SINERGI
Media Informasi Itjen Kementerian Kelautan & Perikanan Bonus Sinergi : • Permen KP No.10 • Piagam Audit InternalStandar Aktivitas Jasa Konsultansi bagi Auditor Koordinasi Pemantauan
Tindak Lanjut Temuan Hasil Pemeriksaan BPK RI dan Pemberian Sanksi terhadap
Penyedia Barang/Jasa yang
Rapat Kerja Pengawasan
Inspektorat Jenderal KKP
Rapat Kerja Pengawasan Itjen KKP . . . 22
Entry Meeting atas Pemeriksaan LK
TA 2019 pada Entitas di Lingkungan AKN IV . . . 37 #SelasaKebaya #SelasaBerbajuAdat . . . 38 Workhsop Peningkatan Kapasitas
Assessor PMPRB KKP . . . 39 Sosialisasi LHKASN Pegawai SUPM Tegal . . . 40 Pemantauan Zona Integritas PPN
Sibolga . . . 40 Persiapan penilaian ZI menuju
WBK/WBBM . . . 41 Workshop Pengarusutamaan
Gender . . . 42 Sosialisasi Aplikasi SIPTL BPK RI . . 43 Pembahasan Konsep Temuan
Pemeriksaan BPK-RI . . . 44
Work from Home, Kerja dari Rumah . . . 46
Pembahasan Tripartit Secara Online
Konsep Temuan Pemeriksaan BPK-RI atas LK 2019 . . . 48 Itjen KKP berbagi sumbangan
sukarela . . . 50 Pemberian Sanksi terhadap Penyedia
Barang / Jasa yang Lalai pada Masa Pemeliharaan Pekerjaan . . . 4 Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat Menggunakan Metode SEM untuk
Peningkatan Kualitas Pelayanan . . . 9
13
KINERJA AUDITORIA-KILAS LENSA
Assalaamu a’laikum. Salam jumpa Sinergi….!
Di tengah pandemi Covid19 saat ini, tidak hanya diperlukan berbagai antisipasi, inovasi, dan efisiensi, namun yang lebih penting lagi adalah empati dalam menanggulangi pandemi ini secara sinergis di antara
pemerintah, masyarakat, dan tenaga medis. Sejalan dengan hal tersebut, KKP termasuk Inspektorat Jenderal KKP telah dan terus berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya penanggulangan Covid19 ini. Di rubrik auditoria akan ditemukan potret semangat kebersamaan dan kepedulian Itjen KKP dalam penanggulangan Covid19 tersebut melalui berbagi #nasiikan yang diinisiasi langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Laporan khas tentang pelaksanaan Rapat Kerja Pengawasan (Rakerwas) Itjen KKP Tahun 2020 juga kami sajikan, disamping laporan khas tentang pelaksanaan pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) BPK-RI dan pemantauan atas penyelesaian Kerugian Negara periode Semester I 2020, serta sekilas info dan serba serbi kegiatan auditor, diantaranya terkait Reviu Laporan Keuangan, Bimbingan Teknis pelaksanaan PMPRB, dan kegiatan lain dalam rubrik Auditoria dan Kilas Lensa.
Seiring kebijakan pembatasan aktivitas selama masa pandemi, maka Itjen KKP pun fokus pada pelaksanaan pengawasan atas anggaran untuk penanganan Covid19, serta secara selektif melaksanakan pengawasan intern secara tatap muka (insitu) dan secara online berbagai Pelatihan Kantor Sendiri maupun webinar. Untuk itu, pada Rubrik Kinerja, kami sajikan Pemberian Sanksi terhadap Penyedia Barang/Jasa yang Lalai pada Masa Pemeliharaan Pekerjaan, Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat Menggunakan Metode Structural Equation Modelling untuk Peningkatan Kualitas Pelayanan, dan Standar Aktivitas Jasa Konsultansi bagi Auditor Intern dan Penerapannya pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selamat membaca, Salam Sinergi…! Semoga berbagai capaian positif KKP dapat terus ditingkatkan meski ditengah masa pandemi saat ini. Itjen Kuat, KKP Hebat…!
SINERGIEDISI I - TAHUN 2020
Media Informasi Itjen Kementerian Kelautan & Perikanan
Bonus Sinergi :• Permen KP No.10
Tahun 2020 • Piagam
Audit Internal
Standar Aktivitas Jasa Konsultansi bagi Auditor Intern dan Penerapannya pada Itjen KKP Koordinasi Pemantauan Tindak Lanjut Temuan Hasil Pemeriksaan BPK RI dan Penyelesaian Kerugian Negara
Semester I 2020 Pemberian Sanksi terhadap Penyedia Barang/Jasa yang Lalai pada Masa PemeliharaanPekerjaan
Rapat Kerja Pengawasan Inspektorat Jenderal KKP
SINERGI
Penanggung Jawab lnspektur Jenderal KKP Redaktur Sekretaris Itjen KKP Ir. Jayeng C. Purewanto, MMPenyunting / Editor
lr. Lina Herlina Dr. Ir. Ono Juono, M.Sc Ir. Ivy Silfia Irani, M.Si, QIA
Fredy Haryanto, S.Pi, M.Ak Rahayu Winarti, SE, MM, QIA Windy Skandiasari Y, ST, M.Ak, QIA
Farida Farid, S,Pi,. M.T, M.P. M. Rachmad F.S.T. Manurung SE, QIA
Tengku Sonya N.H., S.Pi, M.Si, QIA Sri Endah Nawadiati, S.Pi, QIA Irman Suwandi, S.Pi, M.Si, QIA
Kukuh Priambodo, S.Kom
Desain grafis
Iswahyudi, A.Md
Fotografer
Afdi Nurdiansyah, A.Md Urip Mulyono
Sekretariat Tim
Kabag Pemantauan Hasil Pengawasan Kasubbag Analisis
Kasubbag Data
Kasubbag Hukum dan Organisasi Sinta Agustina, ST
Kasman
Alamat Redaksi
Sekretariat Itjen KKP Gedung Mina Bahari 3 Lt. 4 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16
Jakarta 10110 Telp. (021) 3522310, 3520336 Fax : (021) 3520336 http: www.itjen.kkp.go.id
22
37
LIPUTAN KHUSUSStandar Aktivitas Jasa Konsultansi bagi Auditor Intern dan Penerapannya pada Itjen KKP . . . 13
SIDAK, Metode Baru Pemantauan Tindak Lanjut Temuan Hasil
Pengawasan Itjen . . . 28 Kementerian Kelautan dan Perikanan Meraih Opini WTP atas LK 2019 . . . 31 Koordinasi Pemantauan Tindak Lanjut Temuan Hasil Pemeriksaan BPK-RI dan Penyelesaian Kerugian Negara
menjadi dasar untuk mengenakan sanksi denda keterlambatan kepada penyedia barang/jasa. Sedangkan “masa kontrak” dimulai sejak penandatanganan kontrak hingga selesainya masa pemeliharaan (FHO/Final Hand Over).
Dalam sistem penganggaran yang menggunakan kontrak tahun tunggal, batas waktu seluruh pekerjaan wajib diselesaikan pada tahun berjalan, yang artinya PHO akan dilaksanakan pada tahun berjalan, namun untuk FHO dapat melewati tahun anggaran berjalan. Penyedia maupun PPK akan menjadikan batasan waktu tersebut (PHO) sebagai target yang harus dicapai, dengan demikian Penyedia harus memiliki ketepatan waktu dalam Serah Terima Pekerjaan dari Pihak Penyedia kepada PPK.
Terkait dengan batas waktu penyelesaian pekerjaan (PHO), permasalahan yang kadang terjadi adalah ‘Penyedia belum dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan sesuai kontrak menjelang berakhirnya batas akhir pekerjaan’. Dalam hal ini, Penyedia dapat melakukan permintaan Perpanjangan Kontrak atau Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan. Untuk perpanjangan kontrak (Addendum), Penyedia tidak akan dikenakan sanksi denda keterlambatan, namun jika dilakukan ‘pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan’, Penyedia akan dikenakan sanksi denda keterlambatan (Pasal 56 ayat 2 – Perpres No. 16 Tahun 2018).
Apakah Terdapat Sanksi Jika Terjadi Permasalahan di Masa Pemeliharan?
Di dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) maupun Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) disebutkan bahwa ‘setiap keterlambatan penyelesaian pekerjaan akan dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan kepada Penyedia sebesar 1/1.000 (satu permil) dari nilai kontrak atau 1/1.000 (satu permil) dari nilai bagian
kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Namun apakah di SSUK/SSKK juga menjelaskan, bagaimana jika keterlambatan tersebut terjadi dalam Masa Pemeliharaan, apakah ada sanksi yang akan dikenakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada Pihak Penyedia?.
Sebenarnya di Peraturan Lembaga Nomor 9 Tahun 2018 disebutkan bahwa ‘Apabila Penyedia tidak melaksanakan kewajiban pemeliharaan sebagaimana mestinya, maka Pejabat Penandatangan Kontrak berhak untuk tidak membayar retensi atau mencairkan Jaminan Pemeliharaan untuk membiayai perbaikan/ pemeliharaan, serta Penyedia dikenakan sanksi Daftar Hitam’. Artinya, setiap Penyedia dapat dikenakan sanksi, tidak hanya pada saat terlambat menyelesaikan pekerjaannya, namun juga pada saat lalai dalam melaksanakan kewajibannya di masa pemeliharaan.
Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Perpres No. 16 Tahun 2018, disebutkan setelah pekerjaan selesai 100%, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/ jasa, selanjutnya di Pasal 58 ayat (1) menyebutkan PPK menyerahkan barang/ jasa sebagaimana dimaksud di Pasal 57 kepada PA/KPA. Kewajiban setiap Penyedia untuk melakukan pemeliharaan, tertuang di Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya pada Pasal 95 ayat (5) yaitu ‘Khusus Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya, Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa
D
alam pelaksanaan PengadaanBarang/Jasa, hal yang menjadi perikatan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Pihak Penyedia adalah Kontrak Pekerjaan. Umumnya pada cover kontrak akan tercantum ‘Judul Pekerjaan/Kontrak, Nomor dan Tanggal Kontrak, Nama Penyedia, Nilai Pekerjaan/ Kontrak’. Adapun batas waktu/masa kontrak ada yang tercantum di cover depan kontrak, namun ada juga yang tertuang dalam dokumen Surat Perjanjian/Kontrak. Jika membaca di dalam dokumen kontrak, ada tertulis di dalamnya ‘masa kontrak’ serta ‘masa penyelesaian pekerjaan’. Apakah ada perbedaan antara “masa penyelesaian pekerjaan” dengan “masa kontrak?”.
Pemberian Sanksi terhadap Penyedia
Barang/Jasa yang Lalai pada Masa
Pemeliharaan Pekerjaan
Oleh : Raymond RM Bako (Auditor Madya Inspektorat III)
Perbedaan Masa Penyelesaian Pekerjaan dengan Masa Kontrak
Jika kita mencermati Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LPP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, maka dapat diketahui perbedaan mendasar antara “masa kontrak” dengan “masa penyelesaian pekerjaan”. Masa Pelaksanaan Pekerjaan dimulai sejak adanya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) hingga serah terima pertama pekerjaan (PHO/Provisional Hand Over), dan menjadi dasar perhitungan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan (Hari Kalender) serta
Pemberian kesempatan tersebut didasarkan pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 56 ayat (1) ‘Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu meyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan’, dan ayat (2) ‘Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud ayat (1), dimuat dalam addendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan’.
Addendum kontrak tersebut juga akan berimplikasi kepada perubahan masa pemeliharaan. Pada kasus tersebut, dengan adanya pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan selama 35 hari kalender, maka Masa Pemeliharaan juga akan mundur selama 35 hari. Pada kontrak awal disebutkan bahwa Masa Pemeliharaan (180 hari kalender) terhitung sejak tanggal 26 November 2018, akan berubah terhitung mulai tanggal 31 Desember 2018 s.d. 30 Juni 2019.
Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen), pada tanggal 30 Desember 2018 Penyedia menganggap telah menyelesaikan seluruh pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Kontrak, maka Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat Penandatangan Kontrak untuk penyerahan hasil pekerjaan pada tanggal 30 Desember 2018. Sebelum dilakukan serah terima, PPK melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan, dengan dibantu oleh Konsultan Pengawas atau tim ahli dan tim teknis yang telah ditunjuk. Saat itu dibuat Berita Acara Pemeriksaan bersama dan dibuat daftar kerusakan beberapa item pekerjaan yang dinilai bersama oleh PPK dan Konsultan
Pengawas serta Penyedia yang akan diperbaiki selama Masa Pemeliharaan sampai dengan 30 Juni 2019.
Dengan berjalannya waktu, ternyata menjelang berakhirnya batas waktu masa pemeliharaan PPK memperoleh laporan Tim Teknis serta Konsultan Pengawas bahwa Penyedia dinilai tidak dapat menyelesaikan perbaikan seluruh item pekerjaan sesuai daftar kerusakan yang dibuat pada tanggal 30 Desember 2018. Hal yang menjadi penyebab kondisi tersebut, dikarenakan item pekerjaan yang ada dalam ‘daftar kerusakan’ terlalu banyak untuk diselesaikan. Oleh karena itu tindakan apa yang harus diambil oleh PPK, apakah PPK akan memberikan sanksi atas kondisi tersebut?.
Apabila mengacu ke Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018, tentang Sanksi Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, pada Pasal 3 di poin ‘h’ disebutkan bahwa “Sanksi daftar hitam diberikan kepada peserta pemilihan/ penyedia, apabila Penyedia tidak melaksanakan kewajibannya dalam masa pemeliharaan sebagaimana mestinya”. Pada kondisi seperti ini, dan guna dapat memiliki suatu keyakinan dalam mengambil sebuah keputusan, maka PPK dapat berkonsultasi kepada APIP atau ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dari hasil konsultasi tersebut, PPK disarankan untuk dapat mempertimbangkan tindakan apa yang lebih efektif dan dapat Lainnya melakukan pemeliharaan atas hasil
pekerjaan selama masa yang ditetapkan dalam Kontrak, sehingga kondisinya tetap seperti pada saat penyerahan pekerjaan’. Pada ayat (5) juga disebutkan bahwa ‘masa pemeliharaan paling singkat untuk pekerjaan permanen selama 6 (enam) bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen selama 3 (tiga) bulan’
Selama kurun waktu tersebut, jika terjadi kerusakan-kerusakan pada bagian bangunan yang dikerjakan, maka Penyedia wajib segera memperbaikinya hingga kondisi bangunan akan tetap sama, dengan kondisi bangunan saat diserah terimakan (PHO). Kewajiban bagi Penyedia tersebut juga telah tercantum di Peraturan Lembaga Nomor 9 Tahun 2018 yang menyebutkan ‘Penyedia wajib memelihara hasil pekerjaan selama masa pemeliharaan sehingga kondisi tetap seperti pada saat penyerahan pertama pekerjaan’. Selain itu di peraturan itu juga menyebutkan ‘Pejabat Penandatangan kontrak menerima penyerahan akhir pekerjaan setelah Penyedia melaksanakan semua kewajibannya selama masa pemeliharaan dengan baik’.
Pada tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa pelaksanaan suatu pekerjaan/kontrak, bisa ditemukan adanya ‘modus’ yang dilakukan oleh Pihak Penyedia pada saat menjelang berakhirnya waktu penyelesaian pekerjaan. Modus tersebut dilakukan dengan ‘tidak menyelesaikan sesuai spesifikasi kontrak’ beberapa bagian pekerjaan yang minor atau pekerjaan utama sudah dikerjakan sesuai kontrak namun ‘kurang sempurna’. Dalam situasi seperti ini, ada Penyedia yang akan berdalih bahwa kekurangsempurnaan tersebut dapat diselesaikan pada Masa Pemeliharaan. Hal ini dimaksudkan agar, batas waktu serah terima pekerjaan (PHO) oleh Penyedia kepada PPK tidak mengalami keterlambatan.
Contoh Kasus
Untuk memperoleh gambaran terkait dengan kondisi tersebut, maka contoh kasus berikut ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa kewajiban dari setiap Penyedia, tidak hanya sebatas sampai dengan saat Serah Terima Pertama pekerjaan (PHO) namun juga hingga berakhirnya masa pemeliharaan (FHO). Seorang PPK memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang/ jasa yang diserahkan oleh Penyedia (Perpres No. 16/2018 Pasal 57 ayat 2). Untuk itu PPK harus lebih cermat dan bertanggungjawab dalam melaksanakan pengendalian pekerjaan, agar tidak akan muncul permasalahan setelah selesainya pekerjaan.
Kasus ini terjadi di salah satu Satuan Kerja di suatu Kementerian/ Lembaga, dimana terdapat kontrak Pembangunan Gedung Laboratorium Bersertifikasi. Jangka waktu pekerjaan tersebut dari 11 Februari sampai dengan tanggal 25 November 2018 dengan masa pemeliharaan selama 180 hari kalender. Beberapa hari menjelang batas akhir penyelesaian pekerjaan diketahui realisasi pekerjaan mencapai 85% dan pihak Penyedia mengajukan permintaan perpanjangan waktu pekerjaan selama 35 hari atau sampai dengan 30 Desember 2018.
Terkait kondisi di atas, berdasarkan pertimbangan PPK, maka kepada Penyedia diberikan kesempatan untuk penyelesaian pekerjaan yang berakibat terjadinya keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat kesalahan Penyedia. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan, yaitu Penyedia wajib memperpanjang Jaminan Pelaksanaan, dan Penyedia membuat pernyaataan bahwa tidak menuntut denda/ bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya.
P
engukuran kinerja adalah proses penilaian secara sistematis dan berkesinambungan atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, sehingga untuk mengefektifkan penilaian tersebut diperlukannya penetapan indikator. Dalam penilaian manajerial di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) antara lain untuk pengukuran efektifitas kegiatan dan penilaian persepsi telah ditetapkan indikator yang kemudian diperoleh indeks dari hasil survei. Indeks hasil survei sejatinya merupakan gambaran efektivitas pelaksanaan kegiatan/penilaian persepsi secara riil di lapangan. Untuk itu perlu ditetapkan metode yang tepat agarAnalisis Indeks Kepuasan Masyarakat
Menggunakan Metode SEM untuk
Peningkatan Kualitas Pelayanan
Oleh : Putri Fajar Handayani (Calon Auditor, Inspektorat V)
data yang diperoleh valid, mulai dari metode penentuan sampel hingga teknik analisis data yang lebih komprehensif dan seiring dengan perkembangan teknologi berbasis 4.0, sehingga dapat membantu Pimpinan Organisasi dalam pengambilan keputusan untuk perbaikan kinerja secara tepat.
Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) yang dilakukan unit-unit kerja telah mengacu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 (Permen PANRB Nomor 14/2017) yakni pengolahan data survei untuk menghasilkan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Dalam laporan SKM yang dibuat unit kerja sebatas menguraikan capaian tiap unsur segera memberi manfaat bagi Pengguna.
Hal yang menjadi pertimbangan oleh PPK, jika Penyedia diberikan sanksi Black List dan Jaminan Pemeliharaan dicairkan dan digunakan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan, maka diperlukan waktu penyelesaian yang cukup panjang. Pencairan jaminan pemeliharaan, memerlukan waktu 14 hari sejak adanya laporan dari PPK kepada Pihak Penjamin atas wanprestasi dari Penyedia. Setelah jaminan dapat dicairkan, PPK harus mulai menyusun HPS dan menunjuk Calon Penyedia baru untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang tidak selesai diperbaiki. Alternatif lainnya, PPK tetap memerintahkan Penyedia tersebut untuk segera menyelesaikan kewajibannya dalam waktu terbatas.
Oleh karena PPK mengambil alternatif agar diselesaikan oleh Penyedia yang sama, maka Penyedia dan Konsultan Pengawas diundang oleh PPK untuk membahas penyelesaian seluruh kerusakan seperti yang ada dalam ‘daftar kerusakan’. Dalam hal ini, PPK memerintahkan Penyedia untuk : (1) Membuat Surat Pernyataan
kesanggup-an penyelesaikesanggup-an pekerjakesanggup-an dengkesanggup-an batas waktu yang disepakati dengan PPK; (2) Memperpanjang Masa Berlaku Jaminan
Pemeliharaan (sampai dengan batas waktu kesanggupan pada poin 1).
Mekanisme perpanjangan waktu masa pemeliharaan sejauh ini tidak ada secara jelas tertulis dalam peraturan-peraturan terkait Pengadaan Barang/
Jasa. Namun perpanjangan masa Jaminan Pemeliharaan diperlukan dikarenakan PPK telah memberikan kesempatan kepada Penyedia untuk memperpanjang masa pemeliharaan pekerjaan. Dengan adanya keputusan tersebut, PPK berharap bahwa Pembangunan Gedung Laboratorium Bersertifikasi dapat selesai sesuai dengan yang direncanakan dan segera dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaan.
Berdasarkan contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa seorang PPK wajib bertanggungjawab penuh dalam melaksanakan kewajibannya pada saat melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan dan membuat Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan. Kekurangsempurnaan penyelesaian pekerjaan oleh Penyedia pada saat serah terima pekerjaan bukan sesuatu yang dapat ditoleransi. Hal yang perlu diwaspadai oleh PPK adalah potensi adanya temuan dari APIP atau Pengaduan dari Masyarakat ke Aparat Penegak Hukum, seandainya kontrak pembangunan Gedung Laboratorium Bersertifikasi tidak dapat diselesaikan sesuai dengan kontrak yang ada. Banggalah seorang PPK karena seorang PPK selalu menjadi bagian penting dalam pengelolaan keuangan Negara.
Daftar Pustaka :
1. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa dan perubahannya;
2. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa;
3. Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia;
4. Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018, tentang Sanksi Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
sebanyak 200 pengguna jasa. Selanjutnya data diolah dengan menghitung bobot nilai rata-rata tertimbang dan menghasilkan indeks, kemudian dilakukan analisis deskriptif/univariate untuk mendapatkan gambaran data variabel yang terkumpul seperti frekuensi distribusi, tabulasi data, dan perhitungan deskriptif tiap variabel.
Adapun tahap pengolahan data selanjutnya adalah uji kualitas data dan analisis SEM. Uji kualitas data dilakukan terhadap data yang dikumpulkan menggunakan uji validitas dan reliabilitas dengan alat bantu
Statistical Product and Service Solutions(SPSS).
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner yang ditunjukkan pada jawaban atas pertanyaan yang mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk menunjukan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan melalui koefisien Croanbach
Alpha.
Hasil olahan data SKM dari salah satu unit kerja KKP setelah dilakukan uji validitas diperoleh bahwa seluruh nilai r hitung tiap variabel lebih besar dari r tabel, artinya terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan sehingga seluruh variabel dinyatakan valid dan pengujian dapat diteruskan. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh bahwa nilai Croanbach Alpha sebesar 0.767 lebih besar dari syarat reliabilitas 0,600, artinya semakin tinggi nilai alpha menunjukan semakin konsisten variabel yang diuji, sehingga dapat disimpulkan seluruh variabel yang diteliti telah reliable / dapat diandalkan. Sebagai contoh, berdasarkan hasil pengujian variabel Persyaratan memiliki nilai r hitung paling tinggi sebesar 0,727, hal tersebut mengindikasikan bahwa variabel Persyaratan memiliki korelasi tertinggi antar sembilan unsur yang diujikan dan mampu mewakili
apa yang seharusnya diukur dalam IKM, sedangkan hasil pengujian reliabilitas dengan indikator Croanbach Alpha mengindikasikan seluruh variabel dinyatakan konsisten untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Analisis SEM menggunakan dua uji kesesuaian yaitu uji kesesuaian model (Model Fit) dan Path Analysis. Uji kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan alat bantu statistik Lisrel yang bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diajukan dapat diterapkan pada populasi atau sebatas sampel yang diteliti. Berdasarkan uji kesesuaian model disimpulkan bahwa seluruh indikator dalam pengujian kesesuaian model telah memenuhi syarat sebesar nilai significance probability
(0,97 ≥ 0,05), RMSEA (0,042 ≤0,080), GFI (0,94 ≥ 0,90), AGFI (0,91 ≥ 0,90), dan CFI (0,97 ≥ 0,90), hal tersebut menujukan bahwa model yang diajukan dapat diterapkan pada populasi tidak hanya sebatas sampel dan data yang diuji dapat mewakili populasi.
Setelah uji kesesuaian model telah terpenuhi, maka dilakukan pengujian path
analysis yang menghasilkan diagram jalur
untuk menunjukkan tingkat pengaruh antara sembilan unsur yang diobservasi dengan IKM. Untuk menganalisis tingkat pengaruh setiap variabel terhadap hasil IKM melalui analisis nilai T-hitung dan P-value. Jika nilai T-hitung > T-tabel (1,96), maka variabel tersebut dinyatakan berpengaruh. Semakin tinggi nilai T-hitung, semakin tinggi pengaruhnya terhadap IKM. Nilai T-hitung yang positif menggambarkan arah pengaruh yang selaras dengan peningkatan IKM artinya semakin meningkat nilai tiap variabel akan meningkatkan IKM. Sedangkan nilai P-value digunakan untuk menganalisis signifikansi, variabel dikatakan berpengaruh signifikan apabilai nilai P-value < 0,05.
Berdasarkan path analysis diketahui dan rekomendasi atas capaian unsur paling
rendah untuk dilakukan perbaikan. Namun, penjelasan atas keterkaitan unsur-unsur yang berpengaruh dalam peningkatan IKM dan
forecasting dalam pencapaian IKM periode
berikutnya masih diperlukan analisis lebih lanjut, sehingga rekomendasi yang diberikan tidak hanya untuk perbaikan unsur-unsur terendah saja, serta mendorong peningkatan kualitas unsur-unsur yang memiliki pengaruh besar terhadap capaian IKM.
Indeks Kepuasan Masyarakat
Salah satu indikator pemenuhan penilaian Reformasi Birokrasi dan Zona Integritas yakni Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM merupakan alat evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik, sebagaimana tuntutan bagi pelayan publik untuk memenuhi harapan masyarakat selaku publik yang dilayani.
Berdasarkan Permen PANRB Nomor 14/2017 tentang Pedoman Penyusunan SKM bahwa sembilan unsur yang dinilai dalam SKM yaitu Persyaratan; Sistem, Mekanisme, dan Prosedur; Waktu Penyelesaian; Biaya/ Tarif; Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan; Kompetensi Pelaksana; Perilaku Pelaksana; Penanganan Pengaduan, Sarana, dan Masukan; serta Sarana dan Prasarana. SKM dilaksanakan secara periodik dan berkala, dengan menggunakan lima teknik survei yaitu: kuesioner dengan wawancara tatap
muka; kuesioner melalui pengisian sendiri, termasuk yang dikirimkan melalui surat; kuesioner elektronik (e-survei); diskusi kelompok terfokus; dan wawancara tidak berstruktur melalui wawancara mendalam.
Untuk mendapatkan analisis lebih lanjut dan menjelaskan hubungan yang kompleks antar variabel, serta seberapa besar pengaruhnya terhadap indeks yang akan dinilai untuk memberikan rekomendasi lebih luas dalam peningkatan layanan/kinerja dan rencana aksi yang tepat dengan metode
Structural Equation Modelling (SEM). SEM
adalah metode yang mampu menunjukan keterikatan secara simultan dan parsial antara variabel-variabel indikator (yang teramati secara langsung) dengan variabel laten (yang tidak teramati secara langsung), sehingga mampu menguji hubungan siginifikansi korelasi antar faktor yang dibangun dalam model tersebut.
Salah satu alat statistik yang dapat digunakan dalam analisis SEM ini adalah
Linear Structural Relationship (Lisrel).
Dibandingkan alat statistik lain seperti SMART PLS dan AMOS, Lisrel dapat digunakan untuk variabel dan jumlah sampel yang lebih besar, dan mampu mengidentifikasi hubungan antar variabel yang lebih kompleks seperti variabel moderasi (dapat memperkuat atau memperlemah). Dalam tulisan ini, penulis akan menggambarkan analisis SEM terhadap IKM di salah satu unit kerja KKP.
Implementasi Analisis SEM terhadap IKM
Dalam melakukan SKM, penentuan jumlah responden telah ditentukan dalam Permen PANRB Nomor 14/2017 yaitu dengan memilih responden secara acak yang ditentukan sesuai dengan cakupan wilayah masing-masing unit pelayanan dengan menggunakan tabel sampel dari Krejcie and Morgan. Pada kasus ini jumlah sampel
mediacenter
D
ewasa ini Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau disebut Auditor Intern dituntut untuk melaksanakan dua peran utama, yaitu sebagai Penjamin Kualitas (QualityAssurance), dan berperan untuk memberikan
nilai tambah bagi organisasi. Peran sebagai pemberi nilai tambah diterjemahkan oleh Standar Audit Intern sebagai pemberi Jasa Konsultansi (Consulting Activities) (YPIA, 2017). Kedua peran tersebut disebutkan secara jelas dalam standar yang mengatur Auditor Intern, yaitu pada Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Intern
Standar Aktivitas Jasa
Konsultansi bagi Auditor Intern
dan Penerapannya pada Itjen KKP
Oleh: Fredy Haryanto (Auditor Madya Inspektorat II)
Pemerintah Indonesia (AAIPI) tahun 2014 dan Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal yang diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors (The IIA) Tahun 2016.
Menurut penulis, sejak diterbitkannya kedua standar tersebut, peran yang dirasakan masih melekat pada Auditor Intern, sebatas pada peran Quality Assurance sedangkan peran sebagai Konsultan masih menjadi peran nomor dua. Hal tersebut dapat terlihat bahwa belum seluruh Auditor Intern dan Pimpinan Satuan Unit Audit Intern (Chief
Audit Executive-CAE) memahami hakekat
dari Jasa Konsultansi berdasarkan standar seluruh variabel secara parsial memiliki
pengaruh signifikansi terhadap IKM, yaitu : 1) Variabel Persyaratan memiliki nilai
T-hitung 11,77 dan P-Value 0,036; 2) Variabel Sistem, Mekanisme, Prosedur
memiliki nilai T-hitung 10,49 dan P-Value 0,028;
3) Variabel Waktu Penyelesaian memiliki nilai T-hitung 6,05 dan P-Value 0,048; 4) Variabel Biaya/Tarif memiliki nilai
T-hitung 11,21 dan P-Value 0,044; 5) Variabel Produk, Jasa, Spesifikai, Teknis
memiliki nilai T-hitung 8,38 dan P-Value 0,032;
6) Variabel Kompetensi Pelaksana memiliki nilai T-hitung 9,01 dan P-Value 0,037; 7) Variabel Perilaku Pelaksana memiliki nilai
T-hitung 9,10 dan P-Value 0,036; 8) Variabel Penanganan Pengaduan memiliki
nilai T-hitung 7,60 dan P-Value 0,048; serta
9) Variabel Sarana Prasarana memiliki nilai T-hitung 5,72 dan P-Value 0,048.
Berdasarkan analisis SEM diketahui unsur Persyaratan memiliki pengaruh paling besar terhadap IKM pada unit kerja tersebut, kemudian secara berturut-turut yaitu Biaya/ tarif; Sistem, Mekanisme, Prosedur; Perilaku Pelaksana; Kompetensi Pelaksana; Produk, spesifikasi, jenis, pelayanan; Penanganan Pengaduan; Waktu Penyelesaian; dan Sarana Prasarana. Hal tersebut memperkaya hasil IKM sebelumnya bahwa unsur Biaya/Tarif mendapat nilai yang paling tinggi, sedangkan unsur Waktu Penyelesaian mendapat nilai paling rendah, artinya bahwa pengguna jasa merasa paling puas atas biaya/tarif yang dikenakan dalam pelayanan, namun tidak puas dengan waktu penyelesaiannya.
Analisis deskriptif/univariate atas nilai variabel tertinggi hingga terendah untuk menggambarkan tingkat kepuasan
masyarakat pada unsur-unsur yang dinilai, sedangkan analisis SEM dapat memberikan gambaran tingkat signifikansi unsur-unsur dan mengevaluasi lebih lanjut faktor-faktor yang mampu memperbaiki kinerja untuk meningkatkan IKM. Selanjutnya penyusunan rencana aksi peningkatan kualitas pelayanan setelah IKM dianalisis merupakan hal yg mutlak dilakukan oleh unit kerja layanan. Rencana aksi tersebut disusun sebagai upaya meningkatkan unsur-unsur pelayanan yang berkinerja rendah kearah pencapaian standar pelayanan yang ditetapkan unit kerja.
Daftar Pustaka :
1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017.;
2. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
3. Kusnaedi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: Alfabeta;
4. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Salah satu Survey Kepuasan Masyarakat pada Forum Konsultasi Publik Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang lalu
Lalu apa yang membedakan fungsi Jasa Konsultansi dibandingkan dengan fungsi Penjamin Kualitas? Kedua fungsi tersebut dapat dibedakan berdasarkan tujuan dan pihak yang terlibat dalam aktivitas kedua fungsi tersebut. Walaupun kedua fungsi tersebut dapat meningkatkan kinerja bagi organisasi/Auditi, namun bagi Auditi, hal tersebut memiliki rasa yang berbeda. Sepanjang pengamatan penulis, Auditi pada umumnya lebih menyukai fungsi Jasa Konsultansi dibandingkan fungsi Penjaminan Kualitas.
Berdasarkan tujuan, fungsi Jasa Konsultansi bertujuan untuk memberikan saran tanpa adanya penilaian/pengujian, sedangkan fungsi Penjamin Kualitas dimaksudkan untuk memberikan penilaian yang independen atas proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian organisasi. Sedangkan berdasarkan pihak yang terlibat, fungsi Jasa Konsultansi biasanya melibatkan 2 (dua) pihak yaitu: 1) Orang/kelompok orang yang
mem-berikan saran dalam hal ini adalah Auditor Intern, dan
2) Kelompok orang yang meminta dan menerima saran, dalam hal ini adalah Auditi/manajemen. Pada fungsi Pen-jaminan Kualitas biasanya melibatkan 3 (tiga) pihak yaitu 1) Kelompok orang yang terlibat langsung dalam proses, sistem, atau area yang diaudit, dalam hal ini adalah Auditi, 2) Kelompok orang yang melakukan penilaian independen, dalam hal ini adalah Auditor Intern, dan 3) Orang/kelompok orang yang menggunakan hasil penilaian independen, dalam hal ini adalah pengguna hasil penilaian (di perusahaan swasta biasanya adalah Komite Audit, sedangkan pada Instansi Pemerintahan adalah Pengguna
Anggaran (Menteri/Kepala Daerah). Ruang lingkup fungsi Penjaminan Kualitas dalam Standar Audit AAIPI meliputi Audit, Reviu, Evaluasi, dan Pemantauan/Monitoring.
Standar Penugasan/Pemberian Jasa Konsultansi
Secara umum Pemberian Jasa Konsultansi diatur dengan baik dalam Standar Audit AAIPI maupun Standar Audit IIA. Kedua Standar tersebut mempunyai kemiripan dalam hal kerangka strukturnya karena isi dari Standar Audit AAIPI sebagian besar mengadopsi Standar Audit IIA sebagai organisasi Auditor Intern internasional yang menaungi AAIPI. Standar Audit AAIPI, kerangka strukturnya meliputi dua standar yaitu Standar Atribut, dan Standar Pelaksanaan, sedangkan pada Standar Audit IIA kerangka strukturnya meliputi Standar Atribut dan Standar Kinerja. Penulis tidak bermaksud membandingan kedua standar tersebut, namun penulis akan menggunakan Standar Audit IIA karena memiliki aturan yang yang telah disepakati, sehingga sering
dalam memberikan penugasan masih belum sesuai standar. Hal lain yang juga menjadi kendala dalam pelaksanaan Jasa Konsutansi menurut penulis antara lain belum banyak aturan/kebijakan yang diterbitkan oleh Satuan Unit Auditor Intern yang digunakan sebagai regulasi dan pengendalian dalam pelaksanaan penugasan Jasa Konsultansi.
Jasa Konsultansi memang bukan merupakan penilaian untuk memberikan keyakinan mengenai kualitas program/ kegiatan tertentu, namun Aktivitas Jasa Konsultansi ini penting agar manajemen/ organisasi dapat memperbaiki kinerjanya, dan ini merupakan nilai tambah yang diharapkan manajemen/organisasi/ Auditi atas keberadaan Satuan Unit Auditor Intern. Jika Satuan Unit Auditor Intern tidak melaksanakan Aktivitas Jasa Konsultansi, kita kembali kepada masa lalu, di mana pada masa itu, Satuan Unit Audit Intern dianggap hanya sebagai “Watch Dog”, dan dianggap hanya mencari-cari kesalahan manajemen/organisasi/Auditi. Di samping itu, di masa Pandemi Covid-19 ini, penugasan yang dapat dilakukan dengan baik adalah penugasan Jasa Konsultansi yang tidak memerlukan pengujian bukti secata fisik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis bermaksud untuk membahas
Standar Aktivitas Jasa Konsultansi dan penerapannya khususnya pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (Itjen KKP). Tulisan tidak dimaksudkan untuk menilai pelaksanaan Aktivitas Jasa Konsultansi di Itjen KKP, namun hanya membandingkan antara kaidah dalam standar dengan praktek pelaksanaan Aktivitas Jasa Konsultansi yang diketahui oleh penulis.
Perbedaan Jasa Konsultansi dengan Penjaminan Kualitas
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia Tahun 2014 yang diterbitkan oleh AAIPI selanjutnya disebut Standar Audit AAIPI tidak memisahkan secara khusus antara fungsi Aktivitas Jasa Konsultansi dengan Penjaminan Kualitas, sehingga definisi dan perbedaan kedua fungsi tersebut tidak ditemukan pada standar tersebut. Definisi dan perbedaan kedua fungsi tersebut dapat ditemukan pada Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal yang diterbitkan oleh The IIA pada tahun 2013 dan direvisi pada Tahun 2016, yang selanjutnya disebut Standar Audit IIA.
Jasa Konsultansi merupakan kegiatan pemberian saran/nasehat yang sifat dan ruang lingkupnya disepakati dengan Auditi, dimaksudkan untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian organisasi tanpa mengambil alih tanggung jawab manajemen (YPIA, 2017). Lingkup Jasa Konsultansi sesuai dengan Standar Audit AAIPI antara lain meliputi konsultansi, sosialisasi, dan asistensi. Pada lampiran standar tersebut diberikan contoh pemberian jasa Konsultansi sebanyak 24 kegiatan, antara lain mengkaji sistem pengendalian manajemen Auditi.
atau kompetensi untuk melaksanakan seluruh atau sebagian penugasan tersebut. Standar Kinerja
2010 – Perencanaan
Kepala Audit Intern harus menyusun perencanaan berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan aktivitas audit internal sesuai dengan tujuan organisasi. Interpretasi standar ini pada penugasan Jasa Konsultansi adalah bahwa : 1) Kepala Satuan Pengawasan Intern
harus mempertimbangkan rencana penugasan konsultansi berdasarkan potensi peningkatan pengelolaan risiko, nilai tambah, dan peningkatan kegiatan operasional yang dapat diberikan dari penugasan tersebut; dan
2) Penugasan yang dilaksanakan harus tercakup dalam perencanaan (Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)). 2120 - Pengelolaan Risiko
Selama penugasan konsultansi, Auditor Intern harus memperhatikan risiko yang terkait dengan tujuan penugasan, serta harus waspada terhadap risiko lain yang signifikan seperti risiko pemberian saran yang tidak
tepat, dan risiko yang menempatkan Auditor Intern harus memutuskan sesuatu dan mengambil alih tanggung jawab manajemen/Auditi.
2240 - Program Kerja Penugasan
Auditor Intern harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja untuk mencapai tujuan penugasan. Untuk penugasan Jasa Konsultansi, program kerja penugasan Jasa Konsultansi berbeda dalam bentuk dan isinya, tergantung pada sifat setiap penugasan. Prosedur yang digunakan dalam menyusun program kerja terutama untuk kegiatan asistensi hampir sama dengan penugasan assurance seperti analisis, verifikasi, telaah, telusuri, dan cek. Perbedaan di antara keduanya adalah bahwa dalam penugasan Jasa Konsultansi tidak dilakukan pengujian atas kegiatan pengendalian seperti dalam penugasan assurance, jadi lebih mengandalkan pengendalian yang dibuat oleh Auditi.
2400 - Komunikasi Hasil Penugasan Auditor Inten harus mengomunikasikan hasil penugasannya kepada Auditi. Bentuk, isi komunikasi progres, dan komunikasi lebih lengkap, dan sesekali menambahkan
isi dari Standar Audit AAIPI jika dianggap saling berkaitan.
Standar Atribut
1000 - Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab
Standar ini menyatakan bahwa tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab Aktivitas Audit Intern termasuk Aktivitas Jasa Konsultansi harus didefinisikan secara formal dalam suatu Piagam Audit Intern, dan harus sesuai dengan Misi Audit Intern dan unsur-unsur yang diwajibkan dalam Kerangka Praktik Profesional Internasional (Prinsip Pokok Praktik Profesional Audit Internal, Kode Etik, Standar dan Definisi Audit Internal). Interpretasi dari Standar dapat dijelaskan bahwa sifat dari Aktivitas Jasa Konsultansi harus didefinisikan dalam Piagam Audit Intern yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.
1100 - Independensi dan Objektivitas Aktivitas Audit Intern harus independen dan Auditor Intern harus obyektif dalam melaksanakan tugasnya termasuk dalam Pemberian Jasa Konsultansi. Independensi adalah kondisi bebas dari situasi yang dapat mengancam kemampuan Aktivitas Auditor
Intern untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara tidak memihak, sedangkan Objektivitas adalah suatu sikap mental tidak memihak yang memungkinkan Auditor Intern melaksanakan tugasnya sedemikian rupa sehingga mereka memiliki keyakinan terhadap hasil kerja mereka dan tanpa kompromi dalam mutu.
Jika Auditor Intern memiliki potensi gangguan independensi maupun objektivitas pada penugasan Jasa Konsultansi, hal tersebut harus diungkapkan sebelum penugasan diterima. Lebih lanjut disebutkan Auditor Intern dapat melaksanakan tugas Penjaminan Kualitas sekaligus pemberian jasa konsultansi jika sifat dari konsultansi tersebut tidak menimbulkan gangguan objektivitas. Contoh kasus gangguan objektivitas misalnya apabila Auditor memberikan Jasa Konsultansi untuk kegiatan yang memerlukan Jaminan Kualitas, namun memerlukan keberlanjutan tanggung jawab bagi Auditor yang sama. Contoh lain pelaksanaan pemberian Jasa Konsultansi yang dapat mengancam independensi Auditor Intern adalah diciptakannya suasana saling menguntungkan antara Auditor Intern dan Auditi, dan ditempatkannya Auditor Intern yang mewakili kepentingan Auditi.
1210 – Kecakapan
Pada standar ini dijelaskan bahwa Auditor Intern secara kolektif harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Implikasi dari standar ini mengharuskan agar Kepala Satuan Pengawasan Intern harus menolak penugasan konsultansi atau menolak memberikan saran dan bantuan yang kompeten, jika Auditor Internnya tidak memiliki pengetahuan, keterampilan,
Standar Atribut
(Attribute Standards)
:
STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA
Prinsip-Prinsip Dasar
Standar Pelaksanaan
(Performance Standards)
:
Standar Pelaksanaan
Audit Intern
Standar Umum
Standar Komunikasi
Audit Intern
Assurance
Consulting
Assurance
Consulting
level keyakinan terbatas berupa Evaluasi Pembangunan ZI Menuju WBK/ WBBM, yang tidak mempengaruhi independensi. Namun demikian terhadap pemberian Jasa Konsultansi berupa Pendampingan PBJ yang kemudian dilakukan kegiatan Penjaminan Kualitas berupa Audit Kinerja PBJ, pelaksanannya belum benar-benar memperhatikan Tim Auditor yang bertugas, apakah dilakukan oleh Tim yang berbeda atau sama, yang tentunya dapat menimbulkan gangguan terhadap Independensi bila dilakukan oleh Auditor yang sama (Standar 1100). 3. Penugasan Auditor di Itjen KKP telah
mempertimbangkan kecakapan/keahlian masing-masing anggota, sehingga dalam satu Tim telah dipertimbangkan memiliki keahlian secara kolektif yang dibutuhkan dalam melaksanakan penugasan Jasa Konsultansi sesuai Standar Kecakapan (1210). Namun
demikian, terhadap permintaan Jasa Konsultansi untuk kegiatan yang memiliki risiko sangat tinggi, misalnya pada kegiatan pendampingan penghitungan progress fisik Pembangunan Akuarium
PIAMARI/MIAMARI belum sepenuhnya memenuhi Standar Kecakapan/Keahlian, mengingat belum seluruh keahlian teknis dimiliki secara kolektif oleh Tim Auditor Itjen KKP. 4. Penugasan Jasa Konsultansi harus
direncanakan dan dituangkan dalam PKPT. Hasil pengamatan penulis terhadap PKPT Itjen KKP Tahun 2017-2019 diketahui bahwa penugasan Jasa Konsultansi sudah dituangkan dalam PKPT setiap tahunnya. Komposisi penugasan Jasa Konsultansi yang dilaksanakan pada PKPT tersebut berkisar 4,17% s.d. 11,80% dari seluruh kegiatan pengawasan. Jenis penugasan yang sering dilaksanakan adalah Asistensi hasil akhir penugasan Jasa Konsultansi
bervariasi, tergantung pada sifat penugasan dan kebutuhan Auditi.
2500 - Pemantauan Perkembangan Standar ini menyatakan bahwa Satuan Pengawasan Intern harus memantau tindak lanjut yang dilakukan oleh Auditi, termasuk terhadap hasil penugasan Jasa Konsultansi. Tujuan dari pemantauan tersebut adalah agar Satuan Pengawasan Intern dapat mengetahui progress perbaikan kinerja Auditi sesuai saran yang telah disepakati bersama.
Tinjauan Penerapan Standar Aktivitas Penugasan Jasa Konsultansi di Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (Itjen KKP) telah melaksanakan penugasan Jasa Konsultansi sesuai tugas dan fungsi pengawasan terhadap Satuan Kerja (Satker) lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak berlakunya Standar Audit AAIPI Tahun 2013. Selain itu pemberian Jasa Konsultansi tersebut telah dimasukkan sebagai hal penting dalam dokumen Kebijakan Pengawasan setiap tahunnya. Aktivitas Jasa Konsultansi yang dilaksanakan antara lain asistensi, konsultansi, sosialisasi, dan bimbingan teknis. Dengan dimasukkannya Aktivitas Jasa Konsultansi dalam Kebijakan Pengawasan, diharapkan peran pengawasan Itjen KKP dapat memberikan peringatan dini atas adanya potensi risiko dari pelaksanaan program/kegiatan KKP.
Tinjauan penerapan Aktivitas Jasa Konsultansi pada Itjen KKP apabila dibandingkan dengan Standar Audit IIA dan Standar Audit AAIPI dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan, dan
Tanggung Jawab Auditor Intern Itjen KKP sudah dinyatakan secara tertulis dalam bentuk Piagam Audit (Audit Charter). Piagam Audit dibuat sejak tahun 2013, direvisi pada tahun 2017, dan terakhir direvisi pada tahun 2020. Piagam Audit tahun 2020 ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan seluruh Pimpinan Unit Eselon I lingkup KKP. Pada Piagam Audit tahun 2020, Aktivitas Jasa Konsultansi sudah dideklarasikan sebagai salah satu layanan untuk perbaikan tata kelola organisasi, manajemen risiko dan dan proses pengendalian organisasi, tanpa mengambil alih tanggung jawab manajemen. Aktivitas Jasa Konsultansi juga telah dinyatakan sebagai ruang lingkup Audit Intern, serta didefinsikan dengan jelas dalam Piagam Audit tersebut. Dengan demikian, maka pelaksanaan Aktivitas Jasa Konsultansi dalam Piagam Audit sesuai dengan Standar 1000 (Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab).
2. Program penugasan Jasa Konsultansi yang dinyatakan dalam Kebijakan Pengawasan Itjen KKP setiap tahunnya adalah Asistensi Pembangunan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM), walaupun sebenarnya, dalam PKPT kegiatan penugasan Jasa Konsutansi dibuat lebih banyak, seperti Asistensi Pelayanan Publik, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), dan Pendampingan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ). Untuk kegiatan WBK/WBBM, di samping Auditor Intern melakukan pemberian Jasa Konsultansi, Auditor Intern yang sama juga melakukan kegiatan Penjaminan Kualitas dengan
Piamari sep uta r p an ga nd ar an.co m
Saran Untuk Perbaikan Penerapan Standar
Secara umum Itjen KKP sudah menerapkan Aktivitas Jasa Konsultansi sesuai Standar, namun masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki pada penerapan beberapa Standar. Untuk memperbaiki penerapan Standar tersebut, Itjen KKP perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi terhadap penugasan Jasa Konsultansi, untuk memetakan penugasan yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap independensi. Lakukan pengendalian yang memadai terhadap penugasan yang berpotensi menimbulkan gangguan indepedensi, seperti penyusunan Tim Auditor untuk penugasan Pendampingan PBJ terhadap program/kegiatan yang akan dilakukan Audit Kinerja, harus dilakukan oleh dua Tim Auditor yang berbeda;
2. Mendeklarasikan dalam Piagam Audit Intern bahwa terhadap permintaan Aktivitas Jasa Konsultansi yang memiliki risiko tinggi dan memerlukan keahlian tertentu yang belum dimiliki oleh Auditor Intern Itjen KKP, agar didampingi dengan tenaga ahli atau dapat dilakukan dengan menambah pengetahuan Auditor melalui Pendidikan dan Pelatihan. 3. Menyusun Standar Operating Procedure
(SOP) untuk memastikan bahwa tindak lanjut hasil penugasan Jasa Konsultansi dipantau oleh Bagian Pemantauan Hasil Pengawasan dan dicatat dalam SIDAK agar terpantau oleh Pimpinan Itjen KKP.
Dengan dilakukannya langkah-langkah perbaikan tersebut, Itjen KKP dapat menerapkan seluruh Standar Aktivitas Jasa Konsultansi yang diharapkan dapat
meningkatkan kinerja pengawasan lingkup KKP. Dengan demikian, nilai tambah Auditor Intern KKP untuk dapat meningkatkan proses tata kelola, manajemen risiko, pengendalian organisasi, dan berperan dalam memberikan peringatan dini atas adanya potensi risiko kegagalan dari program/kegiatan KKP dapat tercapai.
Daftar Pustaka :
1. Keputusan Nomor: KEP-005/AAIPI/ DPN/2014 Tentang Pemberlakuan Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia, Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, dan Pedoman Telaah Sejawat Auditor Intern Pemerintah Indonesia.
2. The Institute of Internal Auditors (The IIA). “Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal”. 2016.
3. Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA). “Penugasan Asurans dan Konsultasi”. 2015. 4. Keputusan Inspektur Jenderal KKP Nomor:
34/KEP-IRJEN/2017, Tentang Program Kerja Pengawasan Tahunan Tahun 2017.
5. Keputusan Inspektur Jenderal KKP Nomor: 244/KEP-IRJEN/2018, Tentang Perubahan atas Keputusan Inspektur Jenderal KKP Nomor: 51/KEP-IRJEN/2018 Tentang Program Kerja Pengawasan Tahunan Itjen KKP Tahun 2018.
6. Keputusan Inspektur Jenderal KKP Nomor: 281/KEP-IRJEN/2019, Tentang Perubahan atas Keputusan Inspektur Jenderal KKP Nomor: 88/KEP-IRJEN/2019 Tentang Program Kerja Pengawasan Tahunan Itjen KKP Tahun 2019.
7. Peraturan Inspektur Jenderal Nomor 198/PER-ITJEN/2019 tentang Pedoman Pengawasan Lingkup Inspektorat Jenderal KKP.
8. Pagam Audit Intern Inspektorat Jenderal Tahun 2020.
Pembangunan ZI Menuju WBK/ WBBM, Asistensi SAKIP, Asistensi Pelayanan Publik, Sosialisasi Reformasi Birokrasi, dan Benturan Kepentingan. Dengan demikian, maka perencanaan penugasan Jasa Konsultansi sesuai Standar 2010 (Perencanaan)
5. Selama melakukan penugasan Jasa Konsultansi, Auditor Intern Itjen KKP telah dibekali dengan berbagai pengetahuan terkait pengelolaan risiko. Dengan demikian dalam penugasan Jasa Konsultansi diharapkan Auditor Itjen KKP dapat meminimalisasi risiko yang terkait dengan tujuan penugasan dan juga risiko lain yang signifikan sesuai dengan Standar 2120 (Pengelolaan Risiko). Dalam memberikan saran, Auditor Itjen KKP juga dituntut untuk berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan menempatkan manajemen sebagai pihak yang berwenang dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Implikasi dari hal tersebut adalah jika Auditi/Manajemen meminta secara tertulis bentuk persetujuan terhadap suatu keputusan yang ditetapkan, maka Auditor harus menolaknya. Saran yang diberikan harus tertulis dan dibuat oleh Auditor dengan diberikan kalimat kunci: “Penugasan ini dilakukan secara terbatas pada informasi yang tertuang di dalam dokumen yang diberikan Auditi. Kebenaran dan keabsahan informasi tersebut menjadi tanggung jawab Auditi. Auditor Intern hanya bertanggung jawab terhadap saran yang diberikan”.
6. Penyusunan Program Kerja dalam penugasan Jasa Konsultansi sudah dilaksanakan oleh Auditor Intern Itjen KKP. Program Kerja tersebut disusun sesuai dengan ruang lingkup penugasan
yang disepakati dengan Auditi, dan sesuai dengan pedoman yang telah dibuat oleh Itjen KKP. Dengan demikian, maka perencanaan penugasan Jasa Konsultansi telah sesuai dengan Standar 2240 (Program Kerja Penugasan).
7. Setiap Auditor Intern yang melakukan penugasan Jasa Konsultansi sudah membuat komunikasi hasil penugasan. Komunikasi hasi penugasan dalam bentuk laporan hasil penugasan yang disusun sesuai dengan Peraturan Inspektur Jenderal Nomor 198/PER-ITJEN/2019 tentang Pedoman Pengawasan Lingkup Inspektorat Jenderal KKP. Komunikasi penugasan dalam bentuk laporan dibuat setelah hasil penugasan diberi tangapan oleh Auditi. Hal ini penting karena sifat dan ruang lingkup penugasan harus disepakati dan sesuai kebutuhan Auditi. Dengan demikian, maka komunikasi hasil penugasan telah dilakukan sesuai dengan Standar 2400 (Komunikasi Hasil Penugasan).
8. Saran perbaikan yang disampaikan kepada Auditi dalam penugasan Jasa Konsultansi di Itjen KKP disampaikan dalam bentuk laporan. Saran tersebut harus ditindaklanuti oleh Auditi paling lambat 30 hari setelah laporan diterima Auditi, dan akan dipantau oleh Auditor Intern yang melaksanakan penugasan, sehingga secara substansi sudah sesuai dengan Standar 2500 (Pemantauan Perkembangan). Namun demikian, tindak lanjut penugasan Jasa Konsultansi tersebut tidak dipantau oleh Bagian Pemantauan Hasil Pengawasan, dan tidak dicatat dalam Sistem Aplikasi Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (SIDAK) sehingga tidak terpantau oleh Pimpinan Itjen KKP.
Pada event dengan tema:
"Sinergi
Inspektorat Jenderal KKP dengan
Mitra dan Inspektorat Daerah Dalam
Rangka Mewujudkan Indonesia Maju"
tersebut, Menteri Edhy Prabowo
menyampaikan beberapa fokus
Kementerian Kelautan dan Perikanan
pada tahun 2020 - 2024, antara lain :
1.
Memperbaiki komunikasi dengan
nelayan, penyederhanaan perizinan,
pengembangan pelabuhan perikanan,
pengaturan penangkapan ikan sampai
ZEE dan laut lepas, dan perlindungan
dan pemberdayaan nelayan, untuk
peningkatan pendapatan nelayan;
2. Perikanan budidaya dioptimalkan dan
diperkuat untuk penyerapan lapangan
kerja dan penyediaan sumber protein
hewani untuk konsumsi masyarakat;
3. Membangkitkan industri kelautan
dan perikanan melalui pemenuhan
kebutuhan bahan baku industri,
peningkatan kualitas mutu produk
dan nilai tambah, untuk peningkatan
investasi dan ekspor hasil perikanan;
4. Pengelolaan wilayah laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil serta penguatan
pengawasan sumber daya kelautan
dan perikanan dan karantina ikan
melalui koordinasi dengan instansi
terkait; dan
5. Penguatan SDM dan inovasi riset
kelautan dan perikanan.
Dalam sambutannya, Menteri Edhy
Prabowo sempat menyinggung soal
anggaran KKP sekitar Rp 6,47 triliun
untuk 2020, yang menurut perkiraan
Beliau hanya mampu menyokong 10
persen dari program nasional KKP.
Namun, Beliau ingin semua
stakeholder
mampu menentukan program prioritas
di tengah keterbatasan anggaran.
"Kita beri contoh kepada pelaku
usaha, dengan anggaran yang terbatas
bisa menentukan program prioritas,
menunjuk daerah yang lebih rajin dan
aktif. Lihat kinerja daerah". "Dengan
begitu, pihak swasta akan tertarik
membangun program prioritas bersama
KKP karena pemerintah terlihat fokus
A
da yang berbeda pada Rakerwas
Itjen KKP 2020 ini…Ya, nuansa
etnis sangat mendominasi,
mulai dari
setting
panggung, hingga
busana yang dikenakan oleh peserta..!.
Hadir pada Rakerwas, Menteri
Kelautan dan Perikanan Bapak Edhy
Prabowo mengenakan busana khas
Riau didampingi Irjen KKP Bapak
Muhammad Yusuf yang mengenakan
busana khas Sumatera Selatan.
Pembukaan acara yang merupakan
event tahunan Itjen KKP tersebut
dilaksanakan di
Ballroom
, Gedung
Mina Bahari III KKP, dan memiliki arti
strategis dalam rangka menyamakan
kesamaan tekad, visi dan misi serta
keterbukaan antara Pusat (unit eselon
I dan UPT), Daerah (Pemerintah
Rapat Kerja Pengawasan Itjen KKP
Provinsi/Kabupaten/Kota), dan Dinas
Kelautan dan Perikanan seluruh
Indonesia dalam rangka memajukan
pembangunan sektor Kelautan dan
Perikanan.
Melalui event tahunan ini juga,
diharapkan terbangun komitmen
yang kuat dari Pusat, Daerah, dan
Dinas Kelautan dan Perikanan seluruh
Indonesia dalam memenuhi kewajiban
penyelesaian tindak lanjut rekomendasi
hasil temuan BPK-RI maupun Itjen
KKP. Dalam acara ini juga turut
mengundang Inspektorat Provinsi/Kab/
Kota yang merupakan kepanjangan
tangan dari Pemerintah Pusat guna
memastikan seluruh program KKP di
daerah dapat berjalan dengan efektif
dan efisien.
Kemenkeu dan Inspektur III
Kemendagri, yang membahas antara
lain pengelolaan PNBP SDA Perikanan
dan berbagai permasalahannya
dan pengawasannya (DJA), sinergi
Pengawasan Pusat dan Daerah dalam
mengawal Kebijakan Pembangunan
Sektor KP (Inspektur lll Kemendagri),
dan optimalisasi peran Itjen KKP dalam
implementasi
Quality Assurance
dan
Consulting Partner
dalam mewujudkan
capaian Kinerja KKP.
Selanjutnya pelaksanaan Rakerwas
digelar di Hotel Aston Bogor diawali
dengan sambutan Bapak Muhammad
Yusuf, yang menegaskan pentingnya
kesamaan visi, misi, tekad, serta
keterbukaan dan kepeduliaan segenap
unit eselon I KKP guna mendukung
pelaksanaan Program / Kegiatan
Strategis KKP.
pada program prioritasnya" ujar Beliau.
Menteri Edhy Prabowo juga
menyampaikan apresiasi peran Itjen
KKP dalam mengawal Program/
Kegiatan Strategis KKP. “Saya sangat
mengharapkan peran Inspektorat
Jenderal KKP untuk mengawal
pencapaian hal tersebut. Inspektorat
Jenderal KKP dengan tugas dan
fungsi melakukan pengawasan intern
diharapkan mampu memberikan
pengawasan yang efektif dan
memberikan nilai tambah. Saya percaya
dengan Inspektorat Jenderal KKP
melalui peran sebagai
Quality Assurance
and Consulting Partner,
maka tujuan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
yaitu mewujudkan masyarakat kelautan
dan perikanan yang sejahtera dan maju
dapat tercapai”, tegas beliau.
Pada kesempatan yang sama,
Inspektur Jenderal KKP Muhammad
Yusuf menegaskan bahwa sinergitas
antara APIP (Itjen KKP dan Inspektorat
Provinsi/Kab/Kota) sangat penting
dalam memastikan seluruh program
strategis KKP dapat dilaksanakan dan
termanfaatkan dengan optimal. Juga
semua temuan hasil pengawasan Itjen
KKP dan hasil pemeriksaan BPK-RI
dapat ditindaklanjuti seluruhnya oleh
Pusat dan Daerah.
Sebelum sambutan dan pembukaan
secara resmi oleh Menteri KP Edhy
Prabowo, dilakukan launching Aplikasi
SIDAK (Sistem Informasi Data
Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
APIP). Melalui aplikasi ini diharapkan
pelaksanaan tindak lanjut lebih efisien,
efektif dan cepat. Selanjutnya disusul
Penandatanganan Piagam IAC
(Internal
Audit Charter)
merupakan dokumen
formal yang menyatakan tujuan,
wewenang, dan tanggung jawab kegiatan
audit intern oleh Aparat Pengawas
Intern Pemerintah. Dalam piagam
tersebut ditegaskan komitmen dari
para pemangku kepentingan terhadap
arti pentingnya fungsi audit intern
atas penyelenggaraan pemerintahan di
lingkungan Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Rangkaian pembukaan Rakerwas
ditutup dengan gelar wicara dengan
moderator Effendi Ghazali, dengan
narasumber dari Ditjen Anggaran
Di sesi penyampaian hasil evaluasi
Itjen KKP terhadap Program/
Kegiatan Strategis unit eselon I KKP,
para Inspektur memaparkan isu-isu
utama, diantaranya pengelolaan PNBP,
pemanfaatan Bantuan Pemerintah dan
SKPT, hasil penilaian risiko Program/
Kegiatan Prioritas TA 2020, dan
rancangan PKPT 2020.
Selanjutnya rangkaian sesi lanjutan
Kelompok Kerja (Pokja) l s.d V Rakerwas
yang membahas berbagai rancangan
pedoman pengawasan, diantaranya:
pedoman pengawasan urusan
pemerintahan konkuren, pedoman
pengawasan Pengarusutamaan Gender,
pedoman pengawasan Manajemen
Risiko, pedoman pengawasan KUR, dan
pedoman penilaian mandiri persepsi
integritas di lingkungan KKP.
Di hari terakhir, dilaksanakan
outbond
guna memperkuat kebersamaan,
soliditas dan kekompakan, dan ditutup
dengan pembacaan rumusan Rakerwas.
S
eiring dengan kemajuan
tek-nologi dan informasi. Kegiatan
pemantauan dan pengawasan
dapat dilakukan secara online
menggunakan aplikasi tanpa harus
ke lapangan. Inspetktorat Jenderal
meluncurkan sebuah aplikasi daring
yaitu Sistem Informasi Data Tindak
Lanjut Hasil Pengawasan APIP
(SIDAK). SIDAK adalah aplikasi
berbasis web yang dikembangkan
dengan tujuan untuk mengelola data
pemantauan tindak lanjut secara real
time antara Itjen dengan satker yang
diperiksa. SIDAK diluncurkan pada
SIDAK, Metode Baru
Pemantauan Tindak Lanjut
Temuan Hasil Pengawasan Itjen
acara Rapat Kerja Pengawasan Itjen
oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
Manfaat SIDAK sendiri yaitu Data
TLHP Itjen lebih mutakhir, akurat dan
informatif, Proses pemantauan seragam
dan lebih cepat, TLHP terdokumentasi
dalam database, mengurangi biaya
pemantauan (meminimalkan
per-temuan tatap muka) dan Ramah
lingkungan:
Less Papers
. Terlebih
di masa pandemi Covid-19 ini
para auditan dapat lebih mudah
melakukan tindak lanjut dengan cukup
mengirimkan bukti Tindak Lanjut
kedalam Aplikasi SIDAK.
Arsitektur SIDAK
Arsitektur SIDAK terdiri dari
1. Pengguna
a. Itjen KKP
Ingenieur
atau biasa disebut
Web
Depeloper
, yakni pembangun sekaligus
pengembang SIDAK oleh Auditor
Itjen KKP (Doni Wiryadinata).
Admin
, yakni pengelola SIDAK, yang
bertugas melaksanakan pengendalian
akses, pendaftaran
Inputter, backup
database
, Melakukan dokumentasi
konfigurasi system, Melakukan
maintenance
terhadap LHP yang
masuk dan tersimpan.
Inputter Itjen
, yang bertugas
meng-input data temuan dan tindak lanjut.
Dalam hal ini, seorang
inputter
ditunjuk oleh masing-masing
Inspektorat, baik seorang auditor
ataupun staf/pejabat yang ditunjuk.
b. Auditi/Satker
Inputter
Satker bertugas menginput
data tindak lanjut dari rekomendasi
ke dalam aplikasi SIDAK setelah
diberikan hak akses oleh administrator.
Bentuk tindak lanjut dapat berupa
file
yang telah di
scan
baik untuk temuan
Administrasi maupun kepatuhan atau
setoran.
2. Akses dan Fitur
Laman SIDAK dapat diakses melalui
alamat
http://ams.kkp.go.id/sidak/
login
. Untuk masuk diperlukan akses
login
dengan memasukkan email dan
kata sandi yang terdaftar.
Adapun fitur yang disediakan
SIDAK yaitu :
Registrasi dan Verifikasi
User, View LHP (LHP, Temuan dan
Rekomendasi), Update Tanda Terima
LHP, Daftar Tindak Lanjut dan
Statusnya, Input dan Upload Tindak
Lanjut.
Pendaftaran (registrasi)
user
dikelompokan ke dalam 5 kategori,
yaitu tingkat KKP, Itjen KKP, Eselon
I, Provinsi dan Satuan Kerja. Kegiatan
registrasi dan verifikasi ini dilakukan
oleh administrator. Pada
Menu
View
LHP ditampilkan daftar LHP,
Temuan dan Rekomendasi. Apabila
ingin melihat rekomendasi maka
dapat dilakukan dengan memilih klik
menu
Kelola temuan
. Kemudian akan
tampil rekomendasi dari temuan yang
dimaksud.
Oleh: Sinta Agustina (Pranata Komputer Pertama Sekretariat Itjen)
Proses serah terima dan
upload
LHP dilakukan oleh admin dan
kemudian diisikan temuan dan
rekomendasinya oleh inputter itjen.
Adapun Proses Pelaksanaan tindak
lanjut melalui SIDAK dimulai dari
penginputan temuan dan rekomendasi
oleh Inputter Itjen KKP pada menu
REGISTRASI LHP. Selanjutnya
Inputter
auditi menyampaikan dokumen
tindak lanjut dalam bentuk
softcopy
dan menunggahnya ke portal SIDAK
dengan cara mengakses LHP terkait
dan masuk ke
Menu Input
dan
Upload
Tindak Lanjut
di submenu Kelola Data
setelah terlebih dahulu memilih LHP,
temuan dan rekomendasi yang akan
ditindak lanjutnya. Inputter Itjen akan
melakukan verofikasi dan otorisasi
terhadap bukti yang telah masuk.
Inputter
Itjen maupun Auditor
melakukan verifikasi/validasi dokumen
TL, dan memberikan usulan status
Tuntas, Proses,
Pending
, atau Tidak
Dapat Ditindaklanjuti. Status ini juga
muncul dalam bentuk warna hijau untuk
TUNTAS, PROSES warna
oranye
,
PENDING
warna
merah
, sebagaimana
pada Menu Daftar Tindak Lanjut dan
Statusnya.
Apabila disetujui oleh Pengendali
Mutu dan/atau Inspektur, selanjutnya
usulan status tersebut dapat difinalkan
oleh Inputter Itjen KKP dengan cara
mengklik status sesuai hasil verifikasi
dan persetujuan tersebut pada aplikasi
SIDAK. Apabila proses telaah tindak
lanjut telah selesai maka dapat
dikeluarkan Berita Acara Tindak Lanjut
(BATL) yang dapat diprint pada menu
View BATL
dan dapat dijadikan arsip
oleh Auditor Itjen maupun Satker
sebagai BATL yang sah.
Contoh proses otorisasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Meraih Opini WTP atas LK 2019
M
enindaklanjuti
entry meeting
pemantauan tindak lanjut
hasil pemeriksaan
BPK-RI (TLHP) dan pemantauan atas
penyelesaian kerugian negara periode
Semester I 2020, maka terhitung mulai
tanggal 15 Juni sampai dengan tanggal
30 Juni 2020, Inspektorat Jenderal
KKP mengoordinasikan pelaksanaan
pemantauan tindak lanjut tersebut
secara virtual kepada Tim BPK-RI.
Adapun pelaksanaan pemantauan
tindak lanjut tersebut terbagi menjadi
2 (dua), yakni melalui aplikasi Sistem
Koordinasi Pemantauan Tindak Lanjut
Temuan Hasil Pemeriksaan BPK-RI
dan Penyelesaian Kerugian Negara
Semester I 2020
Informasi Pemantauan Tindak Lanjut
(SIPTL) BPK-RI yang dapat diakses
melalui laman:
https://eauditee.bpk.go.id/
untuk temuan-temuan yang sudah
diupload oleh BPK-RI kedalam aplikasi
tersebut, dan melalui penyampaian
secara virtual
softcopy
dokumen tindak
lanjut beserta matriks pemantauan
tindak lanjut kepada Tim Penelaah
BPK-RI untuk temuan-temuan dalam
LHP yang terbit sebelum 2017 dan
belum ter
upload
kedalam aplikasi
tersebut.
Entry meeting pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI secara online
Berkenaan dengan proses pemantauan
tindak lanjut tersebut, Itjen KKP c.q
Bagian Pemantauan Hasil Pengawasan
Sekretariat Itjen KKP selaku PIC,
mengoordinasikan, mengonsolidasikan,
melakukan verifikasi awal
bukti-bukti bersama dengan Inspektorat
terkait dan seluruh unit eselon I
lingkup KKP. Beberapa reviu terkait
pemantauan tindak lanjut tersebut
juga dilaksanakan oleh Inspektorat
terkait sebagai persyaratan pengajuan
Temuan Pemeriksaan yang Tidak
Dapat Ditindaklanjuti dengan alasan
sah (TPTD) maupun pemantauan dan
koordinasi penyelesaian tindak lanjut,
diantaranya: Reviu Tindak Lanjut
atas LHP BPK RI No. 23.C/LHP/
XVII/05/2013 TA. 2013 pada Sekretariat
DIrektorat Jenderal Pengelolaan Ruang
Laut KKP, Reviu terhadap Tindak
Lanjut atas Temuan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas SPI Tahun 2018 berupa
Pengelolaan Biaya Operasi Satgas
Pemberantasan IUU Fishing pada
Ditjen PSDKP, dan Telaahan Terhadap
Temuan Hasil Pengawasan Itjen yang
Tidak Dapat Ditindaklanjuti pada
Satker Sekretariat BRSDM, Puslatluh
KP dan BBRPPBKP.
Dari pelaksanaan pemantauan tindak
lanjut tersebut, diperoleh informasi
hasil sementara dari Tim BPK bahwa
tindak lanjut telah mencapai 75% lebih
atas pelaksanaan tindak lanjut yang
disampaikan melalui aplikasi SIPTL,
belum termasuk yang disampaikan
melalui matriks pemantauan tindak
lanjut (manual non SIPTL). Namun
disisi lain, capaian tersebut belum
termasuk LK 2019 yang rencananya juga
akan dimasukkan dalam pemantauan
periode semester I 2020 ini, meskipun
sampai dengan tanggal 2 Juli 2020 belum
ada serah terima LK 2019 dari BPK-RI
kepada KKP. Kegiatan terakhir ditutup
dengan penyelesaian konsep-konsep
surat teguran dan instruksi berjenjang
dari pejabat eselon I hingga kepada
personil terbawah sesuai substansi
rekomendasi dan sebagaimana arahan
dari Tim BPK-RI pada saat penyusunan
rencana aksi TLHP LK 2019.
Arahan Irjen KKP dan Sesitjen pada Konsolidasi dan Verifikasi Tindak Lanjut Pemeriksaan BPK-RI Tahun 2019
Entry Meeting
atas Pemeriksaan LK TA 2019
pada Entitas di Lingkungan AKN IV
Entry Meeting atas Pemeriksaan LK TA 2019 pada Entitas di Lingkungan AKN IV
dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 2020. Anggota IV BPK-RI Ibu Isma Yatun dalam sambutannya menyampaikan sejumlah hal, diantaranya : perkembangan TLHP sampai dengan Semester II 2019, ruang lingkup dan jadwal pemeriksaan, prioritas risk based audit, dan hal penting lainnya, seperti pentingya peran Itjen dalam pengawasan dan pengendalian belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat, serta dalam pengendalian pengelolaan keuangan negara, dan dalam penjelasan tanggapan pemeriksaan.
Berbeda rasa,
gaya, warna tetapi
satu tujuan untuk
menjadikan
KKP Hebat ...
#SelasaKebaya #SelasaBerbajuAdat
#SelasaKebaya #SelasaBerbajuAdat
Kapasitas Assessor PMPRB KKP
Workshop Peningkatan
Itjen KKP menyelenggarakan Workshop Peningkatan Kapasitas Assessor Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) lingkup KKP tanggal 12-13 Februari 2020. Beberapa yang dibahas antara lain: sasaran reformasi birokrasi, hasil survey efektifitas program penguatan pengawasan, hasil evaluasi pelayanan publik, penyusunan
Roadmap RB 2020-2024 yang
memperhatikan fokus dan prioritas KKP.
Sosialisasi LHKASN Pegawai SUPM Tegal
Sosialisasi LHKASN dari Inspektorat V Itjen KKP dan diikuti oleh seluruh Pegawai SUPM Kota Tegal yang dilaksanakan tanggal 13 Februari 2020.
Pemantauan Zona Integritas PPN Sibolga
Pemantauan Zona Integritas (ZI) kepada pegawai PPN Sibolga oleh Tim Inspektorat V pada tanggal 10 Maret 2020. PPN Sibolga merupakan salah satu unit kerja yg memperoleh predikat WBK secara internal dari Menteri Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2018.
Persiapan penilaian ZI menuju WBK/WBBM
Persiapan penilaian ZI menuju WBK/WBBM oleh Tim Penilai Nasional dan Pemantauan Tindak Lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI dan pengawasan Itjen KKP lingkup KKP di Provinsi Jawa Tengah tanggal 14 Februari 2020.