ter-jadi pada transmigran etnis Jawa. Interkasi atau hubungan yang terjadi pada masyara-kat lokal dan transmigran tersebut meng-akibatkan terjadinya perubahan sosial di UPT. Arongo. Perubahan tersebut berupa perubahan pola produksi, perubahan kepe-milikan lahan dan perubahan interaksi so-sial yang muncul akibat kecenderungan ter-jadinya hubungan produksi atara kedua kelompok masyarakat tersebut. Hubungan produksi yang terjadi di lokasi transmigrasi tersebut mengakibatkan terjadinya perbe-daan dalam akses dan kepemilikan sumber-daya yang tersedia. Selanjutnya perbedaan akses terhadap sumberdaya tersebut akan mengakibatkan kecenderungan terbentuk-nya kelas-kelas pada sistem sosial masyara-kat.

Realitas tersebut terjadi karena ada-nya relasi atau hubungan produksi antara komunitas transmigran etnis Jawa dan ma-syarakat lokal etnis Tolaki pada daerah tujuan. Hubungan produksi tersebut misaln-ya, komunitas transmigran etnis Jawa ber-usaha memiliki dan membeli aset seperti (tanah/lahan dan sarana produksi) dari transmigran etnis Tolaki, ataupun sebalik-nya. Kemampuan transmigran dalam me-ningkatkan status sosialnya mengakibatkan

(13)

Sukmawati Abdullah, Nur Isiyana Wianti & Hajat Ahmad Nur- Mobilitas Sosial Di Unit Pemukiman Transmigrasi (Upt) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa Dan Petanilokal Etnis Tolaki)

799

terjadinya penurunan mobilitas sosial pada kelas yang lain.

Peningkatan akumulasi aset yang di-miliki oleh transmigran etnis Jawa meru-pakan salah satu ciri terjadinya mobilitas sosial naik secara vertikal, begitupun de-ngan penciutan aset pada masyarakat lokal merupakan ciri telah terjadinya mobilitas sosial vertikal turun. Fenomena yang terjadi di UPT. Arongo tersebut merupaka ciri terjadinya penguasaan faktor-faktor produk-si. Oleh transmigran etnis Jawa sehingga memungkinkan terjadinya hubungan pro-duksi antara pemilik faktor-faktor propro-duksi tersebut dengan orang-orang yang tidak memiliki kekuatan produksi. Fenomena ini-lah yang membentuk hubungan produksi

(relations of productions), dimana masya-rakat yang tidak memiliki kekuatan produksi akan dijadikan pekerja oleh masyarakat yang memiliki kekuatan pro-duksi (force or production) dalam sistem produksi pertanian di UPT. Arongo.

Sistem sosial pada daerah transmgrasi khususnya di UPT. Arongo memberikan ruang kepada tiap-tiap kelas sosial untuk meningkatkan mobilitas sosialnya. Sistem sosial yang ada di UPT. Arongo merupakan sistem sosial terbuka, yakni setiap kelas sosial memiliki peluang untuk meningkat-kan mobilitas sosialnya. Berbeda dengan daerah dengan sistem sosial yang tertutup, strata sosial dalam sistem sosial terbuka sa-ngatlah terlihat jelas. Sistem sosial ini dapat dijumpai pada wilayah yang menganut sis-tem kasta atau kerajaan. Peluang untuk me-ningkatkan mobilitas sosial masyarakat ter-sebut kemudian tidak hanya bersifat kon-tekstual tetapi benar terjadi di wilayah transmigrasi yakni di UPT. Arongo.

Fenomena sosial dilokasi transmigrasi tersebut jika terjadi dalam periode yang panjang akan mengakibatkan kecederungan ketidaksetaraan dalam akses sumberdaya. Secara teoritis transmigran memiliki kemu-ngkinan menguasai sumberdaya yang ada

karena mereka berupaya memperoleh tuju-an tersebut secara bersama-sama. Ketidak setaraan dalam akses sumberdaya ini akan menimbulkan kelompok (group) yang memposisikan dirinya sebagai ordinat (do-minasi) disuatu sisi, dan subordinat (terma-jinalkan) pada sisi yang lainnya (Magnis-Suseno, Frans, 2005).

Kecenderungan terbentuknya kelas sosial di UPT. Arongo dapat dilihat dalam upaya transmigran etnis Jawa untuk me-ningkatkan mobilitas sosial. Pencapaian tu-juan peningkatan mobilitas sosial tersebut dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok yang ternyata dilatarbelakangi oleh kesamaan etnis. Kebaradaan kelompok tani yang anggotanya terdiri oleh berbagai etnis (Jawa, Bali dan Tolaki) tidaklah ber-jalan sesuai dengan struktur keanggotaan kelompok tersebut. Transmigran etnis Jawa lebih memilih untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang lain untuk mencapai tujuan peningkatan mobilitas sosialnya. Demikian pula yang dilakukan oleh ma-syarakat lokal etnis Tolaki, terdapat kecen-derungan untuk bergerak sesuain dengan latar belakang etnis masing-masing. Re-alitas ini merupakan ciri bahwa kelas-kelas sosial telah terbentuk di lokasi transmigrasi. Ciri lain yang menunjukan kecen-derungan terbentuknya kelas-kelas sosial dalam sistemsosial masyarakat UPT. Aro-ngo dapat dilihat dari proses peningkatan mobilitas social dibangun dengan memben-tuk paguyuban Transmigran Jawa Tengah. Melalui perhimpunan tersebut transmigran etnis Jawa secara bersama-sama saling bahu-membahu dalam melakukan aktifitas-nya di lokasi transmigrasi seperti pember-sihan lahan, gali sumur, penanaman dan berbagai aktifitas lainnya.

Pergerakan masyarakat yang demiki-an merupakdemiki-an kecenderungdemiki-an upaya peni-ngkatan mobilitas sosial melalui kelom-pok-kelompok tertentu. Fenomena ini me-rupakan salah satu ciri bahwa transmigran

(14)

Etnoreflika, Vol. 4, No. 1, Februari 2015: 791-803

800

melaukan upaya mobilitas sosial yang akan mengakibatkan kecenderungan terbentuk-nya kelas-kelas sosial di dalam system sosi-al masyarakat.

Formasi sosial yang terbentuk di lokasi transmigrasi tidak hanya dilatarbela-kangi oleh kesamaan etnis, idiologi ataupun ikatan emosional. Namun kelas sosial yang terbentuk juga diakibatkan dengan domi-nasi etnis Jawa dalam menguasai moda pro-duksi yang ada di lokasi transmigrasi. Berdasarkan latarbelakang itulah kelas so-sial terbentuk dan tentunya mempngaruhi laju mobilitas sosial di UPT. Arongo.

Peningkatan akumulasi aset yang di-miliki oleh transmigran etnis Jawa meru-pakan salah satu ciri terjadinya mobilitas sosial naik secara vertkal (Social Climbing), begitupun dengan penciutan aset pada ma-syarakat lokal merupakan ciri telah terja-dinya mobilitas sosial vertikal turun (Social Sinking). Fenomena yang terjadi di UPT. Arongo tersebut merupaka ciri terjadinya penguasaan faktor-faktor produksi oleh transmigran etnis Jawa sehingga memung-kinkan terjadinya hubungan produksi antara pemilik faktor-faktor produksi tersebut dengan orang-orang yang tidak memiliki kekuatan produksi. Fenomena inilah yang membentuk hubungan produksi (relations of productions), dimana masyarakat yang tidak memiliki kekuatan produksi akan di-jadikan pekerja oleh masyarakat yang me-miliki kekuatan produksi (force of pro-duction) dalam sistem produksi pertanian di UPT. Arongo. Informan peneliti mengakui bahwa sistem sosial seperti ini belum di-terapkan olehnya, namun sistem buruh/-pekerja memungkinkan akan terjadi seiring dengan perkembangan kegiatan usahatani yang dilakukan oleh transmigran etnis Jawa.

Gambar 2. Pembentukan Formasi Sosial di UPT. Arongo

Peningkatan mobilitas sosial trans-migran etnis Jawa dan penurunan mobilitas sosial masyarakat lokal merupakan kon-sekuensi dari adanya hubungan sosial antar kelas-kelas sosial di lokasi transmigrasi. In-terakasi sosial yang terjadi di UPT. Arongo jika diamati dalam ruang struktural merupa-kan interaksi yang sifatnya kompetitif. Tiap-tiap etnis di UPT. Arongo seperti Jawa dan Tolaki berkompetisi untuk mening-katkan mobilitas sosialnya. Upaya menca-pai tujuan peningkatan mobilitas sosial ter-sebut dilakukan dengan membentuk kelom-pok-kelompok yang ternyata dilatarbelaka-ngi oleh kesamaan etnis. Keberadaan ke-lompok tani yang anggotanya terdiri oleh berbagai etnis (Jawa, Bali dan Tolaki) tidaklah berjalan sesuai dengan struktur ke-anggotaan kelompok tersebut. Transmigran etnis Jawa lebih memilih untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang lain untuk mencapai tujuan peningkatan mobilitas so-sialnya. Demikian pula yang dilakukan oleh masyarakat lokal etnis Tolaki, terdapat ke-cenderungan untuk bergerak sesuain de-ngan latar belakang etnis masing-masing. Realitas ini merupakan ciri bahwa formasi sosial telah terbentuk di lokasi transmigrasi. Formasi sosial yang terbentuk di UPT. Arongo selain dilatarbelakangi oleh kepentingan etnis, ideologi dan ikatan emosional individu-individu dalam kelom-pok. Melalui kelas sosial tersebut mobilitas sosial transmigran etnis Jawa meningkat, dan sebaliknya mobilitas sosial masyarakat lokal menjadi turun. Peningkatan akumulasi asset yang dimiliki oleh transmigran

(15)

meru-Sukmawati Abdullah, Nur Isiyana Wianti & Hajat Ahmad Nur- Mobilitas Sosial Di Unit Pemukiman Transmigrasi (Upt) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa Dan Petanilokal Etnis Tolaki)

801

pakan ciri kecenderungan mobilitas sosial naik transmigran etnis Jawa (social clim-bing). Begitupun penciutan akumulasi as-set yang terjadi pada masyarakat lokal merupakan ciri terjadinya mobilitas sosial turun pada masyarakat lokal etnis Tolaki.

Secara teoritis penurunan mobilitas sosial dapat menimbulkan kecemasan ter-hadap kelas sosial tertentu yang mengala-minya. Kecemasan ini mungkin saja terjadi pada masyarakat lokal etnis Tolaki jika me-reka menyadari mobilitasnya turun. Jika melihat kondisi di UPT. Arongo, terlihat bahwa adanya kecenderungan penurunan mobilitas sosial masyarakat lokal etnis Tolaki. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin menciutnya akumulasi asset yang dimiliki. Penciutan asset yang terjadi pada masyarakat lokal etnis Tolaki jika terjadi secara terus-menerus akan mengakibatkan kecemasan. Dampak lain juga dapat terjadi jika laju mobilitas sosial transmigran terjadi secara cepat yakni akan berkurangnya soli-daritas antar kelompok.

Dalam periode waktu yang semakin panjang, masyakat lokal akan semakin ter-marjinalkan secara ekonomi sehingga se-makin peduli dengan kepentingan kolektif mereka untuk tidak membiarkan lokasi transmigrasi “dikuasai” oleh pihak trans-migran (Teori Marx). Akibatnya adalah rusaknya relasi (hubungan) antara kedua kelompok tersebut. Dalam kondisi seperti ini terdapat kecenderungan masyarakat lokal untuk membangun kesatuan ideologi untuk mempertanyakan sistem yang ber-langsung dan tentu saja memungkinkan ter-jadinya konflik.

Kecendererungan terjadinya konflik antara masyarakat lokal dan transmigran memang benar adanya. Fenomena konflik tersebut ditandai dengan adanya sebagian kecil transmigran etnis Jawa yang lahannya dikomplain oleh masyarakat lokal. Menurut informan kejadian tersebut sempat mema-nas, karena masyarakat lokal membawa

senjata tajam (parang) dalam proses kom-plain tersebut.

Masyarakat Jawa lebih memilih un-tuk bersabar dalam mengahadapi masalah tersebut. Menurut informan kami di sini (transmigran etnis Jawa) hanyalah masyara-kat pendatang, sehingga perdamaian meru-pakan hal yang lebih penting di banding berupaya mempertahankan lahan yang di-komplain oleh masyarakat lokal di lokasi.

Seiring dengan peningkatan mobilitas sosial transmigran etnis Jawa dan penu-runan mobiltas sosial masyarakat lokal etnis tolaki secara berkala akan mengakibatkan kesenjangan sosial atau jurang metabolik

(metabolic gap). Fenomena tersebut seakan menjadi sebuah keadaan yang tak terhin-darkan di UPT. Arongo. Realitas tersebut dapat terlihat dengan adanya sebagian kecil masyarakat lokal etnis Tolaki dan transmig-ran etnis Jawa yang saling mengklaim ke-pemilikan tanah di lokasi transmigrasi. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa terdapat kecenderungan terjadinya konflik antara transmigran etnis Jawa dan masya-rakat lokal etnis Tolaki.

Gejala yang terjadi di UPT. Arongo akibat mobilitas sosial naik petani Jawa dan sebaiknya mobilitas sosial turun oleh orang-orang Tolaki, serupa dan menguatkan te-muan Pau Tulak (2009) di Kabupaten Monokwari Papua, rumah tangga petani et-nis Jawa memiliki tingkat pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ru-mah tangga petani etnis Papua, karena per-bedaan cara pandang dalam merespon tan-tangan ekonomi diwilayah tersebut. Dalam hal ini kehadiran sektor non-farm membe-rikan pengaruh kuat terjadinya transformasi sosial-ekonomi di kawasan studi. Selain mendorong kebutuhan perekonomian, mberikan kontribusi pada kapasitas me-nabung, sektor non-farm juga menyebabkan dampak kurang diharapkan berupa dispa-ritas derajat kesejahteraan ekonomi yang sangat mencolok. Jika fenomena di UPT.

(16)

Etnoreflika, Vol. 4, No. 1, Februari 2015: 791-803

802

Arongo,dan wilayah-wilayah ransmigran lain tidak disrespon secara bijak oleh pe-merintah maka konflik sosial dengan skala yang masif akan terjadi di wilayah trans-migrasi.

F. PENUTUP 1. Kesimpulan

Mobilitas sosial vertikal naik petani transmigran etnis Jawa melalui saluran pro-ses jual-beli, organisasi keahlian, dan kelembagaan desa yakni koperasi, kelom-pok tani dan gakelom-poktan, serta organisasi poli-tik. Melalui saluran tersebutlah petani Jawa mengakumulasikan aseet yakni lahan. Sela-ras dengan itu maka diikuti dengan pening-katan jenis dan jumlah alat-alat produksi pertanian sehingga meningkatkan hasil usa-ha tani. Mobilitas sosial vertikal juga di-gambarkan dari relasi produksi (relations of productions), selain kekuatan produksi yang telah dijabarkan sebelumnya. Relasi produksi yang terjadi pada petani Jawa adalah berubahnya status petani tuna kisma (tidak berlahan) saat berada di wilayah asal kemudian berubah menjadi petani pemilik dangan lahan yang relatif luas (11-5 Ha). Sementara masyarakat lokal etnis Tolaki yang mengalami gejala mobilitas sosial me-nurun, melalui sistem pewarisan dan adat pernikahan. Hasil penelitian menunjukan (beberapa kasus) orang-orang Tolaki di UPT. Arongo dengan mudah melepaskan lahan pertanian yang dimilikinya untuk membiayai ceremony (upacara) pernikahan yang biayanya relatif besar. Sistem pewa-risan juga memudahkan lahan terfragmen-tasi dan memudahkan untuk pelapasan la-han kepada pihak lain diluar keluarga. Me-nurut Tarimana (1993), bahwa pada dasar-nya sistem kepemilikan lahan orang-orang Tolaki zaman dahulu adalah lahan adat yang dimiliki secara komunal. Namun pada perjalanan waktu, khususnya ketika kegi-atan pemerintah khsusnya transmigrasi mendorong lahan milik adat menjadi lahan milik pribadi. Hasil penelitian menunjukan

melalui kepemilikan pribadi, memudahkan orang-orang Tolaki kehilangan lahan. Pada akhirnya tanah yang dimiliki semakin ber-kurang atau semakin sempit dan terjadinya penurunan volume hasil kegiatan usahatani. Relasi produksi yang terjadi pada orang-orang Tolaki adalah, awalnya tanah dimiliki bersama, melalui transmigrasi menjadi pe-tani pemilik secara individu. Hasil peneli-tian juga menemukan bahwa, etos bekerja petani Jawa juga mendorong terjadinya mo-bilitas sosial. Etos tersebut terbangun dari kesulitan hidup yang dialami di daerah asal. Etos tersebutlah yang pada akhirnya men-dorong terjadinya mobilitas sosial. Mobi-litas sosial naik yang dialami oleh petani Jawa ditegaskan dengan adanya akumulasi aset yang dimiliki. Pada awalnya komunitas transmigran memiliki aset yang terbatas jika dibandingkan dengan petani lokal. Se-perti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa petani transmigran etnis Jawa meng-alami peningkatan akumulasi aset yang akan mendorong mobilitas sosialnya menja-di naik. Akumulasi aset tersebut bagi petani transmigran dijadikan sebagai alat untuk membentuk upaya peningkatan mobilitas sosial, sebaliknya ketidak mampuan dan ke-mandirian petani lokal dalam mengelolah faktor produksi yang mereka miliki mem-buat petani lokal lebih memilih untuk men-jual aset yang mereka miliki kepada trans-migran etnis Jawa.

2. Saran

Berdasarkan segala fenomena yang terjadi di Unit Pemukiman Transmigrasi Arongo, saran yang penulis sampaikan ada-lah sebagai berikut :

1. Transmigran etnis Jawa dan masyarakat lokal etnis Tolaki haruslah mengedepan-kan proses yang bijaksana dalam dalam upaya resolusi konflik yang terjadi di UPT. Arongo.

2. Pemerintah dapat terlibat langsung da-lam penyelesaikan konflik (resolusi kon-flik) yang terjadi terhadap transmigran

(17)

Sukmawati Abdullah, Nur Isiyana Wianti & Hajat Ahmad Nur- Mobilitas Sosial Di Unit Pemukiman Transmigrasi (Upt) Arongo (Studi Kasus Petani Transmigran Etnis Jawa Dan Petanilokal Etnis Tolaki)

803

etnis Jawa dan masyarakat lokal etnis Tolaki khususnya terkait dengan konflik agraria.

3. Implementasi kebijakan pemerintah da-lam pemerataan akses sumberdaya yang tersedia di lokasi transmigrasi haruslah lebih mengedapankan tercapainya tujuan transmigrasi dan peningkatkan kesejah-teraan masyarakat secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Dhakidae, Daniel. 2001. “Lifestyles and Political Behavior of The Indonesian Midle Classes”. Dalam Hsiao, Hsin-Huang Michael (editor). Exploiration of The Middle Classes in Southeast Asia.

Levang, Patrice. 2003. Ayo ke tanah Sabrang: Transmigrasi di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Grame-dia (KPG).

Magnis-Suseno, Frans. 2005. Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Milles, MB. & AM. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif, Buku Sum-ber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan dari Analyzing Quali-tative Data. A Sorce Book for New Methods. Jakarta: Universitas Indone-sia Press.

Sjaf, Sofyan. 2006. ” Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan”. Tesis Magister sains, sekolah pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Tarimana, Abdul Rauf. 1993. Kebudayaan Tolaki. Jakarta : Balai Pustaka.

Tulak, P.P. et. al .2009. “Struktur Nafkan Rumah Tangga Petani Transmigran Studi Sosio-Ekonomi di Tiga Kam-pung di Distrik Masni Kabupaten

Monokwari”. ISSN :1978-4333,Vol. 03 No, 02.

Undang-Undang Republik Indonesia, No-mor 3 tahun 1972.”Ketentuan Pokok Tranmigrasi”.

Wianti, Nur Isiyana. 2011.”Kapitalisme Lokal Suku Bajo (Studi Kasus Suku Bajo Mola dan Komunitas Suku Bajo Mantigola, Kabupaten Wakatobi Pro-vinsi Sulawesi Tenggara”. Tesis, Bo-gor: Sekolah Pasca Sarjana IPB.

(18)
(19)

Gambar

Tabel 1.  Komposisi  Transmigran  dan  Masyara-kat  Lokal Berdasarkan Tahun Penem-patan
Gambar 2. Pembentukan Formasi Sosial di UPT.  Arongo

Referensi

Dokumen terkait

Pada tikus yang diberi obat pencahar parafin cair, efek kerjanya terlihat setelah 6 jam pasca pemberian obat dimana terjadi perubahan konsistensi feses tikus

Pengembangan prototipe piranti lunak pengelola angket dapat dilakukan dengan Microsoft Excel, dan salah satu inisiasi alternatif yang dapat dilakukan adalah memodelkan

Parfum Laundry Slawi Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Keperluan

Listeria monocytogenes yang diinokulasikan sebesar 3 log CFU/g tidak dapat tumbuh selama fermentasi pada tempe normal maupun tempe dengan penambahan Lactobacillus

TRIE RETNO SOENDARIATI SMP NEGERI 46 SURABAYA D. 186 MISBAKHUN SMP NEGERI 7

Pertanggung jawaban semacam ini dikenal sebagai “Vicarious Liability” (pertanggung jawaban pengganti) sehubung dengan hal tersebut, ditegaskan dalam pasal 12

Peta tumpang susun antara peta kandungan bakteri coli dengan peta jenis sistem sanitasi limbah menunjukkan bahwa pada tengah daerah penelitian, terdapat jaringan limbah

Dari beberapa latar belakang tersebut dapat disimpulkan tahapan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah analisa kebutuhan informasi tentang kuliner, analisa