1
JURNAL HEXAGRO
VOL. 1 No. 1 FEBRUARI 2017
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PERJUANGAN TASIKMALAYA
Jl. Pembela Tanah Air (PETA) No. 177 Kota Tasikmalaya 46115
JURNAL HEXAGRO diasuh oleh Fakultas Pertanian Universitas Perjuangan Tasikmalaya dengan jadwal penerbitan 2 (dua) kali dalam satu tahun dengan tujuan menyebarluaskan informasi ilmiah tentang perkembangan teknologi pertanian baik Agribisnis, Agroteknologi, Peternakan atau bidang-bidang lain yang terkait. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini terutama berasal dari penelitian dan pengabdian kepada masyarakat maupun kajian konseptual yang dilakukan oleh mahasiswa dan Dosen/akademisi dari berbagai universitas dan lembaga-lembaga pemerintah serta pemerhati masalah pertanian di Indonesia.
Lembaga Penerbit Jurnal Hexagro Dewan Redaksi
“Jurnal Hexagro”
Penanggung Jawab
dr. H. Kamiel Roesman Bachtiar, M.Si.
Redaktur
Ristina Siti Sundari, M.P.
Penyunting
Andri Kusmayadi, S.Pt., M.Sc. Ulpah Jakiyah, S.E, M.Si. Siti Nurhidayah, S.P., M.Si. Firgian Ardigurnita, S.Pt., M.P
Desain Grafis Dona Setia Umbara, M.P.
Sekretariat:
Fakultas Pertanian Universitas Perjuangan Jl. PETA No. 177 Gn. Roay
Kota Tasikmalaya 46115 e-mail: hexagro.jurnal@gmail.com
Sinopsis
Pada terbitan perdana, Hexagro memuat artikel hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Siliwngi Tasikmalaya dan dari Universitas Perjuangan Tasikmalaya. Dari Institut Pertanian Bogor, Yudhi Arie Priyanto melakukan penelitian mengenai viabilitas benih kedelai kultivar Anjasmoro pada umur simpan 1 bulan berbagai Pada terbitan perdana, Hexagro memuat, artikel hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Siliwangi Tasikmalaya dan dari Universitas Perjuangan Tasikmalaya. Dari Institut Pertanian Bogor, Yudhi Arie Priyanto melakukan penelitian mengenai Viabilitas benih kedelai kultivar Anjasmoro pada umur simpan satu (1) bulan
setelah panen dengan perlakuan invigorasi matriconditioning. Dedi Sufyadi dan Tedi
Hartoyo dari Universitas Siliwangi Tasikmalaya membahas hubungan antara peranan P3A dengan persepsi para petani P3A Mekar Sauyunan di daeran Ancaran Kabupaten
Kuningan Jabar. Selanjutnya inovasi baru dalam agribisnis, Ristina Siti Sundari dkk
membandingkan besarnya nilai tambah dari pembuatan abon berbahan baku ikan lele dan ikan patin yang belum dikenal luas seperti halnya abon sapi. Di bidang peternakan ada peneliti Dedi Sumarna dari Universitas Siliwangi mencoba membandingkan secara ilmiah pendapatan antara penerima dan non penerima bantuan belanja hibah bidang peternakan dalam usaha penggemukan sapi potong melalui uji statistika. Tanaman Kakao mendapat perhatian khusus dar Yayu Rahayu dari Universitas Siliwangi. Bidang penyuluhan diteliti oleh Dona Setia Umbara dari Universitas Perjuangan, dan terakhir dikupas dampak kebijakan Pemerintah terhadap usahatani beras organic di provinsi jawa barat oleh Ulpaj Jakiyah dari Universitas Perjuangan Tasikmalaya.
DAFTAR ISI
Halaman 1. Viabilitas benih Kedelai (Glycine max L. Merr) Cult. Anjasmoro
umur 1 bulan setelah panen dengan Perlakuan Invigorasi Matriconditioning.
Yudhi Arie Priyanto (Institut Pertanian Bogor) ………... 1 – 9
2. Hubungan antara Peranan P3A dengan Partisipasi Petani Anggota P3A (Berdasarkan Persepsi Para Petani P3A Mekar Sauyunan di Ancaran Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)
Dedi Sufyadi dan Tedi Hartoyo (Universitas Siliwangi Tasikmalaya) 10 – 16
3. Nilai Tambah Agroindustri Abon Ikan Lele dan Ikan Patin
Ristina Siti Sundari, Andri Kusmayadi, Dona Setia Umbara
(Universitas Perjuanan) ………... 17 – 23
4. Perbedaan Pendapatan Antara Penerima Dengan Non Penerima Bantuan Belanja Hibah Bidang Peternakan Dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong (Kasus Di Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis)
Dedi Sumarna (Universitas Siliwangi) dan Ristina Siti Sundari
(Universitas Perjuangan) ………... 24 – 30
5 Hubungan Antara Pemberdayaan Kelompok Tani Dengan Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu Kakao
Yayu Rahayu (Universitas Siliwangi) dan Ristina Siti Sundari
(Universitas Perjuangan) ………... 31 – 40
6 Paradigma Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Tanaman
Singkong Sebagai Tanaman Produktif Di Indonesia
Dona Setia Umbara (Universitas Perjuangan) ………... 41 – 44
7 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Usahatani Beras Organik Di Provinsi Jawa Barat
1 VIABILITY OF SOYBEAN SEEDS (GLYCINE MAX. L. MERRIL) BY MATRICONDITIONING AND OSMOCONDITIONING INVIGORATION
(VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max. L. Merril) DENGAN
PERLAKUAN INVIGORASI MATRICONDITIONING DAN
OSMOCONDITIONING)
Yudhi Arie Priyanto1,
1Institut Pertanian Bogor
*Email : yudhiariepriyanto@rocketmail.com
ABSTRACT
This research aimed at knowing the best invigoration’s treatment due to enhancing seed’s viability
of Soybean. This research was designed using Completely Randomized Design by use of eight invigoration treatments and four times replication that consisted of A (no treatment), B (control soaked in aquadest), C (matriconditioning of burned husk), D (matriconditioning of sawdust), E (matriconditioning of Vermiculite), F (osmoconditioning PEG), G (osmoconditioning NaCl), H (osmoconditioning KNO3). In order to determine the result, data tested by F-test and continued by
contrast orthogonal test. The result showed that invigoration treatment enhanced viability of soybean toward parameter such as sprout percentage, sprout growth rapidity, height of sprout and
sprout’s dried weight. The best of among invigoration treatment enhancing viability of soybean was
matriconditioning invigoration treatment respectively vermiculite and sawdust.
Key words: Soybean, Invigoration, Viability, Matriconditioning, Osmoconditioning.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai. Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan delapan perlakuan invigorasi yang diulang empat kali yang terdiri dari: A (tanpa perlakuan), B (kontrol yang direndam aquades), C (matriconditioning abu sekam), D (matriconditioning serbuk gergaji), E (matriconditioning Vermikulit), F (osmoconditioning PEG), G (osmoconditioning NaCl), H (osmoconditioning KNO3). Untuk mengetahui hasil penelitian, data diuji dengan Uji F yang dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dapat meningkatkan viabilitas benih kedelai pada parameter persentase kecambah, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah dan tinggi kecambah. Dari semua perlakuan invigorasi, bahan yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih kedelai adalah perlakuan invigorasi matriconditioning berturut-turut yaitu vermikulit dan serbuk gergaji.
Kata kunci: Kedelai, Invigorasi, Viabilitas, Matriconditioning, Osmoconditioning.
I. PENDAHULUAN
Kita sering menganggap bahwa kualitas kedelai produksi Indonesia lebih rendah dari pada kedelai impor. Padahal itu hanya stigma. Menurut Gakoptindo
dalam Djaki (2014) sesungguhnya kedelai Indonesia kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan kedelai impor asal Amerika Serikat. Akan tetapi produksi kedelai Indonesia masih sangat jauh untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga di samping terus mengupayakan peningkatan produksi kedelai, juga melakukan impor kedelai dari Amerika Serikat.
Di Indonesia kedelai banyak
digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tempe dan tahu, tauco,
kecap, makanan ringan (snack), susu
kedelai dan bahan pelengkap menu
makanan lainnya seperti bubur ayam, soto dan lain–lain.
Menurut Kementerian Pertanian (2014) kebutuhan kedelai sebagai bahan baku industri tempe dan tahu mencapai 2,5 juta ton per tahun sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 400 ribu ton per tahun. Hasil panen
kedelai hanya mampu memenuhi
kebutuhan daerah setempat dan tidak bisa memenuhi permintaan daerah lain. Menurut Lutfi (2015) rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan luas lahan yang terus berkurang (hanya berkisar 600.000 ha) karena banyak terjadi alih fungsi lahan dan produktifitas rendah yang disebabkan oleh cuaca ekstrim, rendahnya keterampilan petani dalam budidaya kedelai, pemupukan yang kurang berimbang dan ketersediaan
2 benih unggul di lapangan yang tidak
mencukupi.
Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah, petani, ilmuwan dan peneliti untuk dapat meningkatkan produksi kedelai sampai swasembada kedelai tercapai sehingga tidak harus mengimpor lagi. Dari faktor penyebab rendahnya produksi kedelai Indonesia, peneliti berupaya lebih fokus untuk memberikan solusi dalam penyediaan benih unggul di lapangan.
Ada berbagai cara invigorasi benih kedelai yang bisa dilakukan
diantaranya dengan Priming (Hydro
priming, solid matric priming), hardening, matri-conditioning, osmoconditioning, moisturizing, dan humidifying. Dari berbagai cara invigorasi tersebut, maka
Osmoconditioning dan matriconditioning
adalah cara invigorasi yang paling sering dilakukan (Litbang, 2014). Walaupun cara ini belum memberikan hasil yang konsisten, untuk hal tersebut penelitian viabilitas benih kedelai dengan perlakuan invigiorasi perlu dilakukan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan di
Rumah Kaca (Green House) Fakultas
Pertanian, Universitas Siliwangi
Tasikmalaya. Penelitian ini dimulai pada bulan Juni sampai Juli 2015.
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah: benih kedelai varietas Anjasmoro, aquadest, abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG
6000, KNO3, NaCl dan media
perkecambahan (pasir steril halus, porasi dan tanah dengan perbandingan 1:1: 1.
Alat–alat yang digunakan
diantaranya baki perkecambahan,
termometer maksimum minimum, hand
sprayer, mistar 30 cm, gelas ukur, cangkir plastik ukuran 200 ml, alat tulis, sarung tangan karet, sendok pengaduk, masker, saringan, dan kamera digital.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang diulang 4 kali, dengan perlakuan sebagai berikut :
A = tanpa perlakuan
B = Kontrol: benih yang direndam selama 6 jam dengan Aquadest
C = Matriconditioning : (benih direndam selama 6 jam dalam campuran abu sekam : air dengan perbandingan 3 : 5)
D = Matriconditioning (benih direndam selama 6 jam dalam campuran serbuk gergaji : air dengan perbandingan 3 : 5)
E = Matriconditioning (benih direndam selama 6 jam dalam campuran vermikulit : air dengan perbandingan 3 : 5)
F = Osmoconditioning (benih direndam selama 6 jam dengan larutan PEG 6000 pada konsentrasi 2 % ,)
G = Osmoconditioning (benih direndam selama 6 jam dengan larutan NaCl pada konsentrasi 2%)
H = Osmoconditioning (benih direndam selama 6 jam dengan larutan KNO3 pada konsentrasi 2%)
Model persamaan yang cocok untuk penelitian ini menurut Gaspersz (1991) adalah model tetap karena hanya
terdiri dari tujuh perlakuan yang tersedia. Model tersebut adalah :
Yij = µ + ti + εij Keterangan : Yij µ ti εij = = = =
hasil pengamatan ke j yang memperoleh perlakuan ke I rata-rata populasi hasil pengamatan
pengaruh perlakuan ke i
pengaruh galat percobaan pada pengamatan ke j yang memperoleh perlakuan ke i
Tabel 1. Analisis Sidik Ragam 1
Sumber Ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhit Ftabel 5% 1% Perlakuan t – 1 ∑𝑇𝑖=1𝑇𝑗2 𝑛𝑖 − 𝐹𝐾 𝐽𝐾 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑘 𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑘 𝐾𝑇𝑝𝑒𝑟𝑙 𝐾𝑇 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 2,42 3,5 Galat (N-1) - (t-1) JKtot – JKperla 𝐽𝐾 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑑𝑏 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
3 Kaidah Pengujian :
Jika Fhitung≤ Ftabel maka perlakuan seragam (tidak berbeda nyata); Tidak ada
pengaruh; Hipotesa Nol (H0) diterima
Jika Fhitung > Ftabel maka perlakuan tidak seragam (berbeda nyata); Hipotesa Nol
(H0) ditolak.
Jika perlakuan memberi perbedaan yang nyata atau memiliki ragam yang berbeda, maka pengujian dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras
Analisis ortogonal kontras untuk membandingkan antar dan dalam kelompok perlakuan. Analisis ortogonal
kontras sering juga disebut Uji-F
terencana karena pengujian dilakukan
didasarkan pertanyaan-pertanyaan
spesifik penelitian yang telah dirancang, baik didasarkan pada teori atau
penelitian-penelitian sebelumnya
(Mawardi Syana, 2013).
Jika perlakuan signifikan,
dilakukan uji perbandingan kelompok perlakuan dan uji gugus perlakuan. Jumlah komponen yang disusun sama dengan derajat bebas perlakuan.
– Komponen 1 : A, Vs B, C, D, E, F, G, H – Komponen 2 : B Vs C, D, E, F, G, H – Komponen 3 : C, D, E Vs F, G, H – Komponen 4 : C Vs D, E – Komponen 5 : D Vs E – Komponen 6 : F Vs G, H – Komponen 7 : G Vs H
Menghitung jumlah kuadrat komponen:
JKi = (∑𝐛𝐓)𝟐
𝒓∑𝐛𝟐
Jumlah semua Jumlah Kuadrat
komponen harus sama dengan Jumlah Kuadrat Perlakuan. Kemudian dihitung jumlah kuadrat dari masing-masing komponen dengan rumus di atas. Total perlakuan di sini diperoleh dari total perlakuan yang terdapat dalam data awal.
Tabel 2. Susunan Koefisien Ortogonal Kontras
Komponen Koefisien ortogonal kontras untuk invigorasi (b) ∑b2 A B C D E F G H 1 -7 1 1 1 1 1 1 1 56 2 0 -6 1 1 1 1 1 1 42 3 0 0 -1 -1 -1 1 1 1 6 4 0 0 -2 1 1 0 0 0 6 5 0 0 0 -1 1 0 0 0 2 6 0 0 0 0 0 -2 1 1 6 7 0 0 0 0 0 0 -1 1 2 Total perlakuan
Daftar sidik ragam uji lanjutan ortogonal kontras seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Uji lanjutan Ortogonal Kontras
Sumber Ragam Db JK KT Fhit F.05 F.01
Perlakuan 7 Komponen 1 1 (∑b1T1)2 𝑟∑b12 𝐽𝐾 𝑘𝑜𝑚𝑝1 𝑑𝑏 𝑘𝑜𝑚𝑝1 𝐾𝑇 𝑘𝑜𝑚𝑝1 𝐾𝑇 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 Komponen 2 1 Komponen 3 1 Komponen 4 1 Komponen 5 1 Komponen 6 1 Komponen 7 1 (∑b7T7)2 𝑟∑b72 𝐽𝐾 𝑘𝑜𝑚𝑝7 𝑑𝑏 𝑘𝑜𝑚𝑝7 𝐾𝑇 𝑘𝑜𝑚𝑝7 𝐾𝑇 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 Galat 24 Total 31
II. HASIL DAN PEMBAHASAN.
Temperatur udara harian dalam
4
berkisar 270C – 310C. Menurut
Adisarwanto (2014) temperatur optimum untuk perkecambahan benih kedelai
antara 200C – 350C. Kisaran temperatur
tersebut cukup sesuai untuk awal tanam kedelai.
1) Persentase Kecambah
Tabel 4. Hasil Uji Ortogonal Kontras Transformasi Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Persentase Kecambah pada Pengamatan Hari ke 3, 5, 7, 9 dan 11 Setelah Semai.
Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras
Tabel diatas memperlihatkan
perlakuan invigorasi matriconditioning
berpengaruh pada setiap hari
pengamatan dapat meningkatkan
presentasi kecambah lebih baik
dibandingkan dengan invigorasi
osmoconditioning. Sedangkan dalam
perlakuan invigorasi matriconditioning
pemberian serbuk gergaji menunjukkan hasil persentasi kecambah yang paling tinggi, hal ini menunjukan bahwa
perlakuan matriconditioning dapat
meningikatkan viabilitas benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
osmoconditioning.
Tabel diatas memperlihatkan
perlakuan invigorasi matriconditioning
berpengaruh pada setiap hari
pengamatan dapat meningkatkan
presentasi kecambah lebih baik
dibandingkan dengan invigorasi
osmoconditioning.
Perlakuan invigorasi
matri-conditioning pemberian serbuk gergaji menunjukkan hasil persentasi kecambah yang paling tinggiHal ini menunjukan
bahwa perlakuan matriconditioning dapat
meningikatkan viabilitas benih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
osmoconditioning.
Menurut Kiki Muslihin, 2011.
Perlakuan invigorasi matriconditioning
memiliki fase imbibisi yang lebih lama
dibanding invigorasi osmoconditioning.
Proses imbibisi ke dalam benih lebih
terkontrol karena bahan
matriconditioning memiliki daya pegang air yang baik. Sedangkan invigorasi
osmoconditioning` tidak memiliki daya pegang air, air langsung masuk ke bagian membran sehingga proses imbibisi berlangsung cepat, hal ini dapat menyebabkan rusaknya membran benih.
Sehingga perlakuan matriconditioning
meningkatkan persentase kecambah kedelai yang telah mengalami deteriorasi
lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan invigorasi osmoconditioning.
Dalam penelitian ini perlakuan
matriconditioning yang dicoba adalah
serbuk gergaji, abu sekam, dan
vermikulit. Serbuk gergaji menunjukkan pengaruh yang paling baik dalam
meningkatkan presentasi kecambah
kedelai yang telah mengalami deteriorasi,
hal ini menurut Ilyas et. al (1994),
terdapat perbedaan kemampuan
memegang air antara serbuk gergaji dengan abu sekam yang dipengaruhi oleh sifat fisik permukaan media. Serbuk gergaji memiliki sifat yang paling mudah menyerap air dan memiliki kemampuan memegang air yang tinggi dibandingkan dengan abu sekam. Perbedaan hasil perkecambahan antara perlakuan abu sekam dan serbuk gergaji sebagai media
matriconditioning karena abu sekam mengandung silikat yang dapat mengikis kulit benih sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit saat pencampuran abu, air, dan benih dilakukan.
Sumber
Keragaman Db (hari ke 3) F Hitung (hari ke 5) F Hitung (hari ke 7) F Hitung (hari ke 9) F Hitung (hari ke 11) F Hitung Perlakuan 7 11,827** 35,83** 9,58** 31.58** 23,85** A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1 9,297** 0,30 1,73 3.99 0,24 B vs (C,D,E,F,G,H) 1 2,785 17,28** 0.31 0.003 1,31 (C,D,E) vs,(F,G,H) 1 33,867** 150,23** 27.78** 54.19** 53,55** C vs (D,E) 1 7,953* 0,28 0.001 0.00 0,17 D vs E 1 18,755** 1,87 0.004 1.25 1,77 F vs (G,H) 1 9,101** 45,45** 19.57** 46.99** 45,71** G vs H 1 0.921 35,41** 17,68* 114.65** 64,23**
Kerusakan kulit benih berpengaruh pada proses perkecambahan sehingga jika dibandingkan dengan serbuk gergaji, perlakuan abu sekam memberikan hasil
persentase kecambah lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan serbuk gergaji.
Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan hasil penelitian Fauziah Koes dan Ramlah Arief (2010) yang menyimpulkan bahwa benih yang diberi perlakuan
matriconditioning serbuk gergaji
berpengaruh paling baik terhadap
persentase perkecambahan benih jagung yang sudah mengalami deteriorasi.
2) Kecepatan Berkecambah
Tabel memperlihatkan bahwa
perlakuan A (tanpa perlakuan) berbeda nyata dibandingkan perlakuan B, C, D, E, F, G dan H (air suling, abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG 6000, NaCl dan
KNO3). Kecepatan tumbuh rata-rata
perlakuan berturut-turut sebesar A 2,32; B 3,34; C 3,82; D 4,21; E 3,52; F 4,75; G 1,25; H 2,93. Perlakuan B (air suling) tidak berbeda nyata dibandingakan dengan C, D, E, F, G dan H (abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG 6000, NaCl dan
KNO3) .Tabel 5. Uji Ortogonal Kontras
Perlakuan Invigorasi terhadap Kecepatan Berkecambah Kedelai Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 Perlakuan 15,57** 2,42 3,5 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 13,05** 4,26 7,82 B vs (C,D,E,F,G,H) 0,061 4,26 7,82 (C,D,E) vs,(F,G,H) 14,64** 4,26 7,82 C vs (D,E) 0,02 4,26 7,82 D vs E 3,09 4,26 7,82 F vs (G,H) 6,18* 4,26 7,82 G vs H 7,69* 4,26 7,82 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras.
** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras
Perbandingan antar kelompok
perlakuan matriconditioning (abu sekam,
serbuk gergaji, vermikulit) berbeda sangat nyata dibandingkan dengan kelompok
perlakuan osmoconditioning (PEG 6000,
NaCl dan KNO3). Kecepatan berkecambah
rerata perlakuan invigorasi
matriconditioning sebesar 3,85 sedangkan
osmoconditioning sebesar 2,97. Di dalam
kelompok perlakuan matriconditioning
perlakuan C (abu sekam) dibandingkan D (serbuk gergaji) dan E (vermikulit); dan perlakuan D (PEG) dibanding E (NaCl) relatif seragam, hasil analiais ortogonal kontras tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Perlakuan Matriconditioning lebih
baik dalam meningkatkan laju
berkecambah dibandingkan perlakuan
osmoconditioning. Menurut Kiki Muslihin,
2011. Perlakuan invigorasi
matriconditioning memiliki fase imbibisi yang lebih lama daripada invigorasi
osmoconditioning, karena bahan matri-conditioning memiliki daya pegang air yang baik. Sedangkan perlakuan invigorasi
osmoconditioning` tidak memiliki daya pegang air, air langsung masuk ke bagian
membran sehingga proses imbibisi
berlangsung cepat, hal ini dapat
menyebabkan rusaknya membran benih.
Pada invigorasi matriconditioning,
benih mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga air ataupun cairan masuk ke dalam benih berlangsung
secara perlahan sampai terjadi
keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan
faktor internalnya untuk memulai
perkecambahan seperti pemulihan
integritas membran, karena benih yang telah mengalami deteriorasi, membrannya
mengalami kerusakan. Kerusakan
membran ini mengakibatkan kerusakan pada dinding sel sehingga terjadi kebocoran jika benih berimbibisi, hal ini tidak terjadi pada benih yang diberi
perlakuan invigorasi osmoconditioning.
Menurut (Powell dan Matthews,
1978 dalam Agus Rulyansyah, 2011)
Terganggunya struktur membran akan
menyebabkan berbagai perubahan
metabolik. Hal ini dapat dikurangi dengan cara mengimbibisi benih terlebih dahulu pada konsentrasi yang mengurangi laju
penyerapan air, sehingga dapat
mendukung kecepatan berkecambah
benih. Sehingga perlakuan
matriconditioning meningkatkan
kecepatan berkecambah kedelai yang telah mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan invigorasi
osmoconditioning. 3) Panjang Akar
Hasil analisis perlakuan invigorasi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Dengan demikian tidak dilakukan uji lanjutan ortogonal kontras. Data hasil uji
6 varians dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini.
Tidak berpengaruhnya perlakuan invigorasi terhadap panjang akar disebabkan karena pertumbuhan akar lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal antara lain sifat genetik tumbuhan, tipe pertumbuhna akar,
proses pembelahan sel dan
deferensiasi. Menurut (Taiz, L. and E. Zeiger. 1998). Proses pembelahan sel
dan deferensiasi lebih lambat pada akar dibandingkan pada batang, selanjutnya Syatrianty A Syaiful et. al
(2012) berpendapat bahwa pengaturan imbibisi dengan perlakuan invigorasi tidak mempengaruhi pertumbuhan akar, tidak seperti yang terjadi pada parameter viabilitas lainnya yaitu
pertumbuhan batang dan
pertumbuhan daun pada kedelai
Tabel 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Panjang Akar Kedelai Sumber
Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhitung PA
F0,05 F0,01 Perlakuan 7 58,85 8,41 1.88 2,42 3,5 Galat 24 107,24 4,47
Total 31 166,07
4) Tinggi Kecambah
Hasil uji ortogonal kontras dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Pertumbuhan tinggi kecambah relatif seragam pada pengamatan hari ke sembilan, hal ini dimungkinkan karena kondisi perakaran stabil dan siap untuk pertumbuhan selanjutnya. Duplet sudah tumbuh merata dan mulai muncul satu-satu triplet tetapi tidak menambah tinggi
kecambah melainkan tumbuh trifoliet
terlebih dahulu. Ada stagnansi
pertumbuhan tinggi kecambah pada tahap
awal pertumbuhan trifoliet. Setelah itu
pertumbuhan batang lebih aktif lagi. Hasil uji ortogonal kontras pada
pengamatan hari ke sebelas
memperlihatkan bahwa perlakuan A (tanpa perlakuan) tidak memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan B, C, D, E, F, G dan H (air suling, abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit,
PEG 6000, NaCl dan KNO3). Perlakuan B
(air suling) tidak berbeda nyata dibanding C, D, E, F, G dan H (abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit, PEG 6000, NaCl dan
KNO3), tetapi sangat berbeda nyata saat
dilakukan perbandingan antar kelompok
perlakuan invigorasi matriconditioning C,
D, E (abu sekam, serbuk gergaji,
vermikulit) dan osmoconditioning F, G, H
(PEG 6000, NaCl dan KNO3).
Tabel 7. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Tinggi Kecambah pada Pengamatan hari ke 3, 5, 7, 9 dan 11 setelah Semai.
Sumber Keragaman DB F Hitung (hari ke 3) F Hitung (hari ke 5) F Hitung (hari ke 7) F Hitung (hari ke 9) F Hitung (hari ke 11) Perlakuan 7 8.81** 2.99* 3.97** 1.162 5.51** A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1 4.66* 2.02 4.61* 0.051 0.19 B vs (C,D,E,F,G,H) 1 0.77 0.27 2.40 0.014 0.54 (C,D,E) vs,(F,G,H) 1 35.57** 12.72* 15.64** 3.074 29.32** C vs (D,E) 1 2.21 0.02 0.15 0.120 0.03 D vs E 1 0.001 1.32 1.34 0.145 1.99 F vs (G,H) 1 8.09** 1.05 1.00 1.388 6.28** G vs H 1 10.37** 3.52 2.63 3.346 0.25
Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras
Perlakuan invigorasi
matriconditioning memiliki nilai rata-rata
20,36 sedangkan osmoconditioning
sebesar 16,62. Hal ini sejalan dengan penelitian Agus Ruliyansyah (2011) bahwa
perlakuan invigorasi matriconditioning
dengan serbuk gergaji, abu sekam dan
vermikulit dapat meningkatkan tinggi
kecambah jenis kacang–kacangan
dibandingkan dengan kontrol.
Perbandingan dalam kelompok perlakuan
matriconditioning relatif sama.
Menurut Rouhi et al (2011)
7 memiliki daya pegang air yang tinggi
hingga mampu melepaskan air untuk proses imbibisi secara perlahan sesuai kebutuhan benih untuk menambah tinggi kecambahnya. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agus Ruliyansyah (2011) yang melaporkan bahwa perlakuan
osmoconditioning dengan larutan NaCl dan
KNO3 tidak berpengaruh dalam
meningkatkan viabilitas benih
kacang-kacangan yang sudah mengalami
deteriorasi, hal tersebut disebabkan karena penggunaan kedua jenis larutan tersebut memberikan pengaruh yang buruk terhadap benih dibandingkan dengan kontrol. Menurut Ilyas (1994) penggunaan larutan garam untuk media
priming dapat pula menimbulkan efek keracunan terhadap benih. Tipisnya kulit benih kedelai juga dapat menyebabkan embrio mengalami keracunan karena larutan garam yang memiliki tingkat tekanan osmotik tinggi dapat menerobos masuk hingga ke embrio dan menghambat pertumbuhan embrio atau embrio tidak mampu tumbuh.
Perbedaan yang nyata pengaruh
perlakuan invigorasi matriconditioning
dengan perlakuan invigorasi
smoconditioning terhadap tinggi
kecambah, karena pada perlakuan
matriconditioning benih setelah diberi perlakuan mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga air ataupun cairan masuk ke dalam benih berlangsung
secara perlahan sampai terjadi
keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan
faktor internalnya untuk memulai
perkecambahan seperti pemulihan
integritas membran.
5) Bobot Kering Kecambah
Hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini Tabel 6. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh
Perlakuan Invigorasi terhadap Bobot Kering Kecambah Kedelai
Sumber Keragaman FBKKhitung F0,05 F0,01 Perlakuan 3,95** 2,42 3,5 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1.48 4,26 7,82 B vs (C,D,E,F,G,H) 4,66* 4,26 7,82 (C,D,E) vs,(F,G,H) 3.69* 4,26 7,82 C vs (D,E) 0.03 4,26 7,82 D vs E 6.68* 4,26 7,82 F vs (G,H) 1,86 4,26 7,82 G vs H 4,21 4,26 7,82 Keterangan:
* = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras.
** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras
Perlakuan C, D, E (abu sekam, serbuk gergaji, vermikulit) invigorasi
matriconditioning dengan nilai rata-rata 25,76 memberikan bobot kering kecambah
lebih tinggi dan berbeda nyata
dibandingkan dengan osmoconditioning F,
G, H (PEG 6000, NaCl dan KNO3). Nilai rata-rata 19,21. Di dalam kelompok
perlakuan invigorasi matriconditioning,
perlakuan invigorasi E (vermikulit)
memberikan hasil bobot kering kecambah paling tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 33,13 dibandingkan dengan perlakuan invigorasi D (serbuk gergaji) dengan nilai rata-rata sebesar17,86 dan C (abu sekam) dengan nilai rata-rata sebesar 26,30.
Dengan demikian maka perlakuan
invigorasi matriconditioning memberikan
bobot kering kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan invigorasi
osmoconditioning. Selanjutnya bahan
untuk perlakuan invigorasi
matriconditioning yang paling baik adalah vermikulit yang memiliki bobot kering kecambah rata-rata sebesar 33,13, hal tersebut disebabkan karena benih yang
diberi perlakuan invigorasi
matriconditioning mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga air ataupun cairan masuk ke dalam benih berlangsung secara perlahan sampai terjadi keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan faktor internalnya untuk memulai perkecambahan. Dengan proses
imbibisi terkontrol, proses
perkecambahan juga menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan bobot
kering kecambah (Erinnovita et. al 2008)
Menurut Subagjo Kastria Ingwang Djaja (1995) Vermikulit adalah bahan
mineral tanah liat yang berbentuk layer
(lapisan), tersusun dari oksida Si, Al dan Mg sebagai pembentuk utamanya. Oksida
tersebut membentuk lapis–lapis yang
terdiri dari lapisan Si/Al – Mg/Al – Si/Al
yang bertumpuk–tumpuk. Diantara lapis
tersebut terdapat molekul air dan ion magnesium yang menjadi pengikat antar lapis tersebut.
Menurut Wikipedia (2015)
menjelaskan bahwa ciri khas vermikulit dibandingkan mineral lain, seperti abu sekam dan serbuk gergaji adalah mengandung air dan kation lain seperti Mg2+,Si4+, Al3+, Fe3+ diantara unit Kristal dan memiliki daya pegang air yang tinggi,
8 sehingga sangat sesuai untuk masa
perkecambahan benih dan pertumbuhan
benih tanaman yang menyebabkan
peningkatan pada bobot kering kecambah. Pernyataan ini diperjelas oleh Subagjo Kastria Ingwang Djaja (1995) bahwa
keistimewaan mineral tanah liat
berbentuk lapis ini adalah sifat lapisannya yang fleksibel (dapat merenggang) dan ion magnesium yang berada di antara lapis dapat ditukar dengan ion lain dengan mekanisme pertukaran ion. Pada lempeng oktaedernya mengandung Al, Mg dan Fe, sehingga kelebihan vermikulit dari mineral lainnya adalah mengandung air diantara unit Kristal yang menyebabkan vermikulit memiliki daya pegang air yang tinggi.
III. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan ini dapat diambil kesimpulan:
1) Perlakuan invigorasi berpengaruh
terhadap viabilitas kedelai yang sudah mengalami deteriorasi: meningkatnya
persentase kecambah, kecepatan
tumbuh, tinggi kecambah dan bobot kering kecambah.
2) Perlakuan invigorasi matriconditioning
meningkatkan viabilitas benih kedelai yang sudah mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan
invigorasi osmoconditioning
3) Invigorasi matriconditioning bahan
serbuk gergaji lebih baik pada persentase dan kecepatan tumbuh
benih, sedangkan vermikulit
berpengaruh paling baik terhadap bobot kering kecambah.
Daftar Pustaka
Agus Ruliyansyah. 2011. Peningkatan
Performansi Benih Kacangan Dengan Perlakuan Invigorasi. Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381 J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, Juni 2011,hal 13-18
Atin Septiatin. 2012. Meningkatkan
Produksi Kedelai di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penerbit CV Yrama Widya.
Balitkabi. 2014. Invigorasi Benih Kedelai.
Kementrian Pertanian.
Djaki. 2014. Dilematis, Hasil Kedelai Lokal
Meningkat, Kedelai Impor Tetap
Menguasai Pasar. Gemadesa
Gemamedia News.
Eny Widajati, Endang Wurniati, Endah R. Palupi, Titiek Kartika, M. R. Suhartanto, Abdul Qadir. 2013.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press. Bogor.
Erinnovita, Maryati Sari dan Dwi Guntoro.
2008. Invigorasi Benih untuk
Memberbaiki Perkecambahan
Kacang Panjang (Vigna unguiculata
Hask. Ssp. Sesquipedalis) pada
Cekaman Salinitas. Bulletin Agron. (36) (3) 214 – 220.
Farooq, M. S., M. A. Basra, B. A. Saleem.
2005. Enhancement of Tomato Seed
Germination and Seedling Vigor by Osmopriming. Journal of Agriculture Science. 42 (3-4):36 – 41.
Farooq, M. S., M. A. Basra, K. Hafeez.
2006. Seed Invigoration bu
osmohardening in Coarse and Fine Rice Seed. Journal of Science and
Technology. 34 : 181 – 187.
Fauziah Koes dan Ramlah Arief. 2010.
Pengaruh Perlakuan
Matriconditioning Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan
Percobaan. Untuk Ilmu-ilmu
Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Penerbit Armico. Bandung.
Khan MR, Khan SM. 2002. Effects of
Rootdip Treatment with Certain
Phosphate Solubilizing
Microorganisms on the Fusarial Wilt of Tomato. Biores Technology 85:213-215.
Kementrian Pertanian. 2014. Kebutuhan
Kedelai Indonesia. Jakarta.
Kiki Muslihin. 2011. Deteriorasi Benih.
Universitas Winayamukti. Bandung.
Gomez, K. A & Gomez, A.A.1995. Prosedur
Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Edisi Kedua. Penterjemah: Endang Sjamsuddin & Justika S Baharsjah. Pendamping: Andi Hakim Nasution. Penerbit Universitas Indonesia. (UI-PRESS).
Litbang. 2014. Invigorasi, Alternatif Atasi
Penurunan Mutu Benih Kedelai. www.litbang.pertanian.
go.id/berita/one/1542. Diunduh
tanggal 28 Maret 2015.
Lutfi. 2015. Pilah-pilah Masalah Demi
Swasembada Kedelai.
Teknopreneur. Jakarta.
Mira arumi, et. al. 2013. Pengujian
Viabilitas Benih. Produksi dan Pengembangan Pertanian Terpadu.
9
Samsoe’oed Sadjad. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Penerbit Grasindo. Jakarta.
Setijo Pitojo. 2003. Benih Kedelai. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Sri Wahyuni. 2011. Peningkatan Daya
Berkecambah dan Vigor Benih Padi HibridaMelalui Invigorasi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 30 No. 2 201183. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi Jl. Raya 9
Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Subagijo Kastria Ingwang Djaja.1995.
Vermikulit sebagai Bahan Komposit Interkalasi. Pusat Penelitian Sain Materi. BATAN. Jakarta.
Syatrianty A Syaiful, M. Amin Ishak, Novaty E. Dungga, Muh. Riadi. 2012.
Peran Conditioning Benih dalam
Meningkatkan Daya Adaptasi
Tanaman Kedelai terhadap Stres Kekeringan. Pertanian untuk Mengentaskan Kemiskinan. Faperta Unhas. Makassar.
Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant
Physiology. World Press. London.
Adisarwanto, T. 2014. Kedelai Tropika.
Produktifitas 3 ton/ha. Penerbit Penebar Swadaya.
Wikipedia. 2015. Pemanfaatan Serbuk
10
CORRELATION BETWEEN P3A ROLE AND FARMER PARTICIPATION AS THE MEMBER OF P3A (BASED ON P3A FARMER PERCEPTION OF MEKAR SAUYUNAN IN ANCARAN
KABUPATEN KUNINGAN WEST JAVA)
[Hubungan antara Peranan P3A dengan Partisipasi Petani Anggota P3A]
Dedi Sufyadi 1, dan Tedi Hartoyo1 dedisufyadi@yahoo.co.id
Agriulture Faculty, Siliwangi University, Jalan Siliwangi No. 24 Tasikmalaya, West Java. Indonesia.
ABSTRACT
This research aims at observing role of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network, especially the relationship between the role of P3A and participation of farmers in operating and maintaining tertiary irrigation network based on perception of farmer member of P3A Mekar Sauyunan in Irrigation Region (DI) Ancaran Kabupaten Kuningan.
The research was conducted through survey method on farmer of P3A Mekar Sauyunan, one of the five P3A members of GP3A Mitra Cai in Ancaran Kabupaten Kuningan. The research site was determined purposively, and sample was taken by means of simple random sampling technique.
The hypothesis to be answered was whether or not relationship between role of P3A and level of participation of farmer in operating and maintaining tertiary irrigation network. In other words, the higher the role of P3A, the higher the participation of farmer of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network would be.
The research result indicated that: (1) the role of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network was running well with the NT of 86.67 percent; (2) the participation of farmer of P3A in operation and maintaining tertiary irrigation network also has been running well with the NT of 88.08 percent; (3) There was relationship between the role of P3A and participation of farmer of P3A based on the perception of farmers of P3A Mekar Sauyunan in DI Ancaran KabupatenmKuningan. It was recommended that government to always take care of farmer interests in order that the role of P3A and participation of farmer of P3A in operating and maintaining tertiary irrigation network will always run in better ways.
Keywords: irrigation, role of P3A, participation of farmer.
ABSTRAK
Penelitian ini melihat bagaimana peran P3A dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier. Utama nya tentang hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani P3A dalam operasionalisasi pemeliharaan jaringan irigasi tersier, berdasarkan persepsi petani P3A Mekar Sauyunan di Daerah Irigasi (DI) Ancaran Kabupaten Kuningan.
Metode penelitian dilakukan melalui survai pada petani P3A Mekar Sauyunan yang merupakan salah satu dari lima P3A dalam GP3A Mitra Cai di DI Ancaran Kabupaten Kuningan. Penentuan lokasi penelitian secara purposive dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling.
Kesimpulan sementara yang ingin di jawab yaitu, perihal terdapat hubungan antara peran P3A dengan tingkat partisipasi petani dalam OP jaringan irigasi tersier. Dengan kata lain, semakin tinggi peran P3A maka semakin tinggi pula partisipasi petani anggota P3A tersebut dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier.
Hasil penelitian menunjukkan: pertama, peran P3A dalam OP jaringan irigasi tersier telah berjalan baik dengan NT sebesar 86,67 persen. Ke dua, partisipasi petani P3A dalam OP jaringan irigasi tersier telah berjalan baik pula dengan NT sebesar 88,08 persen. Ke tiga, ada hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani P3A, menurut persepsi para petani P3A Mekar Sauyunan di DI Ancaran Kabupaten Kuningan. Disarankan, pemerintah untuk senantiasa peduli terhadap kepentingan para petani, agar peran P3A dan partisipasi petani P3A dalam OP jaringan irigasi tersier senantiasa bertumbuh.
Kata Kunci : Irigasi, peran P3A, partisipasi petani.
I. PENDAHULUAN
Bahwa, peran Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam menjalankan
eksistensi, tujuan dan fungsinya serta dalam memecahkan masalah operasi dan pemeliharaan jaringan tersier; tampaknya
11 semakin strategis saja. Menurut
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, pasal 41 ayat 3
dikatakan P3A berhak dan
bertanggungjawab atas pengembangan jaringan irigasi tersier. Namun di balik itu
ada nya partisipasi petani dalam
operasionalisasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi tersier akan jauh lebih strategis lagi bagi pengelolaan dan
pengembangan irigasi secara
keseluruhan.
Melalui program Participatory
Irrigation Sector Proyect (PISP), Kabupaten Kuningan telah menjadi satu daerah yang cukup menonjol soal keirigasiannya
(KPCMO Program PISP Kabupaten
Kuningan, 2009). Sejak tahun 2006 dalam rangka pengembangan dan pengelolaan system irigasi partisipatif (PPSIP) telah banyak P3A yang eksis dan bertumbuh tersebar diberbagai Daerah Irigasi (DI). Eksistensi P3A itu lah yang diharapkan dapat mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan petani yang sejalan dengan payung hukum yaitu, Perda Jabar nomor 4 Tahun 2008 pasal 3 : irigasi untuk petani.
Dalam konteks PISP itu lah, ingin diketahui apakah ada hubungan antara persepsi petani terhadap peran P3A
dengan partisipasi petani dalam
operasionalisasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi. Untuk keperluan tersebut penelitian dilakukan pada petani P3A yang ada di wilayah DI Ancaran Kecamatan Sindangagung Kabupaten Kuningan.
Untuk itu permasalahannya dapat
diidentifikasikan yaitu pertama,
bagaimana peran P3A Mekar Sauyunan dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier ?. Ke dua, bagaimana partisipasi petani P3A Mekar Sauyunan dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier ?.Ke tiga, bagaimana hubungan antara peran P3A Mekar Sauyunan dengan partisipasi
petani P3A tersebut dalam
operasionalisasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi tersier ?
Sedangkan kegunaan penelitian
diperuntukkan kepada pertama,
pengembangan profesi dan keilmuan, terutama ilmu Pembangunan pertanian. Ke dua, ikhtiar mencari justifikasi bagi kebijakan pengembangan dan pengelolaan
irigasi partisipatif, terutama dalam
kaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tani.
Berdasarkan apa yang dipikirkan, maksud dari pada penelitian ini, dapat di pandang sebagai justifikasi bagi penting
nya pembangunan pertanian yang
mengusung penguatan kelembagaan dan kesejahteraan petani. Berbicara tentang peran P3A dan partisipasi petani dalam OP
jaringan irigasi tersier, ibarat
membicarakan wadah dan isi. Dalam hal ini tentu nya ada nya partisipasi petani itu lah yang akan menciptakan keberhasilan pembangunan irigasi di negeri ini. Diyakini partisipasi petani sebagai isi akan
meningkatkan peran P3A dalam
menjalankan eksistensi, tujuan dan fungsi nya sebagai wadah.
Menurut Pakpahan, A (1991)
bahwa, bentuk organisasi berdampak terhadap kinerja produksi, penggunaan input, kesempatan kerja; perolehan hasil dan kelestarian lingkungan. Seberapa jauh organisasi yang di rekayasa di terima masyarakat bergantung pada struktur wewenang, kepentingan individu, keadaan masyarakat; adat dan kebudayaan. Hal ini mengisyaratkkan bahwa organisasi yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang mampu mengatur anggota nya berperilaku selaras dengan lingkungannya akan mencerminkan suatu totalitas kinerja kehidupan sosial yang khas, organisasi-organisasi tradisional pengelola irigasi yang sampai saat ini bertahan (seperti subak di Bali) membuktikan betapa penting nya organisasi dalam suatu pengelolaan air.
Menurut Rahim Darmo dan Letty
Fudjaja (2011), fungsi organisasi P3A adalah mendorong anggota nya untuk mengatur penggunaan air secara efisien dan efektif. Hal ini dapat dicapai mengingat bahwa organissasi merupakan fitur kehidupan sosial yang terdiri dari
jejaring (network), norma (norm);
kepercayaan (trust) yang mampu
menggerakkan partisipasi anggota
kelompok untuk mencapai tujuan
bersama.
Menurut Siti Asmaul Mustanirah
(2001), pembentukan P3A diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani
dalam melaksanakan operasi dan
pemeliharaan pada gilirannya dapat
meningkatkan produksi dan
kesejahteraan petani. Begitu juga menurut
Rizki Akbar Maulana (2012), P3A diharapkan dapat lebih berperan dalam pengelolaan irigasi untuk mengatasi masalah pemeliharaan tersebut. Peran
12 P3A yang ada sekarang masih `terbatas
dan belum mengarah kepada peningkatan fungsi dan peran dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi.
Conchelos (1985) dalam Ganjar Kurnia (2004), membagi partisipasi menjadi dua jenis, yaitu partisipasi dalam pengertian teknis dan partisipasi dalam pengertian politik. Partisipasi teknis
diartikan sebagai taktik untuk
mengikutsertakan masyarakat di dalam
aktifitas : mendefinisikan masalah,
mengumpulkan data, menganalisa data dan mengimplementasikan hasil nya. Secara umum partisipasi ini seringkali
diartikan sebagai keikutsertaan
masyarakat di dalam setiap tahapan
kegiatan pembangunan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, evalluasi dan memanfaatkan hasil. Partisipasi secara politik diartikan sebagai pemberian
kekuasaan dan kontrol kepada
masyarakat melalui pemberian pilihan-pilihan untuk beraksi, berotonomi dan
berefleksi terutama melalui
pengembangan dan penguatan
kelembagaan.
Partisipasi yang dianggap betul-betul partisipasi adalah self mobilisation (mandiri). Pada partisipasi tipe ini,
masyarakat berpartisipasi dengan
mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan piihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai
yang mereka miliki. Masyarakat
mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mengembangkan kapasitas diri nya dan masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Kesimpulan sementara yang
diajukan dalam penelitian ini yaitu, terdapat hubungan antara peran P3A dengan tingkat partisipasi petani dalam
operasionalisasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi tersier.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode survei di Daerah Irigasi (DI) Ancaran Kabupaten Kuningan. Lokasi penelitian ditentukan secara purposif pada salah satu P3A dari empat P3A yang berada di wilayah DI tersebut. Perlu diketahui bahwa, P3A Mekar Saluyu yang terpilih hanyalah didasarkan pada kemampuan finansial peneliti semata.
Pengambilan sampel ditentukan dengan cara simpel random sampling pada satuan populasi petani anggota P3A Mekar Saluyu sebanyak 296 orang. 33 orang petani sampel yang teranalisis dapat di anggap cukup reprenstatif dan memenuhi syarat ilmiah.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani P3A Mekar Saluyu melalui kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, serta instansi yang terkait dengan penelitian ini. Jadi wilayah studi berada di lapangan dan perkantoran.
Variabel penelitian secara garis besar terdiri dari dua variabel yaitu, variabel peranan P3A dan variabel partisipasi petani anggota P3A. Peran P3A di sini yaitu keterlibatan P3A dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier. Variabel ini di bangun oleh empat indikator. Selanjutnya indikator-indikator variabel peran P3A
tersebut (Harun Al Rasyid, 1995)
diklassifikasikan dengan kategori sebagai berikut :
Klassifikasi = 𝑠𝑘𝑜𝑟 max − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 , sehingga peran P3A dapat diklassifikasikan : Tinggi = 13 – 18, Sedang = 8 – 12,
Rendah = 3 – 7
Sedangkan, yang dimaksud dengan partisipasi petani yaitu, partisipasi petani atau keikut sertaan petani anggota P3A dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier. Variabel ini di bangun oleh empat indikator pula.
Peran P3A dan partisipasi petani dalam operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier di analisis dengan menggunakan analisis Nilai Tertimbang (NT), menggunakan rumus sebagai berikut : NT =
x
100
%
ideal
skor
dicapai
yang
Skor
Skor ideal merupakan skor tertinggi dari variabel dan indikator, berdasarkan item jumlah pertanyaan dalam kuesioner, sedangkan skor yang di capai berasal dari skor variabel dan indikator-indikator nya yang di dapat dari jawaban
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Djoni, 1998).
Peran P3A dan partisipasi petani anggota P3A tersebut di dasarkan pada persepsi petani anggota P3A itu sendiri. Analisis dilakukan dengan menggunakan
13
analisis Nilai Tertimbang (NT),
menggunakan rumus sebagai berikut : NT = % 100 x ideal skor dicapai yang Skor
Skor ideal merupakan skor tertinggi dari variabel dan indikator, berdasarkan item jumlah pertanyaan dalam kuesioner,
sedangkan skor yang di capai berasal dari skor variabel dan indikator-indikator nya yang di dapat dari jawaban
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Djoni, 1998).
Hipotesis penelitian yang diajukan, di uji oleh uji korelasi rank sperman. Alat uji ini dapat di simak di bawah ini, dengan rumus sebagai berikut:
: 6 1 21 2 N N d r N i i s
jika sedikit rank kembar atau tidak ada sama sekali.
Keterangan :
rs = Korelasi Rank Spearman
di = Perbedaan antara jumlah rank X dan rank Y
N = Jumlah responden 2 2 2 2 2 . 2 X Y d Y X r i s
jika cukup banyak rank kembar
Keterangan:
rs = Korelasi Rank Spearman
T = Faktor Koreksi
t = Banyak Kembaran data
di = Perbedaan antara rank x dan y
Untuk sampel besar jika N > 10, penentuan signifikasi rs diuji dengan :
thit =
r
sN
2
/
1
(
r
s)
2Untuk hipotesis yang diajukan, maka thit dibandingkan dengan ttab, db = N – 2.
Hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
Ho :
0
: Tidak terdapat hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani anggotaP3A tersebut dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier.
H1 :
0
: Terdapat hubungan antara peran P3A dengan partisipasi petani anggota P3Atersebut dalam kegiatan OP jaringan irigasi tersier. Kriteria uji yang digunakan untuk
menetapkan keputusan hipotesis tersebut adalah:
Terima Ho atau tolak H1, jika thit < ttab Tolak Ho atau terima H1, jika thit≥ ttab. Penelitian ini dilakukan di P3A
Mekar Sauyunan Daerah Irigasi Ancaran Kabupaten Kuningan. Ada pun waktu penelitian di bagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut :
1) Tahap persiapan yaitu penyusunan usulan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013.
2) Tahap pengumpulan Data di lapangan pada bulan Agustus 2013.
3) Tahap pengolahan data dan penulisan hasil penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan selesai.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Persepsi Petani P3A Terhadap Peran P3A dalam Operasi Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa, secara keseluruhan peran P3A dalam skor operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier berkategori tinggi dengan nilai skor 52 dan nilai tertimbang
86,67. Hal ini berarti bahwa, secara umum peran P3A dirasakan sangat penting.
Eksistensi P3A yang ada saat ini berada pada kategori baik dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 20,15 dari skor ideal 21 dengan nilai tertimbang sebesar 95,95 persen. Hal ini berarti bahwa persepsi para petani P3A terhadap eksistensi P3A yang ada saat ini dapat
14 dikatakan baik. Baik dalam arti P3A itu
sudah dapat dirasakan manfaat nya
dalamm memenuhi kebutuhan air,
pengurus nya sudah diakui; dan memiliki
badan hukumm. Memang menurut Hari
Prasetijo (2011) bahwa, Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) atau P3A harus berbentuk badan hukum, pemerintah
sebagai fasiilitator, motivator,
mengadakan kerjasama pengelolaan,
menyediakan tenaga pendamping, sarana
produksi, dan memmfasilitasi
pembentukan koperasi serba usaha. Tujuan P3A berada pada kategori baik juga dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 10,97 dari sor ideal 12 dengan nilai tertimbang sebesar 91,42 persen. Ini mengandung arti bahwa, persepsi para petani P3A terhadap tujuan P3A dapat dikatakan baik. Baik dalam arti tujuan P3A itu sudah sesuai dengan AD/ART, sudah dimengerti dan sudah sesuai dengan keinginan para petani.
Pemecahan masalah yang dilakukan P3A berada pada kategori baik dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 12,27 dari skor ideal 15 dengan nilai tertimbang sebesar 81,80 persen. Hal ini berarti bahwa, persepsi para petani P3A terhadap ihwal pemecahan masalah yang dilakukan P3A ternyata di pandang baik. Baik dalam arti layanan P3A sudah dirasakan ada hasil nya seperti debit air relatif tinggi dan sistem giliran sudah relatif optimal.
Fungsi P3A berada pada kategori baik juga dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 8,61 dari skor ideal 12 dengan nilai tertimbang sebesar 71,75 persen. Hal ini berarti bahwa, persepsi para petani P3A terhadap fungsi P3A dapar dikatakan baik. Baik dalam arti P3A telah aktif menjalankan fungsi nya seperti, dalam mengumpulkan iuran P3A dan melindungi kebutuhan air irigasi anggota nya.
Dari ke empat indikator yang berkaitan dengan peran P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier
di atas, dapat lah diindikasikan
bahwa,peran P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier itu
baik. Dengan kata lain, secara
konsepsional maupun operasional, peran P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier di P3A Mekar Sauyunan itu sudah baik, walau pun memang keberfungsiannya masih harus ditingkatkan.
Partisipasi Petani P3A dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Tersier
Partisipasi petani P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian berada pada kategori tinggi dengan nilai skor 42,28 dari nilai ideal 48 dengan nilai tertimbang sebesar 88,08 persen. Hal ini mengandung arti bahwa tingkat partisipasi petani P3A Mekar Sauyunan telah ikut serta dalam
mengoperasikan `dan memelihara
jaringan irigasi tersier. Namun dikatakan
oleh Ida Dewi Yuliawati (1997) bahwa,
pengalaman usahatani dan status
penggarapan lahan berpengaruh negatif terhadap tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan jaringan irigasi, sedangkan jarak lahan terhadap pusat bendungan air dan umur petani berpengaruh positif.
Rapat anggota berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 10,73 dari skor ideal sebesar 12 dengan nilai tertimbang sebesar 89,42 persen. Hal ini berarti bahwa partisipasi petani P3A dalam rapat anggota sebesar 89,42 persen. Dalam satu musim terakhir rapat anggota diikuti oleh petani P3A rata-rata sebanyak dua kali. Partisipasi petani P3A dalammengikuti rapat anggota ini di ukur di samping dengan melihat intensitas keikutsertaan juga di lihat dari segi pengetahuan tentang tugas, fungsi dan wewenanng rapat itu sendiri, banyak nya gagasan/saran/ ide dalam satu kali kegiatan rapat anggota; dan tingkat penerimaan dari forum terhadap saran/gagasan/ide tersebut.
Rencana kerja berada pada kategori tinggi dengan skor rata-ratayang diperoleh sebesar 9,61 dari skor ideal sebesar 12 dengan nilai tertimbang sebesar 80,08 persen. Hal ini berarti bahwa partisipasi petani P3A dalam menyusun rencana kerja sebesar 80,08 persen. Dalam satu musim terakhir membuat rencana kerja diikuti oleh petani P3A rata-rata sebanyak satu kali. Partisipasi petani P3A dalam menyusun rencana kerja ini di ukur juga
melalui tingkat pengetahuan akan
manfaat rencana kerja dalam P3A, banyak
nya gagasan/ide/saran yang
dikemukakan dalam satu kali pembuatan rencana kerja; dan tingkat penerimaan dari forum terhadap saran/gagasan/ide tersebut.
Memelihara jaringan berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 11,82 dari skor ideal
15 sebesar 12 dengan nilai tertimbang
sebesar 98,50 persen. Hal ini berarti bahwa, partisipasi petani P3A dalam memelihara jaringan tersier sebesar 98,50 persen. Dalam satu musim terakhir memelihara jaringan tersier diikuti oleh petani P3A rata-rata sebanyak dua kali. Partisipasi petani P3A dalam memelihara jaringan irigasi tersier ini di ukur juga melaluitingkat pengetahuan akan manfaat pemeliharaan jaringan irigasi itu dalam P3A, tingkat pengetahuan akan kegiatan gotong royong dalam rangka pemeliharaan jaringan irigasi yang dilaksanakan oleh P3A.
Membayar iuran berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata yang diperoleh sebesar 10,12 dari skor ideal sebesar 12 dengan nilai tertimbang sebesar 84,33 persen. Hal ini berarti bahwa, partisipasi petani P3A dalam membayar iuran sebesar 84,33 persen. Partisipasi petani P3A dalam membayar iuran ini di ukur melalui tingkat sumber dana bagi pemeliharaan jaringan irigasi tersier, tingkat kesukaan membayar iuran pokok; tingkat kesukaan membayar iuran khusus; tingkat teguran dari pengurus
P3A akibat keterlambatan dalam
membayar iuran. Perlu diketahui menurut
Rahim Darmo dan Letty Fudjaja (2011)
bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan petani tidak membayar IPAIR adalah karena gagal panen, akibat kekurangan air, pengurus yang kurang aktif, tempat
tinggal pengurus yang tidak
beradapadahamparan pemukiman yag sama dengan anggota. Memang menurut
Helmi (2011) pun, penyerahan urusan pemungutan dan pengelolaan dana IPAIR yang otonom dapat mendorong partisipasi pettani dalam membayar iuran.
Hubungan antara Persepsi petani P3A terhadap Peran P3A dengan Partisipasi
Petani P3A dalam Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tersier
Melalui perhitungan yang di bantu oleh program SPSS, hubungan antara persepsi petani P3A terhadap peran P3A dengan partisipasi petani P3A dalam opetrasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier dapat dimunculkan. Nilai-nilai pada program SPSS menunjukkan bahwa, nilai degree of freedom (df) adalah 0,01. Nilai koefisien korelasi Rank Spearman (rs) sebesar 0,543. Hal ini dapat diartikan bahwa, besar nya hubungan antara persepsi petani P3A terhadap peran P3A dengan partisipasi petani P3A dalam
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier sebesar 54,30 persen.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang sangat nyata antara persepsi petani P3A terhadap peran P3A dengan tingkat partisipasi petani P3A, pada level 0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan menolak Ho dan menerima Hi. Hal ini sejalan dengan pendapat masyarakat bahwa, jika lembaga itu baik dalam arti pengurus nya menjalankan tugas dengan benar, maka partisipasi mayarakat mudah terangkat.
Dikatakan oleh Soekanto (2009)
bahwa, peranan merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu
peranan. Dalam hal ini dapat
ditambahkan bahwa, kunci sukses
organisasi sangat tergantung dari ada nya dinamika sumberdaya manusia. Oleh karena itu lah dinamika peran organisasi akan sejalan dengan dinamika partisipasi anggota organisasi tersebut.
IV. SIMPULAN DAN SARAN.
Simpulan.
Menurut persepsi petani P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi terssier berada pada kategori baik dengan nilai tertimbang sebesar 86,67 persen. Dengan kata lain, P3A Mekar Sauyunan telah memperlihatkan eksistennsi nya,
melaksanakan tujuan organisasi,
berfungsi dan dapat memecahkan
permasalahan dengan baik.Ke dua, partisipasi petani P3A dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier berada pada kategori baik dengan nilai tertimbang sebesar 88,08 persen. Dengan kata lain petani P3A Mekar Sauyunan telah berpartisipasi aktif mengikuti rapat anggota, menyusun rencana kerja; turut memelihara jaringan irigasi tersier; dan membayar iuran dengan baik. Ke tiga, terdapat hubungan antara peran P3a dengan tingkat partisipasi petani P3A dalam opersionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier. Dengan kata lain dinamika peran organisasi sejalan dengan dinamika partisipasi anggota organisasi tersebut.
Saran.
Berdasarkan kesimpulan dapat
disarankan bahwa, pemerintah
diharapkan senantiasa peduli terhadap kepentingan para petani, agar peran P3A
16 dan partisipasi petani P3A dalam operasi
dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier senantiasa bertumbuh.
DAFTAR PUSTAKA
Pakpahan, Agus.1991. Kerangka Analitik
untuk Penelitian Rekayasa Sosial : Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding Evaluasi Kelembagaan, Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Djoni. 1998. Hubungan Interpersonal,
Kelompok, dan Lingkungan serta Pengaruhnya terhadap Keefektifan Kelompok. Studi Mengenai Usahatani Terpadu di Kalangan Kelompok Tani di Jawa Barat Bagian Timur. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Ganjar Kurnia. 2004. Petani, Pejuang Yang
Terpinggirkan. Depdiknas. UNPAD Bandung.
Hari Prasetijo.2011. Studi Pemberdayaan
Lembaga Pengelola Jaringan Irigasi di Tingkat Desa. Fak. Teknik Univ Brawijaya. Malang.
Harun Al Rasyid. 1991. Teknik Sampling
dan Teknik Penyusunan Skala.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kopertis Wilayah IV. Bandung.
Helmi. 2001. Peranan Lembaga
P3A/Kejruenblang Dalam Konteks Otonomi Daerah Tentang Air Irigasi di Provinsi Aceh. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsyiah. Banda Aceh.
Ida Dewi Yuliawati. 1997. Analisis
Faktor-faktor yang Di duga Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Petani dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi di Tingkat Tersier (Study Kasus Desa Mandopo,
Kecamatan Dawuan, Kabupaten
Majalengka. Jurusan Sosial. Fakultas Pertanian. IPB.
KPCMO Program PISP Kab. Kuningan.
2009. Laporan Kegiatan Participatory Irrigation Sector Project (PISP).
Perda Jabar nomor 4 Tahun 2008.
Tentang Irigasi.
Rahim Darma dan Letty Fudjaja. 2011.
Penguatan P3A untuk Pengelolaan IPAIR dan Pemeliharaan Saluran Irigasi di Kabupaten Pinrang. Jurnal
Agrisistem – Vol 7 No 1. ISSN.
2089-0036.
Rizki Akbar Maulana. 2012. Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi Partisipatif di Cihea. Rizki_AkbarM@com
Siti Asmaul Mustanirah. 2001. Evaluasi
Aspek Kelembagaan Pengelolaan Jaringan Irigasi di Tingkat Petani Pada Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Banjarbaru Kalimantan Selatan.
Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 2, no 2, Agustus 2001.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar
Komunikasi Pertanian. Jakarta. UI Press.
Soekanto,S. 2009. Sosiologi Suatu
Pengantar. Edisi Baru. Rajawali Press. Jakarta.
Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004.