• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Hambat Bioherbisida Gulma Senduduk (Melastoma malabathricum) terhadap Pertumbuhan Kecambah Kacang Hijau (Vigna radiata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Daya Hambat Bioherbisida Gulma Senduduk (Melastoma malabathricum) terhadap Pertumbuhan Kecambah Kacang Hijau (Vigna radiata)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

24

Daya Hambat Bioherbisida Gulma Senduduk (

Melastoma malabathricum)

terhadap Pertumbuhan Kecambah Kacang Hijau (

Vigna radiata

)

Vira Irma Sari1*, Yoggi Prakusya1 1

Program Studi Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit, Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi

*

E-mail : vierairma28@yahoo.com

ABSTRAK

Limbah gulma setelah pengendalian umumnya kurang dimanfaatkan, padahal senyawa alelokimia yang terkandung pada gulma tersebut dapat digunakan sebagai bioherbisida pra tumbuh. Gulma dominan di areal budidaya salah satunya adalah Senduduk (Melastoma malabathricum), gulma golongan daun lebar ini mengandung senyawa alelokimia yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman utama. Kacang hijau dapat digunakan sebagai kecambah indikator karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan syarat tumbuh yang mudah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bioherbisida Melastoma malabathricum terhadap daya kecambah, pertumbuhan dan kondisi fisik kecambah kacang hijau. Penelitian ini dilaksanakan di areal percobaan di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, mulai bulan April sampai Mei 2020. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu : P0 (tanpa aplikasi, kontrol), P1 (aplikasi bioherbisida 10 ml), dan P2 (aplikasi bioherbisida 20 ml). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan terdiri dari 5 sampel sehingga total kecambah yang digunakan adalah 45 kecambah. Data dianalisis menggunakan ANOVA dan apabila berpengaruh nyata pada taraf 5% dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT. Hasil percobaan menunjukkan bahwa aplikasi bioherbisida Melastoma malabathricum berpengaruh nyata terhadap tinggi kecambah mulai umur 1 sampai 7 HSA (Hari Setelah Aplikasi) dan skor kondisi fisik, namun tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah. Tinggi kecambah terendah terdapat pada perlakuan bioherbisida 20 ml dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Skor kondisi fisik tertinggi terdapat pada bioherbisida 20 ml dengan nilai 2.67, hal ini berarti rata-rata kecambah mengalami kematian dan kondisi kecambah yang kerdil serta berjamur setelah aplikasi bioherbisida. Kata kunci : Bioherbisida, perkecambahan, alelokimia

ABSTRACT

Weed waste after control is generally underutilized, whereas allelochemical compounds contained in these weeds can be used as pre-growing bioherbicides. Weed dominant in the cultivation area one of which is Senduduk (Melastoma malabathricum), this broad leaf group weeds contain allelochemical compounds that can inhibit the growth of main plants. Mung beans could be used as an indicator sprout because they have fast growth and easy growing conditions. The objectives of this experiment were to to know the effect of bioherbicide application to germination, sprout height, and physical condition of mungbean. This research conducted at experiment areal at Rumbai, Pekanbaru, from April until Mei 2020. This research was arranged in non factorial random complete design with three treatmens, consist of P0 (control), P1 (Bioherbicide 10 ml), dan P2 (Bioherbicide 20 ml). Each of treatments repeated three times and five sample, so that there were 45 germination sample. The data was analysis of variance. If the analysis variance test result was significant at 5%, then it continued by DMRT test. The experimental results showed that the application of Melastoma malabathricum bioherbicides significantly affected the sprouts height from 1 to 7 DAP (Days After Application) and physical condition scores, but did not significantly affect the germination rate. The lowest germination height was found in the 20 ml bioherbicide and was significantly different from the control treatment. The highest physical condition score was found in the 20 ml bioherbicide with a value of 2.67, this means that the average sprouts experienced death and the dwarf sprouts condition and moldy after the application of bioherbicide.

(2)

25 PENDAHULUAN

Senduduk atau dengan nama latin Melastoma malabathricum adalah gulma berkayu yang umumnya ditemukan di areal budidaya tanaman pangan dan perkebunan. Gulma ini termasuk famili Melastomataceae dan sebagai salah satu tumbuhan obat di masyarakat Asia seperti Indonesia dan Malaysia (Handayani et al., 2017). Melastoma malabathricum dapat berkhasiat sebagai tumbuhan obat karena memikiki beberapa senyawa metabolit sekunder yaitu Asam heksakosanoik, Asam galat, Flavonoid, Glikosida, Fenol, Saponin dan Tanin (Joffry et al., 2012). Beberapa senyawa seperti Flavonoid, Saponin dan Tanin termasuk ke dalam golongan senyawa alelokimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida. Oleh karena itu, gulma Melastoma malabathricum berpotensi sebagai bahan alami untuk bioherbisida.

Bioherbisida menjadi alternatif pengendalian gulma yang lebih ramah lingkungan dibandingkan herbisida. Hal ini dikarenakan bahan aktif yang digunakan berasal dari bahan alami dan tidak mengganggu ekosistem mahkluk hidup lain yang berada di tanah atau air. Efektivitas bioherbisida juga telah diteliti dan dilaporkan mampu menunjukkan kualitas pengendalian yang sama baik dengan herbisida. Sari et al. (2018) menyatakan bahwa bioherbisida alang-alang 1% tidak berbeda nyata dengan Glifosat 2%, hal ini menunjukkan bioherbisida alang-alang memiliki daya kerja yang sama kuat dengan herbisida dalam menghambat pertumbuhan gulma.

Pengujian senyawa alelokimia yang terkandung dalam Melastoma malabathricum perlu dilakukan pada tanaman indikator seperti kacang hijau. Kacang hijau menjadi tanaman indikator

yang mudah didapatkan dengan persyaratan tumbuh yang sederhana. Tanaman ini menghendaki ketinggian tanah 500-700 m diatas permukaan laut, curah hujan optimal 50-200 mm/bulan, suhu 20-28ºC dengan kelembaban udara 65-75%, dan mendapatkan sinar matahari yang cukup (Idawanni, 2015). Proses imbibisi kacang hijau berlangsung cepat sehingga dalam waktu 24 jam umumnya sudah terjadi perkecambahan. Pemilihan kacang hijau sebagai tanaman indikator menjadi tepat, karena apabila bioherbisida Melastoma malabathricum memiliki daya hambat yang tinggi maka akan cepat terlihat pada perkecambahan kacang hijau.

Potensi senyawa alelokimia pada gulma Melastoma malabathricum dan daya kecambah kacang hijau yang tinggi membuat perlu dilakukannya penelitian ini untuk melihat pengaruh senyawa alelokimia tersebut. Daya kecambah kacang hijau yang rendah setelah aplikasi bioherbisida akan menunjukkan bahwa senyawa kimia mampu menghambat pertumbuhan kecambah kacang hijau, sehingga nantinya penggunaan bioherbisida ini harus tepat sasaran dan tidak mengenai tanaman utama. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh bioherbisida senduduk (Melastoma malabathricum) terhadap daya kecambah kacang hijau, dan (2) mengetahui pengaruh bioherbisida senduduk (Melastoma malabathricum) terhadap pertumbuhan (tinggi tanaman dan kondisi fisik) kecambah kacang hijau. Manfaat penelitian adalah (1) memanfaatkan limbah gulma senduduk (Melastoma malabathricum) sebagai bioherbisida, (2) menambah alternatif bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan bioherbisida, (3) menambah informasi tentang efektivitas senyawa alelokimia pada pertumbuhan kacang hijau.

(3)

26

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di areal percobaan di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, mulai bulan Maret 2020. Bahan-bahan yang digunakan adalah daun Senduduk (Melastoma malabathricum), biji kacang hijau, air, plastik, tali dan tissue. Alat-alat yang digunakan adalah wadah gelas mineral, ember, gunting, pisau, neraca timbangan, alat penghalus (blender), parang, saringan dan sendok. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu : P0 (tanpa aplikasi, kontrol), P1 (aplikasi bioherbisida 10 ml), dan P2 (aplikasi bioherbisida 20 ml). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan terdiri dari 5 sampel sehingga total kecambah yang digunakan adalah 45 kecambah. Data dianalisis menggunakan ANOVA dan apabila berpengaruh nyata pada taraf 5% dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT.

Prosedur percobaan dilakukan dengan langkah pertama yaitu pembuatan ekstrak bioherbisida dari daun Melastoma malabathricum. Daun disiapkan sebanyak 200 gram, kemudian dicacah dan dihaluskan menggunakan blender. Daun yang telah halus kemudian dimasukkan ke dalam ember, dan diberikan air sebanyak 200 gram. Ember ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 24 jam. Wadah penanaman kemudian disiapkan dengan membasahi tissue kemudian letakkan di wadah gelas mineral. Biji kacang hijau disusun di atas tissue dan siap untuk aplikasi bioherbisida. Larutan yang telah direndam selama 24 jam kemudian disaring

dan diaplikasikan menggunakan sendok sesuai dengan dosis perlakuan. Aplikasi dilakukan sekali saat penanaman kacang hijau.

Parameter pengamatan yang diamati adalah daya kacambah, tinggi tanaman dan kondisi fisik. Daya kecambah diamati satu hari setelah aplikasi bioherbisida, tinggi tanaman diamati mulai satu hari sampai tujuh hari setelah aplikasi, sedangkan kondisi fisik hanya diamati pada hari ketujuh. Pengamatan dilakukan pada semua sampel percobaan. Pengamatan kondisi fisik menggunakan skor agar mempermudah pendataan dan berdasarkan rata-rata bentuk kecambah di akhir pengamatan. Skor yang digunakan adalah sebagai berikut :

Skor 1 : Kondisi fisik kecambah tumbuh normal

Skor 2 : Kondisi fisik kecambah tumbuh kerdil dan berwarna coklat

Skor 3 : Kondisi fisik kecambah mati dan berjamur

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Kecambah

Daya kecambah kacang hijau tidak menunjukkan pengaruh yang nyata dengan pemberian aplikasi bioherbisida Melastoma malabathricum. Namun, berdasarkan pengamatan fisik terlihat bahwa daya kecambah pada perlakuan bioherbisida 20 ml lebih rendah 67% dibandingkan kontrol dan bioherbisida 10 ml. Pengaruh bioherbisida Melastoma malabathricum terhadap daya kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

27

Tabel 1. Pengaruh bioherbisida

Melastoma malabathricum

terhadap daya kecambah

kacang hijau

Perlakuan Daya kecambah (%)

Kontrol 100.00

Bioherbisida 10 ml 100.00

Bioherbisida 20 ml 33.33

Bioherbisida Melastoma malabathricum mampu melemahkan daya kecambah kacang hijau, sehingga tidak dapat tumbuh dengan optimal. Faktor utama yang mendukung perkecambahan adalah air, karena air akan mengaktifkan dan mendukung reaksi-reaksi yang terjadi dalam kecambah tersebut. Ketika air yang diberikan adalah larutan bioherbisida, maka reaksi-reaksi atau proses perkecambahan yang harusnya berlangsung lancar menjadi terhambat. Ai & Ballo (2010) menyatakan bahwa air adalah komponen penting dalam perkecambahan karena akan mengaktifkan sel-sel embrionik dalam biji, melunakkan biji, fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji dan sebagai media angkut makanan dari kotiledon ke titik-titik tumbuh.

Parameter daya kecambah sangat penting untuk mengetahui peluang tumbuh dan berkembang secara optimal dari suatu tanaman. Kolo & Anna (2016) menyatakan bahwa dya kecambah adalah potensi kemampuan benih berkecambah setelah penanganan yang optimal, sehingga dapat mencerminkan hasil kecambah yang diharapkan saat persemaian. Bioherbisida Melastoma malabathricum mampu

menurunkan daya kecambah, sehingga apabila larutan bioherbisida ini mengenai biji-biji gulma akan optimal dalam mengendalikannya secara pra tumbuh. Biji-biji gulma akan gagal berkecambah, sehingga populasi gulma pada areal tersebut dapat berkurang.

Tinggi Kecambah

Aplikasi bioherbisida Melastoma malabathricum berpengaruh nyata terhadap tinggi kecambah kacang hijau mulai umur 1 sampai 7 Hari Setelah Aplikasi (HSA). Tinggi kecambah terendah pada 7 HSA terdapat pada perlakuan bioherbisida 20 ml dan tidak berbeda nyata dengan bioherbisida 10 ml, namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Perlakuan bioherbisida 20 ml sudah menunjukkan pertumbuhan kacang hijau yang terhambat mulai umur 1 HSA. Rata-rata peningkatan pertumbuhan kacang hijau setiap hari pada perlakuan ini adalah 0.03 cm, sedangkan perlakuan bioherbisida 20 ml dan kontrol masing-masing adalah 0.36 cm dan 2.49 cm. Pengaruh bioherbisida Melastoma malabathricum terhadap tinggi kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh bioherbisida Melastoma malabathricum terhadap tinggi kecambah kacang hijau

Perlakuan

Tinggi kecambah (HSA) --- (cm) ---

1 2 3 4 5 6 7

Kontrol 1.04a 3.03a 4.20a 8.10a 14.45a 15.67a 15.99a

Bioherbisida 10 ml 0.15b 0.89b 1.51b 1.65b 2.33b 2.33b 2.33b Bioherbisida 20 ml 0.02b 0.13b 0.13c 0.13c 0.15c 0.20b 0.20b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. HSA : Hari Setelah Aplikasi.

(5)

28

Pertumbuhan tinggi kecambah kacang hijau yang rendah pada perlakuan bioherbisida 20 ml menunjukkan bahwa, senyawa alelokimia pada bioherbisida Melastoma malabathricum efektif menghambat proses perkecambahan kacang hijau. Kacang hijau merupakan tanaman kacangan yang relatif mudah tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai kondisi areal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Alfandi (2015) yang menjelaskan bahwa kacang hijau memiliki keunggulan dapat tumbuh pada lahan yang kurang unsur hara dan toleran kekeringan. Oleh karena itu, tinggi kecambah kacang hijau yang terhambat menunjukkan bahwa bioherbisida telah masuk ke dalam jaringan tanaman dan menyebabkan kegagalan perkecambahan.

Kecambah kacang hijau yang diberi bioherbisida Melastoma malabathricum memiliki pertumbuhan tinggi kecambah yang lebih rendah dibandingkan kontrol, hal ini sejalan dengan penelitian Frastika et al., (2017) yang melaporkan bahwa panjang hipokotil kacang hijau yang hanya diberi air lebih tinggi dibandingkan perlakuan bioherbisida Chromolaena odorata (15% dan 35%), hal ini dikarenakan kecambah kacang hijau merespon alelopati yang terdapat pada bioherbisida Chromolaena

odorata. Senyawa alelokimia umumnya dimiliki oleh gulma, dan dalam cakupan yang lebih luas senyawa ini dapat memiliki dampak positif untuk tanaman lain (Duke, 2015). Bioherbisida limbah gulma yang mengandung alelokimia dapat digunakan kembali untuk mengendalikan gulma, sehingga pertumbuhan tanaman utama tidak terganggu. Selain itu, bioherbisida juga akan menjadi metode yang lebih ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu kimia di areal pengendalian (Sari et al., 2018).

Kondisi Fisik Kecambah

Pemberian bioherbisida Melastoma malabathricum berpengaruh nyata terhadap kondisi fisik kecambah kacang hijau. Skor kondisi fisik tertinggi terdapat pada perlakuan bioherbisida 20 ml dan berbeda nyata dengan semua perlakuan. Skor tertinggi yaitu 2.67 memiliki arti rata-rata kecambah kacang hijau mati dan berjamur, beberapa sampel menunjukkan kecambah hidup namun pertumbuhan mengalami stagnasi dan sangat kerdil. Pengaruh bioherbisida Melastoma malabathricum terhadap kondisi fisik kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh bioherbisida

Melastoma malabathricum

terhadap kondisi fisik

kecambah kacang hijau

Perlakuan Skor Kondisi Fisik

Kontrol 1.00 c

Bioherbisida 10 ml 2.00 b

Bioherbisida 20 ml 2.67 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

Perlakuan bioherbisida dosis 10 dan 20 ml secara umum menunjukkan perubahan kondisi fisik kecambah yang signifikan dibandingkan kontrol. Kecambah

mengalami pertumbuhan yang kerdil dan mati, perubahan warna menjadi coklat dan adanya jamur pada bagian tubuh kecambah. Batang kecambah juga terlihat kurus dan

(6)

29 tidak kokoh. Bioherbisida Melastoma

malabathricum memiliki berbagai bentuk senyawa alelokimia yang apabila mengenai tanaman akan menghambat atau menghentikan pembentukan organnya. Gholib (2009) melaporkan bahwa ekstrak senduduk (Melastoma malabathricum) mengandung senyawa aktif yaitu Alkaloid, Saponin, Tanin, Fenolik, Flavonoid, Triterpenoid, Steroid dan Glikosida. Senyawa Alkaloid, Saponin, Tanin, Fenolik dan Flavonoid merupakan senyawa yang umumnya terkandung pada alelokimia. Kristanto (2006) dan Triyono (2009) menjelaskan bahwa senyawa alelokimia seperti Fenol dan Flavonoid dapat menghambat aktivitas enzim selama perkecambahan, selain itu alelokimia juga dapat menghambat pembelahan sel, penutupan stomata dan sintesis protein. Penghambatan reaksi-reaksi penting tersebut menyebabkan pembentukan organ tubuh kacang hijau tidak optimal, sehingga kecambah kerdil dan mati.

KESIMPULAN

1. Bioherbisida Melastoma malabathricum tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah kacang hijau.

2. Bioherbisida Melastoma malabathricum berpengaruh nyata terhadap tinggi kecambah dan kondisi fisik kecambah kacang hijau. Tinggi kecambah terendah terdapat pada perlakuan bioherbisida 20 ml dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Skor kondisi fisik tertinggi terdapat pada bioherbisida 20 ml dengan nilai 2.67, hal ini berarti rata-rata kecambah mengalami kematian dan kondisi kecambah yang kerdil serta berjamur setelah aplikasi bioherbisida.

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S., & Ballo, M. (2010). Peranan air dalam perkecambahan biji. Jurnal Ilmiah Sains, 10(2), 190–195.

Alfandi. (2015). Kajian pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) akibat pemberian pupuk P dan inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA). Jurnal Agrijati, 28(1), 158– 171.

Duke, S. O. (2015). Proving alleophaty in crop weed interactions. Weed Science, 63(1), 121–132.

Frastika, D., Pitopang, R., & Suwastika, I. N. (2017). Uji efektivitas ekstrak daun kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King dan H.Rob) sebagai herbisida alami terhadap perkecambahan biji kacang hijau (Vigna radiate (L.) R. Wilczek) dan biji karuilei (Mimosa invisa Mart. Ex Colla). Journal of Science and Technology, 6(3), 225–238.

Gholib, D. (2009). Uji daya hambat daun senggani (Melastoma malabathricum L.) terhadap Trichophyton mentagrophytees dan Candida albicans. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati LIPI, 9(5), 523–527.

Handayani, M., Lambui, O., & Suwastika, I. N. (2017). Potensi tumbuhan Melastoma malabathricum L. sebagai bahan antibakteri Salmonellosis. Jurnal of Science and Technology, 6(2), 165–174.

Idawanni. (2015). Bertanam kacang hijau. Balai Pengkajian Teknologi Aceh. http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/i ndex.php/info-teknologi/699-bertana m kacang-hijau

Joffry, S. M., Yob, N. J., Rofiee, M. S., Affandi, M. M. R. M. M., Suhaili, Z., Othman, F., Akim, A. M., Desa, M. N. M., & Zakaria, Z. A. (2012). Melastoma malabathricum (L.) Smith Ethnomedicinal Uses, Chemical Constituents, and Pharmacological

(7)

30

Properties: A Review. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative

Medicine, 48.

https://doi.org/10.1155/2012/258434 Kolo, E., & Anna, T. (2016). Pengaruh

kondisi simpan terhadap viabilitas dan vigor benih tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Jurnal Pertanian Konversi Lahan Kering, 1(3), 112– 115.

Kristanto. (2006). Perubahan karakter tanaman jagung (Zea mays L.) akibat alelopati dan persaingan teki (Cyperus rotundus L.). J. Indon. Trop. Anim.

Agric., 31(3), 189–194.

Sari, V. I., Sylvia, N., & Rufinusta, S. (2018). Bioherbisida pra tumbuh alang-alang (Imperata cylindrica) untuk pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit. Jurnal Citra Widya Edukasi, 9(3), 301–308.

Triyono, K. (2009). Pengaruh saat pemberian ekstrak bayam berduri (Amaranthus spinosus) dan Teki (Cyperus rotundus) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum). Innofarm, 8(1), 20–27.

Gambar

Tabel  2.  Pengaruh  bioherbisida  Melastoma  malabathricum  terhadap  tinggi  kecambah  kacang  hijau
Tabel  3.  Pengaruh  bioherbisida  Melastoma  malabathricum  terhadap  kondisi  fisik  kecambah kacang hijau

Referensi

Dokumen terkait

Air Mancur pada gudang bahan baku harus dilakukan pengelolaan dengan baik agar tidak terjadi adanya over stock yang dapat menyebabkan tingginya biaya penyimpanan. Penelitian

Ada beberapa ansambel gamelan yang biasa dipakai untuk memainkan tetabuhan dalam rangkaian upacara ngaben antara lain: balaganjur, gender wayang, angklung, gambang,

Sebagian  besar  siswa  membaca  dengan  antusias  walaupun  jam  pelajaran  telah berlangsung lebih dari 45 menit. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih fokus 

menunjukkan kecocokan yang tinggi antara model dengan proses adsorpsi, sehingga dapat disimpulkan bahwa model isoterm Langmuir sesuai untuk proses adsorpsi Pb(II)

yatim itu sendiri ialah anak kecil yang ditinggal wafat oleh penanggung jawab atau sandaran hidupnya yang dalam hal ini dibebankan kepada figure ayah.yang belum

Namun analisis kajian mendapati tidak terdapat perbezaan min salah I~ rnpO~ signifikan antara kumpulan rawatan individu dengan kumpulan rawatan ke 0 sal~ (U=410.5, p > .05).

Dikaitkan dengan politik identitas maka kepentingan kelompok dalam hal ini mereka yang berasal dari Kubu Timur yang condong ke Rusia adalah mereka yang telah

Dengan demikian, walaupun NVRAM menggunakan nama atau istilah non- volatile, sebenarnya merupakan chip yang volatil, karena jika tidak mendapatkan daya listrik (dari batere), data