• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Hexagro. Vol. 1. No. 1 Februari 2017 ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Hexagro. Vol. 1. No. 1 Februari 2017 ISSN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1

JURNAL HEXAGRO

VOL. 1 No. 1 FEBRUARI 2017

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PERJUANGAN TASIKMALAYA

Jl. Pembela Tanah Air (PETA) No. 177 Kota Tasikmalaya 46115

(2)

JURNAL HEXAGRO diasuh oleh Fakultas Pertanian Universitas Perjuangan Tasikmalaya dengan jadwal penerbitan 2 (dua) kali dalam satu tahun dengan tujuan menyebarluaskan informasi ilmiah tentang perkembangan teknologi pertanian baik Agribisnis, Agroteknologi, Peternakan atau bidang-bidang lain yang terkait. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini terutama berasal dari penelitian dan pengabdian kepada masyarakat maupun kajian konseptual yang dilakukan oleh mahasiswa dan Dosen/akademisi dari berbagai universitas dan lembaga-lembaga pemerintah serta pemerhati masalah pertanian di Indonesia.

Lembaga Penerbit Jurnal Hexagro Dewan Redaksi

“Jurnal Hexagro”

Penanggung Jawab

dr. H. Kamiel Roesman Bachtiar, M.Si.

Redaktur

Ristina Siti Sundari, M.P.

Penyunting

Andri Kusmayadi, S.Pt., M.Sc. Ulpah Jakiyah, S.E, M.Si. Siti Nurhidayah, S.P., M.Si. Firgian Ardigurnita, S.Pt., M.P

Desain Grafis Dona Setia Umbara, M.P.

Sekretariat:

Fakultas Pertanian Universitas Perjuangan Jl. PETA No. 177 Gn. Roay

Kota Tasikmalaya 46115 e-mail: hexagro.jurnal@gmail.com

(3)

Sinopsis

Pada terbitan perdana, Hexagro memuat artikel hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Siliwngi Tasikmalaya dan dari Universitas Perjuangan Tasikmalaya. Dari Institut Pertanian Bogor, Yudhi Arie Priyanto melakukan penelitian mengenai viabilitas benih kedelai kultivar Anjasmoro pada umur simpan 1 bulan berbagai Pada terbitan perdana, Hexagro memuat, artikel hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Siliwangi Tasikmalaya dan dari Universitas Perjuangan Tasikmalaya. Dari Institut Pertanian Bogor, Yudhi Arie Priyanto melakukan penelitian mengenai Viabilitas benih kedelai kultivar Anjasmoro pada umur simpan satu (1) bulan

setelah panen dengan perlakuan invigorasi matriconditioning. Dedi Sufyadi dan Tedi

Hartoyo dari Universitas Siliwangi Tasikmalaya membahas hubungan antara peranan P3A dengan persepsi para petani P3A Mekar Sauyunan di daeran Ancaran Kabupaten

Kuningan Jabar. Selanjutnya inovasi baru dalam agribisnis, Ristina Siti Sundari dkk

membandingkan besarnya nilai tambah dari pembuatan abon berbahan baku ikan lele dan ikan patin yang belum dikenal luas seperti halnya abon sapi. Di bidang peternakan ada peneliti Dedi Sumarna dari Universitas Siliwangi mencoba membandingkan secara ilmiah pendapatan antara penerima dan non penerima bantuan belanja hibah bidang peternakan dalam usaha penggemukan sapi potong melalui uji statistika. Tanaman Kakao mendapat perhatian khusus dar Yayu Rahayu dari Universitas Siliwangi. Bidang penyuluhan diteliti oleh Dona Setia Umbara dari Universitas Perjuangan, dan terakhir dikupas dampak kebijakan Pemerintah terhadap usahatani beras organic di provinsi jawa barat oleh Ulpaj Jakiyah dari Universitas Perjuangan Tasikmalaya.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman 1. Viabilitas benih Kedelai (Glycine max L. Merr) Cult. Anjasmoro

umur 1 bulan setelah panen dengan Perlakuan Invigorasi Matriconditioning.

Yudhi Arie Priyanto (Institut Pertanian Bogor) ………... 1 – 9

2. Hubungan antara Peranan P3A dengan Partisipasi Petani Anggota P3A (Berdasarkan Persepsi Para Petani P3A Mekar Sauyunan di Ancaran Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)

Dedi Sufyadi dan Tedi Hartoyo (Universitas Siliwangi Tasikmalaya) 10 – 16

3. Nilai Tambah Agroindustri Abon Ikan Lele dan Ikan Patin

Ristina Siti Sundari, Andri Kusmayadi, Dona Setia Umbara

(Universitas Perjuanan) ………... 17 – 23

4. Perbedaan Pendapatan Antara Penerima Dengan Non Penerima Bantuan Belanja Hibah Bidang Peternakan Dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong (Kasus Di Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis)

Dedi Sumarna (Universitas Siliwangi) dan Ristina Siti Sundari

(Universitas Perjuangan) ………... 24 – 30

5 Hubungan Antara Pemberdayaan Kelompok Tani Dengan Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu Kakao

Yayu Rahayu (Universitas Siliwangi) dan Ristina Siti Sundari

(Universitas Perjuangan) ………... 31 – 40

6 Paradigma Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Tanaman

Singkong Sebagai Tanaman Produktif Di Indonesia

Dona Setia Umbara (Universitas Perjuangan) ………... 41 – 44

7 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Usahatani Beras Organik Di Provinsi Jawa Barat

(5)

1 VIABILITY OF SOYBEAN SEEDS (GLYCINE MAX. L. MERRIL) BY MATRICONDITIONING AND OSMOCONDITIONING INVIGORATION

(VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max. L. Merril) DENGAN

PERLAKUAN INVIGORASI MATRICONDITIONING DAN

OSMOCONDITIONING)

Yudhi Arie Priyanto1,

1Institut Pertanian Bogor

*Email : yudhiariepriyanto@rocketmail.com

ABSTRACT

This research aimed at knowing the best invigoration’s treatment due to enhancing seed’s viability

of Soybean. This research was designed using Completely Randomized Design by use of eight invigoration treatments and four times replication that consisted of A (no treatment), B (control soaked in aquadest), C (matriconditioning of burned husk), D (matriconditioning of sawdust), E (matriconditioning of Vermiculite), F (osmoconditioning PEG), G (osmoconditioning NaCl), H (osmoconditioning KNO3). In order to determine the result, data tested by F-test and continued by

contrast orthogonal test. The result showed that invigoration treatment enhanced viability of soybean toward parameter such as sprout percentage, sprout growth rapidity, height of sprout and

sprout’s dried weight. The best of among invigoration treatment enhancing viability of soybean was

matriconditioning invigoration treatment respectively vermiculite and sawdust.

Key words: Soybean, Invigoration, Viability, Matriconditioning, Osmoconditioning.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai. Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan delapan perlakuan invigorasi yang diulang empat kali yang terdiri dari: A (tanpa perlakuan), B (kontrol yang direndam aquades), C (matriconditioning abu sekam), D (matriconditioning serbuk gergaji), E (matriconditioning Vermikulit), F (osmoconditioning PEG), G (osmoconditioning NaCl), H (osmoconditioning KNO3). Untuk mengetahui hasil penelitian, data diuji dengan Uji F yang dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat meningkatkan viabilitas benih kedelai pada parameter persentase kecambah, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah dan tinggi kecambah. Dari semua perlakuan invigorasi, bahan yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai adalah perlakuan invigorasi matriconditioning berturut-turut yaitu vermikulit dan serbuk gergaji.

Kata kunci: Kedelai, Invigorasi, Viabilitas, Matriconditioning, Osmoconditioning.

I. PENDAHULUAN

Kita sering menganggap bahwa kualitas kedelai produksi Indonesia lebih rendah dari pada kedelai impor. Padahal itu hanya stigma. Menurut Gakoptindo

dalam Djaki (2014) sesungguhnya kedelai Indonesia kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan kedelai impor asal Amerika Serikat. Akan tetapi produksi kedelai Indonesia masih sangat jauh untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga di samping terus mengupayakan peningkatan produksi kedelai, juga melakukan impor kedelai dari Amerika Serikat.

Di Indonesia kedelai banyak

digunakan sebagai bahan baku

pembuatan tempe dan tahu, tauco,

kecap, makanan ringan (snack), susu

kedelai dan bahan pelengkap menu

makanan lainnya seperti bubur ayam, soto dan lain–lain.

Menurut Kementerian Pertanian (2014) kebutuhan kedelai sebagai bahan baku industri tempe dan tahu mencapai 2,5 juta ton per tahun sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 400 ribu ton per tahun. Hasil panen

kedelai hanya mampu memenuhi

kebutuhan daerah setempat dan tidak bisa memenuhi permintaan daerah lain. Menurut Lutfi (2015) rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan luas lahan yang terus berkurang (hanya berkisar 600.000 ha) karena banyak terjadi alih fungsi lahan dan produktifitas rendah yang disebabkan oleh cuaca ekstrim, rendahnya keterampilan petani dalam budidaya kedelai, pemupukan yang kurang berimbang dan ketersediaan

(6)

2 benih unggul di lapangan yang tidak

mencukupi.

Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah, petani, ilmuwan dan peneliti untuk dapat meningkatkan produksi kedelai sampai swasembada kedelai tercapai sehingga tidak harus mengimpor lagi. Dari faktor penyebab rendahnya produksi kedelai Indonesia, peneliti berupaya lebih fokus untuk memberikan solusi dalam penyediaan benih unggul di lapangan.

Ada berbagai cara invigorasi benih kedelai yang bisa dilakukan

diantaranya dengan Priming (Hydro

priming, solid matric priming), hardening, matri-conditioning, osmoconditioning, moisturizing, dan humidifying. Dari berbagai cara invigorasi tersebut, maka

Osmoconditioning dan matriconditioning

adalah cara invigorasi yang paling sering dilakukan (Litbang, 2014). Walaupun cara ini belum memberikan hasil yang konsisten, untuk hal tersebut penelitian viabilitas benih kedelai dengan perlakuan invigiorasi perlu dilakukan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan di

Rumah Kaca (Green House) Fakultas

Pertanian, Universitas Siliwangi

Tasikmalaya. Penelitian ini dimulai pada bulan Juni sampai Juli 2015.

Bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah: benih kedelai varietas Anjasmoro, aquadest, abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG

6000, KNO3, NaCl dan media

perkecambahan (pasir steril halus, porasi dan tanah dengan perbandingan 1:1: 1.

Alat–alat yang digunakan

diantaranya baki perkecambahan,

termometer maksimum minimum, hand

sprayer, mistar 30 cm, gelas ukur, cangkir plastik ukuran 200 ml, alat tulis, sarung tangan karet, sendok pengaduk, masker, saringan, dan kamera digital.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang diulang 4 kali, dengan perlakuan sebagai berikut :

A = tanpa perlakuan

B = Kontrol: benih yang direndam selama 6 jam dengan Aquadest

C = Matriconditioning : (benih direndam selama 6 jam dalam campuran abu sekam : air dengan perbandingan 3 : 5)

D = Matriconditioning (benih direndam selama 6 jam dalam campuran serbuk gergaji : air dengan perbandingan 3 : 5)

E = Matriconditioning (benih direndam selama 6 jam dalam campuran vermikulit : air dengan perbandingan 3 : 5)

F = Osmoconditioning (benih direndam selama 6 jam dengan larutan PEG 6000 pada konsentrasi 2 % ,)

G = Osmoconditioning (benih direndam selama 6 jam dengan larutan NaCl pada konsentrasi 2%)

H = Osmoconditioning (benih direndam selama 6 jam dengan larutan KNO3 pada konsentrasi 2%)

Model persamaan yang cocok untuk penelitian ini menurut Gaspersz (1991) adalah model tetap karena hanya

terdiri dari tujuh perlakuan yang tersedia. Model tersebut adalah :

Yij = µ + ti + εij Keterangan : Yij µ ti εij = = = =

hasil pengamatan ke j yang memperoleh perlakuan ke I rata-rata populasi hasil pengamatan

pengaruh perlakuan ke i

pengaruh galat percobaan pada pengamatan ke j yang memperoleh perlakuan ke i

Tabel 1. Analisis Sidik Ragam 1

Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhit Ftabel 5% 1% Perlakuan t – 1 ∑𝑇𝑖=1𝑇𝑗2 𝑛𝑖 − 𝐹𝐾 𝐽𝐾 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑘 𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑘 𝐾𝑇𝑝𝑒𝑟𝑙 𝐾𝑇 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 2,42 3,5 Galat (N-1) - (t-1) JKtot – JKperla 𝐽𝐾 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡

𝑑𝑏 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡

(7)

3 Kaidah Pengujian :

Jika Fhitung≤ Ftabel maka perlakuan seragam (tidak berbeda nyata); Tidak ada

pengaruh; Hipotesa Nol (H0) diterima

Jika Fhitung > Ftabel maka perlakuan tidak seragam (berbeda nyata); Hipotesa Nol

(H0) ditolak.

Jika perlakuan memberi perbedaan yang nyata atau memiliki ragam yang berbeda, maka pengujian dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras

Analisis ortogonal kontras untuk membandingkan antar dan dalam kelompok perlakuan. Analisis ortogonal

kontras sering juga disebut Uji-F

terencana karena pengujian dilakukan

didasarkan pertanyaan-pertanyaan

spesifik penelitian yang telah dirancang, baik didasarkan pada teori atau

penelitian-penelitian sebelumnya

(Mawardi Syana, 2013).

Jika perlakuan signifikan,

dilakukan uji perbandingan kelompok perlakuan dan uji gugus perlakuan. Jumlah komponen yang disusun sama dengan derajat bebas perlakuan.

– Komponen 1 : A, Vs B, C, D, E, F, G, H – Komponen 2 : B Vs C, D, E, F, G, H – Komponen 3 : C, D, E Vs F, G, H – Komponen 4 : C Vs D, E – Komponen 5 : D Vs E – Komponen 6 : F Vs G, H – Komponen 7 : G Vs H

Menghitung jumlah kuadrat komponen:

JKi = (∑𝐛𝐓)𝟐

𝒓∑𝐛𝟐

Jumlah semua Jumlah Kuadrat

komponen harus sama dengan Jumlah Kuadrat Perlakuan. Kemudian dihitung jumlah kuadrat dari masing-masing komponen dengan rumus di atas. Total perlakuan di sini diperoleh dari total perlakuan yang terdapat dalam data awal.

Tabel 2. Susunan Koefisien Ortogonal Kontras

Komponen Koefisien ortogonal kontras untuk invigorasi (b) ∑b2 A B C D E F G H 1 -7 1 1 1 1 1 1 1 56 2 0 -6 1 1 1 1 1 1 42 3 0 0 -1 -1 -1 1 1 1 6 4 0 0 -2 1 1 0 0 0 6 5 0 0 0 -1 1 0 0 0 2 6 0 0 0 0 0 -2 1 1 6 7 0 0 0 0 0 0 -1 1 2 Total perlakuan

Daftar sidik ragam uji lanjutan ortogonal kontras seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Uji lanjutan Ortogonal Kontras

Sumber Ragam Db JK KT Fhit F.05 F.01

Perlakuan 7 Komponen 1 1 (∑b1T1)2 𝑟∑b12 𝐽𝐾 𝑘𝑜𝑚𝑝1 𝑑𝑏 𝑘𝑜𝑚𝑝1 𝐾𝑇 𝑘𝑜𝑚𝑝1 𝐾𝑇 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 Komponen 2 1 Komponen 3 1 Komponen 4 1 Komponen 5 1 Komponen 6 1 Komponen 7 1 (∑b7T7)2 𝑟∑b72 𝐽𝐾 𝑘𝑜𝑚𝑝7 𝑑𝑏 𝑘𝑜𝑚𝑝7 𝐾𝑇 𝑘𝑜𝑚𝑝7 𝐾𝑇 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 Galat 24 Total 31

II. HASIL DAN PEMBAHASAN.

Temperatur udara harian dalam

(8)

4

berkisar 270C 310C. Menurut

Adisarwanto (2014) temperatur optimum untuk perkecambahan benih kedelai

antara 200C 350C. Kisaran temperatur

tersebut cukup sesuai untuk awal tanam kedelai.

1) Persentase Kecambah

Tabel 4. Hasil Uji Ortogonal Kontras Transformasi Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Persentase Kecambah pada Pengamatan Hari ke 3, 5, 7, 9 dan 11 Setelah Semai.

Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras

Tabel diatas memperlihatkan

perlakuan invigorasi matriconditioning

berpengaruh pada setiap hari

pengamatan dapat meningkatkan

presentasi kecambah lebih baik

dibandingkan dengan invigorasi

osmoconditioning. Sedangkan dalam

perlakuan invigorasi matriconditioning

pemberian serbuk gergaji menunjukkan hasil persentasi kecambah yang paling tinggi, hal ini menunjukan bahwa

perlakuan matriconditioning dapat

meningikatkan viabilitas benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

osmoconditioning.

Tabel diatas memperlihatkan

perlakuan invigorasi matriconditioning

berpengaruh pada setiap hari

pengamatan dapat meningkatkan

presentasi kecambah lebih baik

dibandingkan dengan invigorasi

osmoconditioning.

Perlakuan invigorasi

matri-conditioning pemberian serbuk gergaji menunjukkan hasil persentasi kecambah yang paling tinggiHal ini menunjukan

bahwa perlakuan matriconditioning dapat

meningikatkan viabilitas benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

osmoconditioning.

Menurut Kiki Muslihin, 2011.

Perlakuan invigorasi matriconditioning

memiliki fase imbibisi yang lebih lama

dibanding invigorasi osmoconditioning.

Proses imbibisi ke dalam benih lebih

terkontrol karena bahan

matriconditioning memiliki daya pegang air yang baik. Sedangkan invigorasi

osmoconditioning` tidak memiliki daya pegang air, air langsung masuk ke bagian membran sehingga proses imbibisi berlangsung cepat, hal ini dapat menyebabkan rusaknya membran benih.

Sehingga perlakuan matriconditioning

meningkatkan persentase kecambah kedelai yang telah mengalami deteriorasi

lebih baik dibandingkan dengan

perlakuan invigorasi osmoconditioning.

Dalam penelitian ini perlakuan

matriconditioning yang dicoba adalah

serbuk gergaji, abu sekam, dan

vermikulit. Serbuk gergaji menunjukkan pengaruh yang paling baik dalam

meningkatkan presentasi kecambah

kedelai yang telah mengalami deteriorasi,

hal ini menurut Ilyas et. al (1994),

terdapat perbedaan kemampuan

memegang air antara serbuk gergaji dengan abu sekam yang dipengaruhi oleh sifat fisik permukaan media. Serbuk gergaji memiliki sifat yang paling mudah menyerap air dan memiliki kemampuan memegang air yang tinggi dibandingkan dengan abu sekam. Perbedaan hasil perkecambahan antara perlakuan abu sekam dan serbuk gergaji sebagai media

matriconditioning karena abu sekam mengandung silikat yang dapat mengikis kulit benih sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit saat pencampuran abu, air, dan benih dilakukan.

Sumber

Keragaman Db (hari ke 3) F Hitung (hari ke 5) F Hitung (hari ke 7) F Hitung (hari ke 9) F Hitung (hari ke 11) F Hitung Perlakuan 7 11,827** 35,83** 9,58** 31.58** 23,85** A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1 9,297** 0,30 1,73 3.99 0,24 B vs (C,D,E,F,G,H) 1 2,785 17,28** 0.31 0.003 1,31 (C,D,E) vs,(F,G,H) 1 33,867** 150,23** 27.78** 54.19** 53,55** C vs (D,E) 1 7,953* 0,28 0.001 0.00 0,17 D vs E 1 18,755** 1,87 0.004 1.25 1,77 F vs (G,H) 1 9,101** 45,45** 19.57** 46.99** 45,71** G vs H 1 0.921 35,41** 17,68* 114.65** 64,23**

(9)

Kerusakan kulit benih berpengaruh pada proses perkecambahan sehingga jika dibandingkan dengan serbuk gergaji, perlakuan abu sekam memberikan hasil

persentase kecambah lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan serbuk gergaji.

Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan hasil penelitian Fauziah Koes dan Ramlah Arief (2010) yang menyimpulkan bahwa benih yang diberi perlakuan

matriconditioning serbuk gergaji

berpengaruh paling baik terhadap

persentase perkecambahan benih jagung yang sudah mengalami deteriorasi.

2) Kecepatan Berkecambah

Tabel memperlihatkan bahwa

perlakuan A (tanpa perlakuan) berbeda nyata dibandingkan perlakuan B, C, D, E, F, G dan H (air suling, abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG 6000, NaCl dan

KNO3). Kecepatan tumbuh rata-rata

perlakuan berturut-turut sebesar A 2,32; B 3,34; C 3,82; D 4,21; E 3,52; F 4,75; G 1,25; H 2,93. Perlakuan B (air suling) tidak berbeda nyata dibandingakan dengan C, D, E, F, G dan H (abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG 6000, NaCl dan

KNO3) .Tabel 5. Uji Ortogonal Kontras

Perlakuan Invigorasi terhadap Kecepatan Berkecambah Kedelai Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 Perlakuan 15,57** 2,42 3,5 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 13,05** 4,26 7,82 B vs (C,D,E,F,G,H) 0,061 4,26 7,82 (C,D,E) vs,(F,G,H) 14,64** 4,26 7,82 C vs (D,E) 0,02 4,26 7,82 D vs E 3,09 4,26 7,82 F vs (G,H) 6,18* 4,26 7,82 G vs H 7,69* 4,26 7,82 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras.

** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras

Perbandingan antar kelompok

perlakuan matriconditioning (abu sekam,

serbuk gergaji, vermikulit) berbeda sangat nyata dibandingkan dengan kelompok

perlakuan osmoconditioning (PEG 6000,

NaCl dan KNO3). Kecepatan berkecambah

rerata perlakuan invigorasi

matriconditioning sebesar 3,85 sedangkan

osmoconditioning sebesar 2,97. Di dalam

kelompok perlakuan matriconditioning

perlakuan C (abu sekam) dibandingkan D (serbuk gergaji) dan E (vermikulit); dan perlakuan D (PEG) dibanding E (NaCl) relatif seragam, hasil analiais ortogonal kontras tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Perlakuan Matriconditioning lebih

baik dalam meningkatkan laju

berkecambah dibandingkan perlakuan

osmoconditioning. Menurut Kiki Muslihin,

2011. Perlakuan invigorasi

matriconditioning memiliki fase imbibisi yang lebih lama daripada invigorasi

osmoconditioning, karena bahan matri-conditioning memiliki daya pegang air yang baik. Sedangkan perlakuan invigorasi

osmoconditioning` tidak memiliki daya pegang air, air langsung masuk ke bagian

membran sehingga proses imbibisi

berlangsung cepat, hal ini dapat

menyebabkan rusaknya membran benih.

Pada invigorasi matriconditioning,

benih mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga air ataupun cairan masuk ke dalam benih berlangsung

secara perlahan sampai terjadi

keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan

faktor internalnya untuk memulai

perkecambahan seperti pemulihan

integritas membran, karena benih yang telah mengalami deteriorasi, membrannya

mengalami kerusakan. Kerusakan

membran ini mengakibatkan kerusakan pada dinding sel sehingga terjadi kebocoran jika benih berimbibisi, hal ini tidak terjadi pada benih yang diberi

perlakuan invigorasi osmoconditioning.

Menurut (Powell dan Matthews,

1978 dalam Agus Rulyansyah, 2011)

Terganggunya struktur membran akan

menyebabkan berbagai perubahan

metabolik. Hal ini dapat dikurangi dengan cara mengimbibisi benih terlebih dahulu pada konsentrasi yang mengurangi laju

penyerapan air, sehingga dapat

mendukung kecepatan berkecambah

benih. Sehingga perlakuan

matriconditioning meningkatkan

kecepatan berkecambah kedelai yang telah mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan invigorasi

osmoconditioning. 3) Panjang Akar

Hasil analisis perlakuan invigorasi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Dengan demikian tidak dilakukan uji lanjutan ortogonal kontras. Data hasil uji

(10)

6 varians dapat dilihat pada Tabel di bawah

ini.

Tidak berpengaruhnya perlakuan invigorasi terhadap panjang akar disebabkan karena pertumbuhan akar lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal antara lain sifat genetik tumbuhan, tipe pertumbuhna akar,

proses pembelahan sel dan

deferensiasi. Menurut (Taiz, L. and E. Zeiger. 1998). Proses pembelahan sel

dan deferensiasi lebih lambat pada akar dibandingkan pada batang, selanjutnya Syatrianty A Syaiful et. al

(2012) berpendapat bahwa pengaturan imbibisi dengan perlakuan invigorasi tidak mempengaruhi pertumbuhan akar, tidak seperti yang terjadi pada parameter viabilitas lainnya yaitu

pertumbuhan batang dan

pertumbuhan daun pada kedelai

Tabel 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Panjang Akar Kedelai Sumber

Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhitung PA

F0,05 F0,01 Perlakuan 7 58,85 8,41 1.88 2,42 3,5 Galat 24 107,24 4,47

Total 31 166,07

4) Tinggi Kecambah

Hasil uji ortogonal kontras dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Pertumbuhan tinggi kecambah relatif seragam pada pengamatan hari ke sembilan, hal ini dimungkinkan karena kondisi perakaran stabil dan siap untuk pertumbuhan selanjutnya. Duplet sudah tumbuh merata dan mulai muncul satu-satu triplet tetapi tidak menambah tinggi

kecambah melainkan tumbuh trifoliet

terlebih dahulu. Ada stagnansi

pertumbuhan tinggi kecambah pada tahap

awal pertumbuhan trifoliet. Setelah itu

pertumbuhan batang lebih aktif lagi. Hasil uji ortogonal kontras pada

pengamatan hari ke sebelas

memperlihatkan bahwa perlakuan A (tanpa perlakuan) tidak memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan B, C, D, E, F, G dan H (air suling, abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit,

PEG 6000, NaCl dan KNO3). Perlakuan B

(air suling) tidak berbeda nyata dibanding C, D, E, F, G dan H (abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG 6000, NaCl dan

KNO3), tetapi sangat berbeda nyata saat

dilakukan perbandingan antar kelompok

perlakuan invigorasi matriconditioning C,

D, E (abu sekam, serbuk gergaji,

vermikulit) dan osmoconditioning F, G, H

(PEG 6000, NaCl dan KNO3).

Tabel 7. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Tinggi Kecambah pada Pengamatan hari ke 3, 5, 7, 9 dan 11 setelah Semai.

Sumber Keragaman DB F Hitung (hari ke 3) F Hitung (hari ke 5) F Hitung (hari ke 7) F Hitung (hari ke 9) F Hitung (hari ke 11) Perlakuan 7 8.81** 2.99* 3.97** 1.162 5.51** A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1 4.66* 2.02 4.61* 0.051 0.19 B vs (C,D,E,F,G,H) 1 0.77 0.27 2.40 0.014 0.54 (C,D,E) vs,(F,G,H) 1 35.57** 12.72* 15.64** 3.074 29.32** C vs (D,E) 1 2.21 0.02 0.15 0.120 0.03 D vs E 1 0.001 1.32 1.34 0.145 1.99 F vs (G,H) 1 8.09** 1.05 1.00 1.388 6.28** G vs H 1 10.37** 3.52 2.63 3.346 0.25

Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras

Perlakuan invigorasi

matriconditioning memiliki nilai rata-rata

20,36 sedangkan osmoconditioning

sebesar 16,62. Hal ini sejalan dengan penelitian Agus Ruliyansyah (2011) bahwa

perlakuan invigorasi matriconditioning

dengan serbuk gergaji, abu sekam dan

vermikulit dapat meningkatkan tinggi

kecambah jenis kacang–kacangan

dibandingkan dengan kontrol.

Perbandingan dalam kelompok perlakuan

matriconditioning relatif sama.

Menurut Rouhi et al (2011)

(11)

7 memiliki daya pegang air yang tinggi

hingga mampu melepaskan air untuk proses imbibisi secara perlahan sesuai kebutuhan benih untuk menambah tinggi kecambahnya. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agus Ruliyansyah (2011) yang melaporkan bahwa perlakuan

osmoconditioning dengan larutan NaCl dan

KNO3 tidak berpengaruh dalam

meningkatkan viabilitas benih

kacang-kacangan yang sudah mengalami

deteriorasi, hal tersebut disebabkan karena penggunaan kedua jenis larutan tersebut memberikan pengaruh yang buruk terhadap benih dibandingkan dengan kontrol. Menurut Ilyas (1994) penggunaan larutan garam untuk media

priming dapat pula menimbulkan efek keracunan terhadap benih. Tipisnya kulit benih kedelai juga dapat menyebabkan embrio mengalami keracunan karena larutan garam yang memiliki tingkat tekanan osmotik tinggi dapat menerobos masuk hingga ke embrio dan menghambat pertumbuhan embrio atau embrio tidak mampu tumbuh.

Perbedaan yang nyata pengaruh

perlakuan invigorasi matriconditioning

dengan perlakuan invigorasi

smoconditioning terhadap tinggi

kecambah, karena pada perlakuan

matriconditioning benih setelah diberi perlakuan mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga air ataupun cairan masuk ke dalam benih berlangsung

secara perlahan sampai terjadi

keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan

faktor internalnya untuk memulai

perkecambahan seperti pemulihan

integritas membran.

5) Bobot Kering Kecambah

Hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini Tabel 6. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh

Perlakuan Invigorasi terhadap Bobot Kering Kecambah Kedelai

Sumber Keragaman FBKKhitung F0,05 F0,01 Perlakuan 3,95** 2,42 3,5 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1.48 4,26 7,82 B vs (C,D,E,F,G,H) 4,66* 4,26 7,82 (C,D,E) vs,(F,G,H) 3.69* 4,26 7,82 C vs (D,E) 0.03 4,26 7,82 D vs E 6.68* 4,26 7,82 F vs (G,H) 1,86 4,26 7,82 G vs H 4,21 4,26 7,82 Keterangan:

* = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras.

** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras

Perlakuan C, D, E (abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit) invigorasi

matriconditioning dengan nilai rata-rata 25,76 memberikan bobot kering kecambah

lebih tinggi dan berbeda nyata

dibandingkan dengan osmoconditioning F,

G, H (PEG 6000, NaCl dan KNO3). Nilai rata-rata 19,21. Di dalam kelompok

perlakuan invigorasi matriconditioning,

perlakuan invigorasi E (vermikulit)

memberikan hasil bobot kering kecambah paling tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 33,13 dibandingkan dengan perlakuan invigorasi D (serbuk gergaji) dengan nilai rata-rata sebesar17,86 dan C (abu sekam) dengan nilai rata-rata sebesar 26,30.

Dengan demikian maka perlakuan

invigorasi matriconditioning memberikan

bobot kering kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan invigorasi

osmoconditioning. Selanjutnya bahan

untuk perlakuan invigorasi

matriconditioning yang paling baik adalah vermikulit yang memiliki bobot kering kecambah rata-rata sebesar 33,13, hal tersebut disebabkan karena benih yang

diberi perlakuan invigorasi

matriconditioning mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga air ataupun cairan masuk ke dalam benih berlangsung secara perlahan sampai terjadi keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan faktor internalnya untuk memulai perkecambahan. Dengan proses

imbibisi terkontrol, proses

perkecambahan juga menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan bobot

kering kecambah (Erinnovita et. al 2008)

Menurut Subagjo Kastria Ingwang Djaja (1995) Vermikulit adalah bahan

mineral tanah liat yang berbentuk layer

(lapisan), tersusun dari oksida Si, Al dan Mg sebagai pembentuk utamanya. Oksida

tersebut membentuk lapis–lapis yang

terdiri dari lapisan Si/Al – Mg/Al – Si/Al

yang bertumpuk–tumpuk. Diantara lapis

tersebut terdapat molekul air dan ion magnesium yang menjadi pengikat antar lapis tersebut.

Menurut Wikipedia (2015)

menjelaskan bahwa ciri khas vermikulit dibandingkan mineral lain, seperti abu sekam dan serbuk gergaji adalah mengandung air dan kation lain seperti Mg2+,Si4+, Al3+, Fe3+ diantara unit Kristal dan memiliki daya pegang air yang tinggi,

(12)

8 sehingga sangat sesuai untuk masa

perkecambahan benih dan pertumbuhan

benih tanaman yang menyebabkan

peningkatan pada bobot kering kecambah. Pernyataan ini diperjelas oleh Subagjo Kastria Ingwang Djaja (1995) bahwa

keistimewaan mineral tanah liat

berbentuk lapis ini adalah sifat lapisannya yang fleksibel (dapat merenggang) dan ion magnesium yang berada di antara lapis dapat ditukar dengan ion lain dengan mekanisme pertukaran ion. Pada lempeng oktaedernya mengandung Al, Mg dan Fe, sehingga kelebihan vermikulit dari mineral lainnya adalah mengandung air diantara unit Kristal yang menyebabkan vermikulit memiliki daya pegang air yang tinggi.

III. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan ini dapat diambil kesimpulan:

1) Perlakuan invigorasi berpengaruh

terhadap viabilitas kedelai yang sudah mengalami deteriorasi: meningkatnya

persentase kecambah, kecepatan

tumbuh, tinggi kecambah dan bobot kering kecambah.

2) Perlakuan invigorasi matriconditioning

meningkatkan viabilitas benih kedelai yang sudah mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan

invigorasi osmoconditioning

3) Invigorasi matriconditioning bahan

serbuk gergaji lebih baik pada persentase dan kecepatan tumbuh

benih, sedangkan vermikulit

berpengaruh paling baik terhadap bobot kering kecambah.

Daftar Pustaka

Agus Ruliyansyah. 2011. Peningkatan

Performansi Benih Kacangan Dengan Perlakuan Invigorasi. Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381 J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, Juni 2011,hal 13-18

Atin Septiatin. 2012. Meningkatkan

Produksi Kedelai di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penerbit CV Yrama Widya.

Balitkabi. 2014. Invigorasi Benih Kedelai.

Kementrian Pertanian.

Djaki. 2014. Dilematis, Hasil Kedelai Lokal

Meningkat, Kedelai Impor Tetap

Menguasai Pasar. Gemadesa

Gemamedia News.

Eny Widajati, Endang Wurniati, Endah R. Palupi, Titiek Kartika, M. R. Suhartanto, Abdul Qadir. 2013.

Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press. Bogor.

Erinnovita, Maryati Sari dan Dwi Guntoro.

2008. Invigorasi Benih untuk

Memberbaiki Perkecambahan

Kacang Panjang (Vigna unguiculata

Hask. Ssp. Sesquipedalis) pada

Cekaman Salinitas. Bulletin Agron. (36) (3) 214 – 220.

Farooq, M. S., M. A. Basra, B. A. Saleem.

2005. Enhancement of Tomato Seed

Germination and Seedling Vigor by Osmopriming. Journal of Agriculture Science. 42 (3-4):36 – 41.

Farooq, M. S., M. A. Basra, K. Hafeez.

2006. Seed Invigoration bu

osmohardening in Coarse and Fine Rice Seed. Journal of Science and

Technology. 34 : 181 – 187.

Fauziah Koes dan Ramlah Arief. 2010.

Pengaruh Perlakuan

Matriconditioning Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan

Percobaan. Untuk Ilmu-ilmu

Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Penerbit Armico. Bandung.

Khan MR, Khan SM. 2002. Effects of

Rootdip Treatment with Certain

Phosphate Solubilizing

Microorganisms on the Fusarial Wilt of Tomato. Biores Technology 85:213-215.

Kementrian Pertanian. 2014. Kebutuhan

Kedelai Indonesia. Jakarta.

Kiki Muslihin. 2011. Deteriorasi Benih.

Universitas Winayamukti. Bandung.

Gomez, K. A & Gomez, A.A.1995. Prosedur

Statistik untuk Penelitian Pertanian.

Edisi Kedua. Penterjemah: Endang Sjamsuddin & Justika S Baharsjah. Pendamping: Andi Hakim Nasution. Penerbit Universitas Indonesia. (UI-PRESS).

Litbang. 2014. Invigorasi, Alternatif Atasi

Penurunan Mutu Benih Kedelai. www.litbang.pertanian.

go.id/berita/one/1542. Diunduh

tanggal 28 Maret 2015.

Lutfi. 2015. Pilah-pilah Masalah Demi

Swasembada Kedelai.

Teknopreneur. Jakarta.

Mira arumi, et. al. 2013. Pengujian

Viabilitas Benih. Produksi dan Pengembangan Pertanian Terpadu.

(13)

9

Samsoe’oed Sadjad. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Penerbit Grasindo. Jakarta.

Setijo Pitojo. 2003. Benih Kedelai. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta.

Sri Wahyuni. 2011. Peningkatan Daya

Berkecambah dan Vigor Benih Padi HibridaMelalui Invigorasi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 30 No. 2 201183. Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi Jl. Raya 9

Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Subagijo Kastria Ingwang Djaja.1995.

Vermikulit sebagai Bahan Komposit Interkalasi. Pusat Penelitian Sain Materi. BATAN. Jakarta.

Syatrianty A Syaiful, M. Amin Ishak, Novaty E. Dungga, Muh. Riadi. 2012.

Peran Conditioning Benih dalam

Meningkatkan Daya Adaptasi

Tanaman Kedelai terhadap Stres Kekeringan. Pertanian untuk Mengentaskan Kemiskinan. Faperta Unhas. Makassar.

Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant

Physiology. World Press. London.

Adisarwanto, T. 2014. Kedelai Tropika.

Produktifitas 3 ton/ha. Penerbit Penebar Swadaya.

Wikipedia. 2015. Pemanfaatan Serbuk

(14)

10

CORRELATION BETWEEN P3A ROLE AND FARMER PARTICIPATION AS THE MEMBER OF P3A (BASED ON P3A FARMER PERCEPTION OF MEKAR SAUYUNAN IN ANCARAN

KABUPATEN KUNINGAN WEST JAVA)

[Hubungan antara Peranan P3A dengan Partisipasi Petani Anggota P3A]

Dedi Sufyadi 1, dan Tedi Hartoyo1 dedisufyadi@yahoo.co.id

Agriulture Faculty, Siliwangi University, Jalan Siliwangi No. 24 Tasikmalaya, West Java. Indonesia.

ABSTRACT

This research aims at observing role of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network, especially the relationship between the role of P3A and participation of farmers in operating and maintaining tertiary irrigation network based on perception of farmer member of P3A Mekar Sauyunan in Irrigation Region (DI) Ancaran Kabupaten Kuningan.

The research was conducted through survey method on farmer of P3A Mekar Sauyunan, one of the five P3A members of GP3A Mitra Cai in Ancaran Kabupaten Kuningan. The research site was determined purposively, and sample was taken by means of simple random sampling technique.

The hypothesis to be answered was whether or not relationship between role of P3A and level of participation of farmer in operating and maintaining tertiary irrigation network. In other words, the higher the role of P3A, the higher the participation of farmer of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network would be.

The research result indicated that: (1) the role of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network was running well with the NT of 86.67 percent; (2) the participation of farmer of P3A in operation and maintaining tertiary irrigation network also has been running well with the NT of 88.08 percent; (3) There was relationship between the role of P3A and participation of farmer of P3A based on the perception of farmers of P3A Mekar Sauyunan in DI Ancaran KabupatenmKuningan. It was recommended that government to always take care of farmer interests in order that the role of P3A and participation of farmer of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network will always run in better ways.

Keywords: irrigation, role of P3A, participation of farmer.

ABSTRAK

Penelitian ini melihat bagaimana peran P3A dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier. Utama nya tentang hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani P3A dalam operasionalisasi pemeliharaan jaringan irigasi tersier, berdasarkan persepsi petani P3A Mekar Sauyunan di Daerah Irigasi (DI) Ancaran Kabupaten Kuningan.

Metode penelitian dilakukan melalui survai pada petani P3A Mekar Sauyunan yang merupakan salah satu dari lima P3A dalam GP3A Mitra Cai di DI Ancaran Kabupaten Kuningan. Penentuan lokasi penelitian secara purposive dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling.

Kesimpulan sementara yang ingin di jawab yaitu, perihal terdapat hubungan antara peran P3A dengan tingkat partisipasi petani dalam OP jaringan irigasi tersier. Dengan kata lain, semakin tinggi peran P3A maka semakin tinggi pula partisipasi petani anggota P3A tersebut dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier.

Hasil penelitian menunjukkan: pertama, peran P3A dalam OP jaringan irigasi tersier telah berjalan baik dengan NT sebesar 86,67 persen. Ke dua, partisipasi petani P3A dalam OP jaringan irigasi tersier telah berjalan baik pula dengan NT sebesar 88,08 persen. Ke tiga, ada hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani P3A, menurut persepsi para petani P3A Mekar Sauyunan di DI Ancaran Kabupaten Kuningan. Disarankan, pemerintah untuk senantiasa peduli terhadap kepentingan para petani, agar peran P3A dan partisipasi petani P3A dalam OP jaringan irigasi tersier senantiasa bertumbuh.

Kata Kunci : Irigasi, peran P3A, partisipasi petani.

I. PENDAHULUAN

Bahwa, peran Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam menjalankan

eksistensi, tujuan dan fungsinya serta dalam memecahkan masalah operasi dan pemeliharaan jaringan tersier; tampaknya

(15)

11 semakin strategis saja. Menurut

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, pasal 41 ayat 3

dikatakan P3A berhak dan

bertanggungjawab atas pengembangan jaringan irigasi tersier. Namun di balik itu

ada nya partisipasi petani dalam

operasionalisasi dan pemeliharaan

jaringan irigasi tersier akan jauh lebih strategis lagi bagi pengelolaan dan

pengembangan irigasi secara

keseluruhan.

Melalui program Participatory

Irrigation Sector Proyect (PISP), Kabupaten Kuningan telah menjadi satu daerah yang cukup menonjol soal keirigasiannya

(KPCMO Program PISP Kabupaten

Kuningan, 2009). Sejak tahun 2006 dalam rangka pengembangan dan pengelolaan system irigasi partisipatif (PPSIP) telah banyak P3A yang eksis dan bertumbuh tersebar diberbagai Daerah Irigasi (DI). Eksistensi P3A itu lah yang diharapkan dapat mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan petani yang sejalan dengan payung hukum yaitu, Perda Jabar nomor 4 Tahun 2008 pasal 3 : irigasi untuk petani.

Dalam konteks PISP itu lah, ingin diketahui apakah ada hubungan antara persepsi petani terhadap peran P3A

dengan partisipasi petani dalam

operasionalisasi dan pemeliharaan

jaringan irigasi. Untuk keperluan tersebut penelitian dilakukan pada petani P3A yang ada di wilayah DI Ancaran Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan.

Untuk itu permasalahannya dapat

diidentifikasikan yaitu pertama,

bagaimana peran P3A Mekar Sauyunan dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier ?. Ke dua, bagaimana partisipasi petani P3A Mekar Sauyunan dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier ?.Ke tiga, bagaimana hubungan antara peran P3A Mekar Sauyunan dengan partisipasi

petani P3A tersebut dalam

operasionalisasi dan pemeliharaan

jaringan irigasi tersier ?

Sedangkan kegunaan penelitian

diperuntukkan kepada pertama,

pengembangan profesi dan keilmuan, terutama ilmu Pembangunan pertanian. Ke dua, ikhtiar mencari justifikasi bagi kebijakan pengembangan dan pengelolaan

irigasi partisipatif, terutama dalam

kaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tani.

Berdasarkan apa yang dipikirkan, maksud dari pada penelitian ini, dapat di pandang sebagai justifikasi bagi penting

nya pembangunan pertanian yang

mengusung penguatan kelembagaan dan kesejahteraan petani. Berbicara tentang peran P3A dan partisipasi petani dalam OP

jaringan irigasi tersier, ibarat

membicarakan wadah dan isi. Dalam hal ini tentu nya ada nya partisipasi petani itu lah yang akan menciptakan keberhasilan pembangunan irigasi di negeri ini. Diyakini partisipasi petani sebagai isi akan

meningkatkan peran P3A dalam

menjalankan eksistensi, tujuan dan fungsi nya sebagai wadah.

Menurut Pakpahan, A (1991)

bahwa, bentuk organisasi berdampak terhadap kinerja produksi, penggunaan input, kesempatan kerja; perolehan hasil dan kelestarian lingkungan. Seberapa jauh organisasi yang di rekayasa di terima masyarakat bergantung pada struktur wewenang, kepentingan individu, keadaan masyarakat; adat dan kebudayaan. Hal ini mengisyaratkkan bahwa organisasi yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang mampu mengatur anggota nya berperilaku selaras dengan lingkungannya akan mencerminkan suatu totalitas kinerja kehidupan sosial yang khas, organisasi-organisasi tradisional pengelola irigasi yang sampai saat ini bertahan (seperti subak di Bali) membuktikan betapa penting nya organisasi dalam suatu pengelolaan air.

Menurut Rahim Darmo dan Letty

Fudjaja (2011), fungsi organisasi P3A adalah mendorong anggota nya untuk mengatur penggunaan air secara efisien dan efektif. Hal ini dapat dicapai mengingat bahwa organissasi merupakan fitur kehidupan sosial yang terdiri dari

jejaring (network), norma (norm);

kepercayaan (trust) yang mampu

menggerakkan partisipasi anggota

kelompok untuk mencapai tujuan

bersama.

Menurut Siti Asmaul Mustanirah

(2001), pembentukan P3A diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani

dalam melaksanakan operasi dan

pemeliharaan pada gilirannya dapat

meningkatkan produksi dan

kesejahteraan petani. Begitu juga menurut

Rizki Akbar Maulana (2012), P3A diharapkan dapat lebih berperan dalam pengelolaan irigasi untuk mengatasi masalah pemeliharaan tersebut. Peran

(16)

12 P3A yang ada sekarang masih `terbatas

dan belum mengarah kepada peningkatan fungsi dan peran dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi.

Conchelos (1985) dalam Ganjar Kurnia (2004), membagi partisipasi menjadi dua jenis, yaitu partisipasi dalam pengertian teknis dan partisipasi dalam pengertian politik. Partisipasi teknis

diartikan sebagai taktik untuk

mengikutsertakan masyarakat di dalam

aktifitas : mendefinisikan masalah,

mengumpulkan data, menganalisa data dan mengimplementasikan hasil nya. Secara umum partisipasi ini seringkali

diartikan sebagai keikutsertaan

masyarakat di dalam setiap tahapan

kegiatan pembangunan, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, evalluasi dan memanfaatkan hasil. Partisipasi secara politik diartikan sebagai pemberian

kekuasaan dan kontrol kepada

masyarakat melalui pemberian pilihan-pilihan untuk beraksi, berotonomi dan

berefleksi terutama melalui

pengembangan dan penguatan

kelembagaan.

Partisipasi yang dianggap betul-betul partisipasi adalah self mobilisation (mandiri). Pada partisipasi tipe ini,

masyarakat berpartisipasi dengan

mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan piihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai

yang mereka miliki. Masyarakat

mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mengembangkan kapasitas diri nya dan masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.

Kesimpulan sementara yang

diajukan dalam penelitian ini yaitu, terdapat hubungan antara peran P3A dengan tingkat partisipasi petani dalam

operasionalisasi dan pemeliharaan

jaringan irigasi tersier.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode survei di Daerah Irigasi (DI) Ancaran Kabupaten Kuningan. Lokasi penelitian ditentukan secara purposif pada salah satu P3A dari empat P3A yang berada di wilayah DI tersebut. Perlu diketahui bahwa, P3A Mekar Saluyu yang terpilih hanyalah didasarkan pada kemampuan finansial peneliti semata.

Pengambilan sampel ditentukan dengan cara simpel random sampling pada satuan populasi petani anggota P3A Mekar Saluyu sebanyak 296 orang. 33 orang petani sampel yang teranalisis dapat di anggap cukup reprenstatif dan memenuhi syarat ilmiah.

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani P3A Mekar Saluyu melalui kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, serta instansi yang terkait dengan penelitian ini. Jadi wilayah studi berada di lapangan dan perkantoran.

Variabel penelitian secara garis besar terdiri dari dua variabel yaitu, variabel peranan P3A dan variabel partisipasi petani anggota P3A. Peran P3A di sini yaitu keterlibatan P3A dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier. Variabel ini di bangun oleh empat indikator. Selanjutnya indikator-indikator variabel peran P3A

tersebut (Harun Al Rasyid, 1995)

diklassifikasikan dengan kategori sebagai berikut :

Klassifikasi = 𝑠𝑘𝑜𝑟 max − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 , sehingga peran P3A dapat diklassifikasikan : Tinggi = 13 – 18, Sedang = 8 – 12,

Rendah = 3 – 7

Sedangkan, yang dimaksud dengan partisipasi petani yaitu, partisipasi petani atau keikut sertaan petani anggota P3A dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier. Variabel ini di bangun oleh empat indikator pula.

Peran P3A dan partisipasi petani dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier di analisis dengan menggunakan analisis Nilai Tertimbang (NT), menggunakan rumus sebagai berikut : NT =

x

100

%

ideal

skor

dicapai

yang

Skor

Skor ideal merupakan skor tertinggi dari variabel dan indikator, berdasarkan item jumlah pertanyaan dalam kuesioner, sedangkan skor yang di capai berasal dari skor variabel dan indikator-indikator nya yang di dapat dari jawaban

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Djoni, 1998).

Peran P3A dan partisipasi petani anggota P3A tersebut di dasarkan pada persepsi petani anggota P3A itu sendiri. Analisis dilakukan dengan menggunakan

(17)

13

analisis Nilai Tertimbang (NT),

menggunakan rumus sebagai berikut : NT = % 100 x ideal skor dicapai yang Skor

Skor ideal merupakan skor tertinggi dari variabel dan indikator, berdasarkan item jumlah pertanyaan dalam kuesioner,

sedangkan skor yang di capai berasal dari skor variabel dan indikator-indikator nya yang di dapat dari jawaban

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Djoni, 1998).

Hipotesis penelitian yang diajukan, di uji oleh uji korelasi rank sperman. Alat uji ini dapat di simak di bawah ini, dengan rumus sebagai berikut:

: 6 1 21 2 N N d r N i i s 

jika sedikit rank kembar atau tidak ada sama sekali.

Keterangan :

rs = Korelasi Rank Spearman

di = Perbedaan antara jumlah rank X dan rank Y

N = Jumlah responden 2 2 2 2 2 . 2 X Y d Y X r i s       

 jika cukup banyak rank kembar

Keterangan:

rs = Korelasi Rank Spearman

T = Faktor Koreksi

t = Banyak Kembaran data

di = Perbedaan antara rank x dan y

Untuk sampel besar jika N > 10, penentuan signifikasi rs diuji dengan :

thit =

r

s

N

2

/

1

(

r

s

)

2

Untuk hipotesis yang diajukan, maka thit dibandingkan dengan ttab, db = N – 2.

Hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

Ho :

0

: Tidak terdapat hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani anggota

P3A tersebut dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier.

H1 :

0

: Terdapat hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani anggota P3A

tersebut dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier. Kriteria uji yang digunakan untuk

menetapkan keputusan hipotesis tersebut adalah:

Terima Ho atau tolak H1, jika thit < ttab Tolak Ho atau terima H1, jika thit≥ ttab. Penelitian ini dilakukan di P3A

Mekar Sauyunan Daerah Irigasi Ancaran Kabupaten Kuningan. Ada pun waktu penelitian di bagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut :

1) Tahap persiapan yaitu penyusunan usulan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013.

2) Tahap pengumpulan Data di lapangan pada bulan Agustus 2013.

3) Tahap pengolahan data dan penulisan hasil penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan selesai.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Persepsi Petani P3A Terhadap Peran P3A dalam Operasi Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa, secara keseluruhan peran P3A dalam skor operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier berkategori tinggi dengan nilai skor 52 dan nilai tertimbang

86,67. Hal ini berarti bahwa, secara umum peran P3A dirasakan sangat penting.

Eksistensi P3A yang ada saat ini berada pada kategori baik dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 20,15 dari skor ideal 21 dengan nilai tertimbang sebesar 95,95 persen. Hal ini berarti bahwa persepsi para petani P3A terhadap eksistensi P3A yang ada saat ini dapat

(18)

14 dikatakan baik. Baik dalam arti P3A itu

sudah dapat dirasakan manfaat nya

dalamm memenuhi kebutuhan air,

pengurus nya sudah diakui; dan memiliki

badan hukumm. Memang menurut Hari

Prasetijo (2011) bahwa, Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) atau P3A harus berbentuk badan hukum, pemerintah

sebagai fasiilitator, motivator,

mengadakan kerjasama pengelolaan,

menyediakan tenaga pendamping, sarana

produksi, dan memmfasilitasi

pembentukan koperasi serba usaha. Tujuan P3A berada pada kategori baik juga dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 10,97 dari sor ideal 12 dengan nilai tertimbang sebesar 91,42 persen. Ini mengandung arti bahwa, persepsi para petani P3A terhadap tujuan P3A dapat dikatakan baik. Baik dalam arti tujuan P3A itu sudah sesuai dengan AD/ART, sudah dimengerti dan sudah sesuai dengan keinginan para petani.

Pemecahan masalah yang dilakukan P3A berada pada kategori baik dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 12,27 dari skor ideal 15 dengan nilai tertimbang sebesar 81,80 persen. Hal ini berarti bahwa, persepsi para petani P3A terhadap ihwal pemecahan masalah yang dilakukan P3A ternyata di pandang baik. Baik dalam arti layanan P3A sudah dirasakan ada hasil nya seperti debit air relatif tinggi dan sistem giliran sudah relatif optimal.

Fungsi P3A berada pada kategori baik juga dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 8,61 dari skor ideal 12 dengan nilai tertimbang sebesar 71,75 persen. Hal ini berarti bahwa, persepsi para petani P3A terhadap fungsi P3A dapar dikatakan baik. Baik dalam arti P3A telah aktif menjalankan fungsi nya seperti, dalam mengumpulkan iuran P3A dan melindungi kebutuhan air irigasi anggota nya.

Dari ke empat indikator yang berkaitan dengan peran P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier

di atas, dapat lah diindikasikan

bahwa,peran P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier itu

baik. Dengan kata lain, secara

konsepsional maupun operasional, peran P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier di P3A Mekar Sauyunan itu sudah baik, walau pun memang keberfungsiannya masih harus ditingkatkan.

Partisipasi Petani P3A dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Tersier

Partisipasi petani P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian berada pada kategori tinggi dengan nilai skor 42,28 dari nilai ideal 48 dengan nilai tertimbang sebesar 88,08 persen. Hal ini mengandung arti bahwa tingkat partisipasi petani P3A Mekar Sauyunan telah ikut serta dalam

mengoperasikan `dan memelihara

jaringan irigasi tersier. Namun dikatakan

oleh Ida Dewi Yuliawati (1997) bahwa,

pengalaman usahatani dan status

penggarapan lahan berpengaruh negatif terhadap tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan jaringan irigasi, sedangkan jarak lahan terhadap pusat bendungan air dan umur petani berpengaruh positif.

Rapat anggota berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 10,73 dari skor ideal sebesar 12 dengan nilai tertimbang sebesar 89,42 persen. Hal ini berarti bahwa partisipasi petani P3A dalam rapat anggota sebesar 89,42 persen. Dalam satu musim terakhir rapat anggota diikuti oleh petani P3A rata-rata sebanyak dua kali. Partisipasi petani P3A dalammengikuti rapat anggota ini di ukur di samping dengan melihat intensitas keikutsertaan juga di lihat dari segi pengetahuan tentang tugas, fungsi dan wewenanng rapat itu sendiri, banyak nya gagasan/saran/ ide dalam satu kali kegiatan rapat anggota; dan tingkat penerimaan dari forum terhadap saran/gagasan/ide tersebut.

Rencana kerja berada pada kategori tinggi dengan skor rata-ratayang diperoleh sebesar 9,61 dari skor ideal sebesar 12 dengan nilai tertimbang sebesar 80,08 persen. Hal ini berarti bahwa partisipasi petani P3A dalam menyusun rencana kerja sebesar 80,08 persen. Dalam satu musim terakhir membuat rencana kerja diikuti oleh petani P3A rata-rata sebanyak satu kali. Partisipasi petani P3A dalam menyusun rencana kerja ini di ukur juga

melalui tingkat pengetahuan akan

manfaat rencana kerja dalam P3A, banyak

nya gagasan/ide/saran yang

dikemukakan dalam satu kali pembuatan rencana kerja; dan tingkat penerimaan dari forum terhadap saran/gagasan/ide tersebut.

Memelihara jaringan berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 11,82 dari skor ideal

(19)

15 sebesar 12 dengan nilai tertimbang

sebesar 98,50 persen. Hal ini berarti bahwa, partisipasi petani P3A dalam memelihara jaringan tersier sebesar 98,50 persen. Dalam satu musim terakhir memelihara jaringan tersier diikuti oleh petani P3A rata-rata sebanyak dua kali. Partisipasi petani P3A dalam memelihara jaringan irigasi tersier ini di ukur juga melaluitingkat pengetahuan akan manfaat pemeliharaan jaringan irigasi itu dalam P3A, tingkat pengetahuan akan kegiatan gotong royong dalam rangka pemeliharaan jaringan irigasi yang dilaksanakan oleh P3A.

Membayar iuran berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 10,12 dari skor ideal sebesar 12 dengan nilai tertimbang sebesar 84,33 persen. Hal ini berarti bahwa, partisipasi petani P3A dalam membayar iuran sebesar 84,33 persen. Partisipasi petani P3A dalam membayar iuran ini di ukur melalui tingkat sumber dana bagi pemeliharaan jaringan irigasi tersier, tingkat kesukaan membayar iuran pokok; tingkat kesukaan membayar iuran khusus; tingkat teguran dari pengurus

P3A akibat keterlambatan dalam

membayar iuran. Perlu diketahui menurut

Rahim Darmo dan Letty Fudjaja (2011)

bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan petani tidak membayar IPAIR adalah karena gagal panen, akibat kekurangan air, pengurus yang kurang aktif, tempat

tinggal pengurus yang tidak

beradapadahamparan pemukiman yag sama dengan anggota. Memang menurut

Helmi (2011) pun, penyerahan urusan pemungutan dan pengelolaan dana IPAIR yang otonom dapat mendorong partisipasi pettani dalam membayar iuran.

Hubungan antara Persepsi petani P3A terhadap Peran P3A dengan Partisipasi

Petani P3A dalam Operasi dan

Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier

Melalui perhitungan yang di bantu oleh program SPSS, hubungan antara persepsi petani P3A terhadap peran P3A dengan partisipasi petani P3A dalam opetrasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier dapat dimunculkan. Nilai-nilai pada program SPSS menunjukkan bahwa, nilai degree of freedom (df) adalah 0,01. Nilai koefisien korelasi Rank Spearman (rs) sebesar 0,543. Hal ini dapat diartikan bahwa, besar nya hubungan antara persepsi petani P3A terhadap peran P3A dengan partisipasi petani P3A dalam

operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier sebesar 54,30 persen.

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang sangat nyata antara persepsi petani P3A terhadap peran P3A dengan tingkat partisipasi petani P3A, pada level 0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan menolak Ho dan menerima Hi. Hal ini sejalan dengan pendapat masyarakat bahwa, jika lembaga itu baik dalam arti pengurus nya menjalankan tugas dengan benar, maka partisipasi mayarakat mudah terangkat.

Dikatakan oleh Soekanto (2009)

bahwa, peranan merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu

peranan. Dalam hal ini dapat

ditambahkan bahwa, kunci sukses

organisasi sangat tergantung dari ada nya dinamika sumberdaya manusia. Oleh karena itu lah dinamika peran organisasi akan sejalan dengan dinamika partisipasi anggota organisasi tersebut.

IV. SIMPULAN DAN SARAN.

Simpulan.

Menurut persepsi petani P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi terssier berada pada kategori baik dengan nilai tertimbang sebesar 86,67 persen. Dengan kata lain, P3A Mekar Sauyunan telah memperlihatkan eksistennsi nya,

melaksanakan tujuan organisasi,

berfungsi dan dapat memecahkan

permasalahan dengan baik.Ke dua, partisipasi petani P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier berada pada kategori baik dengan nilai tertimbang sebesar 88,08 persen. Dengan kata lain petani P3A Mekar Sauyunan telah berpartisipasi aktif mengikuti rapat anggota, menyusun rencana kerja; turut memelihara jaringan irigasi tersier; dan membayar iuran dengan baik. Ke tiga, terdapat hubungan antara peran P3a dengan tingkat partisipasi petani P3A dalam opersionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier. Dengan kata lain dinamika peran organisasi sejalan dengan dinamika partisipasi anggota organisasi tersebut.

Saran.

Berdasarkan kesimpulan dapat

disarankan bahwa, pemerintah

diharapkan senantiasa peduli terhadap kepentingan para petani, agar peran P3A

(20)

16 dan partisipasi petani P3A dalam operasi

dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier senantiasa bertumbuh.

DAFTAR PUSTAKA

Pakpahan, Agus.1991. Kerangka Analitik

untuk Penelitian Rekayasa Sosial : Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding Evaluasi Kelembagaan, Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Djoni. 1998. Hubungan Interpersonal,

Kelompok, dan Lingkungan serta Pengaruhnya terhadap Keefektifan Kelompok. Studi Mengenai Usahatani Terpadu di Kalangan Kelompok Tani di Jawa Barat Bagian Timur. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Ganjar Kurnia. 2004. Petani, Pejuang Yang

Terpinggirkan. Depdiknas. UNPAD Bandung.

Hari Prasetijo.2011. Studi Pemberdayaan

Lembaga Pengelola Jaringan Irigasi di Tingkat Desa. Fak. Teknik Univ Brawijaya. Malang.

Harun Al Rasyid. 1991. Teknik Sampling

dan Teknik Penyusunan Skala.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Kopertis Wilayah IV. Bandung.

Helmi. 2001. Peranan Lembaga

P3A/Kejruenblang Dalam Konteks Otonomi Daerah Tentang Air Irigasi di Provinsi Aceh. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsyiah. Banda Aceh.

Ida Dewi Yuliawati. 1997. Analisis

Faktor-faktor yang Di duga Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Petani dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi di Tingkat Tersier (Study Kasus Desa Mandopo,

Kecamatan Dawuan, Kabupaten

Majalengka. Jurusan Sosial. Fakultas Pertanian. IPB.

KPCMO Program PISP Kab. Kuningan.

2009. Laporan Kegiatan Participatory Irrigation Sector Project (PISP).

Perda Jabar nomor 4 Tahun 2008.

Tentang Irigasi.

Rahim Darma dan Letty Fudjaja. 2011.

Penguatan P3A untuk Pengelolaan IPAIR dan Pemeliharaan Saluran Irigasi di Kabupaten Pinrang. Jurnal

Agrisistem – Vol 7 No 1. ISSN.

2089-0036.

Rizki Akbar Maulana. 2012. Operasi dan

Pemeliharaan Irigasi Partisipatif di Cihea. Rizki_AkbarM@com

Siti Asmaul Mustanirah. 2001. Evaluasi

Aspek Kelembagaan Pengelolaan Jaringan Irigasi di Tingkat Petani Pada Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Banjarbaru Kalimantan Selatan.

Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 2, no 2, Agustus 2001.

Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar

Komunikasi Pertanian. Jakarta. UI Press.

Soekanto,S. 2009. Sosiologi Suatu

Pengantar. Edisi Baru. Rajawali Press. Jakarta.

Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004.

Gambar

Tabel 1. Analisis Sidik Ragam 1  Sumber  Ragam  Derajat Bebas  Jumlah  Kuadrat  Kuadrat Tengah  F hit F tabel5%  1%  Perlakuan  t – 1   ∑
Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Uji lanjutan Ortogonal Kontras
Tabel 4. Hasil Uji Ortogonal Kontras Transformasi Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap  Persentase Kecambah pada Pengamatan Hari ke 3, 5, 7, 9 dan 11 Setelah Semai
Tabel  memperlihatkan  bahwa  perlakuan  A  (tanpa  perlakuan)  berbeda  nyata dibandingkan perlakuan B, C, D, E,  F, G dan H (air suling, abu sekam, serbuk  gergaji,  vermikulit,  PEG  6000,  NaCl  dan  KNO 3 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar pola SAED (Selected Area Electron Diffraction) pada Gambar 3 juga memperlihatkan bahwa partikel nanosperik TiO 2 yang terbentuk memiliki tingkat. kristalinitas yang

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT UMBI BAWANG MERAH (Allii cepae bulbus var. ascalonicum) DENGAN METODE UJI BRINE SHRIMP

Selain kaya dalam al kesusatraan, luwu $uga terkenal dengan bebera!a $enis#$enis tarian se!erti tari !a$aga, tari bissu, tari lul(, tari !agellu dan tari !a$(ge% &amp;iantara

Karena insiden risiko terjadinya KNF yang cukup tinggi (enam kali lebih tinggi dari populasi umum) pada generasi pertama, maka penelitian ini diperlukan untuk deteksi

Data gempa yang akan dianalisa adalah gempa yang merupakan gempa utama, sehingga dalam tahapan identifikasi sumber gempa dipergunakan pemisahan sumber gempa utama dan

Sebagai referensi untuk proteksi dengan arus paksa untuk struktur (pipa) yang kontak dengan air laut, kebutuhan arus proteksi untuk pipeline baja karbon rendah (API 5 L

Saya memilih lokasi tersebut karena banyak terdapat warga dari golongan etnis Cina muslim dan juga masyarakat pribumi yang mempelajari atau mendalami agama Islam

Namun dengan India sebagai anggota baru Organisasi Kerjasama Shanghai atau SCO, tidak hanya akan membawa peluang bagi Cina namun juga tantangan, yang akan